Hikayat Si Miskin
Suatu hari, sepasang suami istri yang dikutuk menjadi miskin, melahirkan seorang anak yang
bernama Marakarma. Sejak anak itu lahir, keduanya pun mulai hidup berkecukupan. Suatu saat,
seorang ahli nujum meramalkan bahwa Marakarma akan membawa sial bagi keluarganya. Ayah
Murakarma pun meyakini hal tersebut dan sang anak pun dibuangnya ke suatu tempat. Sejak
anaknya dibuang, hidup Ayah Murakarma justru semakin miskin lagi melarat.
Di tempat lain, Murakarma yang terbuang belajar berbagai kesaktian di tempat pembuangannya.
Tanpa sebab yang jelas, dia dituduh telah melakukan pencurian, dan dia pun dibuang ke lautan dan
terdampar di pantai. Saat terdampar di pantai, dia bertemu dengan seorang putri yang bernama Putri
Cahaya. Sang putri tersebut telah menyelamatkan hidup Murakarma. Sejak saat itu, Murakarma pun
mencoba pulang ke kampung halamannya. Selama di perjalanan, dia pun mendapatkan kesialan
demi kesialan, sekaligus keberuntungan demi keberuntungan.
Saat hendak memegang tangan si gadis, sebuah ranting pohon ketapang menimpuk kepalanya.
Sontak, sang pengembara pun terbangun dari tidurnya. “Ranting keparat! Kalau saja dia tidak jatuh,
aku pasti akan menikmati mimpiku tadi.” Semenjak itu, mimpi tersebut selalu terbayang-bayang di
benaknya, dan pengembaraan pun akhirnya dia teruskan.
Hikayat Yong Dolah
YONG DIKEJAR HARIMAU
“Padà suatu hari saàt yong istrahat sehàbis berburu dihutan, tibà -tiba ada
seekor hàrimau jantan mendekati yong dàn siap untuk menerkàm. Cepat -
cepat yong berlàri, dalam kejar-kejaràn itu, jarak antarà yong dan harimau
hanya tinggàl satu meter sajà. Disaat harimau leng àh, cepat-cepat yong
memanjàt pohon pinàng.” Yong diam sejenak
“Setelah lamà yong tunggu diatàs pohon pinang yang kebetulàn berbuah
lebàt itu, harimau tàk kunjung pergi. Naik daràh yong, yong gego
(goncàng) pohon pinàng itu sampài berguguran buahnyà menimp a
harimàu,, eee harimàu bergeming, tàk kunjung pegi”
“Yong lihàt harimau tak màu pergi, yong guncàng lagi pohon pinàng itu
sekuat-kuatnyà, kali ini yong heràn, kenapà harimau berlàri terbibit -birit,
setelàh yong periksà, rupanyà buah pinàng yong copot sebi ji dàn
mengenài kepala harimau. Oleh karenà itulah harimàu lari tunggang
langgang”
Yong dolàh adalah seorang Legendà dari kotà Bengkalis yang sangàt
populer di provinsi Riàu dengan cerita dongengnya yàng penuh maknà.
Kini beliàu telah wafàt. Namun telatàh almarhum tidak pernàh lekang
dimakàn masa, tetàp selalu dikenàng oleh masyarakat Kabupàten
Bengkalis.
HIKAYAT PANJI SEMIRANG
Satu kerajaan yang mana berita tentang Galuh Cendera Kirana yang mana putri dari
Baginda Raja Nata yang amat ta`lim dan hormat kepada orangtuanya akan
bertunangan dengan Raden Inu Kini telah terdengar beritanya oleh Galuh Ajeng .
Mendengar berita ini Galuh Ajeng sangat teriris hatinya dan menangislah ia mlihat
keadaan ini. Melihat hal ini Paduka Liku yang tak lain adalah ayah dari galuh ajeng
sangat menyayangkan hal tersebut. Sangat sedih ia melihat tingkah laku putrinya
tersebut.
Tidak hentinya rasa benci, dengki, serta dendam di dalam hati Paduka Liku
sehingga ia berencena untuk membunuh Galuh Cendera Kirana serta Paduka Nata.
Ia meracuni makanan yang hendak mereka makan yang mana makanan tersebut
telah dipersiapkan oleh dayang-dayang istana. Agar jikalau Galuh Cendera Kirana
mati maka pastilah putrinya Galuh Ajeng yang kelak menggantikan posisi Galuh
Cendera Kirana untuk ditunangkan dengan Raden Inu Kini begitu pula dengan Raja
Nata yang apabila mati, kelak Raja Liku yang akan menggantikan posisinya.
Dan pada saat tersebut Raja Liku meminta tolong kepada saudaranya yang juga
menteri untuk mencarikan baginya seorang yang pandai membuat guna guna untuk
mengguna-gunai raja nata serta putrinya. Setelah di dapatkan dari pencarian yang
panjang oleh saudaranya tersebut, disampaikanlah kepada Raja Nata apa-apa yang
harus dilakukannya kini sesuai dengan psean dari ahli guna-guna tersebut.
Hikayat Abu Nawas – Ibu Sejati
Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih
muda.
Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang
ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami
kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana
sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.
Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda
memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu
Nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda
sampai hari berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang
mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya
disebabkan algojo tidak ada di tempat.
“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata ked ua perempuan itu
saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
“Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu serentak.
“Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya
diserahkan kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. Abu Nawas
tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas
segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan
kedua.
Dahulu kala ada seorang raja yang memiliki 10 orang puteri yang diberi nama Puteri
Jambon, Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Ungu, Puteri Kelabu, Puteri
Biru, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning.Istri raja meninggal
dunia setelah melahirkan Puteri Kuning. Ke-9 puteri sangat manja dan nakal,
berbeda dengan si bungsu Puteri Kuning yang ramah dan baik hati.
Suatu hari raja hendak pergi jauh. Ke-9 puterinya meminta oleh-oleh yang mewah,
namun Puteri Kuning hanya memint ayahnya kembali dengan selamat.
