Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

1.1 Latar Belakang


Besemah suatu terminology lebih dikenal dekat dengan satu bentuk kebudayaan
dan suku yang berada disekitar gunung Dempo dan pegunungan Gumay. Wilayah ini
dikenal dengan Rena Besemah. Sedangkan untuk terminology politik dan
pemerintahan, dipergunakan nomenklatur Pasemah. Pada masa kolonial oleh Inggris
dan Belanda menyebutnya Pasumah, bahkan sampai sekarang Pemerintah Republik
Indonesia masih menyebutnya Pasemah.
Asal-usul penyebutan atau penamaan Besemah, diyakini diambil dari nama
ikan Semah. Tetapi akibat salah pengejaan dan penulisannya dalam bahasa asing,
khususnya penjajah Kolonial Belanda, nama suku ini cenderung disebut “Pasemah”.
Ikan Semah, nama ikan ini memang kurang familiar di telinga kebanyakan
masyarakat Sumatera Selatan. Karena, jenis ikan mas ini hanya hidup di aliran air
jernih dan berbatu-batu, plus ditumbuhi lumut serta diteduhi pepohonan.
Dari nama ikan Semah inilah diyakini nama etnis Besemah muncul. Ditambah
awalan “be” yang berarti “ada”, menunjukkan kawasan Besemah yang banyak ikan
semahnya. Namun cerita asal-usul nama Besemah ini juga masih terkait seputar
legenda, alias cerita rakyat (folklore, red) yang berkembang secara turun-temurun.
Dari keterangan jurai-jurai tuwe (anak laki-laki pertama pendiri dusun/desa
atau suatu wilayah, red), istilah Besemah ini muncul ketika nenek moyang mereka
melihat banyak ikan semah yang hidup di aliran sungai serta danau.
Nenek moyang orang Besemah inipun identik dengan pemimpin mereka Ratu
Atung Bungsu. Konon, Ratu Atun Bungsu merupakan bangsawan dari Majapahit.
Sebutan “Ratu” pada Atung Bungsu bukan berarti perempuan. Ratu itu sebutan lain
dari “Raja” istilah saat ini.
Menurut penelusuran Ahmad Bastari Suan, wilayah Besemah ini cukup luas.
Penulis buku “Lampik Mpat Mardike Duwe” diterbitkan Pemkot Pagaralam tahun
2008 lalu itu menguraikan, bahwa Kabupaten/Kota seperti OKU, Lahat, Pagaralam,
Empat Lawang, Muara Enim hingga Bengkulu Selatan masuk wilayah Besemah.
Wilayah tersebut banyak terdapat kesamaan. Dari budaya hingga strata sosial. Seperti
bahasa misalnya, kebanyakan kata-kata berakhiran “e” (pepet, red). Juga dialek atau
logat yang serupa. Memang ada beberapa pengucapan yang berbeda, tetapi tak terlalu
jauh.
Menariknya lagi, wilayah Besemah ini diyakini para jurai tuwe merupakan
suatu kerajaan yang muncul setelah berakhirnya kejayaan Majapahit sekitar abad ke-6
Masehi. Kerajaannya bernama Jagat Besemah. Puncak kekuasaannya pada sekitar
abad 15 hingga 17, berpusat di lereng Gunung Dempo.
Akhir kerajaan ketika dipimpin Ratu kesepuluh. Singa Bekurung mengutus
para Depati untuk menghadap Ratu Sinuhun istri Pangeran Sido Ing Kenayan, Raja
Palembang, untuk bergabung dibawah kerajaan Palembang. Artinya, Besemah bukan
ditundukkan oleh kekuatan militer kerajaan Palembang, tetapi bergabung atas
kehendak sendiri. Hingga pemimpin ke-12, di Besemah masih menggunakan gelar
“Ratu”, meskipun saat itu telah berada dibawah kekuasaan Palembang.
