Anda di halaman 1dari 10

B.

INDONESIA
(Cerita Tentang Gunung Mekongga Sulawesi Tenggara)

DI

N
OLEH :
Kelompok 1
Kelas XII Mipa 2

 MUH. FURQAN
 INA NASTAINA
 ABEL WIDIASTIRA
 MUH. ERLENDI
 NIA RAMADANI

SMA NEGERI 1 KODEOHA


TAHUN PELAJARAN 2021/2022
Identitas Buku
Judul : Asal usul Gunung Mekongga

Penulis : Deasy Tirayoh

Penerbit : kantor Bahasa Sulawesi Tenggara

Tahun terbit : 2017

Deskripsi Fisik : 30 Halaman : ilustrasi ; 21cm

Sinopsis Cerita
Warga Sulawesi Tenggara mungkin sudah tak asing dengan nama Gunung Mekongga. Namun, tak
banyak yang mengetahui kisah di balik asal mula Gunung Mekongga. Berdasarkan bahasa setempat,
Gunung Mekongga memiliki makna gunung tempat matinya burung elang atau garuda raksasa.
Alkisah, burung yang banyak mengganggu warga sekitar itu ditaklukkan oleh seorang pemuda
bernama Tasahea dari Negeri Loeya.

Cerita Rakyat Asal Mula Gunung Mekongga

Alkisah pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah wilayah yang bernama Negeri Sorume (kini
dikenal dengan nama Negeri Kolaka). Negeri tersebut dikenal damai, tentram, dan ditinggali
orang-orang yang giat bekerja

Pada suatu hari, mendadak muncullah seekor burung garuda raksasa yang mengacaukan
negeri itu. Setiap hari ia menyambar, membawa terbang, kemudian memangsa binatang
ternak milik penduduk. Mulai dari kambing, sapi, hingga kerbau berukuran besar.

Hal tersebut tentu saja membuat penduduk merasa gelisah karena jika kondisi tersebut terjadi
terus menerus, maka lama kelamaan binatang ternak milik penduduk akan habis. Kemudian
setelah semua binatang ternaknya habis, para penduduk khawatir dan cemas kalau merekalah
yang akan menjadi santapan burung garuda itu.
Bahkan, para penduduk sampai takut pergi ke luar rumah untuk mencari nafkah dan bekerja.
Karena mereka tak mau mendadak burung garuda itu memangsa mereka ketika mereka
tengah bekerja.

Salah satu tempat yang yang takut mereka lewati adalah padang luas yang dikenal dengan
nama Padang Bende. Padang tersebut merupakan pusat lalu lintas penduduk yang berniat
menuju ke kebun masing-masing. Namun, sejak kehadiran burung garuda itu, padang tersebut
menjadi sangat sepi karena tak ada satu pun penduduk yang berani melewatinya.

Kehadiran Larumbalangi

Suatu hari, terdengar sebuah kabar bahwa di Negeri Solumba (kini dikenal dengan nama
Belandete) hiduplah seorang pemuda yang cerdik, pandai, dan sakti bernama Larumbalangi.
Pemuda tersebut memiliki sebilah keris dan selembar sarung pusaka yang jika digunakan bisa
membuatnya terbang.

Pemimpin Negeri Sorume yang mengetahui hal itu pun langsung mengutus beberapa
penduduk untuk menemui Larumbalangi di Negeri Solumba. Bahkan, mereka sengaja
menyusuri hutan lebat dan menyelinap di antara pepohonan besar agar bisa menghindari
burung garuda itu.

Setelah sampai di Negeri Solumba, tanpa menunggu lama para utusan itu langsung menemui
Larumbalangi. Kemudian, para utusan itu langsung menceritakan peristiwa apa yang tengah
menimpa negeri mereka. Untungnya, Larumbalangi memahami hal itu dan berniat untuk
membantu.

“Kalian tidak perlu khawatir dengan keadaan ini. Karena sebenarnya, bahkan tanpa
bantuanku secara langsung sekalipun, kalian bisa menghadapi keganasan burung garuda itu,”
ucap Larumbalangi tersenyum simpul.

“Bagaimana caranya? Jangankan untuk melawan burung garuda itu, keluar dari rumah saja
kami tidak berani, Larumbalangi,” jawab salah satu utusannya.