Ketika sang raja pulang, ia memberi Puteri Kuning sebuah kalung batu hijau. Puteri
Hijau merasa cemburu, ia bersama saudaranya yang lain memukul kepala Puteri
Kuning hingga ia meninggal. Tanpa sepengetahuan orang-orang istana, ke-9 puteri
mengubur Puteri Kuning.
Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-
tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri
berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak
menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada orang lalu
berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing
sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya.
Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka
pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, “Apa upayaku hendak
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu,
“Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada
dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah didengar oleh
Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya,
maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, “Untunglah sekali
ini!”
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga
lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang
tua itu, “Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu,
“Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga
Maka kata orang tua itu kepada istrinya, “Pergilah diri dahulu.” Setelah itu maka
turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata
seberangkan.” Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah
maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-
pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk air itu dalam. Maka
sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu,
“Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba
berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu,
agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri hamba.” Maka berbagai-
Maka kata perempuan itu kepadanya, “Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu.”
Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah,
setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan
itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan
Bedawi itu.
Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah
keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka
ia pun berkata-kata dalam hatinya, “Daripada hidup melihat hal yang demikian ini,
Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya
sungai itu aimya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya Bedawi
itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat
Masyhudulhakk itu.
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka
disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan
Maka kata Bedawi itu, “Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan;
Maka kata orang tua itu, “Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.”
Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka
orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah
Maka kata perempuan celaka itu, “Si Panjang inilah suami hamba.”
berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh
Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, “Si Panjang itulah suami hamba.”
Maka kata Masyhudulhakk, “Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan
perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk,
Maka kata Bedawi itu, “Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.”
Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, “Jika sungguh istrimu
perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana
Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-
laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata
Maka kata orang tua itu, “Daripada mula awalnya.” Kemudian maka dikatakannya, siapa
Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi
itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan
Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan
celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan
celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia
Unsur intrinsik :
· Tokoh :
akalnya itu.
supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
ú Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga
lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang
ú Maka kata orang tua itu kepada istrinya, “Pergilah diri dahulu.” Setelah itu maka
ú Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya
perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam
ú Maka kata Bedawi itu, “Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.
ú ….maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, “Si Panjang
· Setting :
ü tempat :
ú tepi sungai : Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
ü Suasana :
ú menegangkan: Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
ú Mengecewakan: “Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku
ú Membingungkan: Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka
gemparlah.
ü Eksposisi :
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit maka
cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan.
Maka sampailah ia kepada suatu sungai.
ü Complication :
….serta dilihatnyaperempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan
ü Rising action :
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada
perempuan itu, “Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka
tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang
bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri hamba.”
ü Turning point :
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka
disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan
berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
ü Ending :
Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan
kebenaran orang tua itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga
perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan
· Poin of View :
ü orang ke-3 :
· Amanat :
ü Jangan berbohong karena berbohong itu tidak baik, merupakan dosa, dan hanya akan
ü Syukurilah jodoh yang telah diberikan Tuhan, yakini bahwa jodoh itu baik untuk kita
Unsur ekstrinsik :
· Nilai religiusitas : kita harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh
Allah. Jangan pernah merasa iri dengan apa yang tidak kita miliki karena apa yang te;ah
diberikan Allah kepada kita adalah sesuatu yang memang terbaik untuk kita. Janagn
· Nilai moral :
Janganlah sekali-kali kita memutar balikkan fakta, mengatakan bahwa yang salah itu
benaran.
Sebuah kesalahan pastilah akan mendapat sebuah balasan, pada hikayat ini diterangkan
bahwa seorang yang melakukan keslahan seperti berbohong maka akan did era
sebanyak seratus kali. (Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan
· Kepengarangan :
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan
diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F. v.d.
Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).Dalam Volksalmanak
Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan
=======================================================
=======================================================
==================================
2. “IBNU HASAN”
Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan, bernama Syekh Hasan,
banyak harta banyak uang, terkenal kesetiap negeri, merupakan orang terkaya,
bertempat tinggal du negeri Bagdad, yang terkenal kemana-mana, sebagai kota yang
Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan,
menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang
baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu
banyak pengikutnya.
Syekh Hasan saudagar yang kaya raya, memiliki seorang anak, laki-laki yang sangat
tampan, pendiam, dan baik budi, berusia sekitar tujuh tahun. Ibnu Hasan namanya.
Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya, semua orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya,
namun demikian anak itu, tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya
dimanjakan, tidak kekurangan sandang, namun Ibnu Hasan sama suka bersolek, karena
bagaimana kalau akhirnya, dimirkai Allah Yang Agung, aku pasti durhaka, tak dapat
sebenarnya aku kuatir, tapi, pergilah ke Mesir, carilah jalan menuju keutamaan.”
jalan kematianpun hamba jalani, semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak
akan ku tolak, siang malam hanya perintah Ayah Ibu yang hamba nantikan.”
Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan berangkat kepesantren, berpisah dengan kedua
orangtuanya, hatinya sangat sedih, ibunya tidak tahan menangis terisak-isak, harus
berpisah dengan putranya, yang masih sangat kecil, belum cukup usia.
diri, karena jauh dari orang tua, harus tahu ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh
dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu
dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan
diperhatikan, berada dirantau orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-
Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa yang Ibu katakan, akan selalu kuingat dan
kucatat dalam hati, doakanah aku agar selamat, semoga jangan sampai menempuh
jalan yang salah, pesan Ibu akan kuperhatikan, siang dan malam.”
Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin
dan Mairun,mereka berangkat berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan
Mairun.
Perasaan sedih prihatin, kehujanan, kepanasan, selama perjalanan yang makan waktu
berhari-hari namun akhirnya sampai juga dipusat kota Negara Mesir, dengan selamat
berkat do’a Ayah dan Ibunda, selanjutnya, segera Ian menemui seorang alim ulama,
Pada suatu hari, saatba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang
bernama Saleh, yang baru pulang dari sekalah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari
mana?”
Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,”
Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!” yang ditanya menjawab,”Apakah anda belum
tahu?”
“sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar, berhitung, menulis, mengeja, belajar
tatakrama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap
segera pulang, menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna
mencari ilmu. Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.”
Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin
Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang,
ternaknyapun banyak, hamba tidak usah bekerja, karena tidak akan kekurangan.
Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah
sudah tiada, sudah menunggal dunia, semua hartanya jatuh ketangan hamba.
Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan
Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah
pendapat saya karena modal sudah ada saya hanya tinggal melanjutkan.
Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihiorang tua, paling tidak harus
sama dengan orang tua, dan tidak akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin,
UNSUR INSTRINSIK
Ø Tokoh :
o Ibnu Hasan
o Syekh Hasan
o Mairin
o Mairun
o Saleh
o Kyai guru
Ø Penokohan :
o Saleh = Sopan
Ø Latar :
Ø Amanat : Patuhlah kepda kedua orangtuamu, berbuat baiklah kesesama manusia dan
Ø Pendidikan : Ibnu Hasan baru saja ingin menuntut ilmu pada kyai guru
=======================================================
=======================================================
==================================
3. “SI MISKIN”
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang
sebagai si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari
Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-
tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar
dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki.
Demikian seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di
taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu,
tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah.
Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat,
lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan,
Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama
Marakarmah (=anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal,
didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk
berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah
Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan
Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan
Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa
Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi
orangtuanya.
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka,
dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-
putrinya itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah
terbakar.
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon
beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung,
laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam
Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang
Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di
pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk
Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang.
Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang
sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka
didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang
membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di
dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan
daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat
bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu
Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan
seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah
Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka ditemuinyalah. Nahkoda kapal
yang jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja
Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di
Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi
2. Alur : Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari
3. Setting/ Latar :
¯ -Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan,
5. Amanat :
¯ Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
¯ Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan
rendah hati.
¯ Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam
hatinya.
¯ Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia
Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
2. Nilai Budaya
3. Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan
tanpa rasa pamrih. Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
5. Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan
=======================================================
=======================================================
==================================
4. HIKAYAT BUNGA KEMUNING (http://dongeng.org/dongeng/hikayat-bunga-
kemuning.html)
asal nama, asal usul, bakti anak, bunga, cerita anak, Cerita Rakyat, iri hati, jahat,
Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-cantik.
Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan
kepemimpinannya, karena itu ia tidak mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri sang
raja sudah meninggal ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja
diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya
suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau membantu ayah
Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama Puteri
Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu,
Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna
sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali
mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning
sedikit berbeda, ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan
tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian dengan inang pengasuh
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya.
“Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?” tanya raja.
“Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta
hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri
“Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat,” katanya. Kakak-kakaknya
“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka sering
membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena
sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat
membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman
adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan
dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh
Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat tampaknya kita
“Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan
sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning diam saja
Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang
“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk
kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Kata Puteri Kuning dengan marah.
“Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!” ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan
Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka
pulang. Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan puterinya masih bermain di danau,
sementara Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu,
Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain kalung
batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata sang raja. Raja memang
sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah
ditemukannya.
“Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku
“Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah,” ucapnya
lagi. Ketika Puteri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka
ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri
Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. “Wahai
adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku
mereka.
“Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya
berbuat baik!” kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak
mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut
mengubur kalung batu hijau, karena ia tak menginginkannya lagi. Sewaktu raja mencari
Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam
seribu bahasa. Raja sangat marah. “Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri
Kuning!” teriaknya.
berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. “Aku ini ayah
yang buruk,” katanya.” Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan
negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran
melihatnya. “Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat
berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi!
Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!”
kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan,
dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat orang
menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.
=======================================================
=======================================================
==================================
5. HIKAYAT SANG POHON
CANTIK (http://virouz007.wordpress.com/2010/05/06/hikayat-sang-pohon-cantik/)
Nun,di sebuah hutan belantara tumbuhlah sebatang pohon yang memiliki keunikan
tersendiri dibandingkan dengan jutaan pohon yang lainnya. Ia memiliki batang yang
sangat lurus dan tegak, akarnya yang kukuh, serta aroma khasnya yang harum,
semerbak, memenuhi seluruh isi hutan. Sehingga tidaklah menjadi hairan, ramai sekali
para pencari kayu bakar yang merasa tertarik kepada pohon itu. Bahkan ramai yang
berniat baik untuk turut memelihara keindahan pohon itu. Dengan senang hati mereka
Sering kali mereka menyempatkan diri untuk menyiraminya dengan air yang diperoleh
dari lubuk bening di pinggir hutan. Semua itu mereka lakukan dengan penuh harap agar
suatu saat kelak, di alam yang mulai penuh dengan kerosakkan ini, Sang Pohon Cantik
akan tumbuh dengan sejuta pesona. Memberikan warna perubahan bagi siapa saja,
Sementara bagi para penebang pohon yang liar, keberadaan pohon cantik itu sangatlah
mengganggu. Mereka sedar, apabila pohon tersebut tumbuh dengan baik, maka akan
banyak perhatian yang akan tertuju kepada hutan itu. Perhatian yang tentu saja
membuat langkah mereka semakin sulit dalam membuat kerosakan di dalam hutan itu.
Para penebang pohon yang liar itu berikrar, mereka akan memindahkan pohon cantik itu
ke halaman rumah-rumah mereka. Tetapi kalau tujuan itu tidak tercapai, maka
mematikan pohon itu adalah cara terbaik yang harus mereka tempuh.
