Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan

Nama : Olivia Febriola Br Karo

Nim : 2183111055

Kelas : Reguler E 2018

Mata Kuliah : AnalisisWacana

Soal.

1. Amatilah teks narasi (hikayat) di bawah ini dengan cermat! Kemudian, Berdasarkan KD
pembelajaran teks narasi dinyatakan mampu memahami isi (pesan, informasi, nilai dsb), struktur
teks narasi, dan ciri kebahasaan teks narasi. Selanjutnya, untuk menjawab KD di atas, analisislah
teks narasi tersebut dengan menerapkan pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik yakni:
sistem wacana (discourse system: appraisal, ideation, conjunction, identification, periodicity) dan
metafungsi bahasa (Metafunction: interpersonal, ideational, dan textual).

Lokan Emas Menjadi Raja

Tersebutlah sebuah kisah di tanah Balai, di semenanjung sungai Asahan, pada zaman
dahulu. Sang Raja bernama Sultan Indra laya. Ia memerintah dengan sifat adil dan bijaksana.
Rakyat pun hidup damai, aman, dan sejahtera. Sang raja mempunyai seorang penasihat, Hang
Jabir namanya. Apapun juga yang disebutkan Hang Jubir, Sang Raja akan menurutinya.

Suatu hari, duduk di atas balai, bermenunglah Sultan seperti adalah yang amat sangat
dirisaukannya. Sementara itu, permaisuri Laila Maznun datang menghampirinya. “Ada apa yang
Kanda risaukan?” tanya permaisuri. “Begini, adinda bestari permainsuri yang elok budi, sudah
lah lama kita bersama, bertahun-tahun berlalu, tapi sampai kini, tak jua kita beroleh putra”. “Iya,
Kanda, dinda pun tak tahu gerangan apa yang hendak dibuat”, keluh permaisuri. “Kanda,
bagaimana kalo kita bermain ke pantai, sudah lama dinda tak menikmati keindahan pantai, udara,
dan sentuhan ombak di kaki dan pasir memutih”, pinta Laila Maznun kepada suaminya.
Ditemani beberapa pengawal kerajaan dan dayang-dayang istana, rombongan kecil itu pun
berangkatlah ke pantai.

Permainsuri tampak bahagia bersenda gurau sambil berenang bersama dayang dan raja.
Para pengawal mengawasi dari tepi pantai. Sepulang dari pantai, Laila Maznun merasa ada
keanehan di perutnya. Tapi, ia tak menghiraukan sama sekali.

Hatta beberapa lamanya, permaisuri tak lagi datang bulan. Ia gembira dan bertanya-tanya
apa gerangan yang dialaminya. Tak ada tanda-tanda mual, muntah, dan mengidam
dirasayakannya. Tabib istana pun dipanggillah keperaduan sang permainsuri. Raja menanti-nanti
berita apa yang didapatnya dari bilik peraduan. Tak lama, keluarlah tabib istana, sambil
menunduk ia pun berkata, “Duli tuan ku, permainsuri dah mengandung”. Betapa bahagianya
sang raja, ia pun langsung masuk ke peraduan menghapiri permainsuri yang terbaring di sana
ditemani seorang dayang.

Sultan dan Permanisuri bukan mainlah gembiranya sembari tiada lupa bersyukur pada
yang Esa. Masa yang dinanti pun tibalah, namun, bukan anak pula yang lahir dari rahim
permainsuri, tapi lokan berukuran agak besar berwarna keemasan. Sang permainsuri pun
menangis, para dayang terheran mengapa ini terjadi. Sang raja melihat itu pun tidak tahu apa
yang hendak dilakukan. Ia hanya berjalan bolak-balik, tanpa suara. “Maaf, tuan ku paduka”, sapa
penasihat raja Hang Jubir. “Ada apa penasihat?”, selidik raja. “Begini Tuan ku, menurut hamba
dan para tabib, peristiwa ini adalah aib dan petaka bagi kerajaan. Marwah paduka haruslah dijaga
dan dijunjung tinggi. Rakyat tak boleh tahu”, jelas Hang Jubir. “Iya, lalu, apa sebaiknya yang
hendak dilakukan?”, tanya raja. “Menurut hamba, kita ungsikan permainsuri dan anaknya ke
tempat yang jauh dari sini, ditemani dua orang dayang istana”, usul Hang Jubir.

Sang raja pun menurut. Betapa pun ia sangat mencintai istrinya, namun jika kehadiran
anaknya akan membawa aib dan bencana bagi segenap rakyat yang dipimpinnya, ia pun
berketetapan hati untuk mengungsikan istri dan anaknya ke hutan.

