Anda di halaman 1dari 7

Garis Besar Zaman Utama di Indonesia

1. Seni Tari zaman prasejarah di Indonesia khusunya di Pulau Jawa.

Peninggalan berupa benda-benda arkeologi yang terkait dengan upacara penyembahan kepada
roh nenek moyang, kepercayaan animisme, serta kepercayaan kepada binatang totem. Emile
Durkheim dlm karyanya The Elementary of Religious Life mengungkapkan bahwa”Totemisme”
adalah agama paling tua dalam kehidupan manusia. Terkandung kepercayaan bahwa sebuah
suku primitif memiliki roh binatang yang dianggap sebagai pelindung suku.

PULAU JAWA

Barongan di Blora (Ritus Lamporan) Masyarakat Blora percaya kepada mitos hadirnya Kanjeng
Ratu Kidul dalam kehidupan masyarakat Jawa. Konon setiap bulan Jawa Sura, Kanjeng Ratu
Kidul menikahkan putrinya. Dalam upacara pernikahan tersebut diperlukan sekali darah sapi
segar yang diambil dari darah sapi penduduk Blora.

PULAU BALI

Berutuk di Bali (Drama Pantomim bertopeng) drama bertopeng Berutuk di Desa Trunyan, Bali
Utara sekitar Danau Batur Propinsi Bangli. Drama bertopeng tersebut berfungsi untuk
memperingati nenek moyang mereka yang disebut Batara Berutuk.

PULAU SUMATRA

Gordang Sembilan di Batak (Musik untuk upacara menghadirkan roh nenek moyang). Gordang
Sembilan yang dianggap sangat keramat. Angka sembilan melambangkan jumlah klien dari
masyarakat Batak Mandailing, dan klien Lubis yang dianggap sebagai klien utama.
TARI-TARI DARI PENGARUH ZAMAN PRASEJARAH

A. Tari-Tari dari Pengaruh Agama Hindu.

Pengaruh agama Hindu di Indonesia berlangsung pada abad pertama tarikh Masehi sampai abad
ke 15. Pengaruh seni sangat mendalam mulai dari pulau Jawa, Bali, Sumatra dan Kalimantan
namun sampai sekarang yang masih kental melestarikan dan mengembangkan seni yang
mendapat pengaruh dari India adalah pulau Bali. Di Pulau dewata ini tari selalu mendapat
perhatian atau selalu melibatkan seni dalam upacara-upacara keagamaannya.

Agama yang berkembang di pulau Bali adalah agama Hindu Dharma yang berasal dari India,
agama hindu yang berasal dari Jawa Timur serta kepercayaan dari masa pra Hindu atau
prasejarah. Hasilnya seni masyarakat Hindu Dharma sangat berbeda dengan seni asli masyarakat
Bali, seni yang berasal dari India dan seni yang berasal dari Jawa Timur.

Tari di Masa Mataram Kuna.

Pengaruh tari India terhadap tari Jawa sangat besar dan dapat dilihat pada candi induk yaitu
candi Siwa yang merupakan candi pusat dari kompleks Prambanan, yang sangat sarat dengan
relief tari.

Tari sering kali digunakan sebagai sarana pemujaan kepada dewa di dalam agama Hindu
terutama kepada dewa Wisnu dan dewa Shiwa. Dewa Shiwa sering disebut dengan Shiwa
Nataraja (Shiwa raja penari), Mahanata (penari besar) dan Natapriya. Menurut kepercayaan
Hindu, para penari yang menari untuk kepentingan agama merupakan kekasih dewa (devadasi).
Pengaruh predikat kekasih dewa sampai sekarang masih membekas di Bali, tempat
berkembangnya agama Hindu Dharma.
TARI-TARI DARI PENGARUH AGAMA ISLAM

Legitimasi Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13, yaitu ditandai dengan munculnya
kerajaan Islam di Sumatra Utara. Di Pulau Jawa dimulai pada saat berdirinya kerajaan Demak
menggantikan kerajaan Majapahit sekitar abad 15, namun demikian umur kerajaan Demak tidak
berlangsung lama digantikan oleh kerajaan Pajang di Surakarta. Kerajaan Pajang kemudian
digantikan pula oleh kerajaan Mataram di Yogyakarta. Berkat kerajaan Islam di Jawa Tengah
tersebut sehingga Banten dan Cirebon yang semula memeluk Hindu menjadi kerajaan Islam
berkat usaha Fatahilla dari Demak.

