LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Kamis
3. Dapat memilah mana informasi yang valid dan hoax yang beredar di masyarakat
4. Adanya bentuk dukungan moril maupun materil kepada tetangga yang sedang
terjangkit COVID-19 dan sedang melakukan isolasi mandiri
LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
1. Banyaknya hoax dan kesimpang siuran berita serta informasi yang dapat
membingungkan masyarakat.
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Selasa
LATAR BELAKANG
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global.
Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada
tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit
Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di
negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian
yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh
PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi
penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit
cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan
penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama
menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan
terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari
populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi
akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta
jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular
seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa
saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030.4 Pada negara-negara menengah dan
miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari tahun hidup yang hilang
dan disability (Disability adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari
kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi.
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Selasa
Tanggal : 27 Oktober 2020
2. Masyarakat jadi lebih tahu bagaimana memanage jika masyarakat punya faktor
risiko agar tidak terjangkit penyakit tidak menular, dan juga mencegah agar tidak
terjangkit penyakit tidak menular.
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional masih
dalam risiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam proses, dunia
dihadapkan pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan
COVID-19. Oleh karenanya diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-
19.
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Rabu
LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Hari : Sabtu
Pukul : 11.00-13.00
Tempat : Balai Desa Kantor Desa Melibur, Kec. Talang Muandau
LATAR BELAKANG
Penyakit yang didasari oleh lingkungan ialah suatu kejadian penyakit yang dapat
timbul di kalangan masyarakat, yang berasal, atau memiliki kaitan dan hubungan erat
dengan satu atau lebih faktor lingkungan ditempat masyarakat tinggal atau
beraktivitas dalam waktu tertentu. Skabies merupakan salah satu contoh penyakit
yang didasari oleh lingkungan, penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi tungau
Sarcoptes scabiei var hominis yang sering terjadi di lingkungan yang berpenghuni
padat penduduk seperti pondok pesantren. Skabies atau penyakit gudik adalah
penyakit yang dapat ditemukan di berbagai negara di seluruh dunia,
PERMASALAHAN
2. Pemakaian handuk bersama sehingga terjadi fenomena pimpong dan sulit untuk
sembuh
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Senin
LATAR BELAKANG
Penyakit menular yang disebabkan oleh vektor (vector borne disease) seperti
demam berdarah dengue (DBD), malaria, filariasis (kaki gajah), dan Japanese B.
Enchephalitis, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia. Berdasarkan sejumlah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
saat ini terjadi perubahan iklim global yang berpengaruh terhadap perubahan risiko
penularan penyakit yang ditularkan oleh vektor penyakit terutama nyamuk. Nyamuk
dapat mengganggu manusia dan binatang melalui gigitannya serta berperan sebagai
vektor penyakit pada manusia dan binatang yang penyebabnya terdiri atas berbagai
macam parasit dan virus.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Demam berdarah dengue ditularkan
ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk
Aedes sp berkembangbiak di tempat-tempat penampungan air yang mengandung air
jernih atau air yang sedikit terkontaminasi seperti bak mandi, tangki penampungan
air, ember, vas bunga, kaleng bekas, kantong plastik bekas, ban bekas, tempurung
kelapa, dan pelepah tanaman. Demam berdarah dengue (DBD) banyak ditemukan di
daerah tropis dan sub tropis. Data dari seluruh dunia menunjukan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara . Menurut data Departemen Kesehatan RI pada awal tahun
2007 jumlah penderita DBD telah mencapai 16.803 orang dan 267 orang diantaranya
meninggal dunia.
Masih banyak warga yang kurang peduli dengan kebersihan dan tingkat
kesadaran warga yang masih rendah terutama dalam membersihkan tempat-tempat
penampungan air baik di dalam rumah maupun di luar rumah serta tempat-tempat
yang menampung air hujan yang berpotensi menjadi sarang nyamuk. Berdasarkan
observasi yang dilakukan, di beberapa rumah penduduk masih ditemukan larva
nyamuk pada tempat-tempat penampungan air di dalam rumah.Kondisi tersebut dapat
meningkatkan perkembangan vektor penyebab penyakit dan beresiko terjadi
peningkatan jumlah kasus seperti DBD.
PERMASALAHAN
2. Masih banyaknya penampungan air yang tidak bersih sehingga menjadi tempat
berkembang biaknya nyamuk
1. Mendatangi rumah warga dengan radius 100 meter dari rumah pasien untuk
mengidentifikasi angka jentik nyamuk dan menanyakan keluhan.