Tentang asal-usul suku Besemah, versi lain menceritakan bahwa ada seorang
“Wali Tua” dari salahsatu anggota keluarga Kerajaan Majapahit berangkat ke
Palembang, kemudian kawin dengan Putri (anak) Raja Iskandar yang menjadi Raja
Palembang. Salahsatu keturunan inilah yang bernama Atung Bungsu yang pada suatu
ketika berperahu menyelusuri sungai Lematang dan akhirnya sampai di sungai yang
belum diketahui namanya.
Tempatnya menetap dinamakan Benuakeling . Di sungai itu, Atung Bungsu
melihat banyak ikan semah yang mengerumuni bekas-bekas makanan yang dibuang
ke sungai. Atung Bungsu menceritakan kepada istrinya bahwa di sungai banyak ikan
semah-nya.
Konon katanya, nama ikan inilah yang menjadi cikal-bakal asal-usul nama
“Besemah” yang artinya “sungai yang ada ikan semah-nya”. Sungai itulah yang
sampai sekarang dikenal dengan nama Ayik Besemah, terletak di antara dusun
Karanganyar dengan dusun Tebat Gunung Baru sekarang. Jadi, ada beberapa versi
cerita mengenai ikan semah sebagai asal nama Besemah, diantaranya versi Atung
Bungsu dan versi Senantan Buih.
Di kawasan Besemah ini pula, peninggalan-peninggalan megalith banyak
ditemukan. Ini menunjukkan bahwasanya masyarakat Besemah sejak lama telah
memiliki peradaban tinggi.
Sekilas sejarah Suku Pasemah
Ilustrasi menarik mengenai tempat orang-orang Pasemah pernah dituliskan
oleh JSG Grambreg, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda yang ditulisnya
tahun 1865 sebagai berikut :
Barang siapa yang mendaki Bukit Barisan dari arah Bengkulu. kemudian
menjejakkan kaki di tanah kerajaan Palembang yang begitu luas; dan barang siapa
yang melangkahkan kakinya dari arah utara Ampat Lawang (negeri empat gerbang)
menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia mencapai kaki sebelah Barat
Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri orang Pasemah, Jika ia berjalan
mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan tibalah ia di sisi timur dataran tinggi
yang luas yang menikung agak ke arah Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus
lebih kearah Timur lagi hingga dataran tinggi itu berakhir pada sederetan
pengunungan tempat, dari sisi itu, terbentuk perbatasan alami antara negeri Pasemah
yang merdeka dan wilayah kekuasaan Hindia Belanda. Dari kutipan itu tampak bahwa
saat itu wilayah Pasemah masih belum masuk dalam jajahan Hindia Belanda. Operasi-
operasi militer Belanda untuk menaklukkan Pasemah sendiri berlangsung lama, dari
1821 sampai 1867. Johan Hanafiah budayawan Sumatra Selatan, dalam sekapur sirih
buku Sumatra Selatan Melawan Penjajah Abad 19 tersebut menyebutkan bahwa
perlawanan orang Pasemah dan sekitarnya ini adalah perlawanan terpanjang dalam
sejarah perjuangan di Sumatera Selatan abad 19, berlangsung hampir 50 tahun
lamanya. Johan Hanafiah juga menyatakan bahwa pada awalnya orang-orang luas,
khususnya orang Eropa, tidak mengenali siapa sebenarnya orang-orang Pasemah.
Orang Inggris, seperti Thomas Stamford Rafless yang pahlawan perang Inggris
melawan Belanda di Jawa (1811) dan terakhir mendapat kedudukan di Bengkulu
dengan pangkat besar (1817-1824) menyebutnya dengan Passumah. Namun kesan
yang dimunculkan adalah bahwa orang-orang Passumah ini adalah orang-orang yang
liar. Dalam The British History in West Sumatra yang ditulis oleh John Bastin,
disebutkan bahwa bandit-bandit yang tidak tahu hukum (lawless) dan gagah berani
dari tanah Passumah pernah menyerang distrik Manna tahun 1797. Disebutkan pula
bahwa pada tahun 1818, Inggris mengalami dua malapetaka di daerah-daerah Selatan
yakni perang dengan orang-orang Passumah dan kematian-kematian karena penyakit
cacar.Pemakaian nama Passumah sebagaimana digunakan oleh orang Inggris tersebut
rupanya sudah pernah pula muncul pada laporan orang Portugis jauh sebelumnya.
