BAB I
Pendahuluan
Om Swastyastu, Om Awignamastu.
Kata Purana bisa jadi sudah tidak asing lagi bagi kita semua
karena Purana juga dikenal dengan nama “Pancama Weda” yaitu
Weda kelima setelah Catur Weda, karena kitab ini memberikan
2
Sedangkan bila kita tinjau dari arti kata di dalam bahasa Sanskerta,
kata Purana berarti “Tua atau Kuno”. Dalam hal ini kata Purana
mempunyai arti kitab yang menguraikan suatu kejadian di masa
lampau yang disajikan di dalam bentuk cerita dan ajaran ajaran
mulia kemanusiaan. Jika ditinjau dari pengertian puitis, kata purana
juga bisa diartikan dari dua suku kata yaitu Purä –Nawa (kuno-baru
).
BAB II
Jaman Bahari Nusantara.
BAB III
Perkembangan Agama Hindu Budha di Bali
telah terjadi pembauran antara Siwa dan Buddha di Bali dan bila
kita melihat akar perkembangannya kedua agama tersebut
sesungguhnya berasal dari pohon yang sama, yakni agama Hindu.
Berkembangnya dan terjadinya pembauran antara Siwaisme dan
Buddhisme di Bali sebenarnya diduga lebih menampakkan diri pada
masa pemerintahan raja besar Dharma Udayana Warmadewa,
karena kedua agama tersebut menjadi agama negara.
artinya:
Prasasti Blanjong
Oleh para ahli kalimat ini ditafsirkan sebagai pujian kepada Raja:
Kesari Warmadewa yang ketika itu berkuasa dan beristana di
Singhadwala, beragama Budha dari sekte Mahayana. Percampuran
budaya Budha-Mahayana dengan Hindu sekte Siwa Sidantha dan
sekte Waisnawa telah terjadi di Bali Kuno setidak-tidaknya sejak
tahun 882 Masehi seperti yang diuraikan di atas, jauh sebelum
kejadian yang sama di Jawa Timur. Percampuran Siwa-Budha di
Jawa Timur baru secara resmi diakui sejak tahun 1365 Masehi oleh
Mpu Prapanca dalam tulisan kekawinnya berjudul: Desawarnana,
dan selanjutnya Mpu Tantular menulis hal sama pada kekawinnya:
Arjuna Wiwaha (1367 Masehi) dan Sutasoma (1380 Masehi).
Buddha, orang Tibet memiliki agama Bon. Agama Buddha dan Bon,
akhirnya menyatu seperti Siwa-Buddha di Bali.
1. Mpu Semeru, dari sekte Ciwa tiba di Bali pada hari jumat
Kliwon, wuku Pujut, bertepatan dengan hari Purnamaning
Kawolu, candra sengkala jadma siratmaya muka yaitu tahun
caka 921 (999M) lalu berparhyangan di Besakih.
21
Di Bali, Salah satu nama Tuhan adalah Sang Hyang Mbang atau
Mahasunyi yang dalam agama Buddha ada istilah Sunyata. Tahun
baru di Bali dirayakan dengan sunyi (sunyata). Di Bali Selatan, ada
Pura Sakenan yang puncak piodalannya jatuh pada Hari Raya
Kuningan. Sementara Sakenan berasal dari kata Sakyamuni.
Sakyamuni nama asli Sidartha Gautama.
BAB IV
Tokoh-Tokoh Penyebaran
Agama Hindu Budha di Bali.
“Sang Ayati mwang Sang Niyata pada pada sira apekik listu
paripurna, wicaksaneng aji, wibuhing sastra utama…….”
Salah seorang murid Maharsi Agastya yang bernama Sang Ila putra
dari Maharsi Trenawindhu, sedang bertapa di Jawa Dwipa Mandala.
Demikian pula Sang Aridewa dan Sang Anaka, melakukan Tapa
Samadhi di Pegunungan Adi Hyang, yang sekarang disebut
Pegunungan Dieng, seperti halnya Maharsi Markandya juga bertapa
26
Artinya:
Taro adalah nama wilayah ini kemudian. Di wilayah Taro ini Sang
Yogi mendirikan sebuah pura, sebagai kenangan terhadap pasraman
Beliau di Gunung Raung. Puranya sampai sekarang disebut Gunung
Raung.
Mwah ri pangiring banyu Oos ika hana Wihara pasraman sira rsi
Markandya iniring para sisyan ira, makadi kula wanduan ira sira
sang Bhujangga Waisnawa....”
32
Artinya :
a. Mpu Semeru, dari sekte Ciwa tiba di Bali pada hari jumat
Kliwon, wuku Pujut, bertepatan dengan hari Purnamaning
Kawolu, candra sengkala jadma siratmaya muka yaitu tahun
Caka 921 atau 999 Masehi lalu berparhyangan di Besakih.
b. Mpu Ghana, penganut aliran Gnanapatya tiba di Bali pada
hari Senin Kliwon, wuku Kuningan tanggal 7 tahun Caka
922 atau 1000 Masehi, lalu berparhyangan di Gelgel.
c. Mpu Kuturan, pemeluk agama Budha dari aliran Mahayana
tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon wuku pahang,
maduraksa (tanggal ping 6), candra sengkala agni suku
babahan atau tahun Caka 923 1001 Masehi, selanjutnya
berparhyangan di Silayukti (Padang)
d. Mpu Gnijaya, pemeluk Brahmaisme tiba di Bali pada hari
Kamis Umanis, wuku Dungulan, bertepatan sasih kadasa,
prati padha Sukla (tanggal 1), Candra Sengkala Muka
Dikwitangcu (tahun Caka 928 atau 1006 Masehi lalu
berparhyangan di bukit Bisbis (Lempuyang).
