Anda di halaman 1dari 19

TARI TOPENG CIREBON

A. Sejarah Tari Topeng Cirebon


Sejarah Kesenian Tari Topeng Cirebon dipercaya berasal dari Kerajaan
Majapahit, yang kemudian terbawa oleh seniman jalanan ke daerah Cirebon dan
dipelihara oleh masyarakat. Pada abad 15 M, yaitu tahun 1470 Sunan Gunung Jati yang
merupakan salah satu tokoh Islam atau masyarakat biasa menyebutnya Wali,
menyebarkan agama Islam di daerah Cirebon. Masuknya Islam di Cirebon tentunya
membawa dampak bagi perkembangan tradisi yang sudah ada sebelumnya. Pada saat
Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam, Sunan Gunung Jati bekerja sama
dengan Sunan Kalijaga untuk memfungsikan beberapa kesenian daerah sebagai media
syiar Islam, salah satu diantaranya adalah Kesenian Tari topeng Cirebon
Pada masa kerajaan Majapahit tarian dengan menggunakan Kedok atau Topeng
dilakukan oleh Raja-raja sebagai simbol kekuasaan. Disebutkan dalam kitab
Negarakertagama dan Pararaton bahwa Raja-raja Majapahit, termasuk juga Hayam
Wuruk, menarikan tarian dengan menggunakan Kedok dari Emas.
Setelah Majapahit runtuh dan berkuasa kerajaan Demak yang Islam, alam pikiran
Majapahit. Tidak lenyap, termasuk di antaranya “ingatan kolektif” tentang Tari Topeng
dengan kemasan yang dibarukan. Dari Demak inilah Tari Topeng kemudian menyebar
ke seluruh pulau Jawa dan mengalami transformasi dengan budaya lokal sehingga
muncullah berbagai variasi Tari Topeng yang berbeda-beda di hampir seluruh pulau
Jawa, sebut saja Tari Topeng Panji di Surakarta dan Yogyakarta, Topeng Malang.
Topeng Madura dan sebagainya.Tari Topeng Cirebon bila ditelusuri dari pola dan
struktur tariannya dapat dikatakan relatif lebih terpelihara dari pada Tari Topeng di
daerah lain.
Menurut sejarah hal ini dimungkinkan terjadi karena Cirebon selama beberapa
tahun pernah berada di bawah kekuasaan Demak dan mempunyai hubungan
kekerabatan yang cukup dekat sehingga keaslian Tari Topeng yang diciptakan di
kalangan istana Demak tetap terpelihara di istana Cirebon.
Berbeda dengan data di atas, para Dalang Topeng Cirebon menyebutkan bahwa
Topeng Yang sekarang diwarisi masyarakat Cirebon diciptakan oleh Sunan Panggung.
Sunan Panggung Ini diyakini sebagai Sunan Kali Jaga. Bahkan Babad Cirebon
menyebutkan bahwa Sunan Panggung adalah putra Sunan Kali Jaga yang oleh Sultan
Demak diangkat menjadi Pangeran Yang mengurusi pertunjukan Wayang dan Topeng.
Sunan Panggung menurunkan keahliannya kepada Pangeran Bagusan dan tokoh inilah
yang mengajarkan anak cucunya seni Topeng dan Wayang yang berfungsi sebagai
tuntunan dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat.
Adapun menurut buku yang berjudul “Cirebon falsafah, tradisi dan adat budaya
karya Mohammed Sugianto Prawiraredja. Tari Topeng konon diciptakan oleh Ki
Danalaya, salah seorang murid Sunan Kali Jaga, yang kemudian mewariskannya
kepada tokoh-tokoh Seniman Cirebon. Pada masa sekarang terdapat dua Cengkok
(gaya) dalam pementasan seni Tari Topeng. Yaitu Cengkok Arjawinangun (Slangit) dan
Cengkok Losari (astanalanggar). Tari Topeng Cirebon yang disebut Topeng Babakan
(tahapan) karena terdiri dari empat babak (tahapan) yang menampilkan empat tokoh
berlainan karakter, yaitu Panji, Samba, (Pamindo), Patih (Tumenggung) dan Klana
(Rahwana). Masing-masing tokoh melambangkan perjalan hidup manusia dari mulai
masa bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa.”
Menurut Babad Cirebon, pada saat berkuasanya Sunan Gunung Jati sebagai
penguasa Islam di Cirebon, maka datanglah percobaan untuk meruntuhkan kekuasaan
Cirebon di Jawa Barat. Tokoh pelakunya adalah Pangeran Welang dari daerah
Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti dan memiliki pusaka sebuah pedang
bernama Curug Sewu. Penguasa Cirebon beserta para pendukungnya tidak ada yang
bisa menandingi kesaktian Pangeran Welang. Dalam keadaan kritis maka diputuskan
bahwa untuk menghadapi musuh yang demikian saktinya harus dihadapi dengan
diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama antara Sunan Gunung Jati, Pangeran
Cakra Buana dan Sunan Kali Jaga maka terbentuklah tim kesenian dengan Penari yang
sangat cantik, yaitu Nyi Mas Ganda Sari dengan syarat Penarinya memakai
Kedok/Topeng.1
1. Topeng Babakan tahun 1900-1942
Pada akhir abad ke-19 tari topeng di Jawa Barat terdapat dibeberapa daerah
seperti Serang, Anyer, Pandeglang, Lebak, Cicalengka, Bogor, Karawang,
Sukabumi, Tasikmalaya, Limbangan, Sukapura dan Jakarta. Sejak awal tahun 1900,
Sumedang, Garut, Bandung, dan Tasikmalaya sering didatangi rombongan topeng
(serupa wayang orang) dari Cirebon, Dalangnya ada dua yaitu Wentar dan Koncer.

