Anda di halaman 1dari 3

*Sejarah singkat kepemimpinan kerajaan adat pangeran Cungkai*

Kerajaan adat pangeran cungkai Berawal dari sebuah suku yang hidup bermukim di lunjuk muara
sambat berkisar abad 14, yang di pimpin oleh seorang kepala suku yang bernama jungguh alias bala
seribu bergelar pangeran cungkai ke 1, jungguh ( pangeran cungkai ke 1 ), memiliki satu orang anak
perempuan bernama Putri Rio Kincir. kegiatan kepemimpinan pangeran cungkai ke I, yaitu merintis
wilayah kekuasaan bersama pengikut-pengikutnya. jungguh pangeran cungkai ke I telah berhasil
mempersatukan daerah hujan mas,marga haji,kisam,muara dua,liwa, dan bengkunat menjadi
negeri di bawah pengawasan kerajaan adat pangeran cungkai. meninggalnya pangeran cungkai ke
1, tongkat kepemimpinan di ambil alih oleh sang anak putri rio kincir gelar ratu raje negare ke II,
kegiatan kepemimpinan ratu raje negare ke II hanya bersipat meneruskan pemerintahan yang di
wariskan oleh bapaknya pangeran cungkai ke I. mempererat hubungan dengan negeri-negeri di
bawah pengawasan kerajaan adat pangeran cungkai. Ratu raje negare memiliki 2 ( dua) orang anak,
anak ke I. Lampung anak ke II. Kalung, meninggalnya ratu raje negare tongkat kepemimpinan di
ambil alih oleh sang anak pertama lampung gelar pangeran cungkai mangku negara ke III, yang di
kenal juga oleh rakyatnya dengan sebutan cungkai bermata sejagat Pangeran cungkai ke III memiliki
satu orang anak I. Kalung. Nama putra tunggal beliau tersebut di berikan untuk mengingat adiknya
kalung yang hijrah ke kasui, yang sekarang menjadi kabupaten tulang bawang provinsi lampung. di
kepemimpinan pangeran cungkai ke III, dimasa kepemimpinan pangeran cungkai ke III adik beliau
kalung di utus berangkat ke kasui, untuk memperluas kekuasan kerajaan adat pangeran cungkai.
Kegiatan pangeran cungkai ke III pada masa kepemimpinananya memasang tonggak perbatasan
wilayah kekuasaan di laut tanjung cina bengkunat setinggi 3 m dari permukaan laut, dan di pinggir
pantai bengkunat di dirikan pondok berasal dari batu. Di masa kepemimpinan pangeran cungkai ke
III ini pulalah terjadi pemberontakan yang di lakukan oleh kerajaan suku rejang di wilayah
kekuasaannya, tepatnya di Desa Siling dan Desa tambak rejang, Yang diperkirakan di daerah antara
saung dengan babat. Atas pemberontakan yang di lakukan itu pangeran cungkai ke III bersama
pengikut-pengikutnya melakukan perlawanan yang berhasil mengusir suku rejang kembali ke daerah
rejang, namun berselang beberapa waktu kemudian, suku rejang melakukan niat untuk
memberontak kembali dan pemberontakan itu di ketahui oleh pangeran cungkai ke III, kemudian
pangeran cungkai ke III memerintahkan kepada puyang diwe sambat untuk meledakkan meriam
sapu jagat (meriam ghoib) ke daerah rejang, yang menghantam gunung bungkuk, atas tindakan yang
di lakukan puyang diwe sambat tersebut, suku rejang membatalkan misinya untuk menyerang
kerajaan adat pangeran cungkai. Meninggalnya pangeran cungkai ke III, tongkat kepemimpinan di
ambil alih oleh sang anak kalung gelar pangeran cungkai raja negara IV. Pangeran cungkai ke IV
memiliki dua orang anak ke I. Lampung ke II. Putri Dayang Pandan. Di kepemimpinan pangeran
cungkai ke IV inilah masuk nya kerajaan inggris ke wilayah kaur melalui jalur laut yang berlabuh di
teluk linau. Kerajaan inggris mengadakan perjanjian dengan pangeran cungkai yang bertujuan
membangun kerjasama saling menguntungkan antara pribumi dan kerajaan inggris di bidang
ekonomi meliputi pertanian dan pertambangan emas, atas niat baik kerajaan inggris itulah pangeran
cungkai ke IV menyetujui pembangunan bangker di desa linau dan membangun pusat perkantoran
dan pemerintahan di talang benteng muara sambat. Meninggalnya sang bapak pangeran cungkai ke
IV tongkat kepemimpinan di ambil alih oleh lampung gelar pangeran cungkai mangku negara ke V,
pangeran cungkai ke V memiliki dua orang anak anak ke I. Alam, anak ke II.Berite. dalam
kepemimpinan pangeran cungkai ke V hubungan kerjasama dengan kerajaan inggris masih tetap
berjalan dengan baik, pada masa kepemimpinan pangeran cungkai ke V inilah, di bangunnya jalur-
jalur darat dari kaur ke daerah krui,liwa, bengkunat, dan bengkulu untuk memperlancar jual beli
hasil-hasil bumi. Setelah meninggalnya pangeran cungkai ke V, tongkat kepemimpinan di ambil alih
oleh sang anak pertama Alam gelar pangeran cungkai raja negara ke VI, alam pangeran cungkai ke VI
memiliki anak dua anak ke I. Lampung anak ke II. Minah (penca negedi). Di dalam kepemimpinan
pangeran cungkai ke VI, terjadilah pertukaran wilayah antara kerajaan inggris dan kerajaan belanda,
kerajaan inggris menyerahkan propinsi bengkulu ke kerajaan belanda dan kerajaan belanda