“Yang perlu kalian lakukan adalah kumpulkanlah buluh bambu yang sudah tua, kemudian
ciptakan bambu runcing sebanyak-banyaknya. Kemudian carilah seorang laki-laki pemberani
dan perkasa untuk dijadikan sebagai umpan di tengah padang. Pagarilah orang tersebut
dengan bambu runcing dan ranjau,” ungkap Larumbalangi pada para utusan itu.
Mencoba Saran Larumbalangi

Awalnya, para utusan itu masih merasa ragu ke mana arah dari rencana Larumbalangi itu.
Namun, karena mereka tidak mengetahui cara lain untuk mengatasi burung garuda itu,
terpaksa mereka kembali ke negerinya dan menyampaikan pesan dari Larumbalangi.

Pemimpin Negeri Solumba pun langsung mengadakan sayembara untuk mengumpulkan para
pendekar dan ksatria, baik yang ada di dalam negeri atau berasal dari negeri lain. Tujuannya
adalah mencari ksatria paling pemberani yang bisa dijadikan umpan dan menaklukkan
burung garuda itu.

Di hari yang telah ditentukan, ratusan ksatria berdatangan dari berbagai negeri untuk
memenuhi undangan dari sang pemimpin Negeri Solumba. Mereka semua sudah bersiap dan
berkumpul di depan rumah salah satu sesepuh.

“Wahai saudara-saudaraku sekalian! Barang siapa ada yang terpilih sebagai umpan kemudian
berhasil menaklukkan burung garuda itu, jika ia adalah seorang budak, maka nantinya akan
diangkat sebagai bangsawan. Jika ia adalah seorang bangsawan, maka nantinya akan diangkat
sebagai pemimpin,” ucap sang sesepuh yang langsung disambut dengan sorak sorai.

Sayembara itu pun dilakukan dengan penuh ketegangan. Setiap peserta berusaha
memperlihatkan kesaktian dan kekuatannya. Setelah beberapa saat, akhirnya sayembara
tersebut dimenangkan oleh seorang budak laki-laki dari Negeri Loeya yang bernama Tasahea.

Kedatangan Sang Burung Garuda

Di waktu yang telah ditentukan, Tasahea dibawa ke Padang Bende untuk dijadikan sebagai
umpan. Tasahea diminta untuk berdiri di tengah-tengah padang kemudian dipagari puluhan
bambu runcing. Ia sendiri juga dibekali dengan sebilah bambu runcing yang sudah dilumuri
racun.

Setelah semuanya dirasa sudah siap, Tasahea ditinggalkan sendirian di tengah padang itu
seraya menunggu kedantangan burung garuda. Sementara itu, beberapa warga bersembunyi
di balik rimbunnya pepohonan hutan di sekitar padang.
Ketika hari sudah nyaris menjelang tengah hari, langit yang awalnya terlihat cerah mendadak
menjadi mendung. Hal itu merupakan pertanda bahwa burung garuda tengah mengintai
mangsanya.

Benar saja, tak lama kemudian burung garuda itu muncul dan terlihat senang karena melihat
sesosok manusia tengah berdiri di tengah Padang Bende. Karena sangat kelaparan, burung
garuda itu langsung langsung terbang rendah berusaha menyambar Tasahea.

Namun, malang bagi burung itu, belum sempat ia cakarnya mencengkeram Tasahea, tubuh
dan sayap burung garuda itu tertusuk bambu runcing. Hal itu langsung membuat sang burung
garuda memekik kesakitan.

Kesempatan Bagi Tasahea

Tasahea pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan cekatan ia langsung
melemparkan bambu runcing ke arah dada sang burung garuda. Sekali lagi, sang garuda
menjerit kesakitan seraya mengepakkan sayapnya untuk melarikan diri.

Setelah berhasil melepaskan diri, garuda itu berusaha terbang tinggi menuju Kampung
Pomalaa, melewati Kampung Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, dan Palau Maniang.
Namun, belum sampai ke Kampung Pomalaa, sang garuda terjatuh di sebuah puncak gunung
yang tinggi karena kehabisan tenaga. Pada akhirnya, burung garuda itu mati di puncak
gunung tersebut.

Keberhasilan Tasahea dalam menyingkirkan burung garuda itu langsung disambut dengan
penuh kegembiraan oleh seluruh penduduk negeri Kolaka. Mereka bahkan mengadakan pesta
selama tujuh hari tujuh malam.

Pada puncak pesta di malam ke tujuh, mendadak seluruh penduduk negeri Kolaka mencium
bau bangkai yang sangat menyengat. Tak hanya itu, tak lama kemudian tersebarlah wabah
penyakit yang mematikan. Banyak warga yang terserang sakit perut hingga muntah-muntah.
Bahkan, tak sedikit yang akhirnya meninggal dunia.

