Anda di halaman 1dari 9

Rabu, November 25, 2009

Cerita Rakyat Melayu Riau | Burung Tempua dan Burung


Puyuh
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Cerita ini merupakan salah satu cerita melayu yang berkenaan dengan dunia hewan, selain juga
cerita tentang manusia serta tumbuh-tumbuhan. Burung Tempua dan Burung Puyuh ditulis oleh Irwan
Effendi yang diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan
Adicita Karya Nusa cetakan pertama September 2006. Di dalam khasanah bahasa Indonesia, Burung
Tempua disebut sebagai Burung Manyar. Berikut ringkasan ceritanya :
Di tanah Melayu pada zaman dahulu kala hiduplah seekor burung Tempua dan seekor burung Puyuh.
Keduanya bersahabat akrab, tolong menolong dan menyayangi sejak lama. Pada siang hari mereka
sehilir semudik mencari makan bersama-sama. Suka dan duka selalu bersama. Kalau hujan sama
berteduh, kalau panas sama bernaung. Mereka berpisah hanya jika pada malam hari. Dalam semua
hal
mereka
sepakat,
namun
dalam
hal
bersarang
mereka
berbeda
pendapat.
Suatu hari mereka bercakap tentang sarang burung yang terbaik. Menurut Tempua, sarangnya
nyaman
dan
aman,
sementara
puyuh
menceritakan
sarangnya
yang
praktis.
Aku memiliki sarang yang cantik. Sarangku terbuat dari helaian alang-alang dan rumput kering.
Helaian itu dijalin dengan rapi sehingga tidak akan basah saat hujan, dan tidak akan kepanasan di
kala terik. Aku menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk membuatnya, kata Tempua.
Sarang Tempua tergantung tinggi di atas pohon walaupun ada yang agak rendah. Jika rendah maka
pasti di dekatnya ada sarang ular, lebah atau penyengat. Tempua berlindung pada hewan-hewan
tersebut. Kalau Tempua bersarang rendah, pastilah ada yang menjaganya. Orang Melayu
mengatakan, kalau tidak ada berada, takkan mungkin Tempua bersarang rendah. Hanya karena
keberadaan sesuatu hal (penjaga) maka Tempua mau bersarang di dahan rendah.
Berbeda dengan Tempua, sarang burung Puyuh lebih praktis. Puyuh merasa tak perlu menghabiskan
waktunya untuk membuat sarang. Puyuh cukup mencari batang pohon yang tumbang untuk
berlindung di bawahnya. Jika tidak aman, Puyuh akan berpindah ke tempat lain lagi.
Dengan sarang berpindah-pindah, musuh tidak tahu keberadaanku pada malam hari, kata Puyuh.
Akhirnya mereka sepakat untuk mencoba sarang masing-masingnya. Malam pertama, Puyuh
mencoba sarang Tempua. Dengan susah payah Puyuh memanjat pohon sarang Tempua tergantung.
Sesampai di sarang Tempua, Puyuh terkagum-kagum melihat sarang Tempua yang nyaman, kering
dan bersih serta rapi. Kemudian, malam pun berlarut, Puyuh merasa haus dan meminta minum
kepada Tempua. Maaf kawan. Tidak mungkin aku terbang dan turun mencari air karena keadaan
gelap
gulita,
kata
Tempua.
Puyuh
pun
tertidur
dalam
kehausan.
Tak lama ketika Puyuh dan Tempua tidur pulas, tiba-tiba angin bertiup kencang. Pohon tempat sarang
Tempua pun bergoyang-goyang seakan-akan mau tumbang. Sarang Tempua pun terayun-ayun.
Puyuh ketakutan sekali dan seakan-akan mau muntah karena terombang-ambing. Tenanglah kawan,
kita tidak akan jatuh, kata Tempua menghibur. Tak lama angin pun reda.
Keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi sekali. Puyuh berkata, kawan, aku tak mau lagi tidur di
sarangmu. Aku takut jatuh lagi pula aku tidak bisa menahan haus. Tempua diam saja dan
memaklumi alasan Puyuh. Mereka pun kembali bersama-sama mencari makan siang hari itu.
Setelah hari mulai gelap, Puyuh mengajak Tempua mencari pohon tumbang untuk dijadikan tempat
bermalam karena malam ini giliran Tempua yang mencoba sarang Puyuh. Setelah mencari, akhirnya
ditemukan pohon tumbang di dekat air mengalir. Sangat cocok bagi Puyuh.
Puyuh, dimana kita akan tidur? tanya Tempua karena ia tidak melihat sarang untuk tidur mereka.
Disini, kita akan berlindung di bawah pohon ini, jawab Puyuh. Tempua merasa tidak nyaman, tetapi
mengikuti
apa
yang
dilakukan
Puyuh.

