MANUSIA HARIMAU+
Erwin, lelaki yang pada tahun delapan puluh telah mencapai usia tiga
puluh tahun, kini, dia yang masih hidup, berumur sekitar tiga puluh tiga
tahun. Sebenarnya pada hakekatnya ia manusia biasa, tetapi oleh suatu
warisan yang tidak dapat dielakkannya ia kadangkala berubah bentuk.
Berkepala manusia tetapi bertubuh harimau. Betapapun aneh kedengaran,
bagi penduduk di Tapanuli Selatan, adanya manusia harimau bukanlah suatu
khayalan. Hampir semua orang sana mengetahui, sekurang-kurangnya
mendengar ceritanya. Walaupun tidak sangat banyak, tetapi makhluk aneh
ini bukan pula hanya satu dua. Sejak zaman dahulu mereka memang ada dan
kiranya tidak akan pernah lenyap lama sekali, karena tiap yang mati akan
mewariskannya kepada anak lelakinya yang tertua. Kalau seseorang atau
satu manusia harimau tutup usia tanpa meninggalkan anak lelaki maka
terpaksa anak perempuannya dijadikan pewaris. Kalau sama sekali tidak
mempunyai anak, maka akan diturunkan kepada salah seorang saudaranya.
Erwin merupakan salah satu dari tidak seberapa manusia harimau yang
sampai kini masih hidup. Di antara masyarakat biasa. Dia telah
meninggalkan kampung halaman, yang lebih banyak dilanda kemiskinan
daripada kecukupan. Ia telah merantau ke Medan, di mana ia ditakdirkan
berjumpa dengan seorang gadis bernama Indahayati, yang diselamatkannya
dari keganasan beberapa lelaki yang hendak memperkosanya. Wanita ini
jatuh cinta padanya walaupun ia telah melihat sendiri bahwa Erwin disaat
yang amat menyedihkan berubah jadi manusia harimau. Yang mestinya amat
mengerikan, tetapi Indahayati yang semula terkejut dan takut, tetap
cinta padanya, karena ternyata manusia bertubuh harimau ini mempunyai
hati amat lembut. Dengan hati amat tersayat-sayat ia menganjurkan supaya
Indahayati meninggalkannya, karena gadis secantik dan sebaik dia
tidaklah patut menjadi teman hidup dari makhluk yang kadangkala jadi
harimau.+
Orang pandai dari Jawa itu ikut ke Sumatera untuk menambah ilmu.
Kemudian kembali ke Jawa. Tetapi pada suatu saat, Ki Ampuh yang telah
bersumpah untuk selalu bersahabat setia itu, melanggar sumpahnya. Ia
membunuh Indahayati dan anaknya ketika Erwin merantau. Sejak itu dendam
Erwin membara. Walaupun Ki Ampuh, sesuai dengan sumpahnya telah berubah
menjadi seekor babi hutan yang amat malang.+
Jumlah insan yang dengan mudah bersumpah setia jabatan, setia pada
bangsa dan nusa sampai sekarang masih banyak Al Our'an di atas kepala
atau tangan di atas injil dan cara lain, sesuai dengan agama
masing-masing, sebagai manusia yang benar-benar boleh diandalkan tetapi
sebagian dari mereka ternyata merupakan bandit-bandit yang dengan
wewenang dan kelihaiannya merampok dan secara tak langsung melakukan
pembunuhan besar-besaran.
Dja Lubuk, ayah Erwin yang meninggal ditahun sekitar enam puluhan di
Mandailing, Tapanuli Selatan. Di masa hayatnya ia seorang pedagang amat
kecil, yang mencari biaya hidup dari pekan (hari pasar atau poken bahasa
Mandailing) kampung yang satu ke SERIAL MANUSIA HARIMAU+
3+
Ada yang begitu benci, sehingga memandang makhluk semacam itu tidak
berhak hidup di antara manusia, harus dipunahkan. Ada lagi orang-orang
yang melakukan penyerangan secara beramai-ramai untuk membunuh.
Perbuatan beginilah yang membuat ia dan makhluk-makhluk semacam dia,
menjadi terpojok lalu melakukan perlawanan untuk mempertahankan nyawa.
Ada kalanya manusia harimau kalah dan tewas di tangan massa, tetapi
selalu setelah menumbangkan beberapa penyerangnya.+
Ada juga yang dapat meloloskan diri. Baik oleh ilmu tingginya maupun
oleh bantuar, orang berpengetahuan sangat hebat yang tidak tega melihat
makhluk bernasib malang itu jadi korban masyarakat yang tidak mengenal
rasa kasihan.+
Setelah meninggal, Dja Lubuk yang amat cinta pada anaknya Erwin, selalu
keluar dari kuburannya untuh mendampingi anak tersayang itu, manakala ia
dalam kesulitan atau nyawanya sampai terancam. Itulah sebabnya Dja Lubuk
juga beberapa kali dating ke Jakrta tempat anaknya bertualang mengadu
nasib manakala Erwin dalam bahaya yang amat besar. Ia pernah
mengeluarkan Vrwin dari tahanan setelah lebih dulu menewaskan beberapa
petugas. Tanpa seorang pun melihatnya datang dan pergi. Tanpa ada
kerusakan pada pintu yang mengurung Erwin di dalam sel tahanannya.
Raja Tigor, ayah Dja Lubuk dan ompung (kakek) Erwin, yang serupa dengan
Dja Lubuk, SERIAL MANUSIA HARIMAU+
4+
Mbah Penasaran, seorang wanita yang punya ilmu tinggi, sudah berusia
lebih seratus lima puluh tahun, tetapi tetap kelihatan muda. Bermukim di
sebuah hutan belantara di daerah Banten. Ia seperti seorang ratu yang
punya tempat kediaman sangat indah dengan banyak anak buah, laki-laki
dan wanita. Pada waktu-waktu tertentu ia menugaskan pesuruhnya mencari
anak-anak muda tampan ke kota. Dengan kekuatan ilmu ia membuat mereka
jatuh cinta dan tidur bersamanya. Melalui cara inilah ia memelihara
kemudaannya yang tidak pernah pudar. Kalau ia sudah bosan, maka bekas
gendaknya itu dijadikan pesuruh tanpa punya daya lagi untuk membebaskan
diri.+
5+
6+
KARYA: S.B. CHANDRA+
Gadis cakep dan anak orang kaya ini tergila-gila pada Erwin yang miskin
dan ingin dikawinkan dengannya di Pattani, Muangthai Selatan. Tetapi
Erwin menolak dengan halus.+
Ia akan melamar Susanty dulu secara sopan di Jakarta. Dengan janji kalau
sekiranya orang tua Susanty menolak, mereka berdua tetap akan meneruskan
maksud mereka. Pada saat itu Erwin sadar bahwa ia mendustai Susanty,
karena ia tidak akan pernah melamar. Mengetahui bahwa Susanty yang kaya
bukan pasangan yang cocok dengannya.+
Hanya kepada dr Anton dan isterinya Lydia, manusia harimau muda itu
menceritakan, bahwa ia akan menyingkir guna mengelakkan Susanty. Dokter
itu dan isterinya berdaya upaya membujuk dan memberi pengertian kepada
Erwin, supaya jangan meninggalkan Susanty.+
"Orang yang jatuh cinta tanpa sebab atau dorongan tertentu, mudah emosi,
bahkan mudah putus asa. Dan orang yang putus asa, tanpa sadar mungkin
melakukan tindakan-tindakan yang amat nekat. Bisa berakhir dengan
tragedi. Kalaupun tidak cinta, kau harus SERIAL MANUSIA HARIMAU+
7+
Lalu pergilah dia. Kepada Sumarta, Christine dan Kapten Sahata Siregar
pun ia tidak pamit. Ia sadar bahwa tindakan itu hanya dilakukan oleh
seorang pengecut. Dia telah jadi pengecut. Tetapi demi kebaikan orang
lain.+
Begitulah yang terjadi ketika Erwin baru kembali dari Muangthai. Dan ia
pergi meninggalkan teman-teman terbaik tanpa punya rencana apa yang
dilakukan. Atau akan ke mana. Dan ia menyesali dirinya, walaupun bukan
kesalahannya mengapa Susanty yang kaya dan terpelajar itu sampai ingin
mempersuaminya.
***
DENGAN susah payah dr Anton dan Lydia memaksa Erwin agar mau menerima
sedikit uang untuk diperjalanan. Sebagai biasa ia menolak pemberian
karena iba kasihan. Ia tidak suka dikasihani, walaupun ia sadar bahwa
wajarlah kalau kawan-kawan terbaik menaruh simpati kepadanya karena
mereka mengetahui bahwa ia tidak mempunyai apa-apa. Ia ingat kembali
kepada almarhum isteri teramat setianya, Indahayati, ketika melihat
dengan mata sendiri bagaimana ia berubah menjadi bertubuh harimau. Ia
akhirnya mau menerima wanita itu sebagai isterinya, karena ia yakin,
bahwa perempuan itu benar-benar cinta kepadanya.+
Bukan karena iba, bukan pula karena ia telah menyelamatkannya dari dua
manusia ganas perenggut kehormatan kaum lemah.+
Apakah masih akan ada wanita seperti Indah" Selama dua tahun sejak
isterinya itu meninggal telah beberapa wanita, baik gadis maupun istri
orang yang terang-terangan menyatakan cinta kepadanya. Mendambakan
dirinya sebagai teman hidup. Tak seorang pun SERIAL MANUSIA HARIMAU+
8+
Tetapi tiada seorang pun yang diterimanya. Suatu ketika, ia masih ingat,
hampir saja ia takluk kepada seorang gadis, anak seorang pesihir
kenamaan. Tetapi pada saat penentuan, datang ayahnya memberi nasihat
agar ia jangan meneruskan maksud hatinya. Hanya akan membawa bencana,
kata ayahnya.+
"Aku dulu pernah mempunyai isteri yang cantik dan kaya. Kami kawin atas
kehendak bersama. Tetapi setelah cinta yang berapi-api selama beberapa
bulan, timbullah kejemuan atau kejenuhan. Apalagi ia termakan pula oleh
hasutan orang. Dan ia meninggalkan aku tanpa pamit," kata Datuk nan
Kuniang.+
"Inyiek tidak peduli, walaupun Inyiek dan dia pernah saling menyayang"
Sama sekali tidak menghiraukan nasibnya?" tanya Erwin.+
Agak lama Datuk nan Kuniang, yang seperti biasa hanya berkain kafan
berlumpur di tubuhnya, tidak menyahut. Ia seperti teringat pada
masa-masa yang telah lama berlalu.+
"Aku bukan tidak peduli Erwin. Aku tidak tahu apa yang dapat kulakukan
untuknya.+
Aku yang menyadari kemiskinan. Aku hanya memandangi dia pergi. Tanpa
doa, tetapi juga tanpa kutuk!"+
"Setelah itu Inyiek tidak pernah lagi mendengar tentang dirinya" Tidak
pernah bersua dengannya?" Datuk nan Kuniang terdiam lagi. Mukanya yang
tidak berubah, walaupun telah puluhan tahun di dalam bumi, tampak sedih.+
Erwin dan Dja Lubuk yang belum pernah mendengar kisah mengenai bekas
isteri SERIAL MANUSIA HARIMAU+
9+
Sejenak kemudian baru mayat yang tidak mati itu berkata, "Aku mendengar
ia kawin dengan seorang pemuda kaya. Tampan. Tetapi hanya beberapa bulan
pula. Pemuda yang banyak pemujanya itu membuangnya. Bukan menceraikan,
karena mereka tidak pernah nikah. Yang mereka katakan kawin itu rupanya
sekedar hidup bersama!"+
"Lalu?" tanya Dja Lubuk. Si manusia harimau tua ini pun rupanya sangat
tertarik.+
"Pada suatu hari aku bertemu dengannya. Keluar dari sebuah hotel seorang
diri. Ia melihatku. Kukira ia akan buang muka. Kiranya tidak. Ia menegur
dan mengajakku ke sebuah rumah makan! Terbengong oleh sikapnya itu aku
tak kuasa menolak. Mengikut saja naik mobil yang rupanya memang
menantikannya."+
"Yah, aku tahu, memang tak ada. Apalah yang dapat dibuat oleh orang
seperti aku! Lalu dia berkata, "Jangan tambah beban hatiku. Aku jadi tak
mengerti," kata Datuk nan Kuniang.+
"Aku seperti tak percaya kepada telingaku. Katanya, tak ada orang sebaik
abang.+
Kelihatannya aku hebat, bergaya. Aku kini hanya wanita panggilan. Mobil
itu hanya taksi gelap dan kusewa jam-jaman."+
Sampai di situ Datuk nan Kuniang diam. Erwin dan ayahnya juga diam.