2. Pemberian bubuk abate jika terdapat jentik nyamuk di tempat penampungan air
warga
3. Bekerjasama dengan RT dan kelurahan setempat agar warga membersihkan
tempat penampungan air yang berpotensi sebagai tempat berkembangbiak larva
nyamuk.
4. Melakukan fogging
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Senin
2. Segera berobat ke puskesmas jika terdapat warga disekitar tempat tinggal pasien
terdapat keluhan demam
LATAR BELAKANG
Perilaku pemberantasan sarang nyamuk adalah suatu tindakan atau aktifitas yang
dilakukan oleh seseorang atau masyarakat dalam upaya pemberantasan sarang
nyamuk yang menyebabkan terjadinya penyakit DBD dengan cara Fisik, Kimiawi dan
Biologi. Cara Fisik diantaranya manjemen lingkungan dan perlindungan diri.
Manajemen lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau
meminimalkan perkembangbiakan vektor sehingga kontak antara manusia dan vektor
berkurang. Cara Kimiawi diantaranya fogging fokus dan abatisasi. Cara
pemberantasan nyamuk Aedes Aegepty dengan melakukan pengasapan/fogging
(menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu 3 dan memberikan bubuk abate (temephos)
pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-
lain. Cara biologis adalah cara pemberantasan nyamuk dan jentikjentiknya dengan
menggunakan organisme sebagai pengendali hayati yang bersifat predator atau
pemangsa terhadap nyamuk dan jentiknya, seperti : memelihara ikan jenis kepala
timah, ikan guppi, ikan tempala (cupang) untuk memakan jentik nyamuk. Mengingat
sangat berbahayanya penyakit DBD, maka perlu ada upaya pemberantasan yang
komprehensif dari penyakit tersebut.
PERMASALAHAN
2. Masih banyaknya penampungan air yang tidak bersih sehingga menjadi tempat
berkembang biaknya nyamuk
3. Warga masih banyak yang tidak membuang kaleng bekas atau ember bekas
sehingga menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk
4. Sampah disekeliling rumah yang belum dibuang pada tempatnya juga menjadi
tempat berkembangbiaknya nyamuk
1. Mendatangi rumah warga dengan radius 100 meter dari rumah pasien untuk
mengidentifikasi angka jentik nyamuk dan menanyakan keluhan.
2. Pemberian bubuk abate jika terdapat jentik nyamuk di tempat penampungan air
warga
4. Meminta warga untuk tidak mengmpulkan atau membuang barang barang yang
dapat menampung air seperti ember dan kaleng bekas yang dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya nyamuk.
5. Mengajak warga untuk selalu mnguras bak tempat penampungan air didalam
rumah
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Senin
3. Warga tahu kapan harus menguras bak tempat penampungan air dirumah sebagai
upaya meminimalisir tempat berkembangbiaknya nyamuk
LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Rabu
Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan bagian dari program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga. Program PHBS dilaksanakan sebagai
upaya pemberdayaan anggota rumah tangga agar sadar, mau, dan mampu melakukan
kebiasaan hidup bersih dan sehat. Dengan menjalankan perilakuperilaku melakukan
PHBS, masyarakat berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat seperti
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, dan
melindungi diri dari ancaman penyakit.
Mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu upaya pencegahan melalui
tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan
sabun. Tangan manusia seringkali menjadi agen yang membawa kuman daan
menyebabkan patogen berpindah dari satu orang atau dari alam ke orang lain melalui
kontak langsung atau tidak langsung.
PERMASALAHAN
1. Warga diminta untuk meletakkan tempat cuci tangan dan sabun di depan rumah
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Rabu
F3. Kelas Ibu Hamil di Posyandu Kasih Bunda, Kelurahan Duri Barat
LATAR BELAKANG
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) menjadi target dalam tujuan pembangunan
Millenium Development Goals (MDGs) pada tujuan 4 dan 5 yaitu menurunkan angka
kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Program KIA pada dasarnya
mengupayakan kondisi ibu dan anak agar sehat mental dan jasmani. Upaya tersebut
guna membentuk sumber daya manusia generasi penerus yang kuat sebagai satu
modal pembangunan. Adapun prioritas KIA adalah menurunkan angka kematian ibu
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per 100.000
kelahiran hidup tahun 1992. Sebagai realisasi tujuan tersebut sejak tahun 2009, telah
dicanangkan program Kelas ibu hamil. Kelas Ibu Hamil merupakan sarana untuk
belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam
kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu
mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan
bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran..