1
Anis sujana, sejarah dan maka filosofis pada tarian Topeng cirebon, jurnal seni tari volume 05 nomor 02 tahun
2016,hlm 98-113
Dalam perjalanan keliling (bebabrang) mereka tidak hanya mengadakan
pertunjukan tetapi adakalanya memberikan pelajaran kepada siapa saja yang
menginginkannya (Tjetje Somantri, 1953:2-4). Pada tahun 1918, Wentar dan
Koncar menyusun tari yang disebut Pamindo Campuran. Tarian ini memperlihatkan
berbagai rangkaian gerak tari Topeng Cirebon yang menggambarkan karakter
Anjasmara, Layang Seta, Layang Kumitir, dan Menakjingga (Tjetje Somantri, Op.,
Cit:31). Tarian ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Topeng Koncaran Pada
sekitar tahun 1940-an Nesih/Dasih dan Amih yang merupakan anak-anak dari
Wentar (dalang topeng terkenal dari Palimanan) pernah diundang secara khusus
untuk memberikan pelajaran tari Topeng Cirebon kepada Rd. Ono Lesmana
Kartadikusumah yang saat itu menjabat lurah Desa Kutakulon di Sumedang (1934-
1937).
Hal ini karena ketertarikan Rd. Ono Lesmana Kartadikusumah sebagai pendiri
Perkumpulan Seni Tari Sunda “Sekar Pusaka” pada tari topeng yang pernah ia
pelajari dari Resna pada kursus tari yang diselenggarakan tahun 1924 di pendhapa
kabupaten Sumedang atas prakarsa bupati R.A.A. Kusumahdilaga (Anis Sujana,
1993:99). Rd. Ono Lesmana Kartadikusumah kemudian melahirkan tari-tarian hasil
karyanyayang merupakan gubahan- gubahan dengan mengambil dasar dari gerak-
gerak tari yang pernah ia pelajari dari guru-gurunya (Wawancara Rd. Effendi
Kartadikusumah, 6 Juni 1999).
Sampai akhir pemerintahan Belanda kesenian Topeng Cirebon banyak
digemari masyarakat. Pada perhelatan-perhelatan keluarga seperti pada khitanan
dan perkawinan, kesenian menjadi suatukeharusan untuk ditanggap. Pertunjukan
topeng pada acara-acara tersebut biasa disebut dengan topeng hajatan. Pertunjukan
seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan namatopeng dinaan, karena
pertunjukannya berlangsung dari jam 8.00 hingga pukul 16.00. Pada masa
pemerintahan Hindia Belanda ini rata-rata bayarannya sekitar 3 gulden. Sedangkan
untuk topeng barangan perbabak (lebih kurang 10 menit)bayarannya sekitar 20 cent
(R.L. Maman Suryaatmadja, 1980: 69).
2. Topeng Babakan Tahun 1942-1945
Pada hari penutup sejarah Belanda yang memerintah di Jawa selama tiga ratus
lima puluh tahun, ialah tanggal 9 Maret Tahun 2603 (1942), pada lapangan pesawat
terbang di Kalijati, yang letaknya di dekat kota Bandung, dilangsungkan pertemuan
antara Letjen Imamura, Panglima tertinggi Balatentara Dai Nippon dengan
Gubernur Jendral Hindia Belanda Stakenborgh tentang penyerahan tentara Belanda
(S.Mijosi,”Peristiwa Achir Sedjarah Pemerintah Belanda Di Indonesia” dalam Asia
Raya, Djakarta, 29 Maret 2603).
Setelah Jepang menguasai Indonesia, maka muncul e Keimin Bunka
Sihosjo(Pusat Kebudayaan) yang bertugas menguasai semua cabang cabang
kesenian. Kegiatan dalam bidang kesenian diserahkan kepada bangsa Indonesia,
walaupun kenyataannya masih dibawah naungan tentara Jepang (Tb.O.
Martakusumah, “Pandangan tentang Tari Sunda pada dewasa ini”, 4 Mei
1972.belajar, sedangkan dalang topeng bertindak sebagai pemimpin rombongan
sambil menabuh salah satu instrument, biasanya memukul kecrek. Jalur bebarang
yang dilakukan Mini (dalang topeng yang merupakan keturunan dari Wentar,
Palimanan) adalah daerah-daerah bagian selatan dan barat Cirebon, yaitu dari
Jatiwangi, Kadipaten, Majalengka, Sumedang dan Bandung (Soleh, wawancara di
Bongas 9 Juli 1999
3. Topeng Babakan Tahun 1945-1950
Setelah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya yang
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 banyak gejolak politik, satu diantaranya
adalah Darul Islam (D.I), yang dipimpin Kartosuwiryo yang ingin mendirikan
Negara Islam. Gejolak ini mengakibatkan ketidaktenteraman penduduk di Jawa
Barat khususnya di wilayah Priangan. Mereka memberi tekanan, kekerasan, dan
pengaruh kepada masyarakat agar mau menjadi pengikut politiknya
(P.J.Droouglever, 1992: 325). Daerah Priangan tempat Kartosuwiryo bergerak, sejak
dahulu akibat tekanan kolonial memang merupakan daerah yang subur dengan
gerakan radikalisme agraria.
Situasi ekonomi pada tahun 1940 hingga tahun 1950 berada dalam keadaan
yang suram, sehingga kesempatan kerja tidak terbuka seluas sekarang. Keadaan ini
menjadikan topengsebagai satu-satunya tumpuan hidup yang sedikit banyak dapat
mengatasi kebutuhan hidup sehari-hari bagi kalangan dalang topeng Cirebon.
Topeng adalah satu-satunya yang diandalkan oleh keluarga dalang topeng. Terbukti
dari kenyataan yang menunjukan bahwa rata- rata mereka tidak mempunyai
pekerjaan lain kecuali sebagai seniman topeng, baik sebagai dalang maupun
nayaga. Dari latar belakang tersebut, maka dapat digambarkan betapa pentingnya
kedudukan topeng bagi keluarga dalang topeng Cirebon sebagai penyangga
kehidupan sehari-hari. Seorang dalang topeng senantiasa menghusahakan
keturunannya agar menjadi pewarisnya. Topeng dan wayang dalam kehidupan
tradisi di Cirebon selalu berdampingan erat, karena telah menjadi kebiasaan pada
setiap hajat (kenduri) dalam perayaan perkawinan, khitanan, memitu atau mitoni,
puput puser, gusaran (potong gigi) atau sebagai pelepas suatu janji yang telah
diikrarkan yang disebut kaulan, siang hari mementaskan topeng malam harinya
mementaskan wayang.
4. Topeng Babakan Tahun 1950-1965
Pada awal tahun 1950-an Partai Komunis Indonesia mendirikan Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat), dasar organisasi ini adalah menghidupkan kembali
kebudayaan rakyat. Konsepsi Kebudayaan Rakyat, Seni untuk rakyat, dan Politik
sebagai Panglima (“Berita Dari Pers” dalam Budaja Th. Ke-IV, April/Mei 1955:
240). Perkembangan politik di tanah air ternyata Juga mempunyai dampak terhadap
perkembangan seni pertunjukan. Beberapa seni pertunjukan yang mampu meraih
penonton banyak ditunggangi oleh partai ini sebagai propagandanya.
5. Topeng Babakan Tahun 1965-1990
Penumpasan pemberontakan PKI 1965 oleh ABRI dan rakyat merupakan awal
orde baru untuk melaksanakan pembangunan nasional Indonesia disegala bidang
untuk menyelamatkan negara dari kebangkrutan masa orde lama. Gerakan
pemberontakan PKI pada 30 September 1965 menimbulkan beberapa masalah
penting dalam kehidupan politik dan kebudayaan Indonesia.
Sekitar tahun 1967 masa peralihan Orla-Orba, partai agama (Islam) menjadi
kekuatan politis yang amat kuat. Seni tradisi rakyat menjadi tidak berfungsi, karena
sekelompok masyarakat beranggapan bahwa segala bentuk kesenian tradisional
rakyat dianggap “maksiat”. Kelompok-kelompok kesenian yang bernapaskan
agama Islam bermunculan, seperti tagoni atau kasidah. Khotbah keagamaan dari
seorang kyai Islam menjadi semacam tontonan (yang ditanggap orang) sebagai
pengganti pertunjukan-pertunjukan kesenian dalam upacara-upacara atau perayaan
perayaan selamatan (Endo Suwanda, 1990:49). Para seniman tradisi rakyat yang
terlibat dalam organisasi Lekra atau PKI, ditangkap kemudian ditahan, dan dilarang
melakukan pertunjukan (Ibid). 2