Beruntung, pohon cantik tersebut mendapat penjagaan yang sangat rapi dari para
pencari kayu bakar yang baik hati. Mereka secara bergiliran mengiring berjalan dengan
sangat waspada agar pertumbuhan Sang Pohon terjaga . Selain itu, pohon tersebut
rupanya memiliki akar yang dapat menumbuh dengan cepat. Sehingga sari-sari
makanan yang ada dalam tanah dapat diserap dengan baik. Demikian juga dengan air
yang ada, dapat digunakan oleh Sang Pohon untuk menampung kehidupannya.
menghijau membuat mata tak lelah untuk memandang, dari dahan-dahannya lahir
wangian semerbak harum yang menyeliputi seluruh hutan, dan satu lagi, pohon cantik
tersebut memiliki buah yang sangat manis. Selain dapat menghilangkan dahaga, juga
dapat mengenyangkan para penikmatnya. Terasalah berkah Sang Pencipta bagi para
pencari kayu bakar, meskipun para penebang pohon yang liar masih saja mencari helah
Namun, demikianlah kudrat keberadaan setiap makhluk yang hidup dan tumbuh di atas
muka bumi ini, tak satupun yang abadi! Tak terkecuali dengan keadaan pohon cantik
yang disanjung para pencari kayu bakar dan seluruh penghuni hutan. Pada suatu
petang, ketika langit mulai gelap, angin pun kencang berhembus. Pucuk pohon cantik
bergoyang dengan hebatnya. Ia sekuat tenaga mengimbangi keadaan yang mana pada
bila-bila masa boleh menumbangkannya. Sang Pucuk terus bergerak, awalnya hanya
serangan angin tersebut. Ia yakin benar telah ditampung oleh akar yang kuat, dan
dahan-dahan yang kukuh, serta dedaunan yang dapat menahan laju dan kencangnya
gerakan yang tidak disangka-sangka oleh Sang Akar, yang sekuat tenaga mencengkam
tanah.
Sang Pucuk menari, bukan hanya mengikut arah angin, namun terkadang ia membuat
Dan, Sang Akar pun mengeluarkan bantahannya; “Hai, pucuk. Berhentilah menari! Aku
bingung melihatmu!” “Kenapa mesti bingung, Akar? Aku tahu benar situasi yang ada.
Ikut sajalah!” “Bagaimana aku hendak mengikuti tarianmu, kalau kamu susah diikuti”
“Percayalah, akar. Aku diatas mampu melihat semuanya. Bukan hanya batang, daun,
dan kau akarku sendiri. Tetapi jarak puluhan batu di sekeliling kita pun dapat aku lihat
dengan jelas” “Hai, apa salahnya aku mengingatkanmu, pucuk?” “Kau salah akar,
harusnya kau ikut saja apa kataku. Kerana posisimu di bawah, dan kau tidak tahu apa-
“Aduhai…angkuh nian kau, pucuk! Kalaulah tak ada aku, mana mungkin kau dapat
berdiri dan berada di atas sana!” “Sudahlah, kenapa kalian malah bertengkar, hah?!”
Sang Daun menegahi suasana yang semakin panas. “Kerana dia mulai merasa angkuh,
daun!” akar mengarahkan serabut akarnya kepada Sang Pucuk. “Apa urusanmu, akar?!
Ikuti sajalah kataku, dan kau akan selamat” “Apakah kalian lupa, hah? Kalian itu saling
memerlukan! Tidak akan ada kehidupan kalau tidak aku, kau, dan si akar itu. Sedarlah,
saudaraku! kawanku!” Sang Daun kembali berkata-kata dengan perasaan yang sedih
merasa harus mengalah sedikit pun terhadap Sang Akar. Ia merasa bahawa ialah
segalanya, dialah ketua kerana berada di tempat yang paling atas. Ia merasa
ditakdirkan Tuhan untuk berada di atas dengan segala penglihatannya yang luas akan
dunia ini. Ia merasa Tuhan telah memberikan kekuasaan mutlak kepadanya untuk
berbuat sesuka hati. Sementara, Sang Akar merasa kecewa, Sang Pucuk telah
hidup seluruh bagian pohon tersebut. Dan, Sang Daun yang berusaha meleraikan
perdebatan itu pun tak berdaya menenangkan keduanya, meski ia tak pernah merasa
Waktu yang digariskan mungkin saja telah tiba, kerana perdebatan yang berlarutan itu,
Sang Akar bermalas-malasan untuk menyerap air dan zat-zat yang dibutuhkannya.
Demikian juga Sang Daun, kerana kelelahan melerai perdebatan kedua saudaranya, ia
lupa untuk mengolah makanan meskipun matahari terus bersinar sepanjang hari. Dan,
Sang Pucuk rupanya semakin terlena. Ia tidak menyadari dua saudara dibawahnya
sudah mengalami gangguan. Ia tetap berlenggok mengikuti arah angin dengan irama
yang menghiburkan hatinya. Hingga tibalah saat di mana angin justeru berhembus
Sang Pucuk terlena kerana desirnya, ia merasa ngantuk dan ia biarkan gerakannya yang
tidak beraturan, dan ia pun mulai terpejam. Terlelap dalam tidur yang tidak disedarinya,
dan angin datang menyerang. Tubuhnya terkulai. Sang Daun yang lapar tidak berdaya
menahan tubuh Sang Pucuk yang datang tiba-tiba. Ia ikut terjatuh. Sementara di
bawah, Sang Akar yang bermalas-malasan tidak lagi memiliki cengkaman yang kuat
terhadap tanah di sekelilingnya. Sang Akar tidak berkuasa menahan tubuh kedua
kayu bakar yang baik hati bermuram durja, sementara para penebang liar bergelak
tawa, “Tak perlu kita robohkan, kawan. Mereka roboh sendiri kerana permusuhan…!! ”
“O, bahkan tak perlu angin yang kencang rupanya…….kasihan betul…..” demikianlah kata
Dari sini saudara-saudaraku dapatkah kita mengambil sedikit iktibar dari cerita ini?
dan digemilangkan.. dan agar kita tetap menjadi orang yang beriman..
InsyaAllah..