Cukup jelas, ke mana maksud cerita itu. Dan Erwin membatalkan
keinginannya. Sampai datangnya seorang Susanty ke dalam hidupnya ia
tetap bertahan. Tidak mau lagi bercinta. Lebih baik menduda.+
Sebelum ia melangkah pergi dengan hanya sebuah ransel berisi pakaian dan
pisau tuanya, dr Anton masih bertanya, "Tak bolehkah kami tahu, ke mana
tujuanmu Erwin"+
Bukankah kita ini sudah lebih daripada sahabat" Kami merasa kau sudah
menjadi keluarga kami. Rasanya pantaslah kami mengetahui kota mana
tujuanmu! Kau tentu tidak bermaksud SERIAL MANUSIA HARIMAU+
10+
Tak tahu lagi hendak menahaninya cara bagaimana, dr Anton dan isterinya
diam.+
Uluran tangan Erwin mereka terima dan lelaki muda itu melangkah.+
Tetapi apa hendak dikata, begitu dia keluar pintu, sebuah mobil
berhenti, dikemudikan oleh Kvorang wanita. Dan wanita cantik itu tak
lain dmi pada Susanty sendiri.+
Susanty curiga. Menurut naluri atau karena tak yakin orang semiskin
Erwin membawa oleh-oleh satu ransel untuk sahabatnya.+
Tanpa kata Susanty menghela tangan Erwin masuk rumah kembali. Dan ia
menurut.+
Tak sopan menolak. Gadis itu baru tiba. Tentu untuk menemuinya.+
"Ranselmu itu. Aku mau melihat isinya. Oleh-oleh apa saja yang kaubawa
untuk sahabat baikmu itu. Kalau kulihat kurang, akan kita tambah.
Bukankah yang sakit itu sahabat akrabmu!" Begitu kata Susanty dengan
nada biasa. Sama sekali tidak mengandung sindiran. dr Anton memandang
Lydia. Lalu memandang Erwin yang hanya tertunduk.+
Dukun hebat yang manusia harimau itu seperti tidak punya daya apa pun.
Bahkan seperti ditinggalkan semangatnya. Dia bukan takut, tetapi malu.
Dan malu bisa lebih hebat SERIAL MANUSIA HARIMAU+
11+
"Jangan kira aku pergi dengan senang hati Susan," kata Erwin setelah
cukup lama tidak memberi tanggapan. "Aku bukan orang yang tepat untuk mu
Susan. Sungguh bukan aku.+
Kau bukan mengenalku: Kau hanya melihat lahiriah dan itu saja pun
sebenarnya sudah cukup menjadi alasan, bahwa bukan aku orangnya!"+
"Bukan kupikir, tetapi aku tahu bahwa kau terlalu baik. Itulah makanya
kukatakan bahwa bukan aku orangnya. Percayalah kepadaku dan percayalah
juga kepada ketulusan hatiku!"+
"Aku tahu tentang dirimu Erwin. Bahwa kau hanya orang tak punya. Hanya
dukun.+
Aku mau sama orang tak mampu yang hanya dukun itu. Siapa akan membantah
atau mencegah. Kecuali kau. Mungkin aku tidak memenuhi syarat bagirnu!"+
"Kau keliru. Kau belum mengenalku. Pendeknya aku tidak mau membuat kau
menderita. Itulah makanya aku mau menyingkir. Dan si pengecut ini memang
mau menghindar dengan diam-diam. Tak punya cukup keberanian untuk
mengatakannya."+
Susanty tidak mengerti. Ia tetap menduga, bahwa Erwin hanya terlalu tahu
diri, punya rasa minder. Tidak seimbang dengan dia yang anak terpelajar
dan orang kaya. Baginya sendiri, semua itu tidak jadi soal. Ia mencintai
Erwin. Kenapa" Ia sendiri tidak tahu.+
Susanty berpaling kepada dr Anton dan Lydia. Lalu katanya pelan seperti
menyesali,+
"Dan dokter serta Kak Lydia sampai hati membiarkan dia pergi tanpa
memberitahukan SERIAL MANUSIA HARIMAU+
12+
Dokter dan isterinya tidak berkata apa pun. Mereka merasa salah terhadap
Susanty, tetapi merasa benar terhadap Erwin. Dan bagi mereka yang mesti
diutamakan adalah Erwin.+
Mereka sudah mendengar alasannya dan alasan itu dapat pula diterima akal
sehat. Suatu pengorbanan dari seorang lelaki untuk seorang wanita.+
Marilah bersamaku ke rumah, bicara dengan orang tuaku. Aku mau memikul
semua risiko. Aku yakin, kita akan bahagia Erwin!"+
Suatu jawaban tanpa kata dan tanpa gerak. Tetapi cukup jelas. Ia
keberatan. Ia tidak mau.+
Erwin pun tak tahu akan berbuat apa atau bagaimana yang terbaik. Hatinya
bagaikan hancur. Kasihan kepada Susanty. Sadar akan ketidakpantasan dan
ketidakmampuan dirinya.+
Lain halnya dengan Erwin. la tahu benar dia lianya apa dan siapa. Tidak
layak berdampingan hidup dengan salah seorang di antara mereka yang
antik-cantik, terpelajar dan kaya raya itu.+
Cukup lama suasana di ruangan, bahkan di rumah itu sunyi sepi, tak
seorang pun yang berkata. Mencekam walaupun bukan karena ketakutan.
Lebih benar kalau dikatakan sangat menyedihkan. Seperti menghadapi
seorang keluarga yang sakit keras, sekarat menantikan elmaut datang
menjemput. Semuanya sudah pasrah. Pada saat seperti itulah Sumarta
datang dengan isteri hasil kerja guna-gunanya. Christine.+
13+
Sumarta dan Christine tidak berani bertanya. Mereka pun jadi terbisu.
Sampai beberapa saat kemudian Susanty bangkit dan bergerak ke pintu.
Tanpa sepatah kata pun. Tidak pula ada yang bertanya, hendak ke mana
dia. Dengan langkah berat dia meninggalkan mereka.+
***
SUMARTA dan Christine kini mengerti duduk kemuraman ketika mereka datang
tadi.+
14+
Erwin tidak menjawab, tetapi air mata yang telah diseka tadi, digantikan
dengan baru.+
Semua orang bisa jatuh cinta. Apalagi mengucapkan kata-kata cinta. Bisa
lebih lancar dari kata-kata seorang pengarang roman. Tetapi cinta
seperti yang dirasakan Susanty, sehingga membuat dia pingsan tak berdaya
dalam kenyataan, tidak mudah tersua dua di antara seribu.+
Erwin tidak menanggapi dorongan Sumarta. Dia tidak perlu diajari untuk
merasa kasihan. Dia tahu arti kasihan dan dia punya rasa kasihan yang
amat mendalam terhadap Susanty. Dia pun tahu artinya jatuh hati. Karena
pengetahuannya itulah makanya ia menolak dan merasa wajib menyingkir.
Jatuh hati yang menerjang hati Susanty tidak jelas dikarenakan apa.
Kalau Susanty nanti mendengar, apalagi melihat suatu kenyataan yang
mengerikan, bukan tak mungkin Susanty akan merasa tertipu, karena ia
bukan manusia yang sebenar manusia.+
Kemudian air mata itu kian deras mnengalir. Ia teringat pada sebuah
lagi. Lagu Tudung Periuk.+
Kini Lydia dan Christine pun tak kuat menahan kesedihan. Pecah menjadi
deraian air mata. Mereka tidak tahu apa yang dipikir atau dikenang
Erwin, tetapi mereka dapat turut merasakan betapa luluh hatinya. Lalu
laki-laki yang amat tahu diri itu mengangkat ranselnya. Pergi tanpa
kata, sebagaimana Susanty tadi mencoba pergi tanpa mengucapkan sepatah
kata pun. Ia masih terus mempergunakan saputangan pemberian Lydia untuk
menyeka pipinya.+
15+
***
DR ANTON, Lydia dan Christine dengan perasaan amat sedih menanti Susanty
sadarkan diri kembali. Tidak cemas akan nyawanya, karena dr Anton telah
mengatakan, bahwa ia hanya tak kuat menahan derita. Ia akan sadar
kembali, tetapi nanti akan amat lemas.