Tak lama kemudian, Puyuh sudah tertidur pulas sedangkan Tempua masih gelisah dan mondarmandir saja. Tiba-tiba hujan turun, membasahi tempat Puyuh dan Tempua tidur. Puyuh, aku
kedinginan, kata Tempua. Tidak apa-apa, kalau hujan reda tentu tidak akan kedinginan lagi, jawab
Puyuh.
Keesokan harinya Tempua mengeluh pada Puyuh bahwa ia tidak bisa tidur di sarang Puyuh. Ternyata
mereka masing-masing tidak cocok dengan sarang kawannya. Mereka akhirnya memahami bahwa
setiap makhluk mempunyai kesukaan dan kebiasaan yang tidak bisa dipaksakan. Walaupun berbeda
begitu, mereka saling menghargai perbedaan dan pendapat itu sebagai hal yang wajar. Keduanya
juga tetap bersahabat.

Sumber: http://www.tamadunmelayu.info/2009/09/cerita-rakyat-melayu-riauburung-tempua.html

Cerita Rakyat Hang Tuah adalah cerita rakyat yang berasal dari daerah Bintan, Provinsi Kepulauan
Riau. Cerita tentang Hang Tuah sebagai pahlawan dari negeri melayu berkembang diberbagai
daerah baik di Indonesia maupun Malaysia. Sebagai bentuk penghormatan, salah satu kapal perang
Indonesia diberi nama KRI Hang Tuah. Semoga nama itu membawa tuah yang artinya adalah
berkah.
Alkisah, Di pantai barat Semenanjung Melayu, terdapat sebuah kerajaan bernama Negeri Bintan.
Waktu itu ada seorang anak lakik-laki bernama Hang Tuah. Ia seorang anak yang rajin dan
pemberani serta sering membantu orangtuanya mencari kayu di hutan. Hang Tuah mempunyai empat
orang kawan, yaitu Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu dan Hang Kesturi. Ketika menginjak remaja,
mereka bermain bersama ke laut. Mereka ingin menjadi pelaut yang ulung dan bisa membawa kapal
ke negeri-negeri yang jauh.

Suatu hari, mereka naik perahu sampai ke tengah laut. Hei lihat, ada tiga buah kapal! seru Hang Tuah
kepada teman-temannya. Ketiga kapal itu masih berada di kejauhan, sehingga mereka belum melihat
jelas tanda-tandanya. Ketiga kapal itu semakin mendekat. Lihat bendera itu! Bendera kapal
perompak! Kita lawan mereka sampai titik darah penghabisan! teriak Hang Kesturi. Kapal perompak
semakin mendekati perahu Hang Tuah dan teman-temannya.
Ayo kita cari pulau untuk mendarat. Di daratan kita lebih leluasa bertempur! kata Hang Tuah
mengatur siasat. Sesampainya di darat Hang Tuah mengatur siasat. Pertempuran antara Hang Tuah
dan teman-temannya melawan perompak berlangsung sengit. Hang Tuah menyerang kepala
perompak yang berbadan tinggi besar dengan keris pusakanya. Hai anak kecil, menyerahlah. Ayo
letakkan pisau dapurmu! Mendengar kata-kata tersebut Hang Tuah sangat tersinggung. Lalu ia
melompat dengan gesit dan menikam sang kepala perompak. Kepala perompak pun langsung tewas.
Dalam waktu singkat Hang Tuah dan teman-temannya berhasil melumpuhkan kawanan perompak.
Mereka berhasil menawan 5 orang perompak. Beberapa perompak berhasil meloloskan diri dengan
kapalnya.
Kemudian Hang Tuah dan teman-temannya menghadap Sultan Bintan sambil membawa tawanan
mereka. Karena keberanian dan kemampuannya, Hang Tuah dan teman- temannya diberi pangkat
dalam laskar kerajaan. Beberapa tahun kemudian, Hang Tuah diangkat menjadi pimpinan armada
laut. Sejak menjadi pimpinan armada laut, negeri Bintan menjadi kokoh dan makmur. Tidak ada
negeri yang berani menyerang negeri Bintan.

Beberapa waktu kemudian, Sultan Bintan ingin mempersunting puteri Majapahit di Pulau Jawa. Aku
ingin disiapkan armada untuk perjalanan ke Majapahit, kata Sultan kepada Hang Tuah. Hang Tuah
segera membentuk sebuah armada tangguh. Setelah semuanya siap, Sultan dan rombongannya
segera naik ke kapal menuju ke kota Tuban yang dahulunya merupakan pelabuhan utama milik
Majapahit. Perjalanan tidak menemui hambatan sama sekali. Pesta perkawinan Sultan berlangsung
dengan meriah dan aman.
Setelah selesai perhelatan perkawinan, Sultan Bintan dan permaisurinya kembali ke Malaka. Hang
Tuah diangkat menjadi Laksamana. Ia memimpin armada seluruh kerajaan. Tetapi hal ini tidak
berlangsung lama karena para perwira istana menjadi iri hati. Para perwira istana menghasut Sultan.
Mereka mengatakan bahwa Hang Tuah hanya bisa berfoya-foya, bergelimang dalam kemewahan dan
menghamburkan uang negara. Akhirnya Sultan termakan hasutan mereka. Hang Tuah dan Hang
Jebat di berhentikan. Bahkan para perwira istana mengadu domba Hang Tuah dan Hang Jebat.
Mereka menuduh Hang Jebat akan memberontak. Hang Tuah terkejut mendengar berita tersebut. Ia
lalu mendatangi Hang Jebat dan mencoba menasehatinya. Tetapi rupanya siasat adu domba oleh
para perwira kerajaan berhasil. Hang Jebat dan Hang Tuah bertengkar dan akhirnya berkelahi. Naas
bagi Hang Jebat. Ia tewas ditangan Hang Tuah. Hang Tuah sangat menyesal. Tapi bagi Sultan, Hang
Tuah dianggap pahlawan karena berhasil membunuh seorang pemberontak. Kau kuangkat kembali
menjadi laksamana, kata Sultan pada Hang Tuah. Sejak saat itu Hang Tuah kembali memimpin
armada laut kerajaan.
Suatu hari, Hang Tuah mendapatkan tugas ke negeri India untuk membangun persahabatan antara
Negeri Bintan dan India. Hang Tuah di uji kesaktiannya oleh Raja India untuk menaklukkan kuda liar.
Ujian itu berhasil dilalui Hang Tuah. Raja India dan para perwiranya sangat kagum. Setelah pulang
dari India, Hang Tuah menerima tugas ke Cina. Kaisarnya bernama Khan. Dalam kerajaan itu tak
seorang pun boleh memandang langsung muka sang kaisar. Ketika di jamu makan malam oleh
Kaisar, Hang Tuah minta disediakan sayur kangkung. Ia duduk di depan Kaisar Khan. Pada waktu
makan, Hang Tuah mendongak untuk memasukkan sayur kangkung ke mulutnya. Dengan demikian
ia dapat melihat wajah kaisar. Para perwira kaisar marah dan hendak menangkap Hang Tuah, namun
Kiasar Khan mencegahnya karena ia sangat kagum dengan kecerdikan Hang Tuah.
Beberapa tugas kenegaraan lainnya berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Hang Tuah. Hingga
pada suatu saat ia mendapat tugas menghadang armada dari barat yang dipimpin seorang admiral
yang bernama D Almeida. Armada ini sangat kuat. Hang Tuah dan pasukannya segera menghadang.
Pertempuran sengit segera terjadi. Saat itulah Hang Tuah gugur membela tanah airnya. Ia tewas
tertembus peluru sang admiral. Sejak saat itu, nama Hang Tuah menjadi terkenal sebagai pelaut
ulung, laksamana yang gagah berani dan menjadi pahlawan di Indonesia dan di Malaysia

Sumber: http://contoh.org/cerita-rakyat-hang-tuah.html

Kisah Seorang Nelayan


Tersebutlah pada zaman dahulu, ada seorang nelayan yang miskin lagi jujur pergi keluar
mejala di tengah lautan. Gelombang besar tidak menakutkannya kerana dia sedar
betapa dia mencari rezeki yang halal untuk keluarganya. Dia sedar Allah akan
memberkati rezekinya yang dicari dengan titik peluhnya sendiri.
Setelah beberapa lama dia menebarkan jala, dia tidak mendapat apa-apa tangkapan
pun. Dia berhenti seketika sambil menadah tangan ke langit seraya berdoa.
Tuhanku, Engkau yang memberikan rezeki kepada sesiapa yang engkau kehendaki dan
Engkau merahmati sesiapa yang Engkau rahmati. Sesungguhnya aku mohon rezeki
daripada-Mu untuk kuhidupi keluargaku, doanya dengan bersungguh-sungguh.
Setelah itu, dia menebarkan jalanya sekali lagi. Sewaktu nelayan itu menarik jalanya kali
ini, dia mendapat seekor ikan yang sangat luar biasa. Sisik ikan itu berkilau-kilauan
seperti emas. Dua biji matanya pula keliahtan seperti intan yang bergemerlapan.
Nelayan itu mengucapkan kesyukurannya lalu bersujud di dalam sampannya itu dan
menadah ke langit sekali lagi. Dia belum pernah melihat ikan yang secantik dan seganjil
itu.
Setelah dia mengalihkan ikan itu ke dalam sebuah bekas yang mengandungi air laut, dia
duduk berfikir seketika.
Pasti tidak ada sesiapa yang akan mahu membeli ikan ini dengan harga yang tinggi,
katanya dalam hati. Mereka akan menganggap ikan ini seperti ikan-ikan biasa yang
lainnya.
Setelah puas berfikir, dia mnegambil keputusan untuk membawa ikan itu sewaktu dia
menghadap rajanya. Raja di negeri tempat tinggalnya itu termasyhur sebagai seorang
raja yang amat adil lagi bijaksana. Akan tetapi, permaisuri baginda terkenal pula dengan
sikap kikir sedta tamak. Namun, dia bertekad untuk mempersembahkan ikan yang dia
dapat itu kepada rajanya.
Sewaktu menghadap rajanya dengan mempersembahkan ikan tangkapannya itu, raja
tersebut berasa takjub lagi kagum ketika melihat ikan itu.
Wahai nelayan, Di manakah engaku dapat ikan yang ganjil lagi ajaib ini? titah raja.
Nelayan itu berdatang sembah sambil berkata, Ampun tuanku! Patik dapat menangkap
ikan yang ajaib ini dengan menjalanya di sebuah teluk di lautan selatan negri ini.
Wah, sungguh engkau berani menjala ikan di sana pada masa keadaan laut
bergelombang besar lagi berbahaya pada musim ini! puji raja.
Ampun tuanku, dengan izin Allah juga, sesuatu yang susah dapat dilaksanakan,
sembah nelayan itu dengan penuh takzim.
Baginda raja berasa gembira mendengar sembah nelayan itu lalu mengahdiahinya seribu
wang emas. Nelayan itu bersyukur sesudah mengucapkan terima kasih atas kurnia
rajanya itu. Dia menerima pemberian raja itu dengan penuh rasa hormat.
Pada waktu itu, permaisur raja lalu bertitah, Ayuhai Kakanda, bukankah pemberian itu
terlalu mahal bagi harga seekor ikan sahaja.
Tidak mengapa, wahai adinda! Ikan yang beta dapat daripada nelayan ini bukan ikan
sebarangan. Cuba adinda lihat ., titah baginda lalu menunjukkan ikan yang sudah

dialihkan ke dalam sebiji mangkuk yang berisi air. Sisik ikan itu keemas-emasan
sementara biji-biji matanya berkilau-kilauan seperti intan.
Bagi adindalah, ikan tetap ikan, celah permaisuri dengan megahnya.
Kalau demikian menurut adinda, apakah yang mesti kakanda lakukan sekarang? titah
baginda sambil tersenyum.
Itu mudah sahaja, jawab permaisuri dengan manja. Kakanda panggil semula nelayan
itu dan titahkan kepadanya untuk diberitahu sama ada ikan itu jantan atau betina. Jikalah
dia menjawab jantan, kakadan katakan betina dan begitu sebalinya, supaya jawapan
nelayan itu boleh dikatakn salah. Denga yang demikian, wang yang diambil itu kanda
paksa dia kembalikan.
Setelah mendengar sembah permaisuri itu, raja itu lalu menitahkan pengawalnya
memanggil nelayan itu datang kembali menghadap baginda. Apabila dia mendengar
bahawa dia diperintahkan supaya menghadap baginda semula, nelayan itu tersentak.
Namun, dia segera masuk menghadap raja.
Ampun tuanku, pati datang mengadap, sembah nelayan itu.
Raja itu lalu bertitah,Beta mahu tahu. Jika jawapan kamu betul, tidak mengapa. Namun,
jika jawapanmu salah, beta mahu kamu kembalikan semula hadiah yang telah beta
kurniakan kepada kamu sebentar tadi.
Titah dijunjung, ampun tuanku! balas nelayan itu.
Apakah ikan yang kami bawa sebentar tadi iakn jantan atau ikan betina?
Nelayan itu berfikir sejenak. Dia pun lalu bersuara sesudah beberapa katika, Ampun
tuanku, sebenarnya ikan itu bukan ikan jantan atau ikan betina. Ikan itu .. jawanya
sambil tersenyum simpul.
Raja itu kemudian ketawa terbahak-bahak! Sesusah reda ketawanya, baginda lalu
bertitah, Bagus, kamu tidak perlu menjawabnya! Baginda masih tersenyum simpul
cuba menahan dirinya daripada terus ketawa. Baginda lalu menghadiahi nelayan itu
seribu wang emas lagi.
Melihatkan tindakan baginda raja, permaisur mengerut-ngerutkan keningnya sambil
menarik wajah masam kerana rancangannya tidak menjadi.
Nelayan itu semakin gembira mendapat wang tamahan itu. Dia pun lalu memasukkan
wang yang baru didapatinya ke dalam uncang yang dia bawa itu. Tiba-tiba sejumlah
wang meas itu jatuh ke lantai. Nelayan itu memnugutnya dengan segera dan
memasukkannya semula.
Melihat akan hal itu, permaisuri lalu berbisik kepada baginda raja, Lihat kakanda, betapa
kedekutnya nelayan ini. Satu keping wang mas pun dia kutip, sedangkan dia sudah
memiliki hampir dua ribu keping wang mas!
Raja bersetuju dengan kata-kata permaisuri itu lalu baginda bertitah lagi, Hai, nelayan.
Kamu ini sangat kedekut! Kamu mendapat banyak wang emas tetapi sekeping yang jatuh
pun kamu pungut!
Nelayan itu tersentak mendengar akan titah rajanya. Dia lalu mengangkat sembah
seraya berkata, Ampun tuanku! Sebenarnya, patik memungut semula wang emas yang
jatuh itu bukanlah patik kedekut dan tamak. Patik amat menjunjung duli tuanku. Patik
tidak rela wang emas yang ditempa dengan gambar wajah tuanku jatuh di lantai dan
dipijak-pijak orang, ampun tuanku!
Mendengar akan jawapan nelayan itu, baginda berasa sungguh terharu. Tanpa berfikirfikir lagi, baginda menambah jumlah wang emas kepada nelayan itu. Wahai nelayan
yang bijaksana, titah baginda, Kamu rakyat beta yang taat lagi setia. Beta tambah lagi
jumlah wang emas kamu itu.
Ampun tuanku, kurnia tuanku patik junjung tinggi, sembah nelayan itu lagi sambil
mengukirkan senyuman sekali lagi.

Permaisuri raja menjadi bertambah-tambah murka namun baginda hanya menahan


dirinya. Nelayan itu pulang ke rumah dengan perasaan yang sungguh gembira.
Dicatat oleh Abdul Manaf Bin Mohd .Yasir di 8:11 PTG Tiada ulasan:
Label: Cerita Rakyat Melayu

Sumber: http://manafyasir.blogspot.com/

Keldai dengan serigala.


Pada awal pagi, seekor keldai pergi meragut rumput di sebuah padang rumput yang luas. Ia meragut
rumput dengan gembira kerana rumput di situ sunguh segar.Lagipun tiada haiwan lain di di situ, jadi
keldai dapat meragut rumput dengan senang hati.
Oh,beruntung sungguh aku hari ini!Setelah kenyang, keldai mamandang sekeliling, tiba-tiba ia
ternampak seekor serigala yang kelaparan sedang menuju ke arahnya.
Apakah yang harus aku buat sekarang? Kalau aku lari, tentu serigala itu Berjaya mengejar
aku,rungut keldai yang ketakutan itu.Tiba-tiba keldai mendapat idea. Keldai memberanikan diri. Ia
berpura-pura berjalan dengan selamba ke arah seringala.
Apakah yang sedang berlaku? Mengapa kamu tidak lari sebaik sahaja ternampak aku?tanya
serigala yang kehairanan.Tiada gunanya aku lari kerana kamu tetap akan buru dan menangkap aku.
Akhirnya aku akan jadi makanan kamu juga.Kata keldai dengan berani.
Betul juga cakap kamu.Kalau kamu terlepas hari ini, esok atau lusa kamu akan jadi mangsa aku
juga,kata serigala.Tapi tiada seronok kalau aku dapat tangkap kamu dengan mudah. Lebih seronok
kita main kejar-kejar.Kalau aku Berjaya tangkap kamu,aku akan memakan kamu
Baiklah,aku setuju dengan cadangan kamu,Kata keldai,tapi sebelum kita main kejar-kejar,aku
mahu meminta pertolongan kamu.Boleh kah kamu tolong buangkan serpihan duri di dalam kuku kaki
belakang aku.
Ya,sudah tentu aku akan tolong kamu!Kata serigala.Keldai pun menghulurkan kaki belakangnya ke
arah serigala.Ketika serigala cuba memegang kakinya dan menunduk untuk mencabut duri
tersebut,keldai pun menendang muka serigala dendang kuat.
Aaaaaahhhhhhh!Jerit serigala dengan kuatnya.Disebabkan tendangan keldai itu amat kuat, serigala
mengalami kecederaan yang teruk. Hidungnya berdarah dan beberapa batang giginya. Akhirnya ia diri

dengan kesakitan yang amat sangat.Lain kali aku akan tangkap kamu dan makan kamu!jerit
serigala dengan marah.

Sumber:http://ceritarakyatmalaysia.blogspot.com/

Bawang Putih BawangMerah


Sejak ketiadaan ayah dan ibu kandungnya,Bawang Putih tinggal bersama ibu tirinya, Mak
Kundur dan adik tirinya Bawang Merah. Mereka sangat benci akan Bawang Putih.Dia
sering dimarahi dan dipukul.
Pada suatu malam,Bawang Putih bermimpi bertemu ibunya.Ibunya menyuruhnya masuk ke
hutan dan mencari pohon beringin rendang.Pergilah hiburkan hatimu dan
bersabarlah,suatu hari nanti kau akan mendapat kebahagiaan. Keesokan harinya,Bawang
Putih segera menyiapkan kerja-kerja rumah.Setelah ibu tirinya pergi bekerja dan adik
tirinya masih tidur,Bawang Putih pun masuk ke hutan.Dia mencari pohon beringin rendang
itu.
Setelah puas mencari,dia pun sampai ke situ.Dia terpandang sebuah buaian yang
tergantung di pohon beringin.Tempat tersebut seakan-akan sebuah taman tempat puteri
kayangan turun ke bumi untuk bermain-main. Ketika dia duduk di atas buaian itu,tibatiba buaian itu berayun dengan sendiri.Semakin lama semakin laju.Dia dapat melihat
bunga-bunga yang mengelilingi pohon beringin itu turut bergoyang-goyang. Hatinya
terasa sungguh terhibur.
Tiba-tiba Bawang Putih teringatkan Mak Kundur.Ibu tirinya pasti akan memarihanya bila

pulang dan mendapati dirinya tiada di rumah.Namun Bawang Putih tidak tahu bagaimana
hendak memberhentikan buaian itu.Bawang putih lalu berkata kepada buaian itu,Wahai
buaian,tolonglah berhenti,aku ingin pulang ke rumah.Tiba-tiba buaian itu pun berhenti
dengan sendirinya.Pokok-pokok bunga juga turut berhenti bergoyang.
Pada sutu hari Bawang Putih bermain buaian seperti biasa.Tanpa disedarinya seorang
putera raja sedang memerhatinya. Baginda tertarik melihat bagaimana buaian itu boleh
berayun sendiri bila Bawang Putih menaikinya.
Ketika Bawang Putih hendak pulang baginda menyuruh pengiringnya mengekori Bawang
Putih.Setelah tahu di mana Bawang Puth tinggal,baginda pergi ke rumah tersebut,Ketika
itu Mak Kundur dan Bawang Merah berada di halaman rumah.Di manakah anak makcik
yang seorang lagi?Tanya baginda.Mak Kundur menyangka baginda adalah orang
kaya.Makcik mana ada anak yang lain.Bawang Merah inilah satu-satunya anak makcik,
kata Mak Kundur.
Baginda menceritakan tentang gadis yang dilihatnya bermain buain di hutan.Bawang
Merah inilah yang bermain buaian itu,bohong Mak Kundur. Setelah beredar,Mak Kundur
memaksa Bawang Putih menunjukkan tempat buaian itu. Mak Kundur membawa Bawang
Merah bermaian buaian itu. Namun buaian itu tidak berayun dengan sendiri.Putera raja
mengintainya dari sebalik pokok. Baginda menyuruh pengiringnya ke rumah Mak Kundur
dan membawa Bawang Putih ke situ. Pengiringnya pun pergi tetapi mendapati Bawang
Putih dikurung dan diikat. Maka dia segera membuka ikatan itu dan membawa gadis itu
bertemu dengan baginda. Mak Kundur terkejut melihat kehadiran bainda dan Bawang
Putih.
Bila Bawang Putih berbuai dan menyanyi, buaian itupun berayun laju.Makcik telah
berbohong kepada beta! kata putera raja.Ketika itu barulah Mak Kundur tahu bahawa
lelaki itu adalah putera raja.Kamu ibu yang zalim. Kamu telah menyeksa Bawang Putih!
kata baginda lagi. Mak Kundur menangis dan meminta ampun kepada baginda. Bawang
Merah pula meraung dan menangis kerana dengkikan Bawang Putih. Bawang Putih yan
baik hati meminta putera raja mengampunkan Mak Kundur dan Bawang Merah.Baginda
kagum dengan sifat kemuliaan Bawang Putih. Putera raja akhirnya mengahwini Bawang
Putih.

Sumber: http://cikguskskr.blogspot.com/2012/07/bawang-putihbawangmerah.html

Anda mungkin juga menyukai