2
Toto sudarto, TOPENG BABAKAN CIREBON 1900-1990 jurnal Seni Indonesia, volume 15 nomor 02 tahun
2016,hlm 131-134
B. Perkembangan Tari Topeng
Sunan Gunung Jati berhasil menjadikan Tari Topeng Cirebon sebagai media
dakwah untuk menyebarkan agama Islam, dan mengislamkan masyarakat Cirebon
dan sekitarnya bahkan mengalahkan Pangeran Welang hingga masuk Islam. Di
samping itu Sunan Gunung Jati berhasil menjadikan. Tari Topeng sebagai kesenian
Keraton Cirebon yang diterima masyarakat.
Pada tahun 1568, Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Cirebon yang
sekaligus sebagai penyebar agama Islam meninggal dunia dalam usia 120 tahun
(Soemardjo, 1986: 96). La digantikan oleh Pangeran Emas, yang bergelar
Panembahan Ratu. Sepeninggalnya Panembahan Ratu kemudian digantikan oleh
Pangeran Seda ing Gayam yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Girilaya,
semasa itu Cirebon menjalin hubungan baik dengan Mataram di bawah kekuasaan
Sultan Amangkurat I yang menjalin hubungan baik dengan Belanda. Dengan
adanya hasutan Belanda, Sunan Amangkurat I memanggil Pangeran Seda Ing
Gayam ke Mataram dengan alasan Pangeran Seda Ing Gayam telah menjalin
hubungan baik dengan. Banten. Pangeran Seda Ing Gayam pun datang memenuhi
panggilan Sultan Amangkurat I dan tidak kembali lagi ke Cirebon selama 12 tahun
yang pada akhirnya ia dikabarkan meninggal dunia. Di Mataram.
Sepeninggalnya Pangeran Seda Ing Gayam di Mataram, putra- putranya
diangkat sebagai sultan di Cirebon. Memasuki tahun 1677 M, atas persetujuan
sultan-sultan Cirebon dan Sultan Banten, keraton Cirebon dibagi menjadi dua, yaitu
Sultan Samsudin. Martawijaya menduduki Keraton Kasepuhan menjabat sebagai
Sultan Sepuh dan Sultan Badridin Kartawijaya sebagai Sultan Anom yang
menduduki Keraton Kanoman yang dibangun pada tahun 1675 M. (Salana, 1987:
266).
Dengan adanya dua keraton di Cirebon, kedudukan keraton Cirebon. Tidak
sekuat semasa kekuasaan. Sunan Gunung Jati ataupun semasa pemerintahan
Panembahan Ratu. Cirebon menjadi sasaran empuk Belanda dalam merusak tatanan
pemerintahan. Belanda. Yang mempunyai keinginan untuk menguasai Cirebon
menjadi terbuka. Mimpi yang ditunggu-tunggu Belanda akhirnya terwujud. Setelah
datangnya Yakup Bull dan Kapiten Misel Cirebon pecah dengan munculnya satu
keraton Lagi yaitu Keraton Kacirebonan.
Menurut penuturan Ringgo (seniman Topeng Cirebon), kehadiran Belanda ke
Cirebon, membawa dampak psikologis pada masyarakat Cirebon. Dikarenakan
Belanda telah ikut campur di segala bidang. Dengan adanya campur tangan Belanda
tersebut, masyarakat tidak betah lagi untuk tinggal di lingkungan keraton, akibatnya
sebagian masyarakat Cirebon pindah ke beberapa tempat di sekitar Cirebon yang
dianggap lebih aman. Kepindahan masyarakat tersebut. Juga diikuti oleh seniman-
seniman Cirebon termasuk seniman Topeng yang selama itu hidup di lingkungan
Keraton, Namun tahun yang pasti tentang kepindahan para seniman tersebut tidak
diketahui dengan jelas.