Padahal ia baru saja dan masih mengalami kenyataan yang amat pahit.+
Lydia memberinya minum. Ia menurut. Karena haus atau karena tak kuasa
menolak.+
Atau ia sadar, bahwa kawan-kawan baik itu tentu melakukan yang terbaik
untuknya.+
Sampai dua jam kemudian ia diantar pulang oIch ketiga orang itu, Susanty
tidak bertanya atau berkata sepatah kata pun.+
Kedua orang tuanya terkejut melihat keadaan anak kesayangan mereka. Yang
tanpa kata langsung rnasuk ke kamar tidurnya, merebahkan diri. Hamidy
dan isterinya tidak menanyainya. Susanty begitu layu dan loyo. Kambuhkah
penyakitnya"+
Dr Anton hanya berpesan kepada ayah dan ibu yang cemas dan bingung itu
agar membiarkan Susanty.+
Tak kurang dari tiga jam kemudian baru Susanty keluar dari kamar
tidurnya. Jelas ia belum mandi.+
16+
Ayah dan ibunya secara hati-hati bertanya apakah ada sesuatu yang
merisaukan hatinya.+
Betapapun beratnya, kedua insan yang baru jadi suami isteri itu
menceritakan dengan sangat hati-hati apa yang telah terjadi.+
Ibu Susanty menangis. Karena teramat sayang kepada anak, melebihi sayang
kepada derajat, ia berkata pelan di antara isak dan kesedihannya.+
"Kami tiada keberatan ia nikah dengan Erwin, kalau sudah itu jadi
kehendak mutlaknya! Tolong katakan kepada Erwin. Atau panggilkan dia
kemari hiar kami yang menyampaikannya!" Pada saat itu lenyap segala
gengsi yang selama ini merajai hati dan pendirian mereka.+
"Ya, kami tiada keberatan," kata Hamidy meiiguatkan. "Tolonglah bawa dia
kemari."+
Tiada kata.+
17+
"Tolonglah bawa dia kemari," kata isteri Hamidy lagi. "Kami tidak berani
mengetuk pintu. Kami takut. Kecuali kalau Erwin sudah tiba."+
Tetapi dr Anton dan Lydia tetap juga tidak menanggapi. Baik dengan kata,
maupun dengan gerak berdiri untuk pergi mengambil Erwin.+
Kini dr Anton harus bicara. "Tetapi Erwin sudah pergi. Dan kami tidak
tahu dia ke mana!" Hamidy dan isterinya tak dapat menyembunyikan rasa
terkejutnya.+
Erwin masuk ke sebuah rumah yang lebih tepat dikatakan gubuk. Yang
pernah ditempatinya sebelum dia dibawa pindah oleh dr Anton. Tempat itu
masih dalam kontrakannya. Sengaja tak dilepaskannya, karena dulu pun
terpikir bahwa bukan tak mungkin pada suatu saat ia membutuhkannya
kembali, karena tinggal di gedung dr Anton tidak dapat dianggapnya suatu
kepindahan guna menetap. Namanya saja ajakan. Tinggal dan makan di sana
tanpa membayar. Dan ia pindah ke sana karena pernah menyelamatkan dr
Anton dan Lydia dari serangan penjahat-penjahat bayaran seorang kaya
bukan Indonesia asli yang telah mempunyai nama Jaya Wijaya.+
18+
Dr Anton sendiri mengambil segelas air es, memberikan kepada Sumarta dan
ia menerima lalu meminumnya tanpa mengucapkan terima kasih. Sudah pasti
ada sesuatu yang masih sangat menguasai dirinya sehingga ia jadi seperti
dungu.+
"Saya telah melihatnya," ujar Sumarta lalu diam sejenak. "Dia berpesan
hanya boleh dikatakan kepada Dokter. Tidak kepada siapa pun selain
Dokter."+
"Saya takut Dokter pada suatu saat kelepasan. Dan saya takut murkanya.
Bersumpahlah Dokter akan merahasiakannya!"+
Tidak diketahuinya bahwa Erwin masuk ke sana karena tiada pilihan lain
dan karena ia harus bersemhunyi agar tidak dilihat oleh orang lain. Ia
teringat akan cerita Sabrina, bahwa ayahnya mati dikeroyok massa ketika
mengharimau di pasar. Walaupun ia tidak punya niat SERIAL MANUSIA HARIMAU+
19+
Ia duduk di lantai yang hanya terbuat dari adukan semen dan pasir tak
seimbang sehingga di sana sini sudah pecah-pecah. Ia menanti, karena
hanya itu yang dapat dilakukannya. Menanti perubahan yang pasti datang.+
Dan ia terkejut tak kuasa melangkah maju atau mundur melihat kenyataan
itu. Erwin memandanginya tanpa kata, sementara tubuhnya kian sempurna
menjadi tubuh harimau.
***
BANYAK keajaiban yang didengar Sumarta melalui dongeng atau cerita, yang
dikatakan kisah nyata. Ia sendiri pun mempunyai seekor kucing ajaib yang
diperolehnya melalui seorang petapa di scbuah gua yang letaknya tak jauh
dari tepian sungai di kawasan Rajamandala, antara Ciranjang dan
Padalarang, Jawa Barat. Dapat disuruh apa saja. Hanya di waktu-waktu
belakangan kucing suruhan itu agak menjauhinya, karena ia berubah
pendirian. Hendak menyingkirkan seorang wanita kaya dan cantik yang
telah jatuh hati kepadanya yang hanya penjual buah-buahan melalui
guna-guna.+
Apa yang disaksikan Sumarta dengan mata sendiri sekarang lebih tak masuk
akal daripada dongeng. Seorang manusia muda yang dukun kawakan dengan
wajah tampan dan hati melebihi kerasnya baja, berubah menjadi manusia
harimau. Berkepala manusia normal, kepala Erwin sendiri tanpa perubahan
apa pun dengan badan harimau loreng dewasa. Besar dan sempurna.
Perubahan bagian terakhir dilihatnya sendiri. Sumarta tak sanggup
berkata, SERIAL MANUSIA HARIMAU+
20+
"Kau telah melihat aku yang sebenarnya, Kang Marta!" kata Erwin dengan
suara biasa.+
"Karena kami semua sayang kepadamu Erwin. Dan kami tidak mau kehilangan
kau!"+
jawab Sumarta.+
Sumarta paham, rasa takut tadi telah lenyap sama sekali. Digantikan oleh
perasaan iba melihat kenyataan ini. Jadi, bukan karena Erwin tidak
mencintai Susanty. Melainkan karena ia bukan manusia normal. Kasihan.
Dan tukang buah itu menangis.+
"Jangan terlalu sedih Kang Marta. Ini sudah bagianku. Kang Marta tahu,
aku tidak selalu begini, bukan?"+
Rasa sedih Sumarta kini dilengkapi dengan rasa kagum. Begitu kuat iman
dan mental Erwin. Ia menerima takdir tanpa mengeluh.+
Kini Erwin pula yang tidak sanggup menahan air mata. Mengingat Susanty
yang malang dan menyadari dirinya. Walaupun ia tidak menyesali nasib.+
"Pulanglah, Kang Marta. Jangan ceritakan apa yang Kakang lihat ini
kepada siapa pun.+
21+
"Tidak. Hanya, apalah gunanya. Kang Marta telah melihat diriku sejak
mengalami perubahan wujud tadi. Tak ada yang dapat Kang Marta buat. Dan
aku menerima penentuan ini dengan ikhlas!"+
"Memang tak ada yang dapat kulakukan. Sekedar menemani saja. Aku senang
sekali kepadamu Erwin!"+
"Aku ingin mendengar kisahmu Erwin. Kalau boleh," kata Sumarta hati-hati.+
"Tak mengapa Kang Marta. Menyedihkan memang. Tetapi aku juga jadi ingat
kembali pada masa-masa indah kami. Isteriku, aku dan anak kami!" Erwin
lalu menceritakan, bahwa isteri dan anaknya dibunuh oleh Ki Ampuh.+
"Kau mengenalnya?"+
"Dia telah menjadi babi dimakan sumpahnya sendiri. Dan kami telah
bersahabat kembali."+
SERIAL MANUSIA HARIMAU+
22+
"Takkan ada wanita seperti isteriku yang dibunuh itu Kang Marta," kata
Erwin.+
"Dia tentu sayang sekali kepadamu Erwin, sehingga kau tidak bisa lagi
jatuh cinta kepada perempuan lain. Apakah"maafkan aku"dia mengetahui
bahwa kau kadangkadang seperti ini" Sekali lagi maafkan aku," tanya
Sumarta lembut.+
"Dia tahu. Sebelum kami nikah, dia sudah melihat sendiri tatkala aku
berubah wujud.+
Waktu itu aku telah mengatakan, bahwa beginilah aku. Dan aku merasa
wajar kalau dia membatalkan keinginannya untuk hidup bersama diriku!"
Erwin lalu diam lagi.+
Sehingga Sumarta berkata kembali, "Dan dia tetap mencintaimu lalu kalian
menikah?"+
"Ya, sampai dikarunia seorang anak lelaki mungil. Dan kami hidup
bahagia. Dari Medan kami, kemudian hijrah ke Jakarta ini. Kepergiannya
dan anakku amat menyedihkan dan tidak pemah lekang dari ingatanku."+
Sahabatku yang terdekat dan terbaik sekarang hanyalah kang Marta dan dr
Anton. Jangan ceritakan ini kepada isterimu!"+
"Tidak. Aku akan merahasiakannya. Dia tidak perlu tahu. Tetapi," kata
Sumarta tanpa meneruskan kalimatnya. Sehingga Erwin bertanya, apa yang
hendak dikatakannya dengan+
"tetapi" itu.+
23+
Setelah diam pula sejurus, Erwin merasa bahwa pendapat Sumarta ini benar
juga, lalu ia berkata sedih, "Kalau Kang Marta merasa perlu dan dapat
meringankan beban hatinya, ceritakanlah. Masalahya nanti apakah ia
percaya akan cerita Kang Marta!"+
"Kurasa ia akan percaya. Dia tentu akan ingat, bagaimana kau bersahabat
dengan harimau sangat besar kepunyaan nenek di Muangthai itu. Dia
melihat sendiri, bagaimana harimau itu mendekati dirimu, nencium lalu
duduk di hadapanmu. Aku masih ingat katakata nenek tua dalam bahasanya
yang diterjemahkan oleh Lydia. 'Kau hebat sekali, anak muda. Siapa
gurumu" Dari mana asalmu"' Lalu nenek itu meletakkan tangannya di atas
kepalamu sambil membacakan mantera. Jelas terdengar. Dalam bahasanya
yang juga diterjemahkan oleh Lydia. tahwa dia memandangmu sebagai
cucunya. Supaya kau menyampaikan salam hormatnya kepada ayah dan kakekmu!"+
"Ya, aku juga ingat. Dan aku akan melakukannya. Walaupun hanya pesan,
berkirim salam, tetapi aku akan menyampaikannya."+
"Jadi kau akan pulang ke negeri asalmu. Aku lupa, apa nama negerimu itu?"+
"Mandailing. Memang bukan daerah terkenal. Banyak orang yang tak pernah
mendengarnya. Yang dikenal orang hanya Batak, yaitu daerah yang letaknya
di utara.+
Satu di antaranya Mandailing. Negeri kami itu miskin. Tetapi tidak ada
orang yang mati kelaparan," cerita Erwin dalam keadaannya bertubuh
harimau dan berkepala manusia itu.+
Berbeda dengan biasanya kali ini Erwin sampai hampir tiga jam dalam
keadaan begitu.+
"Kau percaya Kang Marta, takkan ada wanita seperti almarhum isteriku,
Indahayati.+
"Belum tahu juga Erwin. Jangan kecil hati, menurut dugaanku, tanpa
mengecilkan arti almarhum bagimu, bukan tidak mungkin ada wanita lain
yang sama dengan isterimu tercinta yang telah pergi itu. Kita tidak
dapat memastikan. Kau dengan keyakinanmu.+
Keyakinan belum kepastian, Er. Aku dengan dugaanku. Juga belum suatu
kepastian!"+
24+
"Tetapi kurasa aku yang benar. Tidak ada yang menyamai isteriku itu. Dan
percayalah, aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi."+
"Jangan berkata begitu. Kalau aku tak salah, itu yang namanya takbur!"+
"Boleh saja, Kang Marta. Bukankah kita sedang bersantai," sahut Erwin
yang sudah tidak sedih lagi, karena suasana yang diciptakan Sumarta
membuat dia tidak lagi merasa bahwa dia sedang mengharimau.+
"Tidak perlu kita bicarakan itu, Kang Marta, karena ia tidak mungkin
menyukai makhluk semacam aku! Ia akan takut, jijik dan bersyukur atas
terhindarnya dia dari malapetaka. Tetapi sekaligus ia juga akan sangat
menghargai diriku, karena kepergianku semata-mata dikarenakan kekerasan
hati untuk menyelamatkan dirinya. Mungkin dia akan menyadari, bahwa
karena benar-benar sayanglah maka aku menghindar."+
"Kang Marta, kau memang sahabat setia. Walaupun kau dulu pernah beberapa
kali curiga kepadaku," kata Erwin. Sumarta merasa mukanya berubah merah
karena malu. "Kau boleh melihat aku berubah kembali jadi manusia biasa."+
25+
"Ajari aku sedikit saja dari apa yang kau miliki, Erwin. Aku ingin jadi
muridmu!" pinta Sumarta. Erwin menjawab bahwa ia bukan guru dan tak
punya kuasa untuk menerima orang yang ingin belajar.