Lebih buruknya lagi, sungai, pepohonan, dan tanaman penduduk mulai dipenuhi ulat tanpa
alasan. Tak ada satu pun tanaman yang ditanam warga bisa dipetik hasilnya. Alhasil, para
warga yang selamat dari penyakit mematikan itu pun pada akhirnya tetap meninggal dunia
karena kelaparan.
Penduduk yang masih hidup dan panik pun berusaha mencari solusi dari permasalahan
tersebut. Mereka kemudian kembali teringat pada Larumbalangi yang tinggal di Negeri
Solumba. Tanpa menunggu lama, beberapa utusan langsung berangkat untuk menemui sang
pemuda sakti tersebut.

Bantuan dari Larumbalangi Lagi

“Wahai Larumbalangi, negeri kami kini dilanda musibah lagi,” ucap salah satu utusan setelah
bertemu dengan Larumbalangi.

“Ada musibah apa lagi yang menimpa kalian?” tanya Larumbalangi tanpa terlihat khawatir.

“Negeri kami kini dilanda bencana yang sangat mengerikan dan mematikan, Tuan!” ucap
seorang utusan yang lain seraya menceritakan semua kematian yang terjadi di negeri mereka.

“Begitukah? Kalau begitu keadaannya, segeralah kembali ke negeri kalian. Tak lama lagi,
semua musibah ini akan segera berakhir,” ujar Larumbalangi dengan penuh keyakinan.

Meskipun sempat ragu, namun para utusan itu akhirnya pergi dan kembali ke Negeri Sorume.
Setelah kepergian mereka, Larumbalangi segera memejamkan mata dan memusatkan
konsentrasinya. Ia membaca doa seraya menengadahkan kedua tangannya ke langit.

“Ya Tuhan, selamatkanlah seluruh penduduk Negeri Sorume dari bencana ini. Turunkanlah
hujan yang deras sehingga bangkai burung garuda dan ulat-ulat itu bisa hanyut terbawa arus
banjir!” ucapnya dengan penuh keyakinan.

Benar saja, tak lama kemudian Tuhan pun mengabulkan permohonan Larumbalangi. Cuaca
di Negeri Sorume yang awalnya cerah, mendadak menjadi gelap gulita. Awan gelap
menggumpal menjadi hitam dan suara petir terdengar menyambar bersahut-sahutan.

Hujan deras pun turun tanpa henti selama tujuh hari tujuh malam dan menyebabkan seluruh
sungai di negeri tersebut dilanda banjir besar. Untungnya, bangkai dan tulang belulang
burung garuda itu juga terbaaw serta oleh arus air sungai. Begitu pula dengan ulat-ulat yang
melekat di dedaunan dan pepohonan pun hanyut sampai ke laut.

Pada akhirnya, gunung tempat terjatuh dan terbunuhnya burung garuda itu dinamakan
Gunung Mekongga. Sementara sungai besar tempat hanyutnya bangkai sang burung
dinamakan Sungai Lamekongga.

Budak laki-laki bernama Tasahea dari Negeri Loeya yang berhasil menaklukkan burung
garuda tersebut akhirnya diangkat derajatnya menjadi bangsawan. Sementara Larumbalangi
diangkat menjadi pemimpin Negeri Sorume.
Unsur Intrinsik Asal Mula Gunung Mekongga
1. Tema

Inti cerita dari asal mula penamaan Gunung Mekongga ini adalah tentang perjuangan warga
Negeri Sorume. Khususnya ketika ada serangan dari burung garuda pada ternak-ternak
mereka dan ketika ada bencana penyakit yang mematikan setelah kematian burung garuda
tersebut.

2. Tokoh dan Perwatakan

Ada beberapa tokoh yang disebutkan dalam cerita asal mula Gunung Mekongga yang satu
ini. Namun, hanya ada dua tokoh yang disebutkan namanya secara spesifik, yaitu
Larumbalangi dan Tasahea.

Larumbalangi merupakan seorang pemuda yang cerdas, sakti, dan baik hati dari Negeri
Solumba. Hal itu bisa terlihat dari sikapnya ketika dengan senang hati ia memberikan saran
untuk menolong Negeri Sorume yang tengah terkena masalah dua kali.

Sementara Tasahea adalah seorang budak dari Negeri Loeya. Ia memiliki sifat pemberani dan
tak ragu menjadi umpan di tengah Padang Bende. Selain itu, dengan penuh keberanian ia juga
melemparkan bambu runcing ka arah sang burung garuda hingga membuat burung itu terluka
parah.

Selain kedua tokoh tersebut, ada juga beberapa tokoh lain yang tidak disebutkan namanya
dan tidak memiliki watak yang menonjol. Di antaranya adalah pemimpin Negeri Sorume,
sesepuh Negeri Soruma, para utusan yang diminta untuk menemui Larumbalangi, dan para
ksatria pemberani yang berniat membunuh sang burung garuda.

-Tokoh protagonis

Tasahea dan masyarakat negeri sorume

-Tokoh antagonis

Burung garuda

-Tokoh tritagonis

Larumbalangi
3. Latar

 Latar tempat

Latar lokasi yang banyak disebutkan dalam cerita asal mula Gunung Mekongga ini adalah
Negeri Sorume yang kini dikenal dengan nama Negeri Kolaka. Daerah tersebut terletak di
Sulawesi Tenggara. Selain itu, disebutkan juga sebuah lokasi yang sering dilewati oleh para
petani di Negeri Sorume, yaitu Padang Bende. Di padang tersebut juga menjadi tempat 
berakhirnya

Selain Negeri Sorume, ada juga Negeri Solumba yang kini dikenal dengan nama Belandete,
tempat Larumbalangi berasal. Kemudian ada juga Negeri Loeya yang merupakan asal dari
Tasahea, sang budak yang berhasil mengalahkan burung garuda.

 Latar Waktu

-siang hari

Bukti pada teks

Pada suatu hari, mendadak muncullah seekor burung garuda raksasa yang mengacaukan
negeri itu.

-pada zaman dahulu

Bukti pada teks

Alkisah pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah wilayah yang bernama Negeri Sorume (kini
dikenal dengan nama Negeri Kolaka).

-Malam hari

Bukti pada teks

Pada puncak pesta di malam ke tujuh, mendadak seluruh penduduk negeri Kolaka mencium
bau bangkai yang sangat menyengat.

 Latar suasana

-Menakutkan

Bukti pada teks

Kemudian setelah semua binatang ternaknya habis, para penduduk khawatir dan cemas kalau
merekalah yang akan menjadi santapan burung garuda itu.Bahkan, para penduduk sampai
takut pergi ke luar rumah untuk mencari nafkah dan bekerja.
-Menegangkan

Bukti pada teks

Tak lama kemudian burung garuda itu muncul dan terlihat senang karena melihat sesosok
manusia tengah berdiri di tengah Padang Bende.

-Bahagia

Bukti pada teks

Keberhasilan Tasahea dalam menyingkirkan burung garuda itu langsung disambut dengan
penuh kegembiraan oleh seluruh penduduk negeri Kolaka. Mereka bahkan mengadakan pesta
selama tujuh hari tujuh malam.

4. Alur

Alur yang digunakan dalam cerita asal mula Gunung Mekongga ini adalah alur maju. Karena
dimulai dari awal perkenalan menuju tahap penyelesaian secara berurutan.

5. Sudut pandang

Sudut pandang yang digunakan dalam cerita ini adalah sudut pandang orang ketiga, karena
dimana penulis meletakkan tokoh utama sebagai orang dengan kata ganti orang ketiga.

6. Pesan Moral

Ada beberapa pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita asal mula Gunung Mekongga
yang satu ini. Salah satunya adalah tentang keutamaan sifat tidak mudah putus asa. Meskipun
ada masalah yang terjadi pada Negeri Sorume, seluruh warganya tidak pernah hanya berdiam
diri dan putus asa begitu saja. Mereka berusaha keras untuk mencari bantuan agar negeri
mereka bisa terlepas dari musibah yang menimpa.

Selain unsur intrinsik, dalam cerita asal mula Gunung Mekongga ini juga bisa didapatkan
sedikit unsur ekstrinsik. Yakni hal-hal dari luar cerita yang memengaruhi jalannya kisah asal
mula Gunung Mekongga, seperti nilai sosial, budaya, dan moral dari warga sekitar Sulawesi
Tenggara.
Unsur Ekstrinsik Asal Mula Gunung Mekongga

1. Budaya

Budaya yang dianut yaitu budaya suku (Tolaki), karena ditandai dengan penamaan
gunung mekongga yang menggunakan bahasa (Tolaki).

2. Latar belakang pengarang

Cerita rakyat gunung mekongga memberi rasa percaya diri dan rasa mampu pada
penulis, juga memberi pandagan hidup yang berkaitan dengan moralitas. Selain itu,
cerita rakyat itu juga menambah kemampuan berbahasa dan meningkatkan apresiasi
terhadap karya sastra mengembangkan kesadaran tentang kebudayaan.

3. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen

-Nilai moral

-Nilai sosial, budaya

-Nilai politis

-Nilai kemanusiaan

Anda mungkin juga menyukai