Pura Tugu, Pura Tengkulak, Pura Gowa Lawah, Pura Ponjok Batu,
Pura Suranadi (Lombok), Pura Pangajengan, Pura Masceti, Pura
Peti Tenget, Pura Amertasari, Pura Melanting, Pura Pulaki, Pura
Bukcabe, Pura Dalem Gandamayu, Pura Pucak Tedung, dan lain-
lain.
Ke-enam tokoh suci tersebut telah memberi ciri yang khas pada
kehidupan beragama Hindu di Bali sehingga terwujudlah tattwa dan
ritual yang khusus yang membedakan Hindu-Bali dengan Hindu di
luar Bali.
39
BAB V
Kekuasaan Jawa yang Bepengaruh Langsung
Terhadap Sistem Pemerintahan Bali
Pada tahun 963 Saka atau tahun 1041 Masehi Raja Airlangga
memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian
kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal
akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharadah. Kedua kerajaan tersebut
dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan
Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas
dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya bertahun 1289 Masehi, kitab
Negarakertagama bertahun 1365 Masehi, dan kitab Calon Arang
bertahun 1540 Masehi. Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua
agar tidak terjadi pertikaian.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke
Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan
Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa
tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut
Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan
Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil
mengalahkan Jenggala. Berturut-turut raja-raja Kediri sejak
Jayabaya sebagai berikut.
Kameshwara
Jayabaya
Prabu Sarwaswera
Prabu Kroncharyadipa
46
Srengga Kertajaya
Pemerintahan Kertajaya
Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta
sangat peduli dengan rakyat. Kertajaya dikenal dengan catur
marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama,
moksa.
Pada tahun 1293 Masehi, datang tentara Mongol yang dikirim oleh
Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap
Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk
menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol
dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk
menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang
mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan
Kediri.
V.2.2.Kertarajasa Jayawardhana
52
Pada 1293 Masehi pasukan Kubilai Khan dari Cina datang dengan
tujuan untuk menghancurkan Kerajaan Singasari. Mereka tidak
mengetahui bahwa Singasari telah hancur. Hal ini dimanfaatkan
oleh Raden Wijava untuk membalas dendam kepada Raja
Jayakatwang.
V.2.4.Wilayah Kekuasaan
V.2.5.Keruntuhan Majapahit
54
BAB VI
Bali Masa Bali Kuno
Sumber sastra yang menguatkan hal ini terdapat pada Kidung Harsa
Wijaya, Kidung Ranggalawe, Kidung Sunda, Usana Jawa, Usana
Bali, Babad Dalem, dan Dwijendra Tattwa. Penelitian ilmiah
tentang Bali Kuna diadakan tahun 1885 oleh Dr. Van der Tuuk dan
Dr. Brandes berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan di
Blantih, Sangsit, dan Klandis. Selanjutnya prasasti yang ditemukan
di Julah pada tahun 1890 lebih memudahkan penelitian Brandes.
Perhatian Pemerintah Hindia Belanda pada sejarah Bali Kuna makin
mendalam, sehingga pada tahun 1926 terbitlah kumpulan dokumen
penelitian yang dinamakan Epigraphia Balica yang disusun oleh Dr.
Van Stein Callenfels. Dokumen-dokumen itu kemudian terus
disempurnakan dengan foto arca-arca, dan Pura-Pura kuno serta
tambahan temuan-temuan dari Dr. Stutterheim.
56
Tahun 1930 terbitlah buku yang berjudul Oudheden van Bali yang
menguak tabir misteri Bali Kuna. Penulis menduga kata ‘Kuna’ oleh
Goris, mungkin dipengaruhi kata ‘Oudheden’ dari buku itu. Beliau
menggali lebih dalam berdasarkan temuan Drs. Soekmono (1973) ,
temuan Dr. R.P. Soejono (1961), dan tulisan I Made Sutaba,
masing-masing mengungkap keberadaan orang-orang Bali sejak
jaman batu, jaman perundagian, sampai jaman kehidupan agraris.
Mereka termasuk rumpun manusia Austronesia, yang belum
beragama.
Semua kekayaan kerajaan yang berupa laut, sungai, mata air, danau,
dan hutan dikuasai oleh Raja. Kelompok penduduk yang ingin
memanfaatkannya untuk menunjang kehidupan harus meminta ijin
melalui Senapati setempat. Setelah mempertimbangkan dengan
seksama, Senapati meneruskan permohonan itu kepada Raja. Ijin
yang diberikan kepada kelompok ditulis dalam prasasti dari bahan
tembaga, lontar, atau batu. Pemberian ijin itu disertai dengan
kewajiban berupa pajak dan kewajiban menjaga kelestarian alam.
Ijin yang telah diberikan tidak boleh dipindah tangankan kepada
orang atau kelompok lain tanpa persetujuan Raja.
VI.5. Perdagangan.
Dari Buleleng, ada jalur ke: Gitgit, Wanagiri, Buyan, Candi Kuning,
terus bersatu dengan jalur ke Tabanan. Dari Sangsit, Kubutambahan
dan Julah, jalur yang paling ramai menuju Desa-Desa pegunungan
bagian timur, akhirnya menuju pusat kerajaan di Cintamani, dan
Bedahulu. Awalnya perdagangan dilakukan secara barter, yakni
tukar-menukar barang (mepurup-purup), karena Raja-Raja tidak
menciptakan mata uang bagi negerinya. Kedatangan saudagar-
saudagar Cina yang membawa mata uang Cina serta mengajarkan
kepada penduduk Bali Kuna sistem jual-beli menggunakan uang
kartal, menarik perhatian Raja Udayana.