***
"Saya berpendapat, lebih baik menceritakan apa yang saya lihat kepada
Susanty. Erwin yakin, dengan cara itu Susanty bukan hanya takut, tetapi
juga sangat jijik. Dan ia akan merasa syukur," begitu kata Sumarta
mengulangi kata-kata Erwin ketika sedang jadi harimau tadi.+
26+
"Tetapi ini berarti bahwa ia membuat Susanty sakit kembali, bahkan bisa
lebih parah daripada itu. Kurasa anak kami tidak akan bisa sembuh tanpa
dia. Kami bersedia mengawinkan Susanty dengan Erwin," kata kedua ayah
dan ibu itu.+
"Tetapi ia benar-benar merasa dirinya tidak sepadan dengan anak Tuan dan
Nyonya,"+
"Kemiskinan tidak menjadi halangan Pak Marta," kata Nyonya Hamidy. "Lagi
pula ia bukan terlalu bodoh. Ia tentu pernah duduk di bangku sekolah. Ia
sopan. Kesopanan seperti yang ada padanya belum tentu ada pada orang
yang sarjana sekali pun. Ia bukan penipu. Ia bahkan seorang pemurah.
Tidak mata duitan. Padahal, kalau ia mau, dari kami pun ia boleh
menerima jutaan sebagai upah atas pengobatannya terhadap diri anak
kami!" Wanita itu mendadak bisa berpendirian dan bicara seperti itu.+
"Ceritakan saja semua, apa yang Pak Marta lihat," pinta dr Anton.+
"Kami percaya. Apa pun yang Pak Marta ceritakan, tidak akan mengubah
pendirian kami. Bahwa kami sangat suka menerima Erwin sebagai suami anak
kami."+
Tanpa mereka sangka, Susanty telah keluar dari kamar dan turut duduk
mendengarkan.+
27+
"Aku tidak apa-apa. Aku hanya menantikan Erwin. Kata Pak Marta ada.
Mana" Tak maukah dia kemari" Bawa aku ke sana. Kalau ibu dan ayah
keberatan aku kawin dengan dia, aku keluar saja dari rumah ini. Aku
hanya mau hidup bersamanya!" kata Susanty mantap.+
"Jangan gusar Susanty. Sebenarnya aku pun ingin kalian berdua bisa
berbahagia. Dan aku mau melakukan apa saja untuk itu. Tetapi dalam hal
ini aku tidak dapat menolong!"+
"Menolong apa" Bukan untuk bicara dengannya. Atau mengobatinya, Kang
Marta,"+
sekali lagi Sumarta merasa malu. "Aku minta dia dibawa kemari atau aku
dibawa ke sana."+
"Dari tadi pun itu yang kukehendaki. Tidak ada yang perlu dirahasiakan,"
kata Susanty.+
"Aku sudah tahu. Dia dukun. Sudah kulihat dia disembah harimau di
Muangthai tempo hari. Harimau takut kepadanya. Itu tidak jadi soal Kang
Marta. Malah bagus. Dan hebat bukan! Suami si Susanty ditakuti harimau!"
kata Susanty. Dia merasa bangga.+
harimau, Susan. Maksudku, dia pun kadang-kadang jadi harimau. Aku telah
melihatnya. Tadi!"+
"Kau bohong. Biar dia jadi babi hutan pun aku tetap mau. Busuk akalmu
Kang Marta.+
Betapa hinanya Kakang mengatakan dia pun harimau. Kalau sampai dia
mengetahui.+
"Demi Tuhan, aku tidak bohong. Aku telah melihatnya. Aku bicara
dengannya ketika dia sedang berubah wujud tadi!"+
28+
Lydia heran. Dia tahu ada orang-orang Thai pintar yang dapat menundukkan
harimau.+
Banyak yang mampu jadi pawang gajah. Tetapi belum pernah ia tahu tentang
adanya manusia yang kadang-kadang jadi harimau. Yang ada harimau
jadi-jadian. Yaitu, orang berilmu atau terkutuk oleh sumpahnya, mati
lalu jadi harimau, buaya, babi, bahkan ada yang jadi anjing dan kucing.
Bukan pula tidak ada yang hanya jadi tikus atau ular. Karena Lydia
memandang terus, pelan-pelan Sumarta mengangguk. Kini Lydia yang tunduk.
Dalam hati dia begitu berhasrat hendak bertemu dengan Erwin. Dia ingin
ngomong-ngomong.+
"Bawa aku ke sana. Pendirianku tidak berubah. Ayah dan ibu harus
mengawinkan aku dengannya. Biarlah aku bersuamikan harimau! Sudah memang
dia jodohku," kata Susanty begitu yakin kepada dirinya. Secuil dugaan
masih melekat di dalam hatinya, bahwa Sumarta berkata begitu hanya untuk
menjauhkannya dari Erwin atas permintaan Erwin sendiri.+
***
29+
Dalam pada itubukan tidak terpikir dan terbayang dalam otak Susanty dan
Lydia, bagaimana nanti kalau yang mereka hadapi benar-benar seekor atau
seorang manusia yang sedang berwujud harimau. Apakah akan sanggup"
Tidakkah akan pingsan atau sekurang-kurangnya menjerit. Baik oleh rasa
takut maupun oleh iba yang tidak terkendalikan.+
Dan jauh di lubuk hatinya Susanty menanyai diri, apakah benar-benar dia
nanti masih akan tetap mencintai Erwin, kalau dilihatnya Erwin sedang
bertubuh harimau seperti yang dikatakan oleh Sumarta.+
Huh, buat apa memikirkan itu. Pasti hanya suatu akal licik Sumarta atau
Erwin. Bodoh sekali untuk berkhayal yang menyiksa diri sendiri.+
Dan tempat yang dituju telah dicapai. Sumarta turun dengan jantung
berdebar. Dia tidak pernah dapat izin dari Erwin untuk membawa tamu ke
sana. Jangankan membawa tamu, untuk memberitahukan alamatnya saja pun
tidak. Tetapi ia sudah tidak dapat mengelak.+
Susanty seperti tidak percaya, bahwa mereka telah sampai di pintu gubuk
Erwin. Begitu pula Hamidy dan isterinya. Padahal semuanya suatu fakta
pada hari siang bolong.+
30+
"Barangkali dia tidur," kata ibu Susanty. "Atau dia tidak suka diganggu!"+
Akhirnya Susanty sendiri bicara. Ia sudah tidak kuasa menahan diri, dan
barangkali pun sudah tidak mengenal dirinya. Katanya, "Bukalah Erwin,
ayah dan ibuku semua setuju.+
"Kami juga melihat bapak itu tadi dari sini," kata seorang tetangga.
Yang dimaksudkannya bapak tak lain dari Sumarta. "Saya rasa Erwin masih
tidur," sambungnya lagi, sehingga menimbulkan harapan bagi semuanya.
Bagaimanapun ia masih ada di runiah.+
Belum pergi.+
Tetapi sial memang tak dapat ditolak. Tak lama antaranya datang pula
seorang tetangga Erwin yang baru kembali dari menarik bajaj.+
"Kalau Bapak-bapak dan ibu-ibu mencari Erwin, sudah terlambat. Dia sudah
pergi.+
Saya yang mengantarkan dengan bajaj saya tadi!" kata orang itu.+
Tanpa berkata apa pun, Susanty mendorong pintu. Untuk menemukan suatu
ruangan kosong melompong. Semua mereka masuk.+
Apa pun yang menjadi sebab, Susanty tak kuasa menahan tangis. Ayah dan
ibunya, begitu pula Lydia berusaha membujuk. Walaupun tahu tidak akan
mencapai hasil sepenuhnya. Sedikit meringankan mestinya ada.+
"Dia pergi tandanya dia cinta kepadamu. Dia tidak mau membawamu turut
menderita SERIAL MANUSIA HARIMAU+
31+
"Tetapi aku tetap mencintainya. Jangan tanya mengapa. Karena aku pun tak
dapat menjawab. Aku rela menderita bersamanya, kalau itu dinamakan
penderitaan!" jawab Susanty sangat mantap. Memang benar apa yang
dikatakannya. Jangan tanya, mengapa ia tetap cinta. Memang banyak cinta
bersendikan aneka sebab. Karena hubungan persahabatan yang secara
perlahan atau bahkan sangat cepat berubah menjadi jalinan cinta yang
bagaimanapun mencakup unsur seks di dalamnya.+
Ada dua manusia saling mencintai karena saling membutuhkan. Ada pula
karena yang wanita tertarik oleh harta si lelaki dan lawan jenisnya ini
terpukau oleh kejelitaan sang wanita. Karena budi, karena patuh pada
kehendak orang tua dan aneka sebab lain. Pokoknya semua cinta yang
bersebab. Tetapi di samping itu semua ada sejenis cinta antara dua
manusia atau oleh seorang insan terhadap lawan jenisnya tanpa
diketahuinya dengan pasti apakah yang membuat dia jadi begitu tertarik
dan tak inginkan yang lain. Sekurang-kurangnya pada waktu itu. Misterius
memang. Dan cinta semacam ini memanglah suatu keajaiban yang tidak dapat
dikupas menurut hukum logika.+
Cinta inilah yang melanda Susanty. Dan benarlah ia tidak kuasa menjawab
kalau ditanyakan apakah sebenarnya yang menjadi sebab.