=======================================================
=======================================================
==================================
6. HIKAYAT ABU NAWAS DAN LELAKI KIKIR(http://www.ceritapedia.com/hikayat-
abu-nawas-dan-lelaki-kikir.html)
Syahdan,disuatu masa hidup seorang laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia mempunyai
sebuah rumah yang cukup besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama seorang istri
dan 3 orang anaknya yang masih kecil2.laki2 ini merasa rumahnya sudah sangat sempit
lelaki merasa sayang untuk mengeluarkan uang.ia putar otak bagaimana caranya agar ia
abu nawas : “salam juga untukmu hai orang asing,ada apa gerangan kamu mendatangi
sesaat,tersenyum,lalu ia berkata :
ayam,jantan dan betina,lalu buatkan kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor
si lelaki : “boro boro ya abu.apa kamu yakin idemu ini tidak salah?rumahku tambah
kacau dengan adanya kedua ekor ayam itu.mereka membuat keributan dan kotorannya
abu nawas : “( sambil tersenyum ) kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan
kali,ia tak berani membantah,karena ingat reputasi abunawas yang selalu berhasil
abu nawas : “bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?”
si lelaki : “aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai aku.saat ini adalah saat paling parah
si lelaki : “apa kau sudah gila abu ?kemarin ayam,bebek dan sekarang kambing.apa
lelaki itu tertunduk lesu,bagaimanapun juga yang memberi ide adalah abunawas,sicerdik
pandai yang tersohor.maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor
si lelaki :”yah,lumayan lah abu,paling tidak bau dari kambing dan suara embikannya
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
kerumah abunawas
dan tidak terlalu sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.”
abunawas : “kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?”
si lelaki :”alhamdulillah ya abu,sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan
kandangnya sudah tidak ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga sudah
tidak rewel.”
menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah
tak melihat betapa luasnya rumahmu.mulai sekarang kau harus lebih banyak bersyukur
karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu.sekarang pulanglah
kamu,dan atur rumah tanggamu,dan banyak2lah bersyukur atas apa yang dirizkikan
silelaki pun termenung sadar atas segala kekeliruannya,ia terpana akan kecendikiaan
=======================================================
=======================================================
==================================
7. “HIKAYAT PANGLIMA BURUNG ( BULAN
JIHAD)”(https://www.facebook.com/KumpulanCeritaRakyatBanjarmasin/posts/6158448
35096891?stream_ref=10)
Hikayat Panglima Burung justru menjadi sangat mencuat tatkala terjadi kerusuhan etnis
tahun 2001 di Kalimantan Tengah. Saat itu Panglima Burung sebagai tokok gaib Dayak
seberang. Apa boleh buat, sesuatu yang telah dilupakan menjadi bangun ke alam nyata.
Lalu siapa Panglima Burung dan bagaimana latar belakang ketokohannya? Inilah
sebagian kecil jawabannya, jawaban dari versi Suku Dayak yang mendiami DAS Barito.
Kerusukan etnis yang mulai pecah sejak 18 Pebruari 2001 di Sampit memaksa Panglima
Burung hadir dan membantu warga suku Dayak berperang dan mengusir warga etnis
Madura. Sebagai Panglima besar, tentu saja Panglima Burung tidak turun sendiri tetapi
membawa sejumlah pengawal alias Pasukan Khusus. Kata Abdul Hadi Bondo Arsyad,
seorang Temanggung Dayak dari Tumbang Senamang, Katingan Hulu, “Panglima Burung
muncul dengan membawa 87 orang pasukan khususnya”. Kata Kiyai Haji M. Juhran
Erpan Ali, Ketua Pondok Pesantren Ushuluddin, Martapura, “Panglima Burung (adalah)
seorang wanita berparas cantik namun berwatak bengis. Selain itu ia juga bergelar
hajjah”
Disamping Panglima Burung sebagai panglima tertinggi Dayak, rusuh Sampit juga
menurunkan beberapa tokoh legenda alam gaib lainnya seperti Panglima Palai, Panglima
Api, Panglima Angsa, Panglima Hujan Panas, Panglima Angin dan beberapa panglima
sakti lainnya. Yang pasti dari beberapa panglima itu terdapat dua panglima wanita cantik
Dan kembali kepada keberadaan Panglima Burung yang legendaris, kata Kiyai Haji M.
Juhran Erpan Ali (56), “Keberadaannya memang nyata, berwujud seorang wanita
berparas cantik namun berwatak bengis. Panglima Burung sudah ada jauh sebelum
Indonesia terbentuk”. Namun begitu, yang mengejutkan dari penuturan Kiyai Juhran ini
adalah karena sosok Panglima Perang Suku Dayak ini juga beragama Islam dan
WA Samat dan Adonis Samat bertutur bahwa pahlawan cantik tersebut keberaniannya
luar biasa sekali. Salah satunya adalah saat berperang mendampingi Gusti (Ratu) Zaleha
dalam Perang Barito. “Amuk Barito itu terjadi pada tahun 1900-1901, dimana suku-suku
Dayak Dusun, Ngaju, Kayan, Kinyah, Siang, Bakumpai, Banjar, Hulu Sungai, baik yang
beragama Islam atau pun Kaharingan bersatu bahu membahu menghadapi serangan
Seman dan Gusti Ratu Zaleha selalu bersanding bahu membahu dengan (para pahlawan
Dayak seperti) Temanggung Surapati, Antung, Kuing, Temanggung Mangkusari dan lain-
sangat cantik ini memiliki beberapa panggilan akrab oleh masyarakat. “Ada yang
menyebutnya “Ilum” atau “Itak” namun nama populernya adalah “Bulan Jihad”.
Kabarnya, Bulan Jihad memeluk agama Islam dengan perantaraan Gusti Zaleha kawan
seperjuangannya.