Disebutkan dalam satu situs internet bahwa Portugis pernah mendarat di Pacem atau
Passumah (Puuek, Pulau Sumatra) pada bulan Mei 1524. Namun, dari korespondensi
pribadi dengan Marco Ramerini dan Barbara Watson Andaya, diperoleh konfirmasi
bahwa yang dimaksudkan dalam laporan Portugis itu adalah Aceh, bukan Pasemah
seperti yang dikenal ada di Sumatra Selatan sekarang. Hal ini juga terindikasi dari
lokasi Pacem itu sendiri yang dituliskan berada pada 05_09’ Lintang Utara – 97_14’
Bujur Timur). Gunung Dempo sendiri yang disebut -sebut oleh Gramberg di atas
berada pada posisi 04_02’ Lintang Selatan – 103_008’ Bujur Timur.Nama Pasemah
yang kini dikenal sebetulnya adalah lebih karena kesalahan pengucapan orang
Belanda, demikian menurut Mohammad Saman seorang budayawan dan sesepuh di
sana. Adapun pengucapan yang benar adalah Besemah sebagaimana masih digunakan
oleh penduduk yang bermukim di sana. Namun yang kini lebih dikenal adalah nama
Pasemah. Konon, munculnya nama Besemah adalah karena keterkejutan puyang
Atong Bungsu manakala melihat banyak ikan “Semah” di sebuah sungai yang
mengalir di lembah Dempo. Yang terucap oleh puyang tersebut kemudian adalah “Be-
semah” yang berarti ada banyak ikan semah di sungai tersebut. Hal ini juga tertulis
dalam sebuah manuskrip kuno beraksara Latin berjudul Sejarah Pasemah yang
tersimpan
Jeme Besemah adalah orang-orang pemberani, Diakui oleh penulis kolonial.
Berwatak setia kawan, dan loyal terhadap komitmen yang membuat saudara ataupun
teman seperjuangan Sultan Palembang, Meneruskan perjuangan setelah Sultan
Mahmud Badaruddin II dikalahkan oleh Belanda pada tahun 1821. Orang-orang
Sindang Merdika di besemah menolak tindakan Belanda tersebut. Mereka
meneruskan perjuangan di besemah pada tahun 1821 Sampai 1866. Bahkan pada saat-
saat pertempuran melawan Belanda Di Palembang 1821 Sampai sekarang masih
belum jelas dari mana sebenarnya asal usul suku Besemah. Apakah teori-teori tentang
perpindahan penduduk yang diikuti sekarang berlaku juga bagi suku besemah, masih
diliputi kabut rahasia. Namun yang jelas, jauh berabad-abad sebelum hadirnya mitos
AtungBungsu, ditanah Besemah, dilereng Gunung Dempo dan daerah sekitarnya,
telah ada masyarakat yang memiliki kebudayaan tradisi megalitik dan bukti-bukti
budaya megalitik ditanah besemah sampai sekarang masih ada. Tetapi
permasalahannya, apakah jeme Besemah Sekarang ini adalah keturunan dari
Pendukung budaya megalitik tersebut ?. Pengenalan orang-orang Eropa, terutama
Belanda dan Inggris terhadap orang Besemah pada awalnya sangat apriori. Orang
Belanda dengan picik menyebutkan : “dat de Pasoemhers zonen gebragt” ( orang
pasemah tak akan diajak bicara jika tidak diberi unjuk kekuatan militer ) Demikian
juga Sir Tomas Raffles, seorang Gubernur Jendral di Bengkulu, pertama kali dia
menganggap orang Besemah sebagai The pasumahs were a savage, ungovernable
race, and that no termscould ever be made with them (Orang Pasemah adalah buas,
ras yang tidak berpemerintahan dan tidak ada istilah yang dapat sesuai untuk mereka.)