***+
"Ini dia, Tuan Hamidy," kata dr Anton. "Pak Marta telah menceritakan
yang sebenarnya!"+
"Berikan padaku. Ini milik Erwin dan miliknya adalah juga milikku.
Bagaimanapun aku harus mencarinya. Sampai dapat. Aku hanya mau nikah
dengan dia. Tidak mau dengan siapa pun lain daripada dia.+
32+
"Mengucapkan apa" Aku sudah mengatakan, hanya mau kawin dengannya. Harus
mengucapkan apa lagi. Panggil tukang bajaj yang mengantarkannya tadi,"
kata Susanty. Ia setengah panik. Dan semua mereka tahu, bahwa cara atau
sekedar usaha menenangkannya hanyalah dengan mematuhi kehendak hati dan
perintahnya.
+
***
TUKANG bajaj, kendaraan rakyat beroda tiga yang dapat masuk gang-gang
sempit tak terlewati mobil, dipanggil. Ditanyai ke mana ia mengantar
Erwin. Orang kecil yang tidak punya dosa apa-apa itu semula agak
ketakutan. Disangkanya Erwin telah melakukan suatu kejahatan atas para
pendatang itu dan ia telah menyelamatkan Erwin dari penyergapan.+
Erwin yang memang masih ada di sana, masih berpikir ke mana akan pergi,
kaget setengah mati melihat dr Anton bersama Lydia. Kemudian melihat
Susanty pula lagi. Cepat ia bersembunyi. Dia bukan takut, hanya malu,
kalau mau disebut dengan "Hanya." Padahal rasa malu bisa jauh lebih
menyakiti daripada takut.+
"Ayolah lekas. Ke mana saja!" jawab Erwin agak keras. Bukan marah. Oleh
panik semata-mata. Tetapi bang bajaj berpikir lain. Disangkanya Erwin
baru habis mencopet atau menodong, lalu kini hendak menyelamatkan diri.
Dia takut terlibat. Melarikan penjahat.+
Kalau makan perut atau dada, bisa berpisah dengan dunia yang masih ia
cintai, walaupun hidup melaratnya bukan alang kepalang. Pokoknya
bagaimanapun pahitnya, lebih baik hidup daripada mati.+
"Terserah Bapak saja," jawab bang bajaj. Baginya tak dibayar pun sudah
tidak soal.+
"Tadi ada banyak orang mencari Bapak. Naik dua sedan. Tampaknya
orang-orang kaya.+
Karena bapak tidak ada, mereka pergi lagi. Tiga di antaranya wanita.
Tampaknya perlu sekali mau bertemu," kata Ashar. Sebenarnya Erwin tak
sabar mendengarkan, tetapi kini ia sudah mampu menguasai diri. Dan Ashar
melanjutkan, "Mengapa Bapak menjauhi sanak famili Bapak yang kaya-kaya
itu?" Ia seperti ingin tahu. Dan ia selalu menunjukkan rasa hormat dan
simpati, sehingga Erwin juga senang kepadanya.+
Erwin memegang tangan anak tanggung itu. Pegang senang dan sayang. Anak
itu memandangnya dan Erwin juga balas memandang, sehingga mata mereka
bertemu. Tanpa kata, tetapi mata mereka bicara. Dengan bahasa yang sama.
Dan perasaan yang sama pula.+
"Abang tak suka sama orang-orang kaya itu?" tanya Ashar. Ia belum puas,
karena pertanyaannya tadi tidak terjawab.+
"Ceritanya panjang!"+
Kasihan mereka!"+
Erwin jadi heran. Tidak akan pulang" Memang mau ke mana dia!+
"Seperti Abang. Tak suka kepada mereka. Karena mereka pun tidak suka
kepadaku."+
34+
"Kalau kau salah dan sesekali orang tuamu marah, itu wajar. Lain halnya
dengan aku.+
Tidak punya orang tua. Yang berdatangan tadi bukan sanak keluargaku.
Paling-paling kenalan."+
"Sama. Aku juga tidak. punya orang tua. Aku menumpang di situ. Rumah
pamanku.+
Kaya. Ayahku miskin ketika mati di situ. Makku sudah lama tidak ada!"+
Mendadak Erwin berubah. Timbul rasa iba. Barangkali lebih iba kepada
diri Ashar daripada kepada dirinya sendiri. Senasib" Tidak! Jenis saja
sudah lain. Ashar manusia biasa.+
Dia hanya manusia harimau. Tetapi dia cukup menarik rasa kasih Erwin.
Dia tidak mau pulang karena dia tidak betah. Mungkin banyak sindiran,
kerja berat makan kurang. Atau sudah diusir. Tidak diperkenankan lagi
tinggal berteduh sambil hidup merana di situ. Lain halnya dengan dia.
Dia menyingkir. Bukan karena tidak disukai, tetapi justru sebaliknya.+
"Tidak tahu. Belum ada tujuan. Bagaimana kalau aku ikut Abang" Ikut
saja. Tidak akan menjadi beban Abang. Sumpah, aku tidak akan menyusahkan
Abang! Yang kurasa sekarang aku butuh teman. Dan aku punya semacam
keyakinan, bahwa Abang pasti teman yang amat baik. Abang tidak usah
membawaku. Tetapi perkenanlah aku ikut!"+
Erwin tidak menyahut. Tidak atau belum tahu mau mengatakan apa. Ia
melangkah lagi dan Ashar mengikuti. Tujuan" Sama-sama belum tahu.
Biarlah langkah Erwin yang menentukan.+
Dalam otak kedua insan itu berkecamuk berbagai pikiran. Yang tidak
seragam. Ashar menyerah kepada nasib, sama sekali belum tahu apa yang
harus dilakukannya untuk memperpanjang umur hari demi hari. Ia tidak
akan mengharapkan makan minum atas biaya Erwin. Ia telah mengatakan itu
dan dia akan berpegang pada janjinya. Ia tahu benar, bahwa Erwin bukan
orang mampu. Malah termasuk miskin. Seperti beberapa tetangga Erwin
lainnya, ia juga mendengar bahwa anak muda dari seberang itu punya ilmu
untuk mengobati SERIAL MANUSIA HARIMAU+
35+
Lain benar halnya dengan orang yang tidak muaah puas, bahkan tidak kenal
puas.+
Serakah tanpa tara, tamak dan loba tanpa batas. Yang begini terdapat di
antara orang-orang kaya, yang kebanyakan semakin jauh dari Tuhan mereka,
dari sang Pencipta.+
Erwin, yang selain miskin juga bukan manusia normal, merupakan sebuah
tauladan di antara tidak cukup banyak manusia teladan di masa keruntuhan
moral dan mental.
***
AKHIRNYA kedua manusia yang baru bergabung itu bebas dari lautan
semut-manusia itu. Erwin menarik tangan Ashar, masuk ke sebuah warung
tenda kecil yang menyediakan makanan murah. Tentu saja kualitas rendah.
Tetapi cukup baik untuk mengganjal perut yang kosong. Erwin memesan nasi
pakai kuah sayur saja. "Dua," katanya. Tetapi Ashar buru-buru menolak.
"Satu saja Bang, aku belum lapar. Abang sajalah!" Erwin yang sebcnarnya
tahu, bahwa Ashar juga perlu mengisi perut, tetapi juga ingat akan
kata-katanya tadi, "tidak mau menjadi beban," mengubah pesanannya jadi
satu piring saja. Teh tanpa SERIAL MANUSIA HARIMAU+
36+
Untung masih ada pewarungpewarung amat kecil yang punya hati begitu
sosial.+
Erwin diam saja. Tidak menawarkan makan untuk kedua kalinya. Padahal ia
tahu, bahwa Ashar pasti kehausan dan kelaparan. Dahaga sudah diobat.
Tetapi perutnya"+
"Boleh juga," kata Erwin setelah nasi yang hanya berkuah selesai
dilahapnya. Ashar diam saja. Mencoba tersenyum. Dan Erwin melihat tanpa
keliru, bahwa senyumnya itu senyum lapar!+
Erwin bangkit dari bangku, mengajak Ashar pergi. Jauh di lubuk hati anak
muda tanggung itu menyadari bahwa ia mulai menerima konsekuensi dari apa
yang tadi diucapkannya. Tetapi ia tidak menyesal. Sebaliknya ia mulai
merasa sebagai manusia baru yang mesti percaya kepada diri sendiri.
Harus berani menanggung risiko. Meninggalkan ru-inah pamannya yang
bagaikan hidup di neraka itu adalah hasil kebulatan hati. Tidak boleh
disesali, bahkan harus disyukuri karena dengah begitu dia dapat memulai
hidup yang sebenarnya. Yang dirasanya sekarang lapar. Dilengkapi dengan
tak punya uang lebih daripada lima puluh rupiah.+
"Kau hebat," kata Erwin tiba-tiba. "Dan aku suka kepada anak yang hebat.
Orang hebat boleh dibikin kawan dan boleh dipercaya!"+
Ashar memandang Erwin. Dia bangga juga. Dalam menanggung lapar dikatakan
hebat.+
Lebih baik daripada dikatai, "Rasain lu. Karena pura-pura malu jadi
lapar!" Itu kan sakit.+
Nih. Masuk ke pondok itu. Makan. Seperti aku tadi. Kalau nasib kita
kelak agak baik, makan dengan lauk! Sekarang latihan. Dan tiap latihan
itu baik. Menambah kepercayaan SERIAL MANUSIA HARIMAU+
37+
Ashar mulai kagum kepada Erwin. Orang miskin yang dukun. Yang tak suka
uang.+
Yang keras dan tegar hati. Membiarkan dia tadi lapar, padahal dia tahu.