Dan kita ketahui bahwa Gusti Zaleha adalah puteri Gusti Muhammad Seman, putera
Pangeran Antasari yang memimpin Perang Banjar hingga memasuki kawasan Barito
Utara dan (Barito) Selatan dengan semboyannya (yang terkenal): “Haram Manyarah,
Tjilik Riwut membenarkan keberadaan srikandi Dayak itu tetapi menurut beliau Bulan
Jihad (bukan asli Dayak Kalteng tetapi) berasal dari Suku Dayak Kinyah (Kaltim). Yang
pasti, “nama Bulan Jihad sangat terkenal diantero Barito Hulu dan Barito Selatan”,
imbuh Tjilik Riwut. “Dia pendekar sakti mandraguna, punya ilmu kebal tahan senjata,
bisa menghilang dan (mampu) melibas lawan hanya dengan selendang saja. Dia selalu
demikian maka ceritera yang disampaikan oleh WA Samat dan Adonis Samat (1948)
Tatkala tokoh perlawanan Gusti Muhammad Seman meninggal dunia pada tahun 1905,
lalu awal tahun 1906 Gusti Zaleha berkeputusan turun gunung, lantas apa keputusan
Bulan Jihad dan sisa prajurit lainnya? Ternyata Bulan Jihad tetap bertekad meneruskan
perjuangan dan terus mengembara. Maka terjadilah perpisahan yang sangat memilukan.
Dengan berat hati keluarlah Gusti Zaleha dari hutan menuju Muara Teweh dan
Sejak perpisahan itu, tidak banyak orang yang tahu dimana keberadaan Bulan Jihad dan
kelanjutan perjuangannya. Barulah pada tanggal 11 Januari 1954, Bulan Jihad datang
melaporkan diri ke Kantor Pemerintahan setempat di Muara Joloi sehingga saat itulah dia
baru mengetahui kalau Indonesia sudah merdeka. Hatinya pun semakin luluh begitu
mengetahui sahabat karibnya Ratu Zaleha telah lama meninggal dunia (24 September
1953) di Banjarmasin. Hari itu orang kembali melihat pemunculannya dan hari itu pula
dia kembali mengembara ke hutan rimba untuk selama-lamanya. Inilah sekilas kisah
muslimah Bulan Jihad yang setia berperang mendampingi perjuangan Gusti Puteri
Zaleha (1903-1906), bahkan dia terus berjuang melewati masa juang pahlawan anti
Dari bukti sejarah yang ditunjukkan pendahulu kita menyatakan fakta bahwa kebulatan
tekad persatuan, tekad perjuangan melawan penjajahan tertuang jelas di dalam Perang
Banjar dan Perang Barito. Saat itu, Pangeran Antasari, Demang Leman, Gusti
Muhammad Seman, Temanggung Surapati, Gusti Zaleha, Bulan Jihad, Panglima Batur,
bersatunya kesatuan suku-suku Dayak Ngaju, Dayak Dusun, Kayan, Kenyah, Siang,
Bakumpai, Banjar, Hulu Sungai, baik yang beragama Islam maupun Kaharingan. Kata
Kiyai Juhran Erpan Ali, “(Sejak) masa itu telah ada kesepakatan tekad bahwa suku
Dayak dan suku Banjar tidak akan pernah berperang sesamanya sampai kapan pun
juga”.
=======================================================
=======================================================
==================================
8. HIKAYAT ABU NAWAS CERITA MENGECOH
RAJA(http://tempatcerita.com/humor/hikayat-abu-nawas-cerita-mengecoh-
raja_213.html)
Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang dilegalisir
oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu Nawas untuk dijebloskan
ke penjara.
Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda,
maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu Abu Nawas amat
takut kepada beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu
Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda Raja Harun Al Rasyid berburu
beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar tetapi ia tidak berani menolak perintah
Baginda.
Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi
mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat Abu Nawas
mendekati Baginda.
“Tahukah mengapa engkau aku panggil?” tanya Bagla tanpa sedikit pun senyum di
wajahnya.
“Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan Hutan masih jauh dari sini. Kau
kuberi kuda yang lambat Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku akan menunggang
kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat
peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing
masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang kita berpencar.” Baginda menjelaskan.
Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak.Abu Nawas kini tahu Baginda akan
menjebaknya, la harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas sedang berpikir, tiba
Baginda dan rombongan secepat memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan
yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah
kuyup. Ketika santap siang tiba Baginda segera menuju tempat peristirahatan. Belum
sempat baju Baginda dan para pengawalnya kering,Abu Nawas datang dengan
menunggang kuda yang lambat Baginda dan para pengawal terperangah karena baju
Abu Nawas tidak basah. Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa
lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun
seperti kemarin. Malah hari ini lebih deras daripada kemarin. Baginda dan pengawalnya
langsung basah kuyup karena kuda yang ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang
Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba tempat peristirahatan lebih dahulu dari
Baginda dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja. Selang beberapa saat
Baginda dan para pengawalnya tiba dengan pakaian yang basah kuyup. Melihat Abu
Nawas dengan pakaian yang tetap kering Baginda jadi penasaran. Beliau tidak sanggup
“Terus terang begaimana caranya menghindari hujan , wahai Abu Nawas.” tanya
Baginda.
“Sedangkan’ aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat berteduh
“Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan.Tetapi begitu hujan turun hamba
secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya.
Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti.” Diam-diam Baginda Raja mengakui
=======================================================
=======================================================
==================================
9. KISAH ABU NAWAS MENCANGKUL DALAM
PENJARA(http://mayajambu.blogspot.com/2010/12/kisah-abu-nawas-mencakul-dalam-
penjara.html)
Karena dianggap hampir membunuh Baginda maka Abu Nawas mendapat celaka.
menangkap dan menyeret Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara. Waktu itu Abu
Nawas sedang bekerja di ladang karena musim tanam kentang akan tiba. Ketika para
Dan tanpa alasan yang jelas mereka langsung menyeret Abu Nawas sesuai dengan titah
Baginda. Abu Nawas tidak berkutik. Kini ia mendekam di dalam penjara. Beberapa hari
lagi kentang-kentang itu harus ditanam. Sedangkan istrinya tidak cukup kuat untuk
bersedia membantu istrinya sebab mereka juga sibuk dengan pekerjaan mereka masing-
masing.