Setelah Bali dirasa aman, maka pada tahun 1324 Masehi atas
perintah Jayanegara, raja Majapahit ke 2, pemerintahan Bali
dikembalikan kepada Wangsa Warma. Raja Shri Dharma Utungga
Dewa Warmadewa memerintah di Bali dari Tahun 1324 sampai
dengan tahun 1328 Masehi, bergelar Shri Paduka Maharaja Bhatara
Mahaguru, dibawah pemerintahan Majapahit.beristana di Bedahulu
yang berada diantara wilayah Bedulu dan Pejeng Gianyar. Untuk
menjalankan pemerintahan beliau mengangkat beberapa petinggi
kerajaan, baik yang berasal dari Majapahit maupun petinggi yang
berasal dari Bali, senapati-senapati itu antara lain : Senopati Kuturan
dipegang oleh Ki Dalang Camok, Senapati Sarbwa diduduki oleh Ki
Candi Lengis, Senapati Weresanten dipegang oleh Ki Jagatrang, Ki
Pindamacan diangkat menjadi senapati Balembunut, Senapati
Baladyaksa dipercayakan kepada Ki Gagak Sumeningrat, senapati
Danda dijabat oleh Ki Kuda Makara atau yang dikenal dengan nama
Ki Kuda Langkat-langkat. Ki Lembu Lateng diangkat menjadi
66
BAB IV
Kerajaan Gelgel.
Untuk mengatasi hal itu Patih Gajah Mada dibawah restu Ratu Tri
Bhuwana Tunggadewi memutuskan mendudukkan Sri Aji Kresna
Kepakisan sebagai adipati Majapahit di Bali pada tahun 1352
Masehi. Beristana di Samprangan sebelah Timur Kota Gianyar
sekarang. Sehingga pada jamannya disebut Dhalem Samprangan.
70
Pada masa awal pemerintahan adipati Bali Majapahit Shri Aji Smara
Kepakisan, masih sering terjadi gejolak-gejolak di wilayah
pedalaman Bali, dilakukan oleh orang-orang Bali Aga yang masih
belum bisa menerima beliau sebagai pemimpin Bali. Berkaitan
dengan hal tersebut, Adipati Bali mengusahakan berbagai cara untuk
mengambil hati Penduduk Bali. Salah satunya dengan melaksanakan
upacara besar di Pura Tegeh Kahuripan atau Pura Bukit Penulisan,
sebagai bentuk penghormatan terhadap arwah raja-raja Bali dahulu.
Hal ini disebabkan bukan karena lunturnya kesetiaan raja Bali, tetapi
lebih banyak disebabkan oleh kondisi pusat kerajaan yang sedang
mengalami kekacauan. Dengan demikian kehancuran Majapahit
yang ditandai dengan
BAB VIII.
Terbentuknya Dinasti Panji Sakti.
Berawal dari istana Gelgel pada sekitar tahun 1568 dalam suasana
tenang, dimana Raja Sri Aji Dalem Sigening menitahkan putrannya
yang bernama Ki Barak Sakti, supaya kembali ketempat tumpah
darah Bundanya di Den Bukit (Bali Utara). Ki Barak Panji bersama
ibunya yang bernama Siluh Pasek, setelah memohon diri kehadapan
Sri Aji Dalem lalu berangkat menuju Den Bukit diantar oleh empat
puluh orang laskar yang dipimpin oleh Ki Dosot dan Ki Dumpyung..
Tercerita keberadaan desa Gendis atau desa Panji saat itu dipimpin
oleh seorang pemimpin yang memerintah dengan sewenang-
wenang, sama sekali tidak menghiraukan kepentingan warga desa
yang dipimpinnya. Ki Pungakan Gendis hanya memerintah untuk
kepentingannya sendiri, menindas rakyat dan setiap hari hanya
berjudi sabungan ayam, tidak perduli dengan masyarakatnya yang
hidup sengsara. Hal itu yang membuat masyarakat Desa Gendis
membenci pemimpinnya. Dalam sebuah kesempatan terjadilah adu
85
Sekitar tahun 1584 Masehi, untuk mencari tempat yang lebih baik
untuk dipakai sebagai ibu kota maka Kota Panji kemudian
dipindahkan kesebelah Utara Desa Sangket. Pada tempat yang baru
inilah Baginda selalu bersuka ria bersama rakyatnya sambil
membangun dan kemudian tempat yang baru ini di beri nama “
Sukasada” yang artinya selalu Besuka ria. Selanjutnya di ceritakan
berkat keunggulan Ki Gusti Panji Sakti, maka Kyai Sasangka Adri,
88
BAB IX
Cikal bakal Desa Let
Foto Gelang Tangan dan kaki yang ditemukan oleh penduduk Desa Let,
disekitar areal Pura Dukuh Desa Let.
91
Guci yang ditemukan oleh penduduk Desa Let, disekitar areal Pura Dukuh
Desa Let.
Foto Cawan yang ditemukan oleh penduduk Desa Let, disekitar areal pura
Dukuh Desa Let.
Foto Cawan Tembaga yang ditemukan oleh penduduk Desa Let, disekitar
areal Pura Dukuh Desa Let.
Sekte Pasupata,
Sekte Linggayat
Sekte Bhagawata,
Sekte Waisnawa,
Sekte Indra,
Sekte Saura,
Sekte Brahma,
Sekte Saiwa,
Sekte Bhairawa.