Tetapi kemudian meminjaminya uang untuk makan. Aneh manusia ini. Orang
biasa tidak akan bersifat dan bersikap begitu.+
"Kini kita sama-sama kenyang," kata Erwin setelah Ashar selesai memberi
sedikit alas di dalam perutnya.+
"Aku lupa. Kau tak tahu. Dan aku pun tidak tahu. Kita ini jadi semacam
pengembara tanpa tujuan!" kata Erwin.+
"Biarlah. Akan banyak pengalaman," kata Ashar. Anak tanggung itu jadi
seperti orang mulai dewasa. Sudah "berani" berkata begitu.+
"Kau tahu, dalam perjalanan atau petualangan kita mungkin bertemu banyak
kesulitan.+
Barangkali akan banyak berjalan kaki. Mungkin juga menempuh hutan yang
banyak binatang buasnya. Ular-ular pemakan hewan dan manusia, gajah,
babi hutan dan badak!"+
Erwin tidak menjawab. Dia memang tidak mau menyebut hewan buas yang satu
itu.+
"Maksud Abang kita akan Sumatera" Di sana yang ada gajah dan harimau.
Abang sudah bertemu dengan harimau di hutan?" tanya Ashar. Lagi-lagi
Erwin tidak menjawab.+
Karena sudah dua kali masalah harimau tidak ditanggapi, Ashar jadi
berpikir. Bukan jauh-jauh! Barangkali hewan yang satu ini tidak boleh
disebut-sebut.+
"Oh tidak," jawab Erwin. "Di negeri kami sana, kami menyebutnya 'nenek'
atau+
38+
"Ya, harimau memang gagah. Tetapi tidak ganas, kalau dia tidak diganggu
atau disakiti.+
Di negeriku banyak!" Pada saat itu kian besar hasrat Ashar untuk ke
Sumatera. Ia tahu, Erwin asal Sumatera. Mudah-mudahan dia kembali ke sana.
+
***
Tetapi dalam hati mereka merasa kagum akan kekerasan dan kemuliaan hati
Erwin, yang menghindar dari sebuah cinta kasih yang dilimpahkan gadis
sekaya dan secantik Susanty. Betapa bedanya Erwin dan Sumarta. Orang
yang hanya berkaliber amat kecil dalam materi dan ilmu keduk.unan ini
begitu tega merebut hati seorang wanita yang bukan tarafnya dengan
guna-guna. Sehingga Christine yang kemenakan mereka itu jatuh
terjerembab secara tidak wajar. Walaupun mereka sangat risau memikirkan
nasib anak mereka, namun mereka jadi kian malu oleh prasangka mereka
dulu bahwa Erwin mengguna-gunai Susanty. Kalaulah Erwin bukan seorang
laki-laki yang kuat iman, pasti+
39+
"Kau amat beruntung Susan mempunyai seorang pujaan yang begitu luhur
budi dan rela berkorban demi kebahagiaan hidup orang yang aku yakin amat
disayanginya. Kalau ia tidak sayang kepadamu, pasti ia dengan segala
senang hati, bahkan penuh kerakusan menerima cintamu. Cinta tanpa alasan
yang kuat, yang hanya mengikutkan perasaan dan barangkali emosi yang
hanya singgah sekejap mata untuk kemudian menghilang pula tanpa bekas!"
kata Lydia.+
"Aku rasa apa yang kakak katakan itu benar. Karena bukan kakak yang
jatuh cinta.+
Karena kakak bukan aku. Aku yang merasa. Akulah yang lebih tahu.
Meskipun aku belum pernah mengalami cinta , yang sampai menggores di
hati, tetapi aku tahu pasti bahwa aku benar-benar menyukainya dan aku
pasti hidup bahagia dengannya. Kepergiannya dengan mengorbankan diri
sendiri, seperti kakak katakan itu memperbesar keyakinanku, bahwa inilah
lelaki yang tahu makna cinta. Yang dia tidak tahu dalam pengorbanannya
itu ialah bagaimana tersiksanya sisa hidupku. Aku dapat memahami
kebesaran jiwanya. Tetapi dia tidak mengetahui penderitaanku yang tidak
akan pernah lagi mengenal cerah dan ceria,"+
jawab Susanty. Melihat usianya yang masih amat muda, seyogianya ia tidak
mampu berkata demikian. Tetapi apa yang dikatakannya tidak ada hubungan
dengan umur. Ia hanya menyatakan apa yang dirasa dan diderita.+
Menyadari bahwa hati Susanty sudah sekeras baja dingin yang tak dapat
diubah bentuknya, Lydia hanya dapat berkata, "Aku salut kepadamu, Dik.
Aku dapat mengatakan apa saja, tetapi memang kaulah yang menanggung
merasakannya. Kuhargai kebesaran kasihmu. Benar-benar melebihi cinta
Romeo terhadap Julia. Kau percaya, kalau kukatakan, SERIAL MANUSIA HARIMAU+
40+
"Aku mau berbuat apa saja untuk kebahagiaanmu sayang," kata Lydia.
Susanty menciumnya, terasa butir-butir air nestapa menimpa pipi Lydia.
Dan ia pun tak berdaya lagi menahan kesedihannya. Ia sangat tahu artinya
cinta dan ia lebih tahu lagi bagaimana derita seseorang yang mendambakan
kasih dan belaian sayang.+
"Kakak dan suami kakak pasti akan dihubunginya. Jadi akan mengetahui
alamatnya."+
"Bukan hanya yakin. Aku tahu. Dia tidak akan pernah tenang sebelum
menyampaikan sendiri apa yang membuat dia merasa harus pergi!"+
Tidak mungkin angin dari luar, karena tiada jalan ia dapat masuk. Kamar
itu mempergunakan alat pendingin atau penyejuk ruangan.+
Kedua wanita itu saling pandang. Mungkin sama-sama mendapat perasaan aneh.+
Suara Erwin. Lydia dan Susanty terdiam. Tetapi debar jantung mereka
nyaris terdengar dalam ruangan sunyi sepi itu.+
"Aku tahu perasaanmu Susan. Aku juga tahu perasaan Lydia," kata Erwin.
Suara itu begitu jelas, begitu lembut. Tetapi yang punya suara tidak
kelihatan.+
"Jadi, kau tahu?" tanya Susanty. Entah dari mana datangnya kekuatan dan
kesanggupan ia bertanya. Lalu Erwin berdiri di sana, sekitar dua meter
dari ranjang tempat mereka berbaring.+
41+
"Aku telah datang Susan. Memenuhi etiket yang lazim bagi insan yang
sopan. Dan aku ini, bagaimanapun keadaanku, aku ingin digolongkan pada
yang tahu bersopan santun.+
Seperti kata Lydia yang amat baik hati dan rupanya menguasai ilmu jiwa,
aku takkan pernah tenteram kalau tidak mengatakan sendiri kepadamu
mengapa aku pergi. Hidup tanpa ketenteraman hati pasti amat tersiksa.
Menambah siksaan yang kadang-kadang tanpa ampun menghunjam diriku," kata
Erwin. Tenang dengan penuh perasaan.+
"Terima kasih Erwin. Kau sungguh luhur budi halus perasaan," ujar Lydia
yang tidak memikirkan dari mana datangnya Erwin. Tetapi melihat
kenyataan, bahwa yang berdiri dan bicara itu memanglah sahabat mereka
yang pergi membawa nasibnya. Semata-mata karena tahu diri dan tak mau
melibatkan orang lain yang disayanginya.+
"Susan, aku tak tahu berbuat apa yang lebih daripada pergi. Aku pun tak
tahu harus berbuat apa terhadap kesucian kasihmu. Kalaulah aku ini bukan
Erwin yang Erwin di hadapanmu ini, aku akan mencium kakimu tanda
bahagia. Tetapi aku hanyalah aku yang ditakdirkan begini. Suatu takdir
yang bukan kupinta, tetapi juga tidak kusesali!"+
Susanty yang menangkap seluruh kata-kata yang amat jelas itu tidak bisa
mengerti.+
Perubahan itu berlangsung pelahan, bagian demi bagian. Dan Lydia bersama
Susanty menyaksikannya dengan perasaan yang tak dapat diuraikan. Tanpa
jerit bahkan tanpa suara.+
Yang terlihat hanya turun naik dada mereka. Perasaan takut atau ngeri
tidak ada sama sekali.+
Semua tertimbun oleh keajaiban yang tak masuk akal, tetapi bukan suatu
khayalan. Apa yang terjadi di hadapan mereka, lebih daripada khayalan
orang yang punya daya khayal tak bertara.+
42+
Tiada tanggapan. Baik dari Susan maupun dari Lydia. Semua rasa ada,
hanya perasaan ngeri itu yang tidak ada.+
Ini takdir. Kau tahu arti takdir?" Tiada tanggapan. Dengan perasaan tak
menentu air mata Susanty lepas dari bendungannya. Kalau ia mengatakan
sesuatu, maka dengan air mata itulah ia mengatakannya. Lydia yang telah
merasa Erwin sebagai saudara sendiri pun tak kuat menahan kesedihannya.+
"Tidak, mengapa harus takut. Bagaimanapun wujudmu, kau tetap Erwin yang
kami sayang. Sekarang pun kuulangi, agar kau jangan meninggalkan kami.
Bukankah kita sudah merasa berkeluarga dan cukup tenteram bersama-sama.
Bukankah ketenteraman menjadi salah satu dasar hidup serumah?" '+
"Lydia, Lydia. Kau terlalu baik. Setelah melihat kenyataan kau masih
menawarkanku tempat berteduh untuk menyambung hidup. Kudoakan, semoga
Tuhan selalu memberkahimu. Tetapi aku harus pergi Lydia. Ada semacam
panggilan yang tak dapat SERIAL MANUSIA HARIMAU+
43+
"Aku tidak dapat memastikan. Pantang. Memastikan masa depan sama dengan
menduai Tuhan!"+
Susanty mendengar semua dialog. Dia tidak turut berkata, sarat dengan
perasaan dan pikirannya sendiri.+
Kini terjadi lagi apa yang sukar dipercaya kalau tidak melihat sendiri.
Sebagaimana Erwin tadi secara perlahan berubah wujud menjadi berbadan
harimau, maka kini tubuhnya berubah kembali jadi biasa. Dan Erwin
menjadi lelaki normal. Seolah-olah bukan dia yang mengharimau tadi.+
Susanty dan Lydia tidak kuasa berkata-kata. Sehingga Erwin jugalah yang
memulai,+
"Aku sudah datang. Kita sudah berkata-kata, bahkan lebih daripada itu.