menyerahkan negara singapura ke kerajaan inggris Pada tahun 1824. Dengan terjadinya pertukaran
wilayah itu, maka raja-raja di Ke Residentie Benkoelen termasuk pangeran cungkai ke VI
mengadakan pertemuan segi tiga antara raja-raja pribumi dengan pihak inggris dan belanda di kota
tais, yang sekarang menjadi ibu kota kabupaten seluma. Yang mana hasil/keputusan dari pertemuan
raja-raja bengkulu dengan pihak inggris dan belanda tersebut iaitu aturan adat yang selama ini
bersipat tersirat, diubah/ di susun menjadi tersurat dan di jadikan kitap undang-undang adat sumber
cahaya. Kerajaan belanda memainkan politik pendekatan dengan rakyat dan raja-raja melalui sistim
membangun adat istiadat dengan mendirikan tempat penyulaman/penenunan pakai-pakaian adat,
mendirikan balai-balai tempat latihan tari menari dan lain-lain. Akan tetapi dengan berjalannya
waktu kejahatan-kejahatan belanda sudah mulai nampak dengan membangun perkebunan-
perkebunan dan mewajibkan kepada rakyat yang mempunyai hewan ternak dan perkebunan pribadi
untuk membayar upeti/pajak bagi hewan ternak dan hasil pertanian. Atas tindakan kesewenang-
wenangan itu pangeran cungkai ke VI tidak sesuai lagi dengan cara -cara yang di lakukan belanda
terhadap rakyatnya, maka di kepemimpinan pangeran cungkai ke VI inilah bermula terjadinya
ketidak harmonisan lagi antara belanda dengan kerajaan adat pangeran cungkai . meninggalnya
pangeran cungkai ke VI, tongkat kepemimpinan di ambil alih oleh sang anak pertama lampung gelar
pangeran cungkai mangku negara ke VII pangeran cungkai ke VII memiliki dua belas orang anak dari
3 orang istri. Anak ke I. Arip II.Gentar III.Jadi IV.Mas V.Ayu VI.Kalung VII.Jaye VIII.Intan IX.Pesah
X.Rendan XI.Aminah XII.Masidah. Di kepemimpinan pangeran cungkai ke VII ini, Belanda memaikan
politik adu dombanya untuk menghancurkan kekuasaan kerajaan adat pangeran cungkai, belanda
mengangkat pangeran-pangeran baru di bumi kaur, dan memberikan wilayah kekuasaan kepada
pangeran-pangeran yang di angkatnya. Sehingga terjadilah penyempitan daerah kekuasaan kerajaan
adat pangeran cungkai yang hanya menyisakan wilayah dari sungai sepanas (desa sekunyit) ke sungai
air waihawang. Melihat situasai pemerintahannya yang sudah mulai terusik pangeran cungkai ke VII
memutuskan untuk menutup gua walet titipan warisan leluhurnya di sungai air tarahan sambat.
Pada tahun 1883 terjadilah bencana banjir bandang di sungai sambat yang menghabiskan
pemukiman-pemukiman penduduk yang berada di sepanjang pinggiran sungai sambat. Yang antara
lain Dusun lunjuk, mata ginjang, pajar menyinsing, baturaja, air jawa dan desa tanjung iman.
Kemudian pangeran cungkai ke VII memindahkan tempat tinggalnya di desa bakal. Mengingat
keadan usia pangeran cungkai ke VII sudah lanjut, beliau menurunkan tongkat kekuasaan kepada
anak tertua beliau bernama Arip gelar pangeran cungkai raja negara ke VIII. Kepemimpinan
pangeran cungkai ke VIII berlanjut sampai tahun 1947. pada tahun 1942 belanda bertekuk lutut
kepada jepang, sehingga belanda pada tahun 1942 meninggalkan wilayah jajahannya di indonesia
termasuk kaur. Di masa penjajahan jepang kerajaan adat pangeran cungkai masih tetap berdiri di
pimpin oleh pangeran ke VIII, setelah kemerdekan negara kesatuan repuplik indonesia pada tahun
1945 sistim pemerintahan di ubah dari sistim pemerintahan kerajaan adat menjadi marga sehingga
pangeran cungkai ke VIII di ganti gelar menjadi basirah arip raja negara. Pada tahun 1947 belanda
kembali ke tanah air menduduki NKRI kembali, demi untuk menghabisi kekuasaan kerajaan adat
pangeran cungkai belanda mengubah lagi sistim pemerintahan di kaur dengan aturan baru bahwa
kekuasaan tidak boleh turun-temurun melainkan harus di pilih oleh rakyat berdasarkan suara
terbanyak. Maka di tahun 1947 terjadilah pertarungan pemilihan basirah kepala marga antara
besirah arip raja negara dengan basirah seman, dan pemilihan tersebut di menangkan oleh basirah
seman. di dalam kepemimpinan basirah seman belanda resmi angkat kaki meninggalkan NKRI.
Basirah seman pun diganti oleh pemerintah NKRI, dan terpilihlah kepala marga sambat waktu itu
basirah I. Basirah Manap, II.Basirah Ibrahim, III.Basirah Majib, dan di tutup oleh IV.Basirah Abdul
Rani. Di kepemimpinan basirah abdul rani sistim pemerintahan dirubah lagi dari marga menjadi
kecamatan perwakilan linau, dan pemerintahan di pimpin oleh seorang pegawai negeri sipil yang
bergelar camat. Dari kecamatan perwakilan linau berganti nama menjadi kecamatan maje,
kabupaten. kaur,provinsi. Bengkulu, sampai dengan saat ini. Demikianlah cerita ini kami tulis, yang
bersumber dari himpunan cerita turun- temurun di dalam keluarga besar kerajaan adat pangeran
cungkai.

NARASUMBER

ZULKARNAIN SAID

Anda mungkin juga menyukai