Permainsuri sangat lah sedih tak terperi, tak ada daya kecuali menurut. Dia, anaknya, dan
seorang dayang dibawa pergi ke hutan pada malam hari supaya rakyat tiada yang tahu. Hidup di
hutan pun dijalaninya dengan sabar dan ikhlas bersama, dayang, dan anaknya yang mulai
tumbuh besar. Ia berinama anaknya Alamsyah Perkasa Alam. Permainsuri merawat anaknya
yang berwujud lokan emas itu seperti layaknya manusia, tiada ia bedakan. Hatta beberapa lama,
saat itu lokan emas semakin membesar. Suatu sore, ia pergi bermain ke tepi laut. Ia pun
berenang-renang. Setalah lama berenang, ia keluar dari dalam air, dan menemukan wujudnya tak
lagi berwujud lokan emas, tapi berwujud manusia. Ibunya dan dayang terheran ketika seorang
remaja laki-laki nan tampan rupawan menemui mereka di gubuk hutan itu. Tak sungkan, remaja
itu menyapa “Bunda, ini anak mu si lokan emas Alamsyah Perkasa Alam”. “Makcik, jangan
heran, ini memang wujud asli saya Alamsyah”, jelas Alamyah kepada dayang yang termangu
dengan seribu ketakjuban.

Sementara itu, kekacauan mulai bergejolak di lingkungan kerajaan. Kondisi raja semakin
tua, tambah lagi kelicikan sang penasihat sudah mulai terbaca di benak raja. Tapi, posisinya
semakin lemah karena hanya sedikit pasukan yang setia padanya. Selibihnya, ikut terbujuk
hasutan Hang Jubir penasihat raja. Hang Jubir dan para pengikutnya pun merebut istana. Karena
jumlah pasukan yang tak sebanding, pertarungan mudah sekali dimenangkan Hang Jubir.
Pengawal setia raja dipaksa tunduk tak berkutik. Begitu pula Sang raja, dipenjarakan bersama
beberapa pengawal yang masih hidup. Hang Jubir pun menobatkan dirinya sebagai raja. Ia
memerintah sewenang-wenang. Rakyat menderita dan tertindas.

Nun jauh di belantara hutan rimba, Alamsyah, ibunya, dan dayang setia tampak menuruni
bebukitan menuju keperkampungan. Remaja itu sudah tumbuh dewasa. Selama di pengasingan ia
diajari ilmu kesaktian dan bela diri oleh lelaki tua yang muncul dan hilang secara gaib. Ibunya
dan dayang sering memperhatikan Alamsyah berlatih di siang hari atau malam hari. Seakan ada
yang mengajarinya, tapi tiada kelihatan wujudnya. Sakin takzim dan tamadunnya berlatih,
kegagahan dan ketampanannya semakin terlihat. Sesampainya di perkampungan, mereka
terheran-heran melihat rakyat miskin dan menderita. Ia pun bertanya kepada salah seorang tua di
sana.

“Rakyat makin menderita, dipimpin raja zalim yang tak beradat, Hang Jubir dan
pengikutnya. Raja dan sedikit pengawal setianya dikurungnya di penjara bawah tanah.
Selebihnya ada yang melarikan diri dan menjadi rakyat jelata. Kami taida kuasa nak berbuat apa,
Nak”, jelas orang tua itu kepada Alamsyah.

Almsyah sudah tahu tentang siapa ayahnya dan mengapa sampai diungsikan ke hutan.
Ibundanya lah yang memberitahunya. Tatkala sedih, ibundanya sering bersyair tentang nasibnya
ketika meninabobokkan alamsyah. Alamsyah menatap ibundanya seakan meminta persetujuan.
“Berjuanglah, anak ku, ambillah yang memang menjadi hak mu. Walau bagaimana pun, ia
adalah ayah mu. Hang Jubir ternyata berniat busuk, dialah yang menyarankan agar ayahanda mu
mengungsikan kita ke hutan. Agar tiada penerus tahta kerajaan. Restu bunda menyertaimu, Nak”,
jelas Ibunda sambil mengusap kepala anaknya.

“Baiklah, Bunda”, jawab Alamsyah sambil mencium tangan Ibundanya. Lalu, “Ibunda
dan Cik dayang saya titip di rumah penduduk”, kata Alamsyah. Rakyat tentulah mengenal
permainsuri mereka, walau sudah lama tidak bersolek dan memakai pakaian kerajaan, raut
kecantikannya masih tampak meski sudah mulai dimakan usia. Beberapa lelaki yang dulu
menjadi pengawal setia raja pun menghampiri Alamsyah, “Kami ikut dengan mu pangeran, mari
kita tumpas raja laknat itu!”, seru mereka bersamaan.