Wilayah-wilayah di Indonesia yang budaya Islamnya sangat menonjol adalah daerah-daerah


yang ketika agama Islam masuk, kebudayaan Hindu tidak berkembang atau mengalami
kemerosotan. Berdasarkan hal tersebut maka sentra-sentra seni dan budaya yang nuansa
Islamnya sangat kuat adalah Sumatra dan daerah-daerah pesisir.Bentuk seni pertunjukan seperti
tari Seudati dan Zaman dari Aceh, Randai, tari piring, Galombang dan Luambek dari Sumatra
Barat, Zapin dan musik rebana di daerah pesisir

A. Tari Piring di Ateh Kaco (menari di atas kaca)

Tari piring adalah salah satu tarian yang memiliki kandungan Islami yang diwarnai oleh budaya
primitive yang berkembang di Sumatra Utara khusunya pada etnis Minang (desa Andaleh kab.
Tanah Datar). Tari piring ini mempunyai kekhasan tersendiri yaitu adanya adegan menari di atas
pecahan kaca yang cukup tajam. Adegan tersebut merupakan klimaks tari yang cukup menarik
dan menegangkan. Para penari pria dan perempuan dengan berjingkrak-jingkrak di atas
gundukan pecahan kaca tanpa terkesan kesakitan bahkan kadang-kadang seorang penari
perempuan menari-nari di atas punggung penari pria sambil meloncat-loncat.

B. Luambek, Galombang di Sumatra Barat

Daerah lain di Sumatra Barat yang paling dikenal dengan penganut agama Islam yang fanatic
adalah daerah Padang Panjang yang sering kali mendapat pula sebutan serambi Mekah setelah
daerah Aceh. Hal ini dapat tercermin dari ketaatannya ketika menjalankan Ibadah suci
Ramadhan, yang hampir tidak ada sebuah warung makan yang buka kecuali warung makan asing
seperti Kentucky Fried Chiken.

C. Tari Pepe-Pepeka ri Makka dari Makassar

Sebelum datangnya agama Islam di Sulawesi Selatan sekitar abad ke-17, penduduk Sulawesi
Selatan telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme yang diwarisi secara turun
temurun. Oleh karena itu tradisi keagamaan yang berkembang dalam masyarakat terbagi dalam
dua jenis yaitu tradisi asli yang diwariskan sejak zaman nenek moyang dan tradisi keagamaan
yang bersumber dari agama Islam. Kapan masuknya agama Islam di Sulawesi Selatan? Hal ini
masih menjadi perdebatan para ahli sejarah Islam. Umumnya ahli sejarah berpendapat bahwa
masuknya Islam pada tahun 1600. hal ini didasarkan oleh pendapat Kern yang menyatakan
bahwa:

“oleh karena tidak ada sama sekali sesuatu jejak pengaruh Islam yang ditemukan didalamnya.
Pengislaman Sulawesi Selatan mulai sekitar tahun 1600. Jadi syair I La Galigo, sekurang-
kurangnya bahagiannya yang penting, tentulah sebelumnya itu tercipta.

D. Maulid Cikoang

Peninggalan-peninggalan seni yang berbau Islami di Sulawesi Selatan dapat pula


ditemukan pada upacara tradisional dalam memperingati hari kelahiran (maulid Nabi) Besar
Muhammad Saw yang di sebut dengan nama Maudu’ Cikoang. Upacara tersebut sangat berbeda
dengan pelaksanaan mauled di daerah-daerah lain.
TARI-TARI DARI PENGARUH CINA

A. Po The Hi

James R. Brandon dalam bukunya Theatre in Southest Asia menjelaskan bahwa seni pertunjukan
di Asia Tenggara dari sekitar tahun 1300 sampai 1750 mendapat pengaruh yang sangat besar dari
Cina dan Negara-negara Islam. Awal penyebarannya terjadi ketika Kublai Khan menduduki
Vietnam bagian Utara serta provinsi Cina di bagian Selatan dan orang-orang Islam dari Gujarat
di India mulai menyebarkan agama Islam ke Malaysia dan Indonesia. Demikian pula pedagang-
pedagang Cina mulai masuk ke Malaysia dan Indonesia sehingga salah satu dampaknya adalah
sebuah pertunjukan wayang kulit versi cina yang disebut Wayang Po the hi yang di Negara
asalnya bernama Pu tai hi.