Setelah menempuh perjalanan yang berat dan melelahkan mendaki gunung dan bukit
serta menembus belantara, bertemula Raffles Dengan orang Besemah. Perjalanannya
ini adalah perjalanan khusus untuk mententramkan orang besemah. Who I Want to
Meet:Tegakkah Ganti Nga Tungguan, Jangan Manakah Batu Ke Luagh!!! MAKIN
tenggelamkah "Sindang Merdike" saat ini? Menurut budayawan besemah
"Mohammad Saman"..Begitu kekuatan Belanda merambah ke Besemah, mulailah
terjadi pergeseran nilai-nilai adat, budaya, dan sistem pemerintahan di tanah besemah.
Dampak berikut juga menyentuh berbagai peran dan fungsi lembaga-lembaga lama
yang ada dimasyarakat ke lembaga baru yang sesuai dengan keinginan penguasa.
Lembaga-lembaga lama misalnya hukum adat dan tradisi lain semakin tidak
berfungsi. Bahkan, puncaknya memasuki abad XIX, berbagai lembaga tradisional di
tanah besemah terasa mulai keropos dan pada akhirnya hilang digerogoti Kolonial
Belanda
Menurut masyarakat suku Pasemah, asal usul mereka diawali dengan
kedatangan Atong Bungsu, sebagai nenek moyang orang Pasemah Lampik Empat,
yang datang dari Hindia Muka, yang memasuki wilayah Sumatra Selatan menelusuri
sungai Lematang, akhirnya memilih tempat bermukim di dusun Benuakeling. Pada
saat kedatangan si Atong Bungsu, ternyata sudah ada 2 suku yang terlebih dahulu
menempati daerah itu, yaitu suku Penjalang dan suku Semidang. Mereka bersepakat
untuk sepanjang hidup sampai anak keturunan tidak akan mengganggu dalam segala
hal. Atong Bungsu menikah dengan putri Ratu Benuakeling, bernama Senantan Buih
(Kenantan Buih). Melalui keturunannya Puyang Diwate, Puyang Mandulike, Puyang
Sake Semenung, Puyang Sake Sepadi, Puyang Sake Seghatus dan Puyang Sake
Seketi, menjadi suatu kelompok masyarakat Jagat Besemah atau yang disebut
sekarang sebagai suku Besemah (Pasemah).Disebutkan, Atong Bungsu berkembang
dan mempunyai keturunan. Keturunannya menyebar ke berbagai tempat dan
membentuk beberapa kelompok, yaitu suku Sumbai Besar, Sumbai Pangkal Lurah,
Sumbai Ulu Lurah, dan Sumbai Mangku Anom. Ke 4 suku ini disebut sebagai
kelompok suku Lampik Empat. Jadi di wilayah Sumatra Selatan pada masa itu
terdapat 6 suku yang menyatu dan membentuk suatu kelompok masyarakat yang
memiliki tatanan demokrasi modern.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berasal dari mana suku Pasemah berasal ?
2. Bagaimana sistem kebudayaan pasemah ?
3. Apa saja bahasa yang digunakan suku Pasemah ?
4. Bagaimana bentuk sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia suku
Pasemah ?
5. Bagaimana sistem organisasi suku Pasemah ?
6. Bagaimana system mata pencaharian hidup suku Pasemah ?
7. Bagaimana Sistem Religi yang dianut suku Pasemah ?

1.3 Tujuan
Secara umum penelitian ini berusaha menjelaskan apa itu suku pasemah dan
kebudayaannya, serta belajar cara membuat etnografi. Sedangkan secara rincinya
sebagai berikut :
1. Untuk Menambah wawasan dan pengetahuan tentang suku Pasemah.
2. Untuk mengetahui kebudayaan suku Pasemah.
3. Untuk mengetahui cara membuat etnografi.
4. Untuk memenuhi nilai tugas praUAS Pengantar Antropologi.

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sistem kebudayaan suku Pasemah di Pagar Alam, mengetahui
sejarah suku Pasemah dan pengertian suku Pasemah.
2. Dapat menambah wawasan bagi pembaca terutama tentang adat istiadat suku
Pasemah di Pagar Alam.
3. Dapat belajar cara membuat etnografi.

Anda mungkin juga menyukai