C. Pengertian tari Topeng Cirebon


1. Menurut para ahli
a. Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin topeng Cirebon dalam
kehidupan sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan topeng,
misalnya saja pada saat marah seperti sudah mengganti topeng berwajah
ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa yang sikapnya
kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya
dengan topeng anak-anak
b. Menurut Ki Andet Suanda Tari Topeng Cirebon adalah gaya Beber
memiliki penggambaran jiwa yang halus, jiwa yang sedang tumbuh, jiwa
yang sudah dewasa, pertarungan antara jiwa yang memiliki nafsu baik dan
nafsu jahat, serta jiwa manusia yang penuh dengan hawa nafsu dan emosi
c. Menurut Mimi Yayah dan Ki Dalang Kardama: Tari Topeng Cirebon
memiliki lima jenis topeng yang mewakili karakteristik manusia, yaitu
Topeng Panji, Topeng Samba, Topeng Temenggung, Topeng Jinggananom
+ Temenggung, dan Topeng Klana. Setiap topeng memiliki karakter yang
berbeda dan mengandung pesan moral yang disampaikan melalui
penggunaannya
d. Menurut Toto Suanda: Tari Topeng Cirebon menggambarkan kesucian
bayi yang baru lahir. Motif topengnya polos dan berwarna putih bersih,
hanya terdiri dari mata, hidung, dan mulut. Tarian ini juga merupakan
gambaran budaya yang menjelaskan sisi lain dari setiap diri manusia
e. Menurut Wina Lusiana: Kedok dalam penyajian Tari Topeng Cirebon
merupakan sarana yang sangat penting dalam tari. Penggunaan Kedok
dalam tari topeng memiliki peran yang signifikan dalam menyajikan
pertunjukan tari
f. Menurut Juju Masunah dan Uus: Tari topeng Cirebon adalah bahwa tarian
ini merupakan warisan budaya yang kaya akan makna, simbol, dan
filosofi, serta memiliki peran penting dalam sejarah dan kehidupan
masyarakat Cirebon. Keberadaannya perlu dilestarikan dan dijaga agar
dapat dinikmati oleh generasi mendatang3
Tari yaitu gerak badan secara berirama yang dilakukan ditempat serta waktu
tertentu buat keperluan pergaulan, mengungkap perasaan, maksud, serta pikiran. Bunyi-
bunyian yang dimaksud musik pengiring tari mengatur gerakan penari serta
menguatkan maksud yang mau di sampaikan. Gerakan tari tidak sama dari gerakan
sehari-hari seperti lari, jalan, atau bersenam.
Gerak Didalam tari tidaklah gerak yang realistis, tetapi gerak yang sudah di beri
bentuk ekspresif serta estetis. Suatu tarian sesungguhnya adalah kombinasi dari
sebagian buah unsur, yakni wiraga (raga), Wirama (irama), serta Wirasa (rasa). Ketiga
unsur tersebut melebur jadi bentuk tarian yang serasi. Unsur paling utama dalam tari
yaitu gerak. Gerak tari senantiasa melibatkan unsur anggota badan manusia. Unsur-
unsur anggota badan itu di dalam membuat gerak tari bisa berdiri dengan sendiri,
berhimpun maupun bersambungan. 4
Topeng dalam Bahasa Cirebon adalah kedok. Topeng atau kedok biasanya terbuat
dari kayu atau kertas. Kata topeng, dalam artinya yang sempit adalah penutup muka.
(Suanda, 2009, h.24). Dengan mengenakan penutup muka berarti juga watak dan sisi
emosional penari berubah, menyesuaikan dengan karakter topeng yg digunakan. Oleh
karena itu penari topeng harus mengesampingkan sisi emosionalnya sendiri dan
menyatu dengan karakter topeng yang digunakan. Dalam setiap karakter topeng yang
digunakan terdapat berbagai unsur-unsur rupa yang merupakan pencitraan bentuk,
emosi dan watak. Suardana (2008) menjelaskan unsur-unsur rupa yang dimaksud
meliputi:
 Garis
Garis dapat menciptakan berbagai perwujudan. Perwujudan yang terbentuk oleh
garis dapat menimbulkan kesan yang beragam diantaranya, gerak, arah, atau
karakter. Pada topeng, karakter perwatakan dibentuk oleh garis. Garis hadir pada
wujud seperti mata, rambut, bibir, gigi, serta ragam hias yang lainnya. Peranan
3
Toto Amzar, lima bentuk kedok dalam Topeng Cirebon yang menggambarkan beberapa karakter, Jurnal
Pergelaran Topeng Cirebon, volume 01 nomor 04 tahun 2002, hlm 92
4
Armelinda suryanda pertiwi& resa respati, makna tari di sekolah Dasar, jurnal ilmiah pendidikan sekolah Dasar
volume 7 nomor 3 tahun 2020,hlm 258
garis sangat menentukan dalam keberhasilan pembuatan topeng khususnya
karakter topeng itu sendiri.
 Bentuk
Pada umumnya bentuk merupakan manifestasi fisik dari benda hidup. Oleh karena
itu, dalam seni rupa orang banyak menggunakan kata wujud dari pada bentuk.
Wujud dalam topeng sangat baraneka ragam, ada wujud yang berasal dari manusia,
binatang, dewa-dewi, serta raksasa.
 Warna
Warna dalam rupa topeng mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu: sebagai
simbol dan perlambangan, disamping sebagai nilai estetik. Warna dalam rupa
topeng dapat menentukan karakter atau perwatakan yang diwujudkan dalam rupa
topeng