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
2. Kelas ibu hamil dilaksanakan interaktif yang mana dilakukan tanya jawab saat
pemaparan materi
3. Ibu hamil di posyandu tersebut mengerti tentang materi yang disampaikan dan
diharapkan dengan pemaparan materi dan kelas ibu hamil ini dapat menurunkan
angka kematian ibu di wilayah tersebut.
LATAR BELAKANG
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi.
Kegiatan pemantauan pertumbuhan di Indonesia telah dilaksanakan melalui
penimbangan bulanan di posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).
KMS memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat
badan menurut umur. Dengan penimbangan bulanan ini diharapkan gangguan
pertumbuhan setiap anak dapat diketahui lebih awal sehingga dapat ditanggulangi
secara cepat dan tepat. Pemantauan pertumbuhan perlu ditingkatkan perannya dalam
tindak kewaspadaan untuk mencegah memburuknya keadaan gizi balita. Pemantauan
pertumbuhan saat ini merupakan kegiatan utama posyandu yang jumlahnya mencapai
lebih dari 260.000 yang tersebar di seluruh Indonesia. Di posyandu juga dilakukan
pemberian imunisasi dasar bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi ataupun mencegah terjadinya perburukan
kondisi akibat penyakit-penyakit yang berkaitan. Pencatatan dan pelaporan status gizi
dan status imunisasi bayi dan balita merupakan instrumen vital dalam penentuan baik
atau tidaknya pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
PERMASALAHAN
1. Masih adanya ibu yang tidak melakukan imunisasi dasar untuk anak
2. Masih tingginya angka penyakit menular yang sehausnya bisa dicegah dengan
imunisasi
1. Mengajak ibu-ibu yang memiliki bayi dibawah 1 tahun agar melakukan imunisasi
dasar wajib.
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
2. Bayi yang datang imunisasi diminta untuk datang lagi saat jadwal imunisasi
selanjutnya sampai imunisasi dasar selesai dilakukan
LATAR BELAKANG
1. Masih adanya ibu yang tidak melakukan imunisasi dasar untuk anak
2. Masih tingginya angka penyakit menular yang sehausnya bisa dicegah dengan
imunisasi
1. Mengajak ibu-ibu yang memiliki bayi dibawah 1 tahun agar melakukan imunisasi
dasar wajib.
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
2. Bayi yang datang imunisasi diminta untuk datang lagi saat jadwal imunisasi
selanjutnya sampai imunisasi dasar selesai dilakukan
Imunisasi yang telah diperoleh dari bayi belum cukup untuk melindungi terhadap
penyakit, sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap
tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi, pada usia sekolah anak-
anak mulai berinteraksi dengan lingkungan baru dan bertemu dengan lebih banyak
orang sehingga beresiko tertular atau menularkan penyakit, maka pemerintah melalui
kementerian kesehatan republik indonesia sejak tahun 1984 telah mulai melaksanakan
program imunisasi pada anak sekolah. Program ini kemudian dikenal dengan istilah
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang diresmikan pada 14 November 1987
melalui surat keputusan bersama dari Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.
PERMASALAHAN
1. Angka penyakit menular yang masih tinggi pada anak yang didapat dicegah
dengan imunisasi
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Peserta : SDN 05, SDN 06, SDN 14, SDN 16 Talang Mandi, Staff
Puskesmas, Staff Kelurahan Talang Mandi
LATAR BELAKANG .
Imunisasi yang telah diperoleh dari bayi belum cukup untuk melindungi terhadap
penyakit, sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap
tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi, pada usia sekolah anak-
anak mulai berinteraksi dengan lingkungan baru dan bertemu dengan lebih banyak
orang sehingga beresiko tertular atau menularkan penyakit, maka pemerintah melalui
kementerian kesehatan republik indonesia sejak tahun 1984 telah mulai melaksanakan
program imunisasi pada anak sekolah. Program ini kemudian dikenal dengan istilah
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang diresmikan pada 14 November 1987
melalui surat keputusan bersama dari Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.
PERMASALAHAN
1. Angka penyakit menular yang masih tinggi pada anak yang didapat dicegah
dengan imunisasi
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
LATAR BELAKANG
Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia hingga saat
ini. Menurut World Health Organization (WHO) (2011) anemia pada kehamilan
didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika kadar hemoglobin di dalam darah kurang
dari 11 g/dl. Angka kejadian anemia di seluruh dunia cukup tinggi dan terjadi hampir
di seluruh negara. Secara global prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia
adalah sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil di perkirakan di Asia sebesar
48,2%, Afrika 57,1%, Amerika 24,1%, dan Eropa 25,1%. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia
sebesar 37,1%. Hal ini menunjukkan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan
serius yang memerlukan perhatian khusus karena dapat meningkatkan angka
kesakitan dan kematian ibu serta dapat memengaruhi pregnancy outcome.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh pada ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Masalah yang dapat timbul akibat
anemia adalah keguguran (abortus), kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat
kelelahan otot rahim dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan
karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin
maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat dapat menyebabkan dekompensasi
kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada
persalinan.