Kini tiba saatnya aku pergi!"+
"Jangan," ucap Susanty, sadar atau terkeluar begitu saja. Lalu ia diam
lagi.+
Karena Erwin sudah bicara seperti orang biasa, perasaan Susanty dan
Lydia pun berubah. Bertanya Susanty, "Apakah isinya?"+
44+
"Ia akan melindungimu dari segala maksud dan usaha jahat. Insya Allah,"
kata Erwin.+
Setelah sunyi seketika, Lydia bertanya apakah Erwin tidak mampir dulu ke
rumahnya untuk bertemu dengan dr Anton.+
"Tak usah, sampaikan salamku. Walaupun aku tidak tampak, aku akan selalu
bersama kalian. Selamat tinggal Susanty. Anggaplah kuku tadi sebagai
pengganti diriku!" Dan Erwin hilang dari pandangan Lydia dan Susanty.+
***
45+
Suami isteri itu melihat kedua sahabat itu keluar. Suatu pertanda yang
meringankan.+
Kok tiba-tiba sudah bertemu. Bertemu dengan siapa" Bukankah mereka tidak
ke mana-mana. Sejak tadi di kamar saja.+
"Maksudmu?" tanya Hamidy kepada Lydia yang menganggap wanita itu sudah
seperti anak sendiri yang lebih tua dari Susanty.+
Susanty diam saja. Tidak ikut bicara. Dia tidak kuasa berkata-kata,
tetapi dia memang ingin menyampaikan apa yang baru terjadi kepada ayah
dan ibunya.+
"Erwin," kata Lydia, membuat Hamidy dan isterinya saling pandang lagi.
Heran dan wajah mereka jelas membayangkan ketidakpercayaan. Mereka tidak
melihat siapa pun masuk. Bagaimana pula mungkin Erwin datang tanpa
kelihatan oleh mereka yang duduk di sana. Kalau ia datang harus melalui
ruangan tempat mereka duduk.+
"Kalian mimpi atau dikuasai khayalan. Kami sejak tadi duduk di sini.
Mana mungkin kami tidak melihatnya masuk. Andaikata dia lewat di sini,
tentu dia menegur kami."+
"Kalian pasti bermimpi. Datang dan pergi lagi tanpa kami lihat adalah
suatu hal yang mustahil."+
46+
Susanty menjawab dengan gelengan kepala. Kedua orang tua itu heran
bagaimana mereka bisa tidak takut, sedangkan mereka yang mendengar
ceritanya saja merasa amat ngeri.+
"Dalam keadaannya berubah wujud itu pun Erwin sangat lembut. Mukanya
tenang.+
Bagi Lydia dan Susanty yang kemudian masuk kamar kembali, malam berlalu
tanpa suatu kejadian apa pun yang menakutkan. Tetapi dini hari baru
mereka bisa tertidur, karena wajah Erwin dalam dua wujud selalu saja
terbayang.+
Lain halnya dengan Hamidy darr isterinya. Mereka was-was, tidak tenang.
Sangat khawatir kalau-kalau Erwin datang dengan wujudnya berbadan
harimau. Kalaulah sampai terjadi, barangkali mereka akan mati kejang
karena ketakutan walaupun telah diceritakan bahwa ia sama sekali tidak
mengganggu. Sampai hari pagi mereka gelisah, tidak dapat tidur.+
47+
"Aku tidak percaya. Walaupun aku sadar benar, bahwa aku bukan bermimpi.+
Disebutkannya namanya. Dia malah mengatakan, supaya aku jangan lupa. Dja
Lubuk.+
Kalau aku sangat terjepit, aku boleh menyebut namanya. Dan kalau keadaan
mengizinkan ia akan datang. Jelas benar kudengar ia berkata, "Tempatku
jauh, Nak. Di Mandailing sana.+
Kau pernah mendengarnya" Daerah miskin. Maksudku pada umumnya. Ada juga
yang kaya.+
Dja Lubuk tertawa ringan. Dr Anton memandangnya. Dia jadi kagum dan
hormat.+
48+
"Di dalam bumi. Tetapi kadang-kadang mengelana. Sudahlah, tak usah tanya
itu, Dokter. Aku datang mengucapkan terima kasih. Juga kepada isterimu
Lydia!"+
Dja Lubuk hanya tertawa. Ramah sekali. "Kau agak bandel, Dok. Sudah
kukatakan, tak usah tanya. Nah, selamat tinggal. Kapan-kapan aku datang.
Boleh?"+
Dunia ini benar-benar masih penuh dengan keajaiban dan kegaiban yang
melebihi dongeng, pikir dr Anton. Yang tidak melihat tentu sukar mau
percaya. Ah, biarlah.+
"Aku punya keyakinan, bahwa pada suatu hari ia akan mengunjungi kita.
Entah kapan,"+
kata dr Anton.
***
+
KARENA dipaksa oleh Sumarta agar mau menerima sekedar belanja, ketika ia
mengunjunginya di gubuk tempat ia mengharimau, maka Erwin mempunyai uang
agak lumayan. Dengan uang itulah ia dan sahabat barunya Ashar naik bis
atau kereta api sehingga akhirnya tiba di Merak, Banten. Dari sana
mereka menyeberang ke Lampung.+
"Iya, telah banyak sekali aku berutang. Tiap sen akan kubayar kembali,
manakala aku sudah punya uang. Aku berjanji," kata Ashar yang merasa
berbahagia sekali mendapat SERIAL MANUSIA HARIMAU+
49+
"Bagus. Yang namanya utang memang harus dibayar," kata Erwin yang ingin
terus menanamkan pendirian dan sikap yang baik kepada kawan mudanya itu.
Dengan adanya kesadaran berutang yang harus dibayar, orang akan bekerja
keras untuk mencari pembayarannya. Kalau segala usaha Ashar nanti
ternyata terbentur pada kegagalan, Erwin akan mengikhlaskan apa yang
dinamakannya utang. Dengan cara itu utang akan hapus dunia akhirat.+
"Ya, untuk belajar menjadi dukun seperti Abang. Dan aku pun kelak tidak
akan mengutip bayaran, kalau aku sudah dapat menolong!"+
"Lalu kau mau makan apa" Dan bagaimana membayar bayar utang?"+
"Abang dari mana dapat uang" Padahal Abang pun tidak mau menerima
bayaran untuk pertolongan yang Abang berikan!"+
"Aku bekerja dan mendapat upah untuk keringat yang kucurah. Dan tidak
benar, bahwa aku tidak mau menerima bayaran sama sekali. Jikalau sedang
tidak punya duit aku terima sekedarnya."+
"Sekedarnya itu berapa Bang?"+
"Cukup untuk belanja dua tiga harilah. Aku bisa mengemudikan mobil.
Pernah jadi pengemudi di Surabaya." Lalu dia diam. Teringat kepada
pengalamannya di sana. Digilai isteri majikan, sehingga ia melarikan
diri untuk mencegah bencana yang tidak diingini.+
"Aku juga akan begitu. Kalau ada kemungkinan aku mau belajar membawa
mobil!+
Betapa akan enaknya," kata Ashar. Dan dia berkhayal tentang masa depannya.+
"Anak muda, kaulah orangnya!" katanya. Tentu saja Erwin terkejut. Tidak
pernah mengenal orang itu dan tidak tahu apa maksudnya. Timbul curiga di
dalam hatinya.+
50+
"Apa maksud Bapak?" tanya Erwin. "Kalau aku boleh tahu, siapakah Bapak
makanya berkata begitu?"+
"Menolong apa?" tanya Erwin kian heran. "Menolong aku. Karena aku tidak
sanggup!"+
Ashar mendengarkan dengan rasa heran yang sama. Jelas baginya bahwa
Erwin tidak mengenal orang asing itu.+
"Anak ini muridmu, bukankah begitu," katanya lagi sambil melihat Ashar
dan memberi salam pula kepadanya.+
"Bukan, dia temanku seperjalanan," jawab Erwin.+
"Jadi lebih besar karena merendahkan diri. Sifat agung pada orang yang
benar-benar berisi.+
Terimalah aku sebagai murid karena aku mengelana memang untuk mencari
ilmu dari siapa saja yang sudi melimpahkan!" kata Erwin lembut. Ashar
meniru sikap Erwin. Ia juga menyalami orang tua itu dengan menundukkan
badannya.+
"Anak muda, kaulah yang benar-benar besar. Kau orang berisi, tetapi
sangat pandai membawakan diri. Isi dada memang penting, tetapi lebih
penting dari itu adalah rasa suka orang kepada kita. Yang selalu menemui
kegagalan justru orang-orang tanggung ataupun sebenarnya hebat yang lupa
diri. Angkuh, melupakan siapa yang memberinya kekuatan.+
Mereka bertiga berangkat. Berjalan kaki. Tak kurang dari tiga kilo
jauhnya. Tidak Erwin, juga tidak Ashar mengeluh di bawah terik matahari
siang itu. Padahal kendaraan ke jurusan mereka banyak dengan biaya yang
juga tidak seberapa. Erwin berpikir, bahwa cara ini tentu merupakan
salah satu ujian dari orang asing yang menamakan dirinya Abduh, Akhirnya
Abduh yang bertanya, "Kalian tidak pernah bertanya berapa jauh lagi
rumah reotku itu! Mengapa?"+
"Bukankah kita menuju rumah Bapak" Kalau sudah sampai tentu Bapak akan
mengatakan. Bertanya kalau ada keraguan. Kami tidak ragu-ragu, bahwa
orang hebat ikutan kami punya rencana besar untuk aku yang masih anak
bawang!" sabut Erwin.+
51+
Oleh rasa heran yang memuncak, Erwin terdiam. Orang tua ini mengenal
ayahnya.+
Siapakah dia ini sebenarnya" Tetapi dia tidak bertanya, yakin nanti akan
terungkap juga.+
Abduh semakin kagum. Orang muda ini hanya menjawab, tidak bertanya
mengapa Abduh mengenal ayahnya.+
Erwin tidak menunjukkan rasa kagum. Juga tidak mengatakan, bahwa Abduh
rendah hati. Rumah besar setengah mewah dikatakan gubuk.+
Dua anak masih sekitar tujuh dan lima tahunan keluar berlari-lari
mendapatkan Abduh.+
"Ah, tidak," kata Erwin menutupi. Dalam hati ia tahu, bahwa orang
berilmu ini tidak dapat dikicuh.+
kata Abduh. Ramalan ini tidak menarik reaksi dari Erwin. Dia diam saja.
Bukan tidak percaya, walaupun tidak seratus persen. Yang mengetahui masa
depan seseorang dengan tepat hanyalah Yang Satu. Tiada lain daripada
Dia. Orang pintar boleh saja meramal, tetapi ketentuan tetap di tanganNya.+
Mereka masuk, disambut oleh seorang wanita sekitar tiga puluhan dan
seorang wanita lebih muda, sekitar delapan belas atau sembilan belas
tahun. Kedua-duanya anak Abduh.+
52+
Tidak mengherankan.+
Biasanya yang datang ke rumah itu, orang orang yang memerlukan bantuan
Abduh atau sahabat-sahabat seprofessi yang usianya lebih kurang sebaya.
