1
Anis sujana, sejarah dan maka filosofis pada tarian Topeng cirebon, jurnal seni tari volume 05 nomor 02 tahun
2016,hlm 98-113
Dalam perjalanan keliling (bebabrang) mereka tidak hanya mengadakan
pertunjukan tetapi adakalanya memberikan pelajaran kepada siapa saja yang
menginginkannya (Tjetje Somantri, 1953:2-4). Pada tahun 1918, Wentar dan
Koncar menyusun tari yang disebut Pamindo Campuran. Tarian ini memperlihatkan
berbagai rangkaian gerak tari Topeng Cirebon yang menggambarkan karakter
Anjasmara, Layang Seta, Layang Kumitir, dan Menakjingga (Tjetje Somantri, Op.,
Cit:31). Tarian ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Topeng Koncaran Pada
sekitar tahun 1940-an Nesih/Dasih dan Amih yang merupakan anak-anak dari
Wentar (dalang topeng terkenal dari Palimanan) pernah diundang secara khusus
untuk memberikan pelajaran tari Topeng Cirebon kepada Rd. Ono Lesmana
Kartadikusumah yang saat itu menjabat lurah Desa Kutakulon di Sumedang (1934-
1937).
Hal ini karena ketertarikan Rd. Ono Lesmana Kartadikusumah sebagai pendiri
Perkumpulan Seni Tari Sunda “Sekar Pusaka” pada tari topeng yang pernah ia
pelajari dari Resna pada kursus tari yang diselenggarakan tahun 1924 di pendhapa
kabupaten Sumedang atas prakarsa bupati R.A.A. Kusumahdilaga (Anis Sujana,
1993:99). Rd. Ono Lesmana Kartadikusumah kemudian melahirkan tari-tarian hasil
karyanyayang merupakan gubahan- gubahan dengan mengambil dasar dari gerak-
gerak tari yang pernah ia pelajari dari guru-gurunya (Wawancara Rd. Effendi
Kartadikusumah, 6 Juni 1999).
Sampai akhir pemerintahan Belanda kesenian Topeng Cirebon banyak
digemari masyarakat. Pada perhelatan-perhelatan keluarga seperti pada khitanan
dan perkawinan, kesenian menjadi suatukeharusan untuk ditanggap. Pertunjukan
topeng pada acara-acara tersebut biasa disebut dengan topeng hajatan. Pertunjukan
seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan namatopeng dinaan, karena
pertunjukannya berlangsung dari jam 8.00 hingga pukul 16.00. Pada masa
pemerintahan Hindia Belanda ini rata-rata bayarannya sekitar 3 gulden. Sedangkan
untuk topeng barangan perbabak (lebih kurang 10 menit)bayarannya sekitar 20 cent
(R.L. Maman Suryaatmadja, 1980: 69).
2. Topeng Babakan Tahun 1942-1945
Pada hari penutup sejarah Belanda yang memerintah di Jawa selama tiga ratus
lima puluh tahun, ialah tanggal 9 Maret Tahun 2603 (1942), pada lapangan pesawat
terbang di Kalijati, yang letaknya di dekat kota Bandung, dilangsungkan pertemuan
antara Letjen Imamura, Panglima tertinggi Balatentara Dai Nippon dengan
Gubernur Jendral Hindia Belanda Stakenborgh tentang penyerahan tentara Belanda
(S.Mijosi,”Peristiwa Achir Sedjarah Pemerintah Belanda Di Indonesia” dalam Asia
Raya, Djakarta, 29 Maret 2603).
Setelah Jepang menguasai Indonesia, maka muncul e Keimin Bunka
Sihosjo(Pusat Kebudayaan) yang bertugas menguasai semua cabang cabang
kesenian. Kegiatan dalam bidang kesenian diserahkan kepada bangsa Indonesia,
walaupun kenyataannya masih dibawah naungan tentara Jepang (Tb.O.