Desa Batur,
Desa Cempaga,
Desa Songan,
Desa Kedisan,
Desa Abang,
Desa Pinggan,
Desa Munting,
Desa Manikliyu,
Desa Bonyoh,
Desa Katung,
Desa Taro,
Desa Bayan,
Desa Tista,
Desa Margatiga,
Desa Buwahan,
Desa Bulakan,
Desa Merita,
Desa Wasudawa,
Desa Bantas,
Desa Pedahan,
Desa Belong,
Desa Paselatan,
Desa Kadampal dan beberapa desa yang lain.
Agama Siwa yang dipuja ketika ini adalah dari aliran Siwa-
Sidhanta dengan konsep Tri Murti yaitu tiga kemahakuasaan Hyang
Widhi: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Ketiga Dewa Tri Murti tadi
akhirnya dimanifestasikan ke dalam setiap desa adat di Bali dengan
nama Pura Kahyangan Tiga, yaitu:
Tapuwagan,
Desa Pantunan,
Desa Poh Tegeh (Suter),
Pedukuhan Bunga,
Sekahan,
Sekardadi,
105
Panarajon,
Balingkang,
Sukawana,
Desa Penek,
Baan,
Temangkung,
Cerucut,
Ki Pasek Jatituhu,
Ki Pasek Bunga,
Ki Pasek Darmaji,
Ki Pasek Ban,
Ki Pasek Daya,
Ki Pasek Penek,
Ki Pasek Temakung,
Ki Pasek Sikawan,
Dukuh Bunga,
Dukuh Jatituhu, dan
Dukuh Pantunan.
BAB X
Desa Let Jaman Kekinian
Dalam usaha memajukan desa secara fisik dan spiritual Desa Let
dipimpin oleh Manggala Kayangan (Pemangku), Manggala Adat
(Para Juru Adat), dan Manggala Dinas (Para Juru Dinas). Saat ini
Desa Let dipimpin oleh beberapa pemuka masyarakat yang duduk
dalam ke Para Juruan,
1. I Gejen
2. I Made Gundil.
3. I Wayan Genjir.
4. I Wayan Saip
5. I Made Genjing.
6. I Made Malen.
7. I Made Pageh.
8. I Made Kantor.
9. I Wayan Krama.
10. I Made Pageh.
11. I Wayan Badung.
12. I Nyaman Jodog.
13. I Made Doni.
1. I Wayan Godo.
2. I Ngawir
3. I Wayan Nawi.
4. I Made Mangkreg.
5. I Nyoman Legoh.
6. I Wayan Murya.
7. I Nyoman Rinca.
8. I Wayan Puja.
9. I Ketut Gati.
10. I Ketut Kerug.
11. I Made Tekek.
Padma
116
Piyasan
Padma Pelinggih Ratu Sakti
Padma Pelinggih Ratu Lingsir
Pelinggih Mertiwi
1. Bale Petemon
2. Prantenan
3. Prantenan
4. Padma Perantenan
5. Prantenan
Pura Puseh dan Bale Agung Desa Pakraman Let dibangun dalam
satu kawasan, hanya dibatasi dengan tembok penyengker.
123
1. Padma Basukian
2. Pelinggih Penyawangan Kemulan Pura Lumbau
3. Pelinggih Penyawangan Dukuh Sakti
4. Pelinggih Penyawangan Pucak Gunung Mangu
124
1. Kori Agung
2. Apit Lawang
3. Apit Lawang
4. Bale Kemit
5. Bale Kulkul
6. Titi Gonggang
7. Wantilan
Pelinggih Pengangon
1. Padmasana
2. Pelinggih Gedong Dalem Pingit
3. Piyasan
4. Pengrurah
5. Gedong simpen
130
1. Plapuan
2. Padma Tegal Suci
1. Merajapati
Pura Mrajapati
BAB IV
Upaya Krama Desa
Menjaga Kekuatan Spiritual Desa Let
Sakti atau Pura Pucak Andong, kemudia pada hari Saniscara Wage
Prangbakat tanggal 5 Mei 2012 kembali masyarakat melaksanakan
upacara Pasupati Tapakan yang dilaksanakan oleh Jro Mangku
Puseh dan Jro Mangku Bale Agung serta semua Tapakan, disaksikan
oleh semua krama Desa Pakraman Let.
“orang yang terlepas dari dosa adalah orang yang makan sisa dari
persembahan/Yadnya”.
146
Yasa Kerti dalam hal perbuatan yang baik dituangkan dalam butir
sebagai berikut :
148
Matur Piuning.
Melasti
Prosesi Melasti
153
Puncak Karya.
Foto Meajar-ajar
155
BAB XII
Berbagai Bentuk Upacara Yadnya
di Desa Pakraman Let
Artinya:
Pada jaman dulu kala Praja Pati (Tuhan Yang Maha Esa)
menciptakan manusia dengan Yadnya dan bersabda. Dengan ini
engkau akan mengembang dan akan menjadi kamanduk (memenuhi)
dari keinginanmu.
Dari sloka di atas dapat kita lihat secara jelas, bahwa kita
melaksanakan Yadnya atas dasar Tuhan mengawali menciptakan
156
Artinya:
Artinya:
157
Orang yang baik, maka apa yang tersisa dari Yadnya, mereka itu
terlepas dari segala dosa, akan tetapi mereka yang jahat yang
menyediakan makanan kepentingan sendiri, mereka itu adalah
makan dosanya sendiri.
Ngelepas.
Pangeroras
XII.4.4.Akambuhan.
Tiga Bulanan
ucapan terima kasih yang tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, juga kepada Leluhur yang sudah berkenan lahir kembali
(Manresti) di keluarganya. Bentuk upakara dibagi diantara 2 tempat
antara lain :
Pesakapan (Pernikahan)
Dua orang Serati (Tukang Banten) Desa Let yang memberikan keterangan
tentang Upakara Meyanin dan Metuwun.