Berdasarkan uraian tersebut maka topeng yang digunakan dalam Tari Topeng
Cirebon merupakan pencitaan bentuk rupa. Sesuai dengan sebutannya yaitu Tari
Topeng, yang artinya setiap tari mengenakan topeng dengan warna dan raut muka
yang berbeda-beda, karena disesuaikan dengan watak atau karakter dari tokoh yang
ingin digambarkan (Sujana, 2015).5

Tari Topeng Cirebon adalah salah satu tarian khas di wilayah kesultanan
Cirebon, Jawa Barat. Tarian ini bermula sejak era Jawa Kuno di Jawa Timur dan
berkembang ke berbagai daerah di Jawa, termasuk Cirebon, Jawa Tengah, Banjar,
dan Kutai. Tari Topeng Cirebon memiliki ciri utama, yaitu para penari
menggunakan topeng untuk menutupi wajah mereka. Setiap topeng yang
digunakan oleh para penari memiliki ciri khas atau karakteristiknya sendiri. Tari ini
muncul pada abad ke-10 hingga ke-16 Masehi dan memiliki makna serta filosofi
yang dalam. Tari Topeng Cirebon juga memiliki berbagai gaya, seperti gaya Kreyo,
yang berkembang di desa Kreyo, kecamatan Klangenan, kabupaten Cirebon.

Tari Topeng Cirebon merupakan bagian penting dari warisan budaya


Indonesia dan memiliki nilai sejarah dan seni yang tinggi. Properti yang digunakan
dalam Tari Topeng di antaranya adalah lima jenis topeng yang memiliki karakter
dan gambaran sendiri, seperti bentuk dan warnanya. Beberapa jenis topeng dalam
Tari Topeng Cirebon antara lain adalah Panji, Samba/Pamindo, Rumyang,
5
Dwi yuna prihandini, pesan makna Topeng pada tarian Topeng cirebon jurnal pendidikan volume 03 nomor 02
tahun 2006,hlm 87
Patih/Tumenggung, dan Kelana/Rahwana, masing-masing menggambarkan
karakteristik manusia dari lahir hingga dewasa .Jumlah topeng digunakan pada
tarian ini biasanya disebut sebagai Panca Wanda. Hal ini karena topeng yang
digunakan pada tari topeng biasanya berjumlah lima buah. 6

Topeng Cirebon adalah topeng yang terbuat dari kayu yang cukup lunak dan
mudah dibentuk namun tetap dibutuhkan ketekunan, ketelitian yang tepat, serta
membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam proses pembuatannya. Bahkan
seorang pengrajin yang sudah ahli pun untuk membuat satu topeng membutuhkan
waktu hingga satu hari. Kayu yang biasa digunakan adalah kayu jarang . Topeng
ini biasanya digunakan untuk kesenian tari topeng. Topeng Cirebon yang semula
berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan.
Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat
mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan
keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” Topeng
Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan dan lain-lain

Topeng Cirebon adalah tarian ritual yang amat sakral. Tarian ini sama sekali
bukan tontonan hiburan. Itulah sebabnya dalam kitab-kitab lama disebutkan, bahwa
raja menarikan Panji dalam ruang terbatas yang disaksikan saudara-saudara
perempuannya. Untuk menarikan topeng ini diperlukan laku puasa, pantang,
semedi, yang sampai sekarang ini masih dipatuhi oleh para dalang topeng di daerah
Cirebon.

Tarian juga harus didahului oleh persediaan sajian. Dan sajian itu bukan
persembahan makanan untuk Sang Hyang Tunggal. Sajian adalah lambang-
lambang dualisme dan pengesaan. Inilah sebabnya dalam sajian sering dijumpai
bedak, sisir, cermin yang merupakan lambang perempuan, didampingi oleh cerutu
atau rokok sebagai lambang lelaki. Bubur merah lambang dunia manusia, bubur
putih lambang Dunia Atas. Cowek batu yang kasar sebagai lambang lelaki, dan
uleg dari kayu yang halus sebagai lambang perempuan. Pisang lambang lelaki,
buah jambu lambang perempuan. Air kopi lambang Dunia Bawah, air putih
lambang Dunia Atas, air teh lambang Dunia Tengah. Sesajian adalah lambang
keanekaan yang ditunggalkan. Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin
6
Elwiens & ahmad yusuf , analisis tarian Topeng cirebon, jurnal manajemen pendidikan vol 24 nomor 5
2015,hlm 263
topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan
topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah mengganti topeng berwajah
ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa yang sikapnya kekanak-
kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya dengan topeng anak-
anak.7

D. Jenis-jenis tari Topeng cirebon


1. Topeng Panji
Diwujudkan dengan karakter topeng yang berwarna putih bersih dan tanpa
omamentasi yang rumit hanya pada bagian dahi. Penambahan unsur garis dan
warna yang membentuk bibir, gigi dan bagian mata. Panji merupakan
penggambaran nafsu mutlunainnah. Menurut dalang Ade Irfan Panji juga selalu
dikaitkan dengan kata mapan ning kang siji, artinya percaya kepada Tuhan Yang
Maha Esa atau dengan kata lain tiada Tuhan selain Allah SWT.