Martakusumah, “Pandangan tentang Tari Sunda pada dewasa ini”, 4 Mei
1972.belajar, sedangkan dalang topeng bertindak sebagai pemimpin rombongan
sambil menabuh salah satu instrument, biasanya memukul kecrek. Jalur bebarang
yang dilakukan Mini (dalang topeng yang merupakan keturunan dari Wentar,
Palimanan) adalah daerah-daerah bagian selatan dan barat Cirebon, yaitu dari
Jatiwangi, Kadipaten, Majalengka, Sumedang dan Bandung (Soleh, wawancara di
Bongas 9 Juli 1999
3. Topeng Babakan Tahun 1945-1950
Setelah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya yang
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 banyak gejolak politik, satu diantaranya
adalah Darul Islam (D.I), yang dipimpin Kartosuwiryo yang ingin mendirikan
Negara Islam. Gejolak ini mengakibatkan ketidaktenteraman penduduk di Jawa
Barat khususnya di wilayah Priangan. Mereka memberi tekanan, kekerasan, dan
pengaruh kepada masyarakat agar mau menjadi pengikut politiknya
(P.J.Droouglever, 1992: 325). Daerah Priangan tempat Kartosuwiryo bergerak, sejak
dahulu akibat tekanan kolonial memang merupakan daerah yang subur dengan
gerakan radikalisme agraria.
Situasi ekonomi pada tahun 1940 hingga tahun 1950 berada dalam keadaan
yang suram, sehingga kesempatan kerja tidak terbuka seluas sekarang. Keadaan ini
menjadikan topengsebagai satu-satunya tumpuan hidup yang sedikit banyak dapat
mengatasi kebutuhan hidup sehari-hari bagi kalangan dalang topeng Cirebon.
Topeng adalah satu-satunya yang diandalkan oleh keluarga dalang topeng. Terbukti
dari kenyataan yang menunjukan bahwa rata- rata mereka tidak mempunyai
pekerjaan lain kecuali sebagai seniman topeng, baik sebagai dalang maupun
nayaga. Dari latar belakang tersebut, maka dapat digambarkan betapa pentingnya
kedudukan topeng bagi keluarga dalang topeng Cirebon sebagai penyangga
kehidupan sehari-hari. Seorang dalang topeng senantiasa menghusahakan
keturunannya agar menjadi pewarisnya. Topeng dan wayang dalam kehidupan
tradisi di Cirebon selalu berdampingan erat, karena telah menjadi kebiasaan pada
setiap hajat (kenduri) dalam perayaan perkawinan, khitanan, memitu atau mitoni,
puput puser, gusaran (potong gigi) atau sebagai pelepas suatu janji yang telah
diikrarkan yang disebut kaulan, siang hari mementaskan topeng malam harinya
mementaskan wayang.
4. Topeng Babakan Tahun 1950-1965
Pada awal tahun 1950-an Partai Komunis Indonesia mendirikan Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat), dasar organisasi ini adalah menghidupkan kembali
kebudayaan rakyat. Konsepsi Kebudayaan Rakyat, Seni untuk rakyat, dan Politik
sebagai Panglima (“Berita Dari Pers” dalam Budaja Th. Ke-IV, April/Mei 1955:
240). Perkembangan politik di tanah air ternyata Juga mempunyai dampak terhadap
perkembangan seni pertunjukan. Beberapa seni pertunjukan yang mampu meraih
penonton banyak ditunggangi oleh partai ini sebagai propagandanya.
5. Topeng Babakan Tahun 1965-1990
Penumpasan pemberontakan PKI 1965 oleh ABRI dan rakyat merupakan awal
orde baru untuk melaksanakan pembangunan nasional Indonesia disegala bidang
untuk menyelamatkan negara dari kebangkrutan masa orde lama. Gerakan
pemberontakan PKI pada 30 September 1965 menimbulkan beberapa masalah
penting dalam kehidupan politik dan kebudayaan Indonesia.