Santun Bekel,
Pujung Sagi,
Galeng Uang kepeng berisi uang kepeng 25.
Pebresihan,
Pengurug-urug,
Pengerekan,
Leluwur,
Pras Ajengan,
Santun Pengelukatan dan
Santun Penganteb.
Pras Ajengan,
Base Taksu atau Base Kaput
Segan.
Peras ajengan,
Santun,
Lis panglukatan,
Penganteb dan
Segehan manca warna.
Angkeb Baga
menggunakan pembersihan lengkap.
Tumpeng 17,
Banten Pejuitan,
Angkeb nasi dan
Base Penamyung
Pada saat Sawa (Mayat mulai diangkat dari Bale Adat untuk
diusung ke Setra (Kuburan Adat), di dahului dengan orob, madik
penatas, tabunan dan Sekar ura (uparengga depan sama seperti
ngaben pada umumnya). Wimba Watangan (Mayat) menggunakan
menggunakan kayu dadap sebagai peminda watangan (sebagai
pengganti mayat) dan dibungkus dengan kain kemudian di bungkus
kembali dengan rante yang di buat dari banbu, dan sawapun di
175
Rujak,
Wedang,
Soda.
Bayuan 1 pasang,
Suci 1 pasang,
Jejanganan 1 pasang,
Darpana 1 pasang,
Pepleduk 2 pasang,
Haturan Madahar 1 pasang soroh 11,
Malang-malang 2 pasang,
Itik Hitam 2 pasang,
Itik Putih 2 pasang,
Kelepon 2 pasang,
Soroh Tutu Babi 2 pasang,
Soroh Tutu Bebek 1 pasang,
Soroh Tutu Ayam 1 Pasang,
Kakul 1 pasang,
Telur 1 pasang,
Palang Tangar,
Enjer-enjer 2 pasang,
Jerimpen Tegeh 1 pasang,
Jerimpen Sate 1 Pasang,
Jerimpen Pengempu 1 pasang,
Pengelukatan 1 pasang,
Rawosan Tumpeng 11,
Tegen-tegenan,
Rosan Penganteb.
186
Suci 1 soroh,
Base Taksu,
Jajan Pasar,
Kopi dan
Segeh Manca.
187
Suci 1 pasang,
Eteh-eteh Pelinggih,
Rawosan penganteb dan
Segan Manca.
Pejati,
Canang Lantasan,
Cepale,
Soda,
Suci,
Darpana
Sangsangan.
Dapetan,
Tetabuwan,
Rawosan Pulagembal 1 pasang,
Suci 6 soroh,
Tebasan Prayascitha Durmanggala dan
Pengelasta.
Suci 4 soroh,
Bebek Guling dan
Pejatian 1 pasang.
188
Suci 4 soroh,
Bebek Guling,
Ketengan,
Kawisan,
Penganteban,
Jauman dan
Tebasan Kusuma Jati.
Santun Gede,
Memasak Bubur Soda beralaskan daun pisang.
Segehan,
Suci,
Pejati juga
Pakalayangan Pamutus,
Tirtha Dukuh,
189
Suci 9 Soroh
Soroan 2 Soroh
Tebasan Pemiakala
Tebasan Perascita
Tebasan Durmengala
Tebasan Kusumajati
Tebasan Panca Kelud
Dengan Ulam Bebek Belang Kalung
Ayam 1 Manca
Ayam Metunu 1 Manca
Sengkaduan
Tebuana
Belong
Taro Kelod
Bonjaka
Pujung Kaja
Tumbakasa
Soroan Tumpeng 7
Penganteb
Canang Lantasan
Cawu Petik Rujak
Minyak wangi
Segehan Manca
Soroan tumpeng 7
Penganteb
Segehan Manca
Suci asoroh
Rayunan 1 soroh dan
Segehan Manca
1 soroh Suci
Timamah bebek putih ketengan 8, kawisan 1, sanggah
cucuk
Tebasan Pancawara
1 soroh Santun (soroh 4)
Penganteb dan Segehan manca
4 soroh Suci
Suci 1 soroh di pelinggih Ratu Pujung
Suci 3 soroh di ajeng sesuunan
Suci 1 soroh di pelinggih Kemulan Bali Aga
Soroan tumpeng 7 asoroh di pelinggih Pengenteg
Canang Sasidan dari persembahan krama desa
Linggih selam 8 soroh
Linggih bawi 10 soroh
Rayunan 5 soroh
Suci 7 soroh
Rosan tumpeng 17 (1 soroh)
Rosan tumpeng 11 (1 soroh)
Rosan tumpeng 7 (2 soroh)
Pejati 1 soroh
Pebangkit 1 soroh
Bangun ayu bebek 1 soroh
Bebek putih meguling 1 ekor
Bebek sebulu meguling 1 ekor
197
Tebasan prascita
Tebasan durmangala
Tebasan kusumajati
Santun gede 1 soroh
Lis gede aprancak
Tapakan ungan
Pegeneng gelar sanga
Suci 10 soroh
Rempahan bebek 3 soroh
Rosan tumpeng 7 (3 soroh)
Rosan tumpeng 11 (3 soroh)
Penuhuran suci (1 soroh)
Penyimpenan suci (1 soroh)
Rosan tumpeng 17 (1 soroh)
Tapakan 3 soroh
Bangkit bebek 1 soroh
Dan pegeneng gelar sanga
Nasi 3 takep
Telor bebek di kukus 1 takir
Telor ayam di kukus 2 takir
Cabai 2 takir
Garam 2 takir
Bebek guling 1 ekor
198
Cepala 1 pasang
Aqua, teh, kopi, air bungkak
Rokok 1 bungkus dan korek
Tapakan pelinggih 1,
Pejati 1,
Soroan 1,
Suci 1 soroh,
Jauman, penyeneng biying, meraka – raka, nyanyah
gringsing, pisang mas, panca pala.