Anemia yang tidak tertangani juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu.
Anemia sebagai penyebab kematian langsung dan tidak langsung memiliki angka
rata-rata 6,37% di Afrika, 7,26% di Asia dan 3,0% di Amerika Latin. Dari hasil
estimasi risiko populasi diketahui ada hubungan yang kuat antara anemia berat
dengan kematian ibu, namun tidak untuk anemia ringan dan sedang. Anemia berat
karena malaria pada primigravida diperkirakan dapat menyebabkan 9 kematian dari
100.000 kelahiran hidup sedangkan anemia berat akibat selain malaria (sebagian besar
karena masalah nutrisi) menyebabkan 41 kematian dari 100.000 kelahiran hidup.
Selain berdampak pada ibu, kondisi anemia juga berdampak pada janin yang
dikandung ibu, diantaranya dapat menyebabkan terjadinya aborsi, lahir mati, berat
badan lahir rendah dan perdarahan sebelum ataupun saat persalinan (Brabin, et al.,
2001). Dampak lain yang mungkin terjadi adalah kurangnya oksigen dalam rahim
(hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir.
Suatu penelitian pernah dilakukan untuk menilai kontribusi pelayanan postnatal
terhadap risiko kematian neonatal dan kontribusi relatif konsumsi zat besi/asam folat
pada periode antenatal dalam mencegah kematian neonatal di Indonesia. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan ibu yang mengkonsumsi zat besi/asam folat selama
periode kehamilan memiliki risiko penurunan terhadap kematian neonatal hingga
51%.
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti
infeksi dan kekurangan zat besi. Penyebab utama anemia pada ibu hamil di Indonesia
adalah anemia defisiensi besi dan upaya penanggulangan dilakukan dengan
pemberian tablet besi yang pada tahun 2012 upaya ini mencapai 85%. Persentase
tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 83,3%.
Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu
hamil melalui pemberian 90 tablet besi selama periode kehamilan namun angka
kejadian anemia masih tergolong tinggi di Indonesia.
Dari uraian di atas kita ketahui dampak anemia yang begitu besar pada ibu dan
janin yang dikandungnya sehingga penting untuk tenaga pelayanan kesehatan
menekan angka kejadian anemia ibu hamil yang diharapkan dapat pula menurunkan
angka kematian ibu di Indonesia.
PERMASALAHAN
1. Kurangnya perhatian terhadap kejadian anemia pada kehamilan yang berdampak
dengan peningkatan angka kematian ibu
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Selasa
Tanggal : 29 September 2020, 11.00-13.00
Tempat : Posyandu Kasih Bunda, Jl. Sumur Ladang, RT 2 RW 11, Kelurahan
Duri Barat, Kec. Mandau
3. Ibu hamil mengetahui tanda dan gejala anemia pada kehamilan serta dampak
pada kehamilan dan bayi.
F4. Upaya Pencegahan Stunting di Posyandu Imam Bonjol, Kel. Duri Timur
LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
1. Melakukan timbang berat badan dan pengukuran panjang atau tinggi badan anak
PELAKSANAAN
2. Ibu dapat mengetahui tumbuh anak dan jika terdapat berat badan atau tinggi
badan yang tidak sesuai dengan umur dapat dilakukan perbaikan dari gizi anak
LATAR BELAKANG
Stunting merupakan suatu proses yang kompleks dimana tidak hanya disebabkan
oleh kekurangan gizi namun terjadi akibat berbagai faktor. Penelitian metaanalisis
oleh Danaei, et al., (2011), mengenai data Demographic and Health Surveys (DHS) di
137 negara berkembang, menunjukkan bahwa faktor utama penyebab dari stunting
adalah BBLR sebesar 10,8 juta kasus. Faktor kedua terbanyak adalah sanitasi yang
tidak layak sebesar 7,2 juta, dan ketiga adalah diare sebesar 5,8 juta. Riskesdas,
(2013), menunjukkan bahwa daerah dengan tempat sanitasi yang rendah cenderung
memiliki angka stunting yang lebih tinggi. Data yang didapatkan dalam Riskesdas,
(2013), menyatakan bahwa status ekonomi, tingkat pendidikan ibu, usia anak, jenis
kelamin anak, dan wilayah tempat tinggal juga dapat mempengaruhi stunting.