Mengapa ia menyebut anak muda itu sebagai sahabat"+
Dalam hal yang demikian, rupanya yang menimbulkan rasa senang itu
benar-benar amat menyesatkan bagi mereka yang mudah saja mengambil
kesimpulan dari memandang wajah SERIAL MANUSIA HARIMAU+
53+
Tentuulah bapaknya yang tadi merendahkan diri dan kini dipukul balik
oleh Erwin. Dan orang tua itu tidak menanggapi.+
"Anak muda dan kawan anak muda ini dari Jawa," kata Abduh. Dari caranya
berkata, jelas bagi Erwin bahwa ia bukan bertanya, tetapi mengatakan
tanpa ragu-ragu. Ia tahu. Dan dia benar.+
Abduh tertawa. "Anak muda, kau masih saja mau jadi harimau yang
menyembunyikan kuku. Aku si tua yang bodoh inilah yang seharusnya
belajar dari kau, anak muda yang rendah hati." Mendengar ini, kedua
anaknya memandang Erwin dengan cara lain. Kagum, bukan lagi oleh
ketampanannya, tetapi karena ia ternyata bukan pemuda sembarangan.+
Pemuda yang keren banyak, tetapi yang ada isi belum tentu terdapat
seorang di antara seratus.+
Wajah Erwin memerah padam oleh pandangan kedua wanita muda itu.
Sementara Ashar merasa bangga, karena orang ikutannya tidak keliru lagi
bukanlah orang sembarangan.+
54+
"Ini Muhidin, anak angkat saya," kata Abduh. Lalu ia menjelaskan siapa
tamunya.+
Fatimah dan Hasanah jadi lebih kagum. Pertanyaan itu membuktikan kepada
Erwin, bahwa ilmu Muhidin baru pada tahap permulaan.+
"Jauh juga Saudara merantau," kata Erwin. "Tidak banyak orang Asahan di
kota ini.+
"Bantuan apakah itu" Aku khawatir Bapak menemukan orang yang keliru. Aku
tidak punya kepintaran apa-apa. Aku dalam perjalanan pulang ke kampung
yang sudah lama tidak kukunjungi!"+
"Aku tahu. Ke Tapanuli. Kau ziarah ke makam ayahmu Dja Lubuk dan
ompungmu Raja Tigor. Mau menambah ilmu. Kaubawa Ashar karena ia tak
tahan tinggal bersama pamannya yang kaya!"+
55+
Erwin merasa dirinya dipukul kembali. Dan kini semua sama-sama tertawa.
Hanya Ashar yang diam oleh rasa herannya akan ketinggian ilmu
orang-orang itu.+
"Ya, di sinilah Bang Erwin untuk beberapa hari. Memang rumah kami hanya
begini, tetapi hati kami terbuka lebar untuk Bang Erwin," kata Hasanah
yang perawan dan rupawan. Ayahnya mengerling. Banyaknya asam garam yang
telah dirasanya membuat Abduh tahu, apa yang mulai masuk ke dalam hati
anak gadisnya itu. Tetapi ia malah senang, karena ia tahu, bahwa Erwin
seorang lelaki yang boleh dipercaya. Bukan jenis yang kelotokan atau
mudah melebar lubang hidungnya kalau dipuji atau dimanisi wanita. Ia
memang masih muda, tetapi ia matang dan pengalamannya dimasa lampau,
banyak memberi pelajaran kepadanya.+
"Mana ayah mereka?" tanya Erwin polos. Fatimah diam, begitu pula yang
lain.+
56+
Polisi telah dilapori dan telah mengerahkan banyak tenaga, namun tiada
berhasil. Mereka tidak dapat- mengatakan, bahwa Abu Samad dibunuh karena
tiada bukti untuk itu. Mau dikatakan diculik juga sulit; karena belum
pernah terjadi penculikan atas seorang warga di kota itu. Apalagi
sepanjang tahu mereka, begitu pula masyarakat, lelaki itu sangat baik
hati.+
Tidak punya musuh. Menurut penglihatan Abduh, lelaki itu masih hidup dan
ditahan di sebuah tempat yang dijaga ketat.+
Dari pertanyaan itu Abduh kian mengetahui bahwa anak muda ini memang
bukan sembarangan. Istilah "dijaga ketat" itu dimakluminya. Dukun
tanggung akan bertanya, berapa jagoan atau tukang pukul yang menjaga
rumah itu. Kalau baru tukang pukul atau bahkan tukang bunuh, masih dapat
ditaklukkan oleh Polisi. Karena sudah terang mereka orang-orang bayaran
untuk melakukan atau setidak-tidaknya melindungi kejahatan. Polisi dapat
bertindak.+
Tidak bersua. Memang aku pun tahu bahwa harapanku amat tipis, karena
dalam mimpi itu jelas kaukatakan bahwa kau ada urusan dengan seorang
wanita cantik di Jakarta. Perempuan SERIAL MANUSIA HARIMAU+
57+
"Hebat sekali mimpi Bapak itu," kata Erwin polos dan sangat kagum.+
"Tidak dijelaskan. dalam mimpi itu bahwa kau akan singgah di kota ini.
Ketika aku melihat kau tadi, aku terperanjat. Betulkah kau yang dalam
mimpiku, ataukah orang lain yang mirip dengan orang yang kulihat di alam
mimpi itu" Setelah lama kuperhatikan, aku memberanikan diri, karena
naluriku mengatakan, bahwa engkaulah orangnya."+
"Sebetulnya aku belum apa-apa, Pak Abduh. Tetapi kalau sekedar mencoba
bolehlah.+
Kalau jelas kita memohon kepadaNya. Tanpa izinNya tidak akan ada
keberhasilan."+
Jin itu bukan jenis yang banyak bicara. Ia langsung menerkam si manusia
harimau, sehingga terjadilah perkelahian. Kegaduhan itu terdengar oleh
Abduh, Ashar, kedua anak Abduh dan Muhidin.
+
***
ABDUH tahu, bahwa Erwin pasti sedang bertarung dengan lawannya, yaitu
orang pandai yang memenjarakan Abu Samad dengan pengawalan amat ketat.
Ia pun tahu, bahwa Erwin sedang berusaha mematahkan penjagaan atas diri
hartawan yang ditahan itu, tetapi mendapat perlawanah keras sehingga
terjadi adu kuat. Dalam pertempuran antara orang pandai semacam itu
hanya ada dua kemungkinan. Salah satu mengaku kalah atau salah satu
tewas karena tidak ada yang mau menyerah. Orang berkekuatan batin yang
sangat menghargai martabatnya lebih cenderung untuk tewas daripada
menyerah. Menurut keyakinan Abduh, anak muda yang baru dikenalnya itu
bersifat pantang menyerah. Jadi SERIAL MANUSIA HARIMAU+
58+
Kemudian secara tiba-tiba suara gaduh di dalam kamar itu berhenti. Sudah
selesaikah"+
Satu suara lantang berkata, "Kau orang asing di sini, mengapa kurang
ajar mau mencampuri urusan kami?"+
"Sumatera pulau asalku, walaupun aku bukan orang daerah ini. Dan aku
tidak mencampuri urusanmu. Kaulah yang mendatangiku kemari. Jadi kaulah
yang kurang ajar, kerbau hina yang sombong!" kata Erwin dengan suara
menggeledek. Bukan suaranya yang didengar Abduh siang tadi. Kemudian
diiringi oleh geraman yang menakutkan. Geraman harimau. Memang tidak
salah, geraman harimau. Abduh biasa mendengar itu, ketika ia tinggal di
Rengat. Abduh, kedua anaknya dan Ashar serta Muhidin saling pandang
tanpa kata dengan pikiran masing-masing. Yang teramat keheranan hanya
Ashar yang tidak bisa menebak sedikit pun apakah gerangan yang sedang
terjadi. Dia pernah mendengar bahwa Erwin seorang dukun yang sangat
sosial, lebih dari itu tidak. Jadi tidak pernah diketahuinya tentang
manusia harimau dan sebagainya.+
"Apakah yang terjadi dengan Bang Erwin?" tanya Ashar kepada Abduh, yang
menjawab dengan meletakkan jari telunjuknya di mulut, supaya anak muda
tanggung itu bertenang SERIAL MANUSIA HARIMAU+
59+
"Tetapi apakah yang sebenarnya terjadi" Dan suara apakah itu?" tanya
Hasanah yang tidak puas dengan jawaban ayahnya dan mengkhawatirkan nasib
tamu yang baru dikenalnya itu.+
"Sudah nasibku kalau itu yang akan terjadi. Tetapi aku ingin
memperingatkanmu bahwa engkaulah yang akan binasa, bedebah," geram si
manusia harimau.+
***
Pada suatu saat Erwin merasa kewalahan. Sempat goncang keyakinannya pada
diri SERIAL MANUSIA HARIMAU+
60+
Abduh yang mendengar kata-kata itu malu bukan buatan. Dia dikatakan
rakus dan mengorbankan Erwin oleh kerakusannya! Dia jadi lebih malu
ketika Hasanah dan Fatimah memandangnya seolah-olah menyesali sifat
buruk ayah mereka. Tetapi pada detik itulah terdengar lagi suara geraman
yang amat dahsyat, diiringkan oleh suara terkaman dan benda berat yang
jatuh berdebab sambil mengeluarkan suara kaget. Lalu mereka mendengar
suara mendengus-dengus dan pukulan keras bertubi-tubi. Saat Jabalkat
membanggakan diri oleh keberhasilannya, Erwin pulih dari rasa pusing
lalu menerkam dengan seluruh berat badannya, mempergunakan kedua
tangannya yang kuat dengan kuku harimau yang tajam.+
Tanpa mengenal ampun, karena menyadari bahwa nyawa sudah jadi taruhan
yang menentukan, ia menyerang lawannya. Makhluk tak keruan wujud itu
kaget oleh sobekan kuku dengan sepenuh tenaga dan sudah bertekad mati
atau mematikan. Yang mana pun jadi.+
Karena tiada gunanya pertanyaan. Karena mereka tidak tahu mau menjawab
apa kalau sekiranya ada yang bertanya.+
61+
Tiada jawaban. Tetap sepi. "Bang Erwin," jeritnya lagi. Tiada sekerat
suara pun yang menyahuti.+
Tetapi Abduh yang tahu, bahwa Erwin tentu habis bertarung, segera
melihat apa yang tidak terlihat oleh Hasanah dan Fatimah yang menghadapi
Erwin. Di dekat dinding tampak banyak darah segar, tetapi berwarna hitam
kehijau-hijauan. Dan dia pun melihat bahwa jari jari tamunya itu
berlumuran darah. Juga berwarna hitam kehijau-hijauan. Sudah pasti bukan
darahnya. Sebab baju tamunya berlepotan darah merah. Kemudian tampak
tandatanda kehidupan pada dadanya yang mulai turun naik. Melihat ini
timbul secercah harapan yang menggetarkan hati Hasanah. "Ia masih hidup
ayah," katanya.+
Satu suara tanpa rupa yang mengeluarkannya berkata lemah, "Ia memang
hebat Abduh.+
Hasanah dan Fatimah memandang ayah mereka. Mereka tahu ayah mereka
seorang berilmu, tetapi mereka tidak bisa