Segeh agung,
Santun gede,
Panca pala.
Jauman 1 soroh
Suci 1 soroh
Penangkan 1 meulam 33an
Segehan manca
Suci 1 soroh
Jerimpen sate bawi 1 soroh
Suci 1 soroh
Suci 1 soroh
Pras ajengan santun
Penangkan 1 meulam 33an
Lengkap berisi canang lenga wangi, burat wangi
Nasi gibungan
Penganteb dan segehan manca
Suci 14 soroh
Pebangkit 1 soroh
Rosan tumpeng 17 (1 Soroh)
Rosan tumpeng 11 (2 soroh)
Rosan tumpeng 7 (2 soroh)
Bangun urip itik (1 soroh)
Pejati 1 soroh
Lis gede
Pregembal
Jejanganan
Pegendeng gelar sanga
Tutuan
201
Jauman
Santun gede
Rerasmen : Kacang ijo 11 tangkih dan Sambel Rajang 11
tangkih
Tumpeng 66
Tumpeng 33
Tumpeng 22
Tumpeng 17
Tumpeng 11
Tumpeng 9
Tumpeng 5 manca
Tumpeng 3
Tumpeng 1
Tumpeng 33
Tumpeng 22
Tumpeng 17
Tumpeng 11
Tumpeng 9
Tumpeng 5
Tumpeng 3
Tumpeng 1
Tebasan Pemutus
Santun Gede
Segehan Manca
Suci 1 soroh
Pejati 1
Penangkan 33 = 1
Segehan nuut urip
Penganteb
Suci 1 soroh
tumpeng 11 (1 soroh) meulam itik meguling
Suci 1 soroh
Pras ajengan santun
Pis bolong 11 keteng
Sekerura pis 11
Beras kuning medaging samsam canang sari
Penganteb, segehan manca
(Saraswati 1-2.)
Om Saraswati namotubhyam
varade kama rupini,
siddhirambha karisyami
siddhir bhavantu mesada
(Saraswatistava I)
Jadi inti dan makna dari Hari Raya Kuningan itu sendiri
adalah memohon keselamatan, kemakmuran, kesejahteraan,
perlindungan juga tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara,
dan para Pitara agar semua yang diinginkan bisa terkabul dan
terlaksana seijin Hyang Widhi.
Upacara Nebasin.
209
Pengulapan 1 soroh
Dapetan sorwan tumpeng 7 (2soroh)
Jauman
Tebasan ksumajati
Tebasan pancakelud
Tebasan penyapa dewa
Tebasan biakala
Tebasan prascita durmangala
Lis 1 soroh
Canang tapakan
Santun gede 1
Tutuan
Ayam manca melayang amanca
Bebek welang kalung
Ayam manca metunu amanca
Pecaruan di jaba tengah memakai sarana ayam brumbun
melayang layang dengan upakaralengkap. Sedangkan pada prosesi
upacara Penyeeban / pengulapan di jaba Pura Dugul dilaksanakan
dengan upakara :
Dapetan tumpeng 7 (2 soroh)
Tebasan prascita
Tebasan durmangala
Tebasan pemiakala
Lis gede
Eteh-eteh penganteb jangkep
Segehan manca
Beberapa jenis upakara dipergunakan untuk prosesi mesucian di
jaba Pura Dugul diantaranya:
Penyeeban 1 soroh
Pengulapan 1 soroh
Dapetan sorpan tumpeng 7 (2 soroh)
Suci 1 soroh meulam bebek meguling
Lis 1 soroh
214
Jauman
Rosan penganteb
Segehan manca
Upakara di jeroan Pura Dugul :
Suci 2 soroh
Soroan tumpeng 7 (1 soroh)
Pejati
Penganteb jangkep
Segehan manca
Upakara yang di haturkan di palinggih Padma antara lain :
Tapakan pelinggih jangkep
Pebangkit selam 1 soroh
Pregemal 1 soroh
Pemugbug malang-malang
Soroan tumpeng 17 (1 soroh)
Soroan tumpeng 11 (1 soroh)
Soroan tumpeng 7 (1 soroh)
Suci 7 soroh
Eteh-eteh gelar sanga jangkep
Jejangannan
Santun sarwa pat (2 soroh)
Pejati 1 soroh
Penganteb 2 soroh
Penyeneng, canang raka, ajuman
Tegteg 1, lis gede 1
Jerimpen apasang
Tutuan, jemek, jauman
Tebasan Penyapa Dewa,
Tebasan Dewa Rauh
Tebasan Guru,
Tebasan Prascita,
Tebasan Durmangala
215
Pejati selem 1
Jauman selem apasang
Segehan cacan 118 selem
Gantal 118, rokok 118
Bubuh tabah 118, ulam putih telur
Metatakan don dapdap
Dan juga yang terdiri dari aturan warga desa
Sesampai di jeroan Pura Dalem dihaturkan upakara :
Timamah atau plantar
Itik putih melayang
Tebasan Panca Wara
Di ayun widhi dihaturkan upakara :
Bangkit bawi 1 soroh
Kucit pineng meguling
Eteh-eteh pelinggih lengkap 3 soroh
Pemugbug 11 soroh
Bangun urip itik 1 soroh
Santun gede 1 soroh
Pregemal 1 soroh
Jejangan 1 soroh
Rosan penyeneng mumbul
Jauman 1 soroh
Pejati santun gede
Eteh-eteh gelar sanga lengkap
Penyineban suci
Ulam itik meguling
Soroan tumpeng 17 (11 soroh)