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
F4. Pembagian Tablet Besi sebagai Upaya Pencegahan Anemia pada Ibu Hamil
di Posyandu Desa Tasik Serai Timur
LATAR BELAKANG
Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia hingga saat
ini. Menurut World Health Organization (WHO) (2011) anemia pada kehamilan
didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika kadar hemoglobin di dalam darah kurang
dari 11 g/dl. Angka kejadian anemia di seluruh dunia cukup tinggi dan terjadi hampir
di seluruh negara. Secara global prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia
adalah sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil di perkirakan di Asia sebesar
48,2%, Afrika 57,1%, Amerika 24,1%, dan Eropa 25,1%. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia
sebesar 37,1%. Hal ini menunjukkan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan
serius yang memerlukan perhatian khusus karena dapat meningkatkan angka
kesakitan dan kematian ibu serta dapat memengaruhi pregnancy outcome.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh pada ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Masalah yang dapat timbul akibat
anemia adalah keguguran (abortus), kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat
kelelahan otot rahim dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan
karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin
maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat dapat menyebabkan dekompensasi
kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada
persalinan.
Anemia yang tidak tertangani juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu.
Anemia sebagai penyebab kematian langsung dan tidak langsung memiliki angka
rata-rata 6,37% di Afrika, 7,26% di Asia dan 3,0% di Amerika Latin. Dari hasil
estimasi risiko populasi diketahui ada hubungan yang kuat antara anemia berat
dengan kematian ibu, namun tidak untuk anemia ringan dan sedang. Anemia berat
karena malaria pada primigravida diperkirakan dapat menyebabkan 9 kematian dari
100.000 kelahiran hidup sedangkan anemia berat akibat selain malaria (sebagian besar
karena masalah nutrisi) menyebabkan 41 kematian dari 100.000 kelahiran hidup.
Selain berdampak pada ibu, kondisi anemia juga berdampak pada janin yang
dikandung ibu, diantaranya dapat menyebabkan terjadinya aborsi, lahir mati, berat
badan lahir rendah dan perdarahan sebelum ataupun saat persalinan (Brabin, et al.,
2001). Dampak lain yang mungkin terjadi adalah kurangnya oksigen dalam rahim
(hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir.
Suatu penelitian pernah dilakukan untuk menilai kontribusi pelayanan postnatal
terhadap risiko kematian neonatal dan kontribusi relatif konsumsi zat besi/asam folat
pada periode antenatal dalam mencegah kematian neonatal di Indonesia. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan ibu yang mengkonsumsi zat besi/asam folat selama
periode kehamilan memiliki risiko penurunan terhadap kematian neonatal hingga
51%.
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti
infeksi dan kekurangan zat besi. Penyebab utama anemia pada ibu hamil di Indonesia
adalah anemia defisiensi besi dan upaya penanggulangan dilakukan dengan
pemberian tablet besi yang pada tahun 2012 upaya ini mencapai 85%. Persentase
tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 83,3%.
Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu
hamil melalui pemberian 90 tablet besi selama periode kehamilan namun angka
kejadian anemia masih tergolong tinggi di Indonesia.
Dari uraian di atas kita ketahui dampak anemia yang begitu besar pada ibu dan
janin yang dikandungnya sehingga penting untuk tenaga pelayanan kesehatan
menekan angka kejadian anemia ibu hamil yang diharapkan dapat pula menurunkan
angka kematian ibu di Indonesia.
PERMASALAHAN
1. Kurangnya perhatian terhadap kejadian anemia pada kehamilan yang berdampak
dengan peningkatan angka kematian ibu
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Hari : Rabu
Tanggal : 16 Desember 2020, 09.00-11.00
Tempat : Posyandu, Desa Tasik Serai Timur
MONITORING DAN EVALUASI
3. Ibu hamil mengetahui tanda dan gejala anemia pada kehamilan serta dampak
pada kehamilan dan bayi.