Tari Panji adalah tarian pembuka yang ditarikan pada urutan pertama.
Dalam topeng Cirebon Tari Panji termasuk dalam karakter halus dan lemah
lembut. Gerak tari yang dihadirkan menggambarkan perwujudan dari sosok yang
teguh hati, sangat menjaga perilakunya dan tidak terpengaruh oleh hiruk pikuk
duniawi. Salah satu gerakannya juga menggambarkan sosok yang sedang berdiri
kokoh, artinya seseorang yang mempunyai pendirian yang teguh, dalam
keyakinanya kepada Allah. Tergambar saat pementasannya, meskipun musik
pengiringnya sangat kencang namun gerak tarinya sangat minim. Bahkan tidak
terlihat seperti sedang menari

7
Febrian andika putra aulian Barry, Pertunjukan Topeng Cirebon Suatu Studi Tentang Tata Cara Penyajian
Topeng Hajatan”, Bandung Proyek Pengembangan ASTI Bandung. jurnal tuntas bangsa volume 02 nomor 03
tahun 2013, hlm 254
2. Topeng Pamindo
Diwujudkan dengan karakter topeng yang berwarna putih dengan hiasan
didahinya dan dipipinya, serta adanya rambut yang berwarna hitam. Matanya
liyep, hidungnya sedikit mendongkak dan bibirnya sedikit terbuka sehingga
memperlihatkan gigirnya, menggambarkan seorang yang genit dan sedang
tertawa terkekeh-kekeh. Pamindo merupakan penggambaran nafsu sufiyah
dengan simbol wama kuning. Dalang Ade Irfan (2016) menambahkan Topeng
Pamindo sering juga dikaitkan dengan pindo artinya yang kedua, ada juga yang
menyebutnya Samba asal kata dari saban artinya setiap waktu. Maksudnya adalah
setiap waktu manusia harus mengingat Allah.

Gerak tarinya menggambarkan hasrat atau keinginan untuk menunjukan


sesuatu yang telah dimilikinya. Gerakannya lincahan, luwes, serta lucu namun
terburu-buru. Dalang Ade Irfan (2016) menegaskan gerak tari dalam Tari
Pamindo menggambarkan sikap tokoh yang ganjen, malu-malu dan riang
gembira, namun penuh dengan kebahagiaan. Salah satu gerakannya pun
menggambarkan sosok yang sedang memohon atau menyembah, artinya Setiap
waktu manusia diperintahkan untuk menyembah Allah, dengan melaksanakan
Shalat.8

3. Topeng Tumenggung

8
Almira Belinda Zainsjah, Perempuan, Seni & Dirinya( Jawa Barat; PT Yayasan Lembaga Gumun Indonesia,
tahun 2022) hlm 68
Diwujudkan dengan karakter topeng berwarana coklat muda, orange dan
coklat. Dengan mata yang besar disertai dengan mulai tumbuhnya kumis dan
jambang, serta adanya kerutan pada bagian dahi.

Tumenggung merupakan penggambaran dari nafsu lauwamah dengan


simbol warma hitam. Dalang Ade Irfan (2016) karakter Topeng Tumenggung
mengambarkan sosok yang penuh dengan kewibawaan dan tegas. Kedewasaan
juga tergambar dalam karakter topengnya, dewasa dalam artian mampu
menahan nafsu yang ada dalam dirinya, karena Tumenggung sendiri dapat
diartikan sebagai seorang yang penting, seperti pejabat Negara. Gerak tari
yang dihadirkan menggambarkan perwujudan dari sosok yang dewasa, kuat
dan gagah. Tokoh Patih yang sedang dalam masa kejayaan, mendapatkan
kekuasaan dan kekayaan didunia. Salah satu gerakannya menggambarkan
seseorang yang sedang melangkah, artinya seseorang yang sedang
mendapatkan kejayaan jangan sampai salah melangkah
4. Topeng Klana

Diwujudkan dengan karakter topeng berwarna merah dengan mata yang besar
dan terbelalak, berkumis tebal dan jambang yang lebat. Perwujudan dari sifat
kedewasaan, amarah dan kesombongan, dengan warna topeng yang merah.
Klana menggambarkan nafsu amarah. Menurut dalang Ade Irfan (2016)
karakter Klana juga menggambarkan manusia yang sudah melampaui batas.
Bertingakah sekarepe dewek artinya seenaknya sendiri Gerakannya gagah
menggunakan tenaga yang tegas, kasar dan kuat serta jangkauan ruang yang
luas. Gerak tari yang dihadirkan menggambarkan perwujudan dari sosok yang
gagah, kasar dan angkuh. Tokoh yang dihadirkan merupakan sosok yang salah
melangkah dan terjerumus hawa nafsu atau keinginan duniawi Salah satu
gerakannya menggambarkan seseorang yang sedang tertawa disertai dengan
menunjuk diri sendiri, artinya seseorang yang sombong.

5. Topeng Rumyang
Diwujudkan dengan karakter topeng berwarna merah muda atau merah jambu,
tanpa hiasan rambut namun hiasannya dari dahi sampai pipi bagian bawah.
Menggambarkan pribadi yang penuh kehati-hatian dan penuh pertimbangan.
Rumyang menggambarkan nafsu mulhimah dengan karakter warna campuran
atau aneka warna yang melebur, Dalang Ade Irfan (2016) menuturkan
rumyang berasal dari kata ramyang-ramyang yang menggambarkan waktu
ditarikannya karakter ini, yaitu menjelang sore hari. Kata Rumyang sendiri
berasal dari kata arum yang artinya harum dan Hyang yang artinya Tuhan.