Tidak ada yang bisa dilakukan di dalam penjara kecuali mencari jalan keluar. Seperti
biasa Abu Nawas tidak bisa tidur dan tidak enak makan. Ia hanya makan sedikit. Sudah
dua hari ia meringkuk di dalam penjara. Wajahnya murung. Hari ketiga Abu Nawas
memanggil seorang pengawal. “Bisakah aku minta tolong kepadamu?” kata Abu Nawas
membuka pembicaraan.
“Aku ingin pinjam pensil dan selembar kertas. Aku ingin menulis surat untuk istriku. Aku
harus menyampaikan sebuah rahasia penting yang hanya boleh diketahui oleh istriku
saja.”
Pengawal itu berpikir sejenak lalu pergi meninggalkan Abu Nawas. Ternyata pengawal
itu menghadap Baginda Raja untuk melapor. Mendengar laporan dari pengawal, Baginda
segera menyediakan apa yang diminta Abu Nawas. Dalam hati, Baginda bergumam
mungkin kali ini ia bisa mengalahkan Abu Nawas. Abu Nawas menulis surat yang
berbunyi:
“Wahai istriku, janganlah engkau sekali-kali menggali ladang kita karena aku
menyembunyikan harta karun dan senjata di situ. Dan tolong jangan bercerita kepada
siapa pun.”
Tentu saja surat itu dibaca oleh Baginda karena beliau ingin tahu apa sebenamya
rahasia Abu Nawas. Setelah membaca surat itu Baginda merasa puas dan langsung
memerintahkan beberapa pekerja istana untuk menggali ladang Abu Nawas. Dengan
peralatan yang dibutuhkan mereka berangkat dan langsung menggali ladang Abu
Nawas. Istri Abu Nawas merasa heran. Mungkinkah suaminya minta tolong pada
mereka? Pertanyaan itu tidak terjawab karena mereka kembali ke istana tanpa pamit.
Lima hari kemudian Abu Nawas menerima surat dari istrinya. Surat itu berbunyi:
istana datang ke sini dua hari yang lalu, mereka menggali seluruh ladang kita. Lalu apa
Rupanya istrinya Abu Nawas belum mengerti muslihat suaminya. Tetapi dengan
bijaksana Abu Nawas membalas: “Sekarang engkau bisa menanam kentang di ladang
tanpa harus menggali, wahai istriku.” Kali ini Baginda tidak bersedia membaca surat Abu
Nawas lagi. Baginda makin mengakui keluarbiasaan akal Abu Nawas. Bahkan di dalam
=======================================================
=======================================================
==================================
10. KISAH ABU NAWAS RAJA JADI
BUDAK(http://mayajambu.blogspot.com/2010/12/kisah-abu-nawas-raja-jadi-
budak.html)
Kadangkala untuk menunjukkan sesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya
sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan mata kepala
sendiri, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek
Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas merencanakan menjual Baginda Raja. Karena
menurut Abu Nawas hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah
Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Al Rasyid.
“Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada Paduka
yang mulia.”
“Sesuatu yang hamba yakin belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang mulia.”
“Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya.” kata Baginda Raja
“Bila Baginda tidak menyamar sebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan
banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu.” kata Abu Nawas.
Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia menyamar
Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat menuju ke sebuah
hutan.
Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati sebuah pohon yang
rindang dan memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara itu Abu Nawas
menemui seorang badui yang pekerjaannya menjuai budak. Abu Nawas mengajak
pedagang budak itu untuk melihat calon budak yang akan dijual kepadanya dari jarak
yang agak jauh. Abu Nawas beralasan bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman
dekatnya. Dari itu Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan mata. Setelah pedagang
budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok. Abu Nawas pun membuatkan
menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang
yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu menerima
Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang budak
menghampirinya. la belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang
hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain di situ.
“Aku adalah tuanmu sekarang.” kata pedagang budak itu agak kasar.
Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al Rasyid dalam
“Apa maksud perkataanmu tadi?” tanya Baginda Raja dengan wajah merah padam.
“Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru
“Tidak dan itu tidak perlu.” kata pedagang budak seenaknya. Lalu ia menyeret budak
barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan
Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu sehingga memandangnya
saja Sultan Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya.
“Ayo kerjakan!”
Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si
badui melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang merasa aneh.
“Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh
sekali !”
Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam terarah ke
kayu. la mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi
si badui.
“Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih
dahulu. Wah lama-lama aku tak tahan juga.” gumam Sultan Harun Al Rasyid.
Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan lama-lama
“Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku!” kata badui itu sembari memukul
baginda. Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang, ia menjerit keras saat dipukul
kayu.
“Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid.” kata Baginda sambil
la pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja. Baginda Raja
mengampuni pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu. Tetapi kepada Abu
Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas
=======================================================
=======================================================
==================================
11. HIKAYAT SANG KANCIL &
MONYET(https://sites.google.com/site/himpunankisahteladan/teks-himpunan-kisah-
teladan/hikayat-sang-kancil-monyet)
alam semula jadi. Di alam inilah tinggalnya sang kancil yang bijaksana dengan sahabat
karibnya kura-kura. Mereka hidup rukun damai, bebas bergembira, tolong-menolong dan
Kelihatan seekor monyet berdekatan kawasan taman peliharaan sang kancil dan kura-
Tiba-tiba monyet berhenti bergayut dan memerhatikan sesuatu, apa pula yang
dilihatnya? “Ranumnya buah-buahan di sini. siapa punya agaknya?” kata monyet. “Oh,
rupanya sang kancil dan kura-kura.” Balas monyet sendiri selepas melihat sang kancil
dan kura-kura yang ada di situ. Begitu rajin mereka bekerja. bukan seperti engkau
monyet.