LATAR BELAKANG
Stunting merupakan suatu proses yang kompleks dimana tidak hanya disebabkan
oleh kekurangan gizi namun terjadi akibat berbagai faktor. Penelitian metaanalisis
oleh Danaei, et al., (2011), mengenai data Demographic and Health Surveys (DHS) di
137 negara berkembang, menunjukkan bahwa faktor utama penyebab dari stunting
adalah BBLR sebesar 10,8 juta kasus. Faktor kedua terbanyak adalah sanitasi yang
tidak layak sebesar 7,2 juta, dan ketiga adalah diare sebesar 5,8 juta. Riskesdas,
(2013), menunjukkan bahwa daerah dengan tempat sanitasi yang rendah cenderung
memiliki angka stunting yang lebih tinggi. Data yang didapatkan dalam Riskesdas,
(2013), menyatakan bahwa status ekonomi, tingkat pendidikan ibu, usia anak, jenis
kelamin anak, dan wilayah tempat tinggal juga dapat mempengaruhi stunting.
PERMASALAHAN
4. Pemberian konseling
PELAKSANAAN
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional masih
dalam risiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam proses, dunia
dihadapkan pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan
COVID-19. Oleh karenanya diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-
19.
PERMASALAHAN
2. Memberikan arahan untuk tetap melakukan isolasi mandiri kepada kontak erat
selama 14 hari
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Pukul : 11.00-13.00
LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
2. Memberikan arahan untuk tetap melakukan isolasi mandiri kepada kontak erat
selama 14 hari
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Pukul : 11.00-13.00
2. Kontak erat berhasil didata dan diminta untuk melakukan isolasi mandiri selama 14
hari guna mecegah penularan lebih lanjut.
F5. Identifikasi Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Desa Bathin Betuah
LATAR BELAKANG
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global.
Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada
tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit
Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di
negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian
yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh
PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi
penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit
cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan
penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama
menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan
terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari
populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi
akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta
jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular
seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa
saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030.4 Pada negara-negara menengah dan
miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari tahun hidup yang hilang
dan disability (Disability adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari
kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi.
PERMASALAHAN
1. Masih rendahnya pengetahuan tentang faktor risiko dari penyakit tidak menular
2. Masih banyak warga yang belum mengetahui tentang faktor risiko penyakit tidak
menular pada diri mereka
3. Warga yang sudah terdapat penyakit tidak menular, masih jarang untuk kontrol ke
fasilitas kesehatan
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Pukul : 08.30-13.00
2. Warga jadi mengetahui faktor risiko penyakit tidak menular pada diri mereka dan
bagaimana cara untuk pengontrolan penyakit tidak menular tersebut
F5. Pemberian Obat Albendazol pada Anak Usia Sekolah di Puskesmas Duri
Kota
LATAR BELAKANG
Prevalensi kecacingan masih relatif tinggi yaitu sebesar 32,6% dan di dominasi
oleh Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm, Strongyloides, Necator
americanus. Penyakit yang sering terjadi ini sangat menggangu tumbuh kembang
anak. Jika berlangsung lama pada anak Sekolah Dasar, maka akan mengurangi
kemampuan belajar anak dan kesehatan anak. Sehingga sangat penting untuk
mengenali dan mencegah penyakit kecacingan pada anak sejak dini. Gangguan yang
ditimbulkan mulai dari yang ringan tanpa gejala hingga sampai berat bahkan sampai
mengacam jiwa. Penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari tanah kepada
manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing, lalu masuk ke
mulut bersama makanan.
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Pukul : 08.30-10.30
LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan:
Pukul : 09.00-22.00
LATAR BELAKANG
Skabies adalah infestasi ektoparasit pada kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei var. Hominis, yang merupakan kutu parasit berkaki delapan yang mampu
menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal pada malam hari,
mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis,
hangat, dan lembab. Skabies berasal dari bahasa latin scabere yang artinya to scratch.
Diperkirakan saat ini lebih dari 300 juta orang di dunia yang menderita skabies.
Perkembangan penyakit ini dipengaruhi banyak faktor, antara lain sosial ekonomi
yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat promiskuitas, kesalahan
diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat
dimasukkan dalam Infeksi menular seksual (IMS).
PERMASALAHAN
1. Identitas Pasien
Nama : An. H
Umur : 10 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Keluhan Utama
Bintil merah di sela jari tangan dan kaki, serta perut pasien yang semakin banyak
sejak kisaran 2 hari lalu
Keluhan Tambahan
Kisaran 2 hari lalu bintil merah di sela jari semakin bertambah banyak.