Maksudnya adalah sebagai manusia atau makhluk yang dibekali akal dan
fikiran baik dan buruknya perbuatan dengan senantiasa mengharumkan Nama
Tuhan yaitu dengan dzikir. Gerak tari menggambarkan tokoh yang memiliki
karakter riang gembira dan penuh kehati-hatian. Sebagai gambaran dari
manusia yang sudah terlepas dari hawa nafsu dan mulai menata diri untuk
kembali kejalan Allah. Gerak tari yang dihadirkan menggambarkan
perwujudan dari sosok penuh kehati- hatian. Salah satu gerakannya pun
menggambarkan sosok yang sedang bercermin, artinya seseorang yang sedang
melihat dan mengoreksi diri sendiri
Kelima jenis topeng dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon merupakan
perwujudan dari tokoh tertentu yang diwujudkan dengan Wanda topeng yang
berbeda-beda. Dalam perwujudannya tergambar sifat-sifat manusia
berdasarkan keimannya kepada Allah, layaknya fase kehidupan manusia itu
sendiri dari mulai keberadaannya atau bayi didalam kandungan sampai ketidak
beradaannya atau kematian. Gerak dalam seni tari merupakan ungkapan
perasaan manusia. Gerakan pada tari juga mengandung pesan sesuai dengan
yang dikomunikasikan penarinya. Gerak tari pada Topeng Cirebon
mengandung banyak makna didalamnya, berupa pesan, nasehat dan contoh
yang harus ditauladani.9
Gerak tari dalam Topeng Cirebon menggambarkan nafsu yang ada
dalam diri manusia. Kata nafsu sering dipakai dan dimaknai sebagai kekuatan-
kekuatan yang memperbudak dalam perbuatan tercela yang bisa menceburkan
keneraka, namun ada juga nafsu yang terpuji dan menuntun kesurga
Semuanya digambarkan oleh Sunan Kalijaga dalam Ke 12 dari 16 Cirebon.
Kemudian digunakan sebagai tuntunan kehidupan didunia untuk mendekatkan
diri kepada Allah, istilah Jawanya ngaji diri artinya belajar mengenal hakikat
manusia didunia ini sebagai Makhluk
E. Unsur-unsur tari Topeng cirebon
Tari Topeng Cirebon memiliki beberapa unsur utama, termasuk gerakan,
tema, tata busana, tata rias, dan iringan. Gerakan tari merupakan serangkaian
gerakan anggota tubuh yang memiliki nilai estetis. Ada dua jenis gerakan
dalam tarian, yaitu gerak maknawi yang memiliki arti atau filosofi, dan gerak
murni yang mementingkan nilai estetis. Selain gerakan, tema juga merupakan
unsur penting yang tidak bisa dipisahkan dari tari Topeng Cirebon.
Tema tari umumnya ditentukan oleh tema tarian tersebut. Tata busana,
tata rias, dan iringan juga merupakan unsur-unsur penting dalam tarian ini.
Tari Topeng Cirebon juga memiliki sejarah yang panjang, bermula sejak era
Jawa Kuno di Jawa Timur dan berkembang serta menyebar ke berbagai daerah
di Jawa, termasuk Cirebon, Jawa Tengah, Banjar, dan Kutai. Topeng Cirebon
adalah tarian ritual yang amat sakral, bukan tontonan hiburan, dan dalam
pementasannya diperlukan laku puasa, pantang, dan semedi. Tarian ini
menyimbolkan bagaimana asal mula Sang Hyang Tunggal memecahkan
9
Ibid 79-83
dirinya dalam berbagai pasangan. Dalam pementasan tarian ini, terdapat lima
jenis topeng yang mewakili karakteristik manusia. Dengan demikian, unsur-
unsur tari Topeng Cirebon mencakup aspek gerakan, tema, tata busana, tata
rias, iringan, serta makna dan simbolisme yang dalam pementasannya
memerlukan kesiapan dan kesiagaan yang tinggi.10
Berikut adalah beberapa unsur tari Topeng Cirebon:
1. Gerakan
Gerakan dalam tari Topeng Cirebon meliputi gerakan tangan, kaki, dan
tubuh yang diiringi dengan ekspresi wajah yang dramatis. Gerakan ini
menggambarkan karakter dan emosi dari tokoh yang diperankan
2. Musik
Musik pengiring dalam tari Topeng Cirebon terdiri dari alat musik
tradisional seperti gong, kendang, saron, dan gambang. Musik ini
mengiringi gerakan penari dan membangun suasana dalam pertunjukan
3. Properti
Properti dalam tari Topeng Cirebon antara lain topeng kayu, kipas,
payung, dan keris. Properti ini digunakan untuk menunjang cerita dan
karakter yang diperankan oleh penari
4. Kostum
Kostum dalam tari Topeng Cirebon terdiri dari pakaian tradisional
seperti kain batik, kain songket, dan kain tenun. Kostum ini disesuaikan
dengan karakter dan cerita yang diperankan oleh penari

F. Karakteristik Tari Topeng Cirebon


Tari Topeng Cirebon memiliki sejumlah karakteristik yang mencerminkan
kedalaman makna dan keunikan seni budaya Cirebon, Berdasarkan sumber yang
ditemukan, berikut adalah beberapa karakteristik:
1. Makna Puitis
Tari Topeng Cirebon adalah gambaran sangat puitik tentang hadirnya alam
semesta serta umat manusia. Tarian ini merupakan perwujudan dari emanasi
diri Sang Hyang Tunggal menjadi pasangan, yang amat sakral dan bukan
sekadar tontonan hiburan
2. Penggunaan Topeng Kayu
10
Dina gasong,apresiasi sastra Indonesia(Yogyakarta; CV budi utama, tahun 2019)hlm.134
Salah satu ciri khasnya adalah penggunaan topeng kayu yang terbuat dari kayu
lunak, seperti kayu jaran
3. Ritual dan Ketelitian dalam Pembuatan
Proses pembuatan topeng Cirebon membutuhkan ketelitian yang tepat dan
waktu yang cukup lama. Bahkan, untuk membuat satu topeng, seorang
pengrajin yang sudah ahli membutuhkan waktu hingga satu kayu. Selain itu,
tarian ini harus didahului oleh persiapan seperti puasa, pantang, dan semedi,
yang masih dipatuhi oleh para dalang topeng di daerah Cirebon
4. Simbolisme
Topeng Cirebon menyimbolkan bagaimana asal mula Sang Hyang Tunggal
memecah diri dalam berbagai dualitas, seperti terang dan gelap, lelaki dan
perempuan, daratan dan laut11