Soroan tumpeng 11 (3 soroh)
Soroan tumpeng 11 selem (1 soroh)
Soroan tumpeng 7 (3 soroh)
Tebasan Penyapa Dewa terdiri dari :
o Tebasan Dewa rauh
o Tebasan Guru
217
Pejati 1 soroh
Pemugbug 1 soroh
Malang-malang 1 soroh
Suci 1 soroh
Rempahan bebek 1 soroh
Penganteb, segehan manca
Setiap tilem di haturkan Malang nurut krama banjar bergilir
di jaba pura Pelapuan dilaksanakan prosesi menghaturkan beberapa
upakara antara lain :
Di Pelinggih Surya di haturkan upakara :
o Tapakan pelinggih
o Jauman 1 soroh
o Suci 1 soroh
o Tebasan Kusumajati
o Pejati 1
o Penganteb
Di sor surya di harturkan upakara :
o Santun gede
o Penyeeban 1 soroh
o Bayuan 1 soroh
o Pengulapan 1 soroh
o Dapetan tumpeng 7 (2 soroh)
o Tebasan Pamiakala
o Tebasan Prascita,
o Tebasan Durmangala
o Segehan sepesatus
o Cau dan nasi mekaput 99
Memakai caru godel dengan upakara :
Suci 1 soroh
Penganteb jangkep
Tapakan di ulu godel (santun gede 1 soroh)
Di pura Dalem Merajapati di haturkan upakara :
Bencahan itik 1 soroh
220
Suci 1 soroh
Tapakan palinggih jangkep
Soroan tumpeng 11 (11 soroh)
Soroan tumpeng 7 (1 soroh)
Pemugbug bebek 1
Malang-malang 22
Pejati 1
Jauman 2
Tebasan Prascita,
Tebasan Durmangala
Penganteb
Segehan manca.
Di Hulun Setra di haturkan upakara :
Suci 2 soroh
Pras ajengan santun 2
Darpana 2
Penangan 2
Penganteb
Segehan manca
Upacara penyiiban di haturkan :
Suci 1 soroh dengan ulam bebek meguling
Suci tumpeng 11 asoroh
Santun gede
Segehan manca
Di ayun widi dihaturkan upakara :
Upakara pemlaspas bakti dengan peras ajengan santun
Upakara penunasan penurgan prejuru dan krame sami
dengan pras ajengan santun,
Penyiksikan gede, tubungan 66, jinah bolong 66, beras
apatan, canang aungan
Aturan krame agar dilengkapi dengan tegteg
221
Gibungan 5 tanding,
Segeh agung,
Telur 2, telur ayam kampung 1,
Kucit butuan 1,
Suci selem 1,
Pejati selem 1,
Jauman selem 1 pasang,
Segehan cacah 118,
Santun sarwa 4 ( 1 Soroh )
Aturan untuk prakangge antara lain :
Bubuh tabah yang di hidangkan di atas daun dapdap
sebanyak 118 tanding,
Lekesan 118, rokok ganda 118,
Jajan laklak, tape,
Tetabuhan arak berem,
Di natar madya mandala ada juga dihaturkan upakara:
Gibungan beralaskan daun telujungan ulam telur goreng sebelas
telur di kukus 5 kacang saur, Gerang. Sementara upakara di
trowongan terdiri dari : Pejati 1 dan segan manca.
Upacara Wali di pura Dukuh atau di Pelinggih Buda
Upacara wali di Pura Tegalsuci dilaksanakan pada saat
Tumpek Kuningan atau hari Sabtu Kliwon wuku Kuningan dengan
menghaturkan beberapa upakara, antara lain:
Rempahan Itik,
Tapakan Pelinggih lengkap,
Pemugbug (1 soroh),
Malang-Malang (1 soroh),
Salaran dan
Segehan
salaran,
Tebasan Pemutus atau Rejang Baris,
Segan Manca Warna.
Upacara yang dihaturkan di Bale Agung Dangin.
Linggih 4 tanding,
Ulam Kawisan.
Malang Inum sejumlah Krama Subak,
Sorowan 1,
Segan Manca Warna.
Tapakan dene jangkep,
Rosan Tumpeng 11 (1 soroh),
tumpeng 6 (1 soroh),
Pemugpug,
Jrimpen sepasang,
Malang-malang (22 tanding),
Bangun Urip,
Itik Kerep Bulu,
Rayunan,
Segan Manca Warna.
Upacara yang dihaturkan di Bale Agung Dauh:
Rosan tumpeng 6.
Upacara yang dihaturkan di Ngrurah Agung;
Sorowan tumpeng 6 = 1,
santun 1,
penagkan 33 abesik,
rayunan sesolahan sabuh-sabuhan,
segan manca warna.
Upacara yang dihaturkan pada saat prosesi Ngelebar:
Rosan tumpeng 11,
Santun,
Jrimpen Jatah Asese,
230
Salaran,
Segan Manca Warna.
Upacara yang dihaturkan di rumah-rumah atau di Pamerajan.
Ajuman Putih Kuning,
Canang Lenga Wangi Burat Wangi,
Segan (5 tanding).
Upacara yang dihaturkan di kebun atau palemahan.
Pengendag Pertiwi,
Tulung Urip,
Ajuman Putih Kuning,
Alis acarang Pucuk Putih,
Segan 5 tanding putih kuning.
Prosesi Upacara Mulai Menanam Padi di Sawah Desa.