Timbul bintil merah yang disertai gatal pada sela jari kaki, dan perut. Gatal
dirasakan lebih sering pada malam hari. Pasien menggaruk bintil hingga lecet dan
berdarah. Lalu pasien berobat ke poliklinik anak Puskesmas Duri Kota
Keluhan timbul bintil merah pada sela jari tangan kanan dan kiri, sela jari
kaki kanan dan kiri, dan perut sebelumnya tidak ada
Riwayat sesak napas disertai mengi dan bersin-bersin di pagi hari tidak ada
Riwayat Pengobatan
Timbul bintil merah disertai gatal di kaki dan tangan pada adik kandung
kakak kandung, dan orang tua yang tinggal serumah
Riwayat timbul bintil merah setelah mengkonsumsi obat pada keluarga tidak
ada
Riwayat sesak napas disertai mengi dan bersin-bersin di pagi hari pada
keluarga tidak ada
Riwayat Higienitas
Status Generalikus
Nadi : 98x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali
Cor : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : Suara vesikular normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Abdomen : Datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba,
timpani, bising usus normal
KGB : Tidak ada pembesaran KGB regio colli, axilla, dan inguinal
Status Dermatologikus
Regio interdigitalis digiti III-V manus dextra et sinistra , Pedis dextra et sinistra,
abdomen : Papul eritem- hiperpigmentasi multipel, milier-lentikuler, diskret;
Erosi-ekskoriasi multipel, ireguler, diskret; Krusta coklat-hitam multiple diskret
Diagnosis : Skabies
Menjelaskan kepada pasien untuk merendam pakaian, sarung kasur dan bantal,
dan handuk yang digunakan dengan menggunakan air panas.
Menjelaskan kepada pasien untuk mencuci dan menjemur kasur dan bantal
secara teratur minimal 1 kali seminggu.
Menjelaskan kepada pasien cara pemakaian obat yang benar, yaitu dioleskan ke
seluruh tubuh mulai dari leher ke bawah pada malam hari sebelum tidur, hindari
terkena air setelah pemakaiannya, biarkan minimal 8 jam dan keesokan harinya
dibilas, dan obat cukup dipakai 1 kali.
Tatalaksana Farmakologi
Keluhan hilang setelah pasien menggunakan obat dengan cara yang benar dan
menjalankan edukasi dengan benar. Jika didapatkan keluhan tidak menghilang 1
minggu kemudian, pengobatan dapat diulangi dan edukasi kembali agar pasien dapat
memutus rantai penularan skabies.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam
praktik kedokteran primer. Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood
Institute), 1 dari 3 pasien menderita hipertensi. Hipertensijuga merupakan faktor
risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut dan juga kematian. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi di
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah 34,1% dibandingkan
27,8% pada Riskesdas tahun 2013.
PERMASALAHAN
1. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : IRT
2. Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik UPT Puskesmas Serai Wangi untuk kontrol tekanan darah.
Keluhan lain seperti nyeri kepala, jantung berdebar, sesak napas disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
Sensorium: composmentis
TD : 156/102 mmHg
HR : 88 x/m
RR : 20 x/m
T : 36.5’C
Kepala : Normosefali
Cor
Pulmo :
P : sonor
Hipertensi
3. Tatalaksana Farmakologi
Amlodipin 5 mg 1x1
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan
1. Minta pasien untuk rutin kontrol tekanan darah di faskes setiap minggu
3. Minta pasien untuk melakukan dier rendah garam dan beraktivitas untuk
membantu mengontrol tekanan darah
LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang
memilki beban kesehatan tertinggi.World Health Organization (WHO) dalam Global
Status of Non-communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam
empat besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi
setelah penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes. GOLD Report 2014
menjelaskan bahwa biaya untuk kesehatan yang diakibatkan PPOK adalah 56% dari
total biaya yang harus dibayar untuk penyakit respirasi. Biaya yang paling tinggi
adalah diakibatkan kejadian eksaserbasi dari penyakit ini.Kematian menjadi beban
sosial yang paling buruk yang diakibatkan oleh PPOK, namun diperlukan parameter
yang bersifat konsisten untuk mengukur beban sosial. Parameter yang dapat
digunakan adalah Disability-Adjusted Life Year (DALY), yaitu hasil dari
penjumlahan antara Years of Life Lost (YLL) dan Years Lived with Disability
(YLD). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperkirakan pada tahun 2030, PPOK
akan menempati peringkat ketujuh, dimana sebelumnya pada tahun 1990 penyakit ini
menempati urutan keduabelas
PERMASALAHAN
1. Identifikasi Pasien
Nama : Tn. L
Umur : 52 th
Alamat : BGM
Pekerjaan : Petani
2. Anamnesis
Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien mengeluh sesak napas sejak 1 bulan yang
lalu. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas, debu, dan cuaca. Sesak juga tidak
dipengaruhi oleh posisi. Batuk (+), demam (-), keringat malam hari (-),
penurunan berat badan (-), nafsu makan biasa, BAB dan BAK biasa
Riwayat kebiasaan :
3. Pemeriksaan Fisik
Sensorium: composmentis
TD : 120/75 mmHg
HR : 82 x/m
RR : 24 x/m
T : 36.8’C
Kepala : Normosefali
Cor
Pulmo :
P : sonor
1. Diagnosis
PPOK
Kurangi merokok
3. Tatalaksana Farmakologi
Salbutamol 3 x 4 mg PO
Metil prednison 3 x 4 mg PO
Ambroxol 3 x 30 mg PO
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan
2. Sarankan kepada pasien untuk berhenti merokok agar keluhan tidak bertambah
berat
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional masih
dalam risiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam proses, dunia
dihadapkan pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan
COVID-19. Oleh karenanya diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian COVID-
19.