B. Gambang Kromong

Gambang Kromong adalah salah satu bentuk musik yang bernuansa Cina yang berfungsi untuk
menyambut tamu-tamu yang datang ke Batavia atau sekarang lebih dikenal kota metropolitan
Jakarta. Berawal dari seorang warga Cina yang bernama Beng Teng Tjoe yang menyambut
tamu-tamu yang datang ke Batavia dengan ansambel musik yang bernuansa musik Cina pada
tahun 1880. Ansambel musik tersebut terdiri dari instrument-instrument gambang, kromong,
gendang, kecrek, basing atau suling , kempul dan gong serta beberapa instrument musik dari
Cina yang disebut cecer (gembreng), jatao atau terompot Cina, ningnong serta instrument gesek
yang disebut kongahyan, tehyan dan sukong. Ansambel Gambang Kromong pada awalnya
membawakan lagu-lagu yang bernuansa Cina, sehingga ansambel ini disebut sebagai Gambang
Cina. Perkembangan kemudian, Gambang Kromong sudah jarang menyanyikan lagu-lagu yang
bernuansa Cina tetapi mulai menyanyikan lagu-lagu Betawi seperti Jali-jali dan kicir-kicir.

C. Barongsai

Seni pertunjukan yang bernuansa Cina dapat pula kita jumpai pada beberapa tempat seperti di
Jawa dan Bali. Di pulau Bali misalnya dapat dilihat dari pertunjukan Barong Ket. I Made
Bandem dan Fredrik Eugene deBoer memperkirakan bahwa Barong Ket sebagai binatang
mitologi pelindung masyarakat Bali merupakan pertunjukan ritual yang mendapat pengaruh dari
Cina. Lebih lanjut dikemukakan bahwa Barong berasal dari Cina dengan melihat topeng yang
dipergunakan dalam tari Singa Cina yang berasal dari Dinasti T’ang dari abad ke -7 sampai abad
ke-10 mirip sekali dengan topeng Barong Ket. Kemungkinan yang dimaksudkan adalah
pertunjukan Barongsai yang memang pernah ada sampai sebelum masa oerde Baru, kemudian
berkembang lagi pada masa reformasi sampai sekarang. Selain Barong Ket, masih terdapat
Barong Bangkal (bangkal=babi hutan), Barong Gajah, Barong Macan, Sang Hyang Bojog
(bojog=kera) Sang Hyang Lelipi (lelipi=ular) dan lain-lain. Menurut Soedarsono pertunjukan
Barong dan Sang Hyang merupakan kelanjutan dari upacara penyembahan kepada roh binatang
totem. Menurut Emile Durkhheim, totemisme merupakan kepercayaan manusia tertua di segala
penjuru dunia. Pegaruh Cina pada Barong Ket memang ada tetapi hanya terbatas pada hiasan-
hiasannya saja yang penuh dengan serpihan kaca.
PENGARUH BARAT (EROPA)

TERHADAP PERTUNJUKAN KHUSUSNYA MUSIK

A. Musik Nasional

Berbagai bentuk seni yang ada di Indonesia, adalah sebagian besar mendapat pengaruh
dari barat (Eropa) yang berawal sejak datangnya para pedagang Portugis yang disusul dengan
kehadiran orang-orang Belanda pada abad ke 16 sampai sekarang. Pengaruh tersebut nampak di
kota-kota besar dan istana-istana kerajaan. Hal tersebut tentunya tidak begitu saja hadir tanpa
adanya penyesuaian dengan budaya local.

TARI-TARI DARI PENGARUH ZAMAN KEMERDEKAAN

Pada tahun 1945 sejak Indonesia meerdeka, seni pertunjukan memiliki peluang untuk terus
berkembang dengan baik. Berbeda ketika sebelum kemerdekaan, istana-istana merupakan pusat
perkembangan seni pertunjukan yang baik, maka ada beberapa upaya untuk mengeluarkan seni
istana dari tembok keraton agar bias dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini dapat
dilihat pada perkumpulan kesenian Jawa yang bernama Krida Beksa Wirama yang didirikan oleh
dua orang bersaudara yaitu Pangeran Suryadiningrat dan pangeran Tejokusumo di Yogyakarta.
Keduanya adalah putra Sultan Hamengku Buwana VII.

Anda mungkin juga menyukai