Anda di halaman 1dari 2

NARASI

Suku Sawang atau Orang Laut telah tercatat bukti keberadaannya di Belitung Timur sejak
sejak abad ke 10. Enslikopedia Hindia-Belanda (1896) memaparkan bahwa Orang Laut
dikenal luas di Nusantara maupun Kawasan Eropa dengan predikat pelaut yang berani.
Sawang yang berarti Samudra, menandakan bahwa kejayaan hidup suku sawang dihabiskan
di tengah laut yang beralaskan kulek dengan beratapkan langit. Kekuatan dan kejayaan orang
laut adalah bukti marwah kehidupan maritim di Belitung Timur yang menyimpan penuh
rahasia sejarah sampai kepelosok dunia. Segala cara kehidupan orang laut tak lepas dari cara
mereka berkomunikasi dengan segala aspek kehidupan. Sastra lisan yang terkandung dalam
kehidupan orang laut adalah jati diri budaya yang masih terjaga hingga sekarang.

Secara Garis Besar dapat diketahui bahwa Suku Sawang memiliki sastra lisan yang tersirat
berupa ratapan dan senandung yang banyak menuai makna perasaan yang mendalam.
Senandung tersebut yaitu :
1. Sampan Geleng,
2. Gajah Manunggang,
3. Nyusor Tebing dan
4. Ketimang Burong.
Masing-masing dari senandung ini memiliki lirik-lirik yang dapat mengartikan kondisi dan
perjalanan mereka dari mulai terombang ambing di lautan lepas sampai menuju kedaratan
dan berinteraksi dengan urang darat dan para saudagar untuk melakukan transaksi
perdagangan termasuk salah satunya rempah-rempah.

Sampan Geleng merupakan perasaan orang laut saat berada di tengah lautan, sambil
menunggu keluarga yang sedang mencari nafkah di dalam lautan lepas.

Gajah Manunggang merupakan bentuk ungkapan perasaan orang laut saat berada di tengah
Samudra lepas. Ada beberapa anggapan tentang Gajah Manunggang salah satunya adalah
perasaan orang laut saat berada di tengah Samudra seperti menunggang gajah yang sedang
berlari akibat ombang lautan yang sangat besar dan ganas. Anggapan kedua bahwa orang
laut melihat ikan yang memiliki belalai di dasar lautan yang mirip dengan seekor gajah.
Anggapan ini juga dihubungkan dengan 7 makhluk mitologi dalam kepercayaan umat hindu
yang terkenal dengan sebutan “makara”, makhluk ini sering muncul dalam ukiran candi atau
arsitektur pura.

Nyusor Tebing merupakan bentuk ungkapan perasaan saat orang laut akan berlabuh di
daratan dengan menusur tebing-tebing pada saat air laut sedang surut sambil mereka
berburu berbagai macam hewan laut yang ada untuk dijadikan bahan makanan.
Ketimang Burong merupakan bentuk ungkapan perasaan suku sawang saat mereka telah
sampai di daratan dan pulau. Disini mereka bertemu dan berinteraksi dengan Urang Darat
dan para saudagar untuk melakukan transaksi perdagangan dengan cara barter. Suku laut
juga sudah melihat daerah ladang dan mengetahui berbagai jenis-jenis burung yang ada di
ladang

Perjalanan dan interaksi suku sawang ini sungguhlah menarik, semua dapat tergambar jelas
dalam sastra lisan yang tersirat berbentuk senandung. Semuanya ini memiliki arti penting
dan berkontribusi besar dalam peradaban dan Jelajah Pesona Jalur Rempah Belitung Timur.

Anda mungkin juga menyukai