Prosesi Upacara mulai menanam Padi di Sawah Desa
dilakukan saat bulan pertama bertemu Purnama atau upacara yang
dilaksanakan bersamaan bulan Purnama. Seing disebut upacara
memulai menanam padi atau Ngembak Duasa nandur padi. Di Pura
Subak atau Pura Pucak Andong, Rosan Tumpeng 6 (4 soroh).
Upakara yang dihaturkan di Padma Penyawangan Dura desa:
Penangkan 33,
Sorowan 1 soroh,
Segan Manca Warna.
Upakara di Beji atau Pemandian Suci:
Pras ajengan,
Santun,
Kelanan Dampulan,
Penangkan 33 jangkep,
Rosan Tumpang 6 (1 soroh),
Canang Lenga Wangi Burat Wangi,
Segan Manca.
231
Ulam Katik 5,
Rosan Tumpeng 6 (1 soroh).
Tapakan Dene Jangkep Rosan Tumpeng 11 (1 soroh),
Tumpeng 6 (1 soroh),
Pemugpug Jrimpen (1 pasang),
Malang-malang 22 tanding,
Bangun Urip,
Itik Kerep Bulu,
Segan Manca Warna.
Santun Penganteb,
Segahan Manca Warna.
Dalam prosesi upacara yang lebih kecil (wali ngalitin),
dihaturkan upakara:
Tapakan lengkap,
Canang Cepala,
Canang Lenga Wangi Burat Wangi,
Rosan Tumpeng 1 (1 soroh),
Tumpeng 6 (1 soroh),
Pejati,
Santun Penganteb,
Penyeneng,
Tebasan Pemutus,
Segahan Manca Warna.
Jenis upakara yang dihaturkan di Pura Dalem Pelapuan, antara lain:
Rosan tumpeng 6,
Timus persembahan Krama,
Segahan Manca Warna.
Jenis upakara yang dihaturkan di Rumah dan Mrajan atau Sanggah
Krama, antara lain:
Ajuman Putih Kuning atau Timus,
Raka Jangkep,
Segehan Cacahan (5 tanding).
Jenis upakara yang dihaturkan di Tegalan atau Palemahan, antara
lain:
Ajuman putih kuning,
segahan manca warna.
240
Upacara di Gong.
o Peras Ajengan Santun,
o Nasi Megibungan Dengan Daging Sate 33,
o Segan Manca Warna,
o Penyeneng
Upacara di Bale Agung Dangin.
o Linggih (4 tanding),
o Daging (ulam) kawisan,
o Ajengan Ratu Alit (4 tanding),
o Malang Inumang Manut Ketekan Krama,
o Maulan / Daging Jatah/ Sate Babi (katik 5).
o Tapakan Dene Jangkep,
o Pamugpug,
o Jerimpen (1 pasang),
o Malang-malang 22 tanding,
o Rosan Tumpeng 11,
o Tumpeng 6,
o Pejati,
o Bangunurip Itik,
o Segan Manca Warna,
o Rayunan,
o Penyeneng.
Upacara di Bale Agung Dauh:
o Rosan tumpeng 6 satu.
Upacara di Ratu Ngruruah Agung:
o Peras Ajengan,
o Santun,
o Penengkan (1 tanding),
o Segan Manca Warna,
o Pamuput Sasolahan Sabuh-Sabuhan.
Upacara Nglebar.
o Rosan Tumpeng 11,
o Jerimpen Asele,
o Santun ,
o Salaran,
o Segahan Manca Warna.
242
BAB XIII
Penutup
Pada hakikatnya, bhakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi
Wasa bisa diwujudkan oleh Umat Hindu lewat berbagai bentuk.
Rasa syukur atas anugrah Beliau, memuja dan mensucikan
Pelinggih Arcana Widhi, membangun dan memperbaiki Pelinggih
Kahyangan, menelusuri sejarah yang erat kaitannya dengan
kehidupan sosial religius masyarakat setempat, adalah sebagian
kecil bentuk Sradha Bakti terhadap Keagungan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Membuat kesadaran yang maha tinggi bahwa segala
sesuatu yang ada di muka dunia ini adalah berkat ciptaanNya, berkat
pemeliharaanNya, dan terakhir hanya Beliaulah yang mempunyai
kekuasaan melebur. Konsep-konsep tersebut sudah terpatri dalam
jiwa setiap masyarakat Hindu di Bali.
Semua Yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali
khususnya merupakan salah satu jalan untuk menciptakan hubungan
yang harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, harmonis
dengan manusia sekeliling dan harmonis dengan alam
lingkungannya. Konsepsi ini dikenal dengan nama Tri Hita Karana.
Keseluruhan bagian dari konsep Tri Hita Karana tersebut dipakai
sebagai dasar kehidupan di Desa Pakraman. Hal ini diperkuat
dengan adanya Kahyangan Puseh, Dalem dan Bale Agung atau
Kayangan Tiga. Wilayah Desa Pakraman juga dibagi menjadi tiga
wilayah, atau Tri Mandala, yaitu Uttama Mandala, Madya Mandala
dan Nista Mandala.
Wilayah Desa Pakraman bagian Uttama Mandalanya terdiri
dari Kahyangan Tiga sebagai wilayah yang disakralkan oleh
penduduk, dipakai sebagai tempat melaksanakan prosesi upacara
keagamaan. Madya Mandala adalah wilayah pemukiman, yaitu
wilayah yang berada diantara sakral dan profan, karena menjadi
tempat penduduk atau masyarakat beraktivitas rumah tangga. Nista
Mandala adalah wilayah Pekarangan, Sawah, Teba dan sebagainya,
merupakan wilayah profan tempat masyarakat melakukan aktivitas
pekerjaan untuk melanjutkan kehidupannya.
244
Daftar pustaka