Sekitar tahun 1967 masa peralihan Orla-Orba, partai agama (Islam) menjadi
kekuatan politis yang amat kuat. Seni tradisi rakyat menjadi tidak berfungsi, karena
sekelompok masyarakat beranggapan bahwa segala bentuk kesenian tradisional
rakyat dianggap “maksiat”. Kelompok-kelompok kesenian yang bernapaskan
agama Islam bermunculan, seperti tagoni atau kasidah. Khotbah keagamaan dari
seorang kyai Islam menjadi semacam tontonan (yang ditanggap orang) sebagai
pengganti pertunjukan-pertunjukan kesenian dalam upacara-upacara atau perayaan
perayaan selamatan (Endo Suwanda, 1990:49). Para seniman tradisi rakyat yang
terlibat dalam organisasi Lekra atau PKI, ditangkap kemudian ditahan, dan dilarang
melakukan pertunjukan (Ibid). 2
2
Toto sudarto, TOPENG BABAKAN CIREBON 1900-1990 jurnal Seni Indonesia, volume 15 nomor 02 tahun
2016,hlm 131-134
B. Perkembangan Tari Topeng
Sunan Gunung Jati berhasil menjadikan Tari Topeng Cirebon sebagai media
dakwah untuk menyebarkan agama Islam, dan mengislamkan masyarakat Cirebon
dan sekitarnya bahkan mengalahkan Pangeran Welang hingga masuk Islam. Di
samping itu Sunan Gunung Jati berhasil menjadikan. Tari Topeng sebagai kesenian
Keraton Cirebon yang diterima masyarakat.
Pada tahun 1568, Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Cirebon yang
sekaligus sebagai penyebar agama Islam meninggal dunia dalam usia 120 tahun
(Soemardjo, 1986: 96). La digantikan oleh Pangeran Emas, yang bergelar
Panembahan Ratu. Sepeninggalnya Panembahan Ratu kemudian digantikan oleh
Pangeran Seda ing Gayam yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Girilaya,
semasa itu Cirebon menjalin hubungan baik dengan Mataram di bawah kekuasaan
Sultan Amangkurat I yang menjalin hubungan baik dengan Belanda. Dengan
adanya hasutan Belanda, Sunan Amangkurat I memanggil Pangeran Seda Ing
Gayam ke Mataram dengan alasan Pangeran Seda Ing Gayam telah menjalin
hubungan baik dengan. Banten. Pangeran Seda Ing Gayam pun datang memenuhi
panggilan Sultan Amangkurat I dan tidak kembali lagi ke Cirebon selama 12 tahun
yang pada akhirnya ia dikabarkan meninggal dunia. Di Mataram.
Sepeninggalnya Pangeran Seda Ing Gayam di Mataram, putra- putranya
diangkat sebagai sultan di Cirebon. Memasuki tahun 1677 M, atas persetujuan
sultan-sultan Cirebon dan Sultan Banten, keraton Cirebon dibagi menjadi dua, yaitu
Sultan Samsudin. Martawijaya menduduki Keraton Kasepuhan menjabat sebagai
Sultan Sepuh dan Sultan Badridin Kartawijaya sebagai Sultan Anom yang
menduduki Keraton Kanoman yang dibangun pada tahun 1675 M. (Salana, 1987:
266).
Dengan adanya dua keraton di Cirebon, kedudukan keraton Cirebon. Tidak
sekuat semasa kekuasaan. Sunan Gunung Jati ataupun semasa pemerintahan
Panembahan Ratu. Cirebon menjadi sasaran empuk Belanda dalam merusak tatanan
pemerintahan. Belanda. Yang mempunyai keinginan untuk menguasai Cirebon
menjadi terbuka. Mimpi yang ditunggu-tunggu Belanda akhirnya terwujud. Setelah
datangnya Yakup Bull dan Kapiten Misel Cirebon pecah dengan munculnya satu
keraton Lagi yaitu Keraton Kacirebonan.
Menurut penuturan Ringgo (seniman Topeng Cirebon), kehadiran Belanda ke
Cirebon, membawa dampak psikologis pada masyarakat Cirebon. Dikarenakan
Belanda telah ikut campur di segala bidang. Dengan adanya campur tangan Belanda
tersebut, masyarakat tidak betah lagi untuk tinggal di lingkungan keraton, akibatnya
sebagian masyarakat Cirebon pindah ke beberapa tempat di sekitar Cirebon yang
dianggap lebih aman. Kepindahan masyarakat tersebut. Juga diikuti oleh seniman-
seniman Cirebon termasuk seniman Topeng yang selama itu hidup di lingkungan
Keraton, Namun tahun yang pasti tentang kepindahan para seniman tersebut tidak
diketahui dengan jelas.