PERMASALAHAN
1. Identifikasi Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 36 tahun
2. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan hasil rapid test reaktif. Keluhan hilang
penciuman disangkal, hilang perasa disangkal, demam disangkal, batuk
disangkal, nyeri kepala disangkal, mual muntah disangkal, BAB cair disangkal.
Pasien lalu datang ke puskesmas untuk dilakukan SWAB nasofaring dan
orofaring.
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalikus
Nadi : 90x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali
Cor : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : Suara vesikular normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Abdomen : Datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba,
timpani, bising usus normal
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Diagnosis : Covid-19
Hindari stres
3. Tatalaksana Farmakologi
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan
2. Pukul : 11.00
2. Pantau pasien agar selalu melakukan isolasi mandiri secara benar dan melakukan
3M
LATAR BELAKANG
Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial pada kulit, yang disebabkan oleh
dermatofit. Infeksi ini disebabkan oleh tiga genus jamur yaitu Microsporum,
Tricophyton dan Epidermophyton. Jamurjamur ini menyerang permukaan tubuh
yang terkeratinisasi seperti kulit pada tubuh, kulit yang berambut seperti pada kepala,
dan kuku.
Tinea pedis paling banyak menyerang pada pria dibanding dengan wanita, serta
tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh etnik atau ras tertentu.Penyakit ini sering
menyerang orang dewasa yang bekerja di tempat basah seperti tukang cuci, petani
atau orang yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup. Tinea pedis bukan
penyakit yang mengancam jiwa, bentuk klinisnya bisa bertahun-tahun tanpa keluhan
berarti, namun Tinea pedis dapat menjadi masalah yang besar apabila telah muncul
infeksi sekunder (infeksi bakteri) dengan gejala mulai dari yang ringan (bintil-bintil
merah yang perih) hingga yang lebih berat seperti nyeri dan demam. Rasa gatal yang
ditimbulkan setiap hari akibat dari Tinea pedis juga bisa mengganggu aktivitas atau
pekerjaan seseorang sehingga akan menurunkan kualitas hidupnya.
PERMASALAHAN
1. Identifikasi Pasien
Nama : Tn. S,
Umur : 67 tahun
2. Anamnesis
Sejak sekitar 2 pekan yang lalu timbul bercak merah di sela jari kaki kiri
ketiga dan keempat disertai rasa gatal. Pasien belum memberikan pengobatan.
Sekitar 1 pekan yang lalu bercak merah semakin meluas dan rasa gatal
semakin hebat. Terdapat sisik halus menutupi bercak. Lalu pasien berobat ke poli
dewasa Puskesmas Duri Kota
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalikus
Keadaan umum : Baik
Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7ºC
Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali
Hidung : Tidak ada sekret, tidak ada deviasi septum, tidak ada deformitas
Telinga : Meatus akustikus eksternus lapang, tidak ada sekret, tidak ada
serumen
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, murmur dan gallop tidak ada
Paru : Suara napas vesikuler normal, ronkhi dan wheezing tidak ada
Abdomen : Datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak
KGB : Tidak ada pembesaran KGB regio colli, axilla, dan inguinal
3. Tatalaksana Farmakologi
PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan
2. Pukul : 09.00
Keluhan hilang setelah pasien menggunakan obat dengan cara yang benar dan
menjalankan edukasi dengan benar. Jika didapatkan keluhan tidak menghilang setelah
pengobatan, pengobatan dapat diulangi dan edukasi kembali agar pasien dapat
menjaga agar kaki tidak lembab.