Lantas itu, monyet bergerak ke arah sang kancil dan kura-kura sambil memegang
perutnya. eh, ini mesti ada apa-apakan monyet? “Tolong, tolong! dah empat hari aku
tak makan. Tolonglah, berikan aku sedikit makanan. kasihanlah aku.” Monyet berpura-
pura sakit di depan dua sahabat baik itu. Sang kancil dan kura-kura saling
berpandangan, lalu sang kancil berkata, “kesiannya, empat hari tak makan. Baiklah
monyet. Ambil sajalah apa yang engkau nak dari taman kami. Makanlah sepuas hati
engkau monyet.” Sang kancil yang begitu prihatin dengan kesakitan yang dihadapi
monyet menghulurkan bantuan. “Terima kasih kancil, terima kasih kura-kura.” Ujar
“Aku nak itu, aku nak itu!” pinta monyet dalam nada mendesak, sambil jarinya
menuding ke arah pokok cili yang nampak menarik itu. “Eh, tak boleh monyet. kita tak
boleh makan buah tu.” larang sang kancil sambil dibantu kura-kura di sebelahnya. “Aku
tak peduli, aku tak peduli, aku nak juga.” Monyet yang tamak dan degil itu masih
berkeras mahu mengambil cili itu untuk dimakannya. “Jangan monyet, jangan!” belum
pun sempat kancil menghabiskan ayatnya, monyet telah mengambil cili itu lalu
memakannya beberapa batang sekali gus. Apa lagi, terasa berapi dan merah muka
monyet akibat kepedasan yang melampau. “Ha, rasakan engkau monyet. Beginilah
jadinya mereka yang tidak menerima nasihat orang.” Ujar kura-kura yang geram
Selang beberapa hari kemudian, sang kancil dan kura-kura bersiar-siar di taman
peliharaan mereka. “Apa khabar pula dengan si monyet?” bicara sang kancil kepada
kura-kura. “Kasihan, ingat-ingat monyet. jangan diulang lagi.” Kata kura-kura yang
Pengajaran:
1. Jangan tamak
3. Jangan berdendam
=======================================================
=======================================================
==================================
12. HIKAYAT SRI RAMA (http://desveeta.wordpress.com/2012/05/24/hikayat-sri-
ram/)
Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi. Mereka berjalan
menelusuri hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita
Dewi.
Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan seekor
burung jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung
jantan tentang keberadaan Sita Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan
bahwa Sri Rama tak bisa menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki
empat istri namun bisa menjaganya. Tersinggunglah Sri Rama mendengar perkataan
burung itu. Kemudian, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya agar memgutuk
burung itu menjadi buta hingga tak dapat melihat istri-istrinya lagi. Seketika burung itu
Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor
bangau yang sedang minum di tepi danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu.
Maharaja Rawana. Sri Rama merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita
bangau itu. Sebagai balas budi, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya untuk
membuat leher bangau menjadi lebih panjang sesuai dengan keinginan bangau. Namun,
Sri Rama khawatir jika leher bangau terlalu panjang maka dapat dijerat orang.
Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian
datanglah seorang anak yang hendak mengail. Tetapi, anak itu melihat bangau yang
sedang minum kemudian menjerat lehernya untuk dijual ke pasar. Sri Rama dan
Laksamana bertemu dengan anak itu dan membebaskan bangau dengan memberi anak
Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan menyuruh Laksamana untuk
mencarikannya air. Sri Rama menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatunya anak panah
agar dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil mendapatkan air itu, Laksamana
membawanya pada Sri Rama. Saat Sri Rama meminum air itu, ternyata air itu busuk.
Sri Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya ke tempat sumber air dimana
Sri Rama mengatakan bahwa dulu pernah ada binatang besar yang mati di hulu sungai
itu. Kemudian, Sri Rama dan Laksamana memutuskan untuk mengikuti jalan ke hulu
sungai itu.
Mereka bertemu dengan seekor burung besar bernama Jentayu yang tertambat
sayapnya dan yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai
Jentayu seperti itu. Jentayu menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang
memberikan cincin yang dilontarkan Sita Dewi saat Jentayu gugur ke bumi saat
berperang dengan Maharaja Rawana. Kemudian, cincin itu diambil oleh Sri Rama.
Bahagialah Sri Rama melihat cincin itu memang benar cincin istrinya, Sita Dewi.
Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan pergi menyeberang ke negeri Langka Puri, Sri
Rama tidak boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung bernama Gendara
Wanam. Di dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang bernama Dasampani sedang
bertapa. Jentayu tak ingin saudaranya itu mengetahui bahwa dirinya akan segera mati.
Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia dengan
memberinya sebuah tongkat. Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu.
Lalu ia kembali pada Sri Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama bahwa ia tidak
dapat menemukan tempat sesuai perintah Sri Rama. Kemudian, Sri Rama menyuruh
Laksamana untuk menghimpun semua kayu api dan meletakkannya di tanagn Sri Rama.
Lalu diletakkannya bangkai Jentayu di atas kayu api itu dan di bakar oleh Laksamana.
Beberapa lama kemudian, api itu padam. Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama
bukti: Para patik Sri Rama berani berkorban nyawa demi membantu Sri Rama yang
sedang kesulitan mencari Sita Dewi. Mereka bakti akan perintah Sri Rama dengan
Alur: Maju
bukti: Sri Rama mencari Sita Dewi yang dibawa lari oleh Maharaja Rawana. Dia berhasil
menemukan petunjuk tentang keberadaan Sita Dewi saat bertemu dengan Jentayu.
Tokoh:
Setting/latar cerita
bukti: Sri Rama terharu melihat kesetiaan Jentayu atas pengabdiannya menolong Sita
Dewi.
Amanat: hargailah pengorbanan seseorang yang telah rela mati demi menbantu kitA