G. Bentuk penyajian Tari Topeng Cirebon


Tari Topeng Cirebon memiliki bentuk penyajian yang bervariasi tergantung
pada kemampuan rombongan, fasilitas gong yang tersedia, jenis penyajian topeng,
dan lakon yang dipilih. Berdasarkan sumber yang ditemukan, berikut adalah
beberapa bentuk penyajian tari Topeng Cirebon:12
1. Penari
Tari Topeng Cirebon biasanya ditarikan oleh beberapa penari yang
menggunakan topeng. Jumlah penari bisa bervariasi tergantung pada jenis
tarian dan lakon yang dipilih
2. Dalang Topeng
Tari Topeng Cirebon juga melibatkan seorang dalang topeng yang bertugas
menggerakkan topeng dan memainkan lakon. Dalang topeng biasanya duduk
di atas panggung dan diiringi oleh musik pengiring

3. Peralatan

11
Wisnu lanjaya, https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/08/170000769/tari-topeng-cirebon--sejarah-
makna-properti-dan-karakteristik 8 September 2017
12
Loli pertiwi & muhammad putra Peranan Kedok sebagai sarana dalam penyajian Tari Topeng Cirebon , jurnal
pendidikan dalam seni tari volume 03 nomor 01 tahun 2019,hlm 39
Peralatan yang digunakan dalam tari Topeng Cirebon antara lain topeng kayu,
gong, kendang, dan alat musik tradisional lainnya. Peralatan ini digunakan
untuk mengiringi gerakan penari dan membangun suasana dalam pertunjukan
4. Penyajian
Struktur penyajian tari Topeng Cirebon tergolong sederhana dan terdiri dari
beberapa babak. Pertunjukan dimulai dengan pembukaan, dilanjutkan dengan
adegan-adegan dalam lakon, dan diakhiri dengan penutup. Musik pengiring
dan gerakan penari disesuaikan dengan lakon yang dipilih

H. Fungsi tari Topeng Cirebon


Tari Topeng Cirebon memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan masyarakat
Kabupaten Cirebon. Berdasarkan sumber yang ditemukan, berikut adalah beberapa
fungsi tari Topeng Cirebon:13
1. Hiburan
Tari Topeng Cirebon digunakan sebagai hiburan untuk mengisi acara-acara
besar seperti kedaerahan atau individual (hajatan, khitanan, nikahan)
2. Inti Upacara Adat
Tari Topeng Cirebon juga menjadi inti dalam upacara-upacara adat yang
masih dilaksanakan oleh masyarakat, seperti upacara adat mapag sri dan
ngunjung
3. Edukasi
Tari Topeng Cirebon, sebagai tontonan, memiliki unsur tuntunan yang dapat
dijadikan sebagai edukasi bagi para pelaku seni dan para penikmat seni yang
melihat pertunjukkan tari topeng
4. Wisatawan dan Pariwisata
Tari Topeng Cirebon di daerah Cirebon, termasuk Subang, Indramayu,
Jatibarang, Majalengka, Losari, dan Brebes, menjadi wisatawan dan pariwisata
untuk mengundang turis dan pengunjung pada daerah tersebut
5. Pengantar Budaya
Tari Topeng Cirebon juga berfungsi sebagai pengantar budaya yang
menunjukkan kebudayaan dan identitas lokal masyarakat Cirebon

13
Saraswati fungsi tari Topeng dalam upacara Adat ngarot Di Desa Lelea Kecamatan Lelea Kabupaten
Indramayu Jawa Barat, jurnal seni tari, volume 07 nomor 04 tahun 2020, hlm 98
DAFTAR PUSTAKA

Elwiens, A. Y. (2015). Analisis Tarian Topeng Cirebon. Jurnal Manajemen Pendidikan, 24.
Gasong, D. (2019). Apresiasi Sastra Indonesia. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Sujana, A. (2016). Sejarah dan Maka Filosofis Pada Tarian Topeng Cirebon. Jurnal Seni
Tari, 05.
Saraswati (2020), fungsi tari Topeng dalam upacara Adat ngarot Di Desa Lelea Kecamatan
Lelea Kabupaten Indramayu Jawa Barat, jurnal seni tari, volume 07 nomor 04
Armelinda Suryanda Pertiwi, R. R. (2020). Makna Tari di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Sekolah Dasar, 7.
Aulian, F. A. (2013). Pertunjukan Topeng Cirebon Suatu Studi Tentang Tata Cara Penyajian
Topeng Hajatan”, Bandung Proyek Pengembangan ASTI Bandung. Jurnal Tuntas
Bangsa, 02.
Prihandini, D. Y. (2006). Pesan Makna Topeng Pada Tarian Topeng Cirebon. Jurnal
Pendidikan, 03.
Toto sudarto(2016), TOPENG BABAKAN CIREBON 1900-1990 jurnal Seni Indonesia,
volume 15 nomor 02 tahun
Loli pertiwi & muhammad putra(2019) Peranan Kedok sebagai sarana dalam penyajian Tari
Topeng Cirebon , jurnal pendidikan dalam seni tari volume 03 nomor 01
Wisnu lanjaya, https://www.kompas.com/skola/read/tari-topeng-cirebon--sejarah-makna-
properti-dan-karakteristik 8 September 2017
Toto Amzar(2002), lima bentuk kedok dalam Topeng Cirebon yang menggambarkan
beberapa karakter, Jurnal Pergelaran Topeng Cirebon, volume 01 nomor 04

Anda mungkin juga menyukai