Pertempuran pun tak dapat dihindari. Kedatangan mereka di gerbang kerajaan sudah
dihalau dengan panah, tombak, dan pedang. Meski tiada sebanding jumlahnya, almsyah dengan
kesaktiannya mudah sekali mengenyahkan prajurit-prajurit kerajaan, bahkan panglima dan
beberapa hulubalang gugur di tangannya. Begitu jualah nasib Hang Jubir yang berada di ujung
tanduk, dia terkapar tiada berdaya di kaki Alamsyah. “Ampun, ampun, maafkan Hamba tuan
muda”, Hang Jubir memelas. Alamsyah tiadalah menghabisi orang yang sudah tiada daya. Ia
memaafkan kejahatan Hang Jubir dan beberapa pengikutnya. Sementara prajurit lainnya sudah
melepaskan senjata dan tiada lagi ikut bertempur setelah mengetahui siapa sebenarnya gerangan
pemuda gagah perkasa itu, Alamsyah. Hang Jubir beserta pengikutnya dimasukkan ke dalam
penjara.

Mendapat berita kemenangan anaknya, permainsuri dan cik dayang segera berangkat
menemui Alamsyah bersama beberapa orang dengan wajah riang gembira. Permainsuri dan
Alamsyah segera membebaskan raja Sultan Indra Laya. Betapa terkejutnya Sultan Indra Laya
dan beberapa pengikut setianya di penjara melihat kedatangan permainsuri. Permainsuri dan
Sultan Indra Laya berpelukan sambil berurai air mata. Lalu, “Kanda, ini anak kita , Alamsyah
Perkasa Alam, dialah yang menumpas raja zalim Hang Jubir. Sultan Indra Laya memeluk
anaknya sambil berkata “Maafkan kesalahan, kekhilafan ayahanda, anak ku”.

Dengan perasaan suka cita, Alamsyah pun dinobatkan menjadi raja muda menggantikan
ayahandanya. Rakyat menyambut gembira. Hang Jubir dan para pengikutnya tiada dihukum
penjara, tapi disuruh membuka sebuah hutan untuk dijadikan ladang dan kebun.

Terima Kasih dan Semoga Berhasil!

Jawab :

1. Struktur Teks Narasi

Teks narasi adalah bacaan berupa karangan yang menceritakan atau menjelaskan suatu
peristiwa secara detail berdasarkan urutan waktu. Dalam teks narasi, cerita atau karangan yang
dibuat bisa berupa kejadian yang benar terjadi atau bisa juga hanya berupa imajinasi.

Bagian teks narasi yang disusun dari beberapa bagian, yaitu orientasi, komplikasi,
resolusi, dan koda/ending. Struktur teks narasi ini diperlukan untuk membuat teks narasi yang
baik dan benar. Susunan teks narasi yang baik harus memberikan kesan yang lebih baik untuk
sisi pembaca. Selain itu struktur teks narasi juga dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun
kerangka dalam membuat  paragraf.

a. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientasi), pada bagian ini, penulis mulai
memperkenalkan tokoh, dan hubungan antartokoh, hingga menata adegan yang akan
membawa mereka pada alur peristiwa :

Tersebutlah sebuah kisah di tanah Balai, di semenanjung sungai Asahan, pada zaman
dahulu. Sang Raja bernama Sultan Indra laya. Ia memerintah dengan sifat adil dan
bijaksana. Rakyat pun hidup damai, aman, dan sejahtera. Sang raja mempunyai seorang
penasihat, Hang Jabir namanya. Apapun juga yang disebutkan Hang Jubir, Sang Raja
akan menurutinya.

b. Pengungkapan peristiwa, bagian struktur narasi ini menyajikan peristiwa awal yang
menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, atau kesukaran-kesukaran bagi para
tokohnya.

Hatta beberapa lamanya, permaisuri tak lagi datang bulan. Ia gembira dan
bertanya-tanya apa gerangan yang dialaminya. Tak ada tanda-tanda mual, muntah, dan
mengidam dirasayakannya. Tabib istana pun dipanggillah keperaduan sang permainsuri.
Raja menanti-nanti berita apa yang didapatnya dari bilik peraduan. Tak lama, keluarlah
tabib istana, sambil menunduk ia pun berkata, “Duli tuan ku, permainsuri dah
mengandung”. Betapa bahagianya sang raja, ia pun langsung masuk ke peraduan
menghapiri permainsuri yang terbaring di sana ditemani seorang dayang.

c. Menuju konflik (rising action), terjadi peningkatan keterpurukan, kehebohan, atau


perhatian kegembiraan, hingga kemunculan berbagai situasi yang menyebabkan
bertambahnya kesukaran tokoh menuju puncak konflik.

Sang raja pun menurut. Betapa pun ia sangat mencintai istrinya, namun jika
kehadiran anaknya akan membawa aib dan bencana bagi segenap rakyat yang
dipimpinnya, ia pun berketetapan hati untuk mengungsikan istri dan anaknya ke
hutan.

d. Puncak konflik (turning point), puncak konflik atau disebut juga dengan klimaks adalah
bagian narasi yang paling menghebohkan atau mendebarkan, di mana kisah sedang
berada pada puncak konfliknya.

Permainsuri sangat lah sedih tak terperi, tak ada daya kecuali menurut. Dia,
anaknya, dan seorang dayang dibawa pergi ke hutan pada malam hari supaya rakyat tiada
yang tahu. Hidup di hutan pun dijalaninya dengan sabar dan ikhlas bersama, dayang, dan
anaknya yang mulai tumbuh besar. Ia berinama anaknya Alamsyah Perkasa Alam.
Permainsuri merawat anaknya yang berwujud lokan emas itu seperti layaknya manusia,
tiada ia bedakan.

e. Penyelesaian (evaluasi, resolusi), bagian ini mengulas seluruh penjelasan atau penilaian
mengenai sikap atau nasib yang menimpa tokoh-tokoh nya setelah mengalami puncak
konflik pada bagian klimaks.

Mendapat berita kemenangan anaknya, permainsuri dan cik dayang segera


berangkat menemui Alamsyah bersama beberapa orang dengan wajah riang gembira.
Permainsuri dan Alamsyah segera membebaskan raja Sultan Indra Laya. Betapa
terkejutnya Sultan Indra Laya dan beberapa pengikut setianya di penjara melihat
kedatangan permainsuri.

f. Koda, Bagian ini merupakan bagian opsional yang berupa komentar terhadap
keseluruhan isi cerita yang sebagai penutup kisah.

Dengan perasaan suka cita, Alamsyah pun dinobatkan menjadi raja muda
menggantikan ayahandanya. Rakyat menyambut gembira. Hang Jubir dan para
pengikutnya tiada dihukum penjara, tapi disuruh membuka sebuah hutan untuk dijadikan
ladang dan kebun.
Sistem wacana :

Appraisal :

Menurut saya, penilaian saya terhadap cerita tersebut yaitu cerita tersebut menarik, untuk
dibaca, cerita yang disampaikan dengan esannya dapa diterima dengan baik oleh saya sebagai
pembaca.

Ideation :

Adapun ide yang ingin berikan dalam menganalisi cerita tersebut ialah dalam klimaks
dari cerita tersebut lebih disajikan dalam bentuk yang menegangkan misalnya pada saat paragraf
berikut :

Hang Jubir dan para pengikutnya tiada dihukum penjara, tapi disuruh membuka sebuah
hutan untuk dijadikan ladang dan kebun. seharusnya dalam cerita hang jubir di berikan sanksi
yang lebih.

Conjunction:

Adapun kata hubung yang terdapat dalam cerita yaitu :

1. Seperti

"Suatu hari, duduk di atas balai, bermenunglah Sultan seperti adalah yang amat sangat
dirisaukannya."

2. Dan

"Hidup di hutan pun dijalaninya dengan sabar dan ikhlas bersama, dayang, dan anaknya yang
mulai tumbuh besar."

3. Lalu
Lalu, “Ibunda dan Cik dayang saya titip di rumah penduduk”,

Identification:

Tema : cerita rakyat, tahta kerajaan

Latar : - latar tempat : tanah balai semenanjung sungai Asahan, kerajaan, hutan.

- latar waktu : pagi, siang, sore, malam

- latar suasana : sedih, bahagia, takut, kecewa, menegangkan

Penokohan : - Sultan Indra laya

- permaisuri Laila maznun

- hang jubir

- Alamsyah perkasa Alam

- cik dayang

Periodicity :

Dalam cerita ini yaitu kita tak boleh mudah percaya dengan orang lain, dan selalu
berjuang untuk hak kita.

METAFUNGSI BAHASA :

Sang raja melihat itu pun tidak tahu apa yang hendak dilakukan. Ia hanya berjalan bolak-balik,
tanpa suara. “Maaf, tuan ku paduka”, sapa penasihat raja Hang Jubir. “Ada apa penasihat?”,
selidik raja. “Begini Tuan ku, menurut hamba dan para tabib, peristiwa ini adalah aib dan
petaka bagi kerajaan. Marwah paduka haruslah dijaga dan dijunjung tinggi. Rakyat tak boleh
tahu”, jelas Hang Jubir.
Bahasa yang digunakan menggunakan campuran bahasa Melayu.

Anda mungkin juga menyukai