Berdasarkan uraian tersebut maka topeng yang digunakan dalam Tari Topeng
Cirebon merupakan pencitaan bentuk rupa. Sesuai dengan sebutannya yaitu Tari
Topeng, yang artinya setiap tari mengenakan topeng dengan warna dan raut muka
yang berbeda-beda, karena disesuaikan dengan watak atau karakter dari tokoh yang
ingin digambarkan (Sujana, 2015).5
Tari Topeng Cirebon adalah salah satu tarian khas di wilayah kesultanan
Cirebon, Jawa Barat. Tarian ini bermula sejak era Jawa Kuno di Jawa Timur dan
berkembang ke berbagai daerah di Jawa, termasuk Cirebon, Jawa Tengah, Banjar,
dan Kutai. Tari Topeng Cirebon memiliki ciri utama, yaitu para penari
menggunakan topeng untuk menutupi wajah mereka. Setiap topeng yang
digunakan oleh para penari memiliki ciri khas atau karakteristiknya sendiri. Tari ini
muncul pada abad ke-10 hingga ke-16 Masehi dan memiliki makna serta filosofi
yang dalam. Tari Topeng Cirebon juga memiliki berbagai gaya, seperti gaya Kreyo,
yang berkembang di desa Kreyo, kecamatan Klangenan, kabupaten Cirebon.
Topeng Cirebon adalah topeng yang terbuat dari kayu yang cukup lunak dan
mudah dibentuk namun tetap dibutuhkan ketekunan, ketelitian yang tepat, serta
membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam proses pembuatannya. Bahkan
seorang pengrajin yang sudah ahli pun untuk membuat satu topeng membutuhkan
waktu hingga satu hari. Kayu yang biasa digunakan adalah kayu jarang . Topeng
ini biasanya digunakan untuk kesenian tari topeng. Topeng Cirebon yang semula
berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan.
Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat
mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan
keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” Topeng
Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan dan lain-lain
Topeng Cirebon adalah tarian ritual yang amat sakral. Tarian ini sama sekali
bukan tontonan hiburan. Itulah sebabnya dalam kitab-kitab lama disebutkan, bahwa
raja menarikan Panji dalam ruang terbatas yang disaksikan saudara-saudara
perempuannya. Untuk menarikan topeng ini diperlukan laku puasa, pantang,
semedi, yang sampai sekarang ini masih dipatuhi oleh para dalang topeng di daerah
Cirebon.
Tarian juga harus didahului oleh persediaan sajian. Dan sajian itu bukan
persembahan makanan untuk Sang Hyang Tunggal. Sajian adalah lambang-
lambang dualisme dan pengesaan. Inilah sebabnya dalam sajian sering dijumpai
bedak, sisir, cermin yang merupakan lambang perempuan, didampingi oleh cerutu
atau rokok sebagai lambang lelaki. Bubur merah lambang dunia manusia, bubur
putih lambang Dunia Atas. Cowek batu yang kasar sebagai lambang lelaki, dan
uleg dari kayu yang halus sebagai lambang perempuan. Pisang lambang lelaki,
buah jambu lambang perempuan. Air kopi lambang Dunia Bawah, air putih
lambang Dunia Atas, air teh lambang Dunia Tengah. Sesajian adalah lambang
keanekaan yang ditunggalkan. Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin
6
Elwiens & ahmad yusuf , analisis tarian Topeng cirebon, jurnal manajemen pendidikan vol 24 nomor 5
2015,hlm 263
topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan
topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah mengganti topeng berwajah
ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa yang sikapnya kekanak-
kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya dengan topeng anak-
anak.7
Tari Panji adalah tarian pembuka yang ditarikan pada urutan pertama.
Dalam topeng Cirebon Tari Panji termasuk dalam karakter halus dan lemah
lembut. Gerak tari yang dihadirkan menggambarkan perwujudan dari sosok yang
teguh hati, sangat menjaga perilakunya dan tidak terpengaruh oleh hiruk pikuk
duniawi. Salah satu gerakannya juga menggambarkan sosok yang sedang berdiri
kokoh, artinya seseorang yang mempunyai pendirian yang teguh, dalam
keyakinanya kepada Allah. Tergambar saat pementasannya, meskipun musik
pengiringnya sangat kencang namun gerak tarinya sangat minim. Bahkan tidak
terlihat seperti sedang menari
7
Febrian andika putra aulian Barry, Pertunjukan Topeng Cirebon Suatu Studi Tentang Tata Cara Penyajian
Topeng Hajatan”, Bandung Proyek Pengembangan ASTI Bandung. jurnal tuntas bangsa volume 02 nomor 03
tahun 2013, hlm 254
2. Topeng Pamindo
Diwujudkan dengan karakter topeng yang berwarna putih dengan hiasan
didahinya dan dipipinya, serta adanya rambut yang berwarna hitam. Matanya
liyep, hidungnya sedikit mendongkak dan bibirnya sedikit terbuka sehingga
memperlihatkan gigirnya, menggambarkan seorang yang genit dan sedang
tertawa terkekeh-kekeh. Pamindo merupakan penggambaran nafsu sufiyah
dengan simbol wama kuning. Dalang Ade Irfan (2016) menambahkan Topeng
Pamindo sering juga dikaitkan dengan pindo artinya yang kedua, ada juga yang
menyebutnya Samba asal kata dari saban artinya setiap waktu. Maksudnya adalah
setiap waktu manusia harus mengingat Allah.
3. Topeng Tumenggung
8
Almira Belinda Zainsjah, Perempuan, Seni & Dirinya( Jawa Barat; PT Yayasan Lembaga Gumun Indonesia,
tahun 2022) hlm 68
Diwujudkan dengan karakter topeng berwarana coklat muda, orange dan
coklat. Dengan mata yang besar disertai dengan mulai tumbuhnya kumis dan
jambang, serta adanya kerutan pada bagian dahi.
Diwujudkan dengan karakter topeng berwarna merah dengan mata yang besar
dan terbelalak, berkumis tebal dan jambang yang lebat. Perwujudan dari sifat
kedewasaan, amarah dan kesombongan, dengan warna topeng yang merah.
Klana menggambarkan nafsu amarah. Menurut dalang Ade Irfan (2016)
karakter Klana juga menggambarkan manusia yang sudah melampaui batas.
Bertingakah sekarepe dewek artinya seenaknya sendiri Gerakannya gagah
menggunakan tenaga yang tegas, kasar dan kuat serta jangkauan ruang yang
luas. Gerak tari yang dihadirkan menggambarkan perwujudan dari sosok yang
gagah, kasar dan angkuh. Tokoh yang dihadirkan merupakan sosok yang salah
melangkah dan terjerumus hawa nafsu atau keinginan duniawi Salah satu
gerakannya menggambarkan seseorang yang sedang tertawa disertai dengan
menunjuk diri sendiri, artinya seseorang yang sombong.
5. Topeng Rumyang
Diwujudkan dengan karakter topeng berwarna merah muda atau merah jambu,
tanpa hiasan rambut namun hiasannya dari dahi sampai pipi bagian bawah.
Menggambarkan pribadi yang penuh kehati-hatian dan penuh pertimbangan.
Rumyang menggambarkan nafsu mulhimah dengan karakter warna campuran
atau aneka warna yang melebur, Dalang Ade Irfan (2016) menuturkan
rumyang berasal dari kata ramyang-ramyang yang menggambarkan waktu
ditarikannya karakter ini, yaitu menjelang sore hari. Kata Rumyang sendiri
berasal dari kata arum yang artinya harum dan Hyang yang artinya Tuhan.
Maksudnya adalah sebagai manusia atau makhluk yang dibekali akal dan
fikiran baik dan buruknya perbuatan dengan senantiasa mengharumkan Nama
Tuhan yaitu dengan dzikir. Gerak tari menggambarkan tokoh yang memiliki
karakter riang gembira dan penuh kehati-hatian. Sebagai gambaran dari
manusia yang sudah terlepas dari hawa nafsu dan mulai menata diri untuk
kembali kejalan Allah. Gerak tari yang dihadirkan menggambarkan
perwujudan dari sosok penuh kehati- hatian. Salah satu gerakannya pun
menggambarkan sosok yang sedang bercermin, artinya seseorang yang sedang
melihat dan mengoreksi diri sendiri
Kelima jenis topeng dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon merupakan
perwujudan dari tokoh tertentu yang diwujudkan dengan Wanda topeng yang
berbeda-beda. Dalam perwujudannya tergambar sifat-sifat manusia
berdasarkan keimannya kepada Allah, layaknya fase kehidupan manusia itu
sendiri dari mulai keberadaannya atau bayi didalam kandungan sampai ketidak
beradaannya atau kematian. Gerak dalam seni tari merupakan ungkapan
perasaan manusia. Gerakan pada tari juga mengandung pesan sesuai dengan
yang dikomunikasikan penarinya. Gerak tari pada Topeng Cirebon
mengandung banyak makna didalamnya, berupa pesan, nasehat dan contoh
yang harus ditauladani.9
Gerak tari dalam Topeng Cirebon menggambarkan nafsu yang ada
dalam diri manusia. Kata nafsu sering dipakai dan dimaknai sebagai kekuatan-
kekuatan yang memperbudak dalam perbuatan tercela yang bisa menceburkan
keneraka, namun ada juga nafsu yang terpuji dan menuntun kesurga
Semuanya digambarkan oleh Sunan Kalijaga dalam Ke 12 dari 16 Cirebon.
Kemudian digunakan sebagai tuntunan kehidupan didunia untuk mendekatkan
diri kepada Allah, istilah Jawanya ngaji diri artinya belajar mengenal hakikat
manusia didunia ini sebagai Makhluk
E. Unsur-unsur tari Topeng cirebon
Tari Topeng Cirebon memiliki beberapa unsur utama, termasuk gerakan,
tema, tata busana, tata rias, dan iringan. Gerakan tari merupakan serangkaian
gerakan anggota tubuh yang memiliki nilai estetis. Ada dua jenis gerakan
dalam tarian, yaitu gerak maknawi yang memiliki arti atau filosofi, dan gerak
murni yang mementingkan nilai estetis. Selain gerakan, tema juga merupakan
unsur penting yang tidak bisa dipisahkan dari tari Topeng Cirebon.
Tema tari umumnya ditentukan oleh tema tarian tersebut. Tata busana,
tata rias, dan iringan juga merupakan unsur-unsur penting dalam tarian ini.
Tari Topeng Cirebon juga memiliki sejarah yang panjang, bermula sejak era
Jawa Kuno di Jawa Timur dan berkembang serta menyebar ke berbagai daerah
di Jawa, termasuk Cirebon, Jawa Tengah, Banjar, dan Kutai. Topeng Cirebon
adalah tarian ritual yang amat sakral, bukan tontonan hiburan, dan dalam
pementasannya diperlukan laku puasa, pantang, dan semedi. Tarian ini
menyimbolkan bagaimana asal mula Sang Hyang Tunggal memecahkan
9
Ibid 79-83
dirinya dalam berbagai pasangan. Dalam pementasan tarian ini, terdapat lima
jenis topeng yang mewakili karakteristik manusia. Dengan demikian, unsur-
unsur tari Topeng Cirebon mencakup aspek gerakan, tema, tata busana, tata
rias, iringan, serta makna dan simbolisme yang dalam pementasannya
memerlukan kesiapan dan kesiagaan yang tinggi.10
Berikut adalah beberapa unsur tari Topeng Cirebon:
1. Gerakan
Gerakan dalam tari Topeng Cirebon meliputi gerakan tangan, kaki, dan
tubuh yang diiringi dengan ekspresi wajah yang dramatis. Gerakan ini
menggambarkan karakter dan emosi dari tokoh yang diperankan
2. Musik
Musik pengiring dalam tari Topeng Cirebon terdiri dari alat musik
tradisional seperti gong, kendang, saron, dan gambang. Musik ini
mengiringi gerakan penari dan membangun suasana dalam pertunjukan
3. Properti
Properti dalam tari Topeng Cirebon antara lain topeng kayu, kipas,
payung, dan keris. Properti ini digunakan untuk menunjang cerita dan
karakter yang diperankan oleh penari
4. Kostum
Kostum dalam tari Topeng Cirebon terdiri dari pakaian tradisional
seperti kain batik, kain songket, dan kain tenun. Kostum ini disesuaikan
dengan karakter dan cerita yang diperankan oleh penari
3. Peralatan
11
Wisnu lanjaya, https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/08/170000769/tari-topeng-cirebon--sejarah-
makna-properti-dan-karakteristik 8 September 2017
12
Loli pertiwi & muhammad putra Peranan Kedok sebagai sarana dalam penyajian Tari Topeng Cirebon , jurnal
pendidikan dalam seni tari volume 03 nomor 01 tahun 2019,hlm 39
Peralatan yang digunakan dalam tari Topeng Cirebon antara lain topeng kayu,
gong, kendang, dan alat musik tradisional lainnya. Peralatan ini digunakan
untuk mengiringi gerakan penari dan membangun suasana dalam pertunjukan
4. Penyajian
Struktur penyajian tari Topeng Cirebon tergolong sederhana dan terdiri dari
beberapa babak. Pertunjukan dimulai dengan pembukaan, dilanjutkan dengan
adegan-adegan dalam lakon, dan diakhiri dengan penutup. Musik pengiring
dan gerakan penari disesuaikan dengan lakon yang dipilih
13
Saraswati fungsi tari Topeng dalam upacara Adat ngarot Di Desa Lelea Kecamatan Lelea Kabupaten
Indramayu Jawa Barat, jurnal seni tari, volume 07 nomor 04 tahun 2020, hlm 98
DAFTAR PUSTAKA
Elwiens, A. Y. (2015). Analisis Tarian Topeng Cirebon. Jurnal Manajemen Pendidikan, 24.
Gasong, D. (2019). Apresiasi Sastra Indonesia. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Sujana, A. (2016). Sejarah dan Maka Filosofis Pada Tarian Topeng Cirebon. Jurnal Seni
Tari, 05.
Saraswati (2020), fungsi tari Topeng dalam upacara Adat ngarot Di Desa Lelea Kecamatan
Lelea Kabupaten Indramayu Jawa Barat, jurnal seni tari, volume 07 nomor 04
Armelinda Suryanda Pertiwi, R. R. (2020). Makna Tari di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Sekolah Dasar, 7.
Aulian, F. A. (2013). Pertunjukan Topeng Cirebon Suatu Studi Tentang Tata Cara Penyajian
Topeng Hajatan”, Bandung Proyek Pengembangan ASTI Bandung. Jurnal Tuntas
Bangsa, 02.
Prihandini, D. Y. (2006). Pesan Makna Topeng Pada Tarian Topeng Cirebon. Jurnal
Pendidikan, 03.
Toto sudarto(2016), TOPENG BABAKAN CIREBON 1900-1990 jurnal Seni Indonesia,
volume 15 nomor 02 tahun
Loli pertiwi & muhammad putra(2019) Peranan Kedok sebagai sarana dalam penyajian Tari
Topeng Cirebon , jurnal pendidikan dalam seni tari volume 03 nomor 01
Wisnu lanjaya, https://www.kompas.com/skola/read/tari-topeng-cirebon--sejarah-makna-
properti-dan-karakteristik 8 September 2017
Toto Amzar(2002), lima bentuk kedok dalam Topeng Cirebon yang menggambarkan
beberapa karakter, Jurnal Pergelaran Topeng Cirebon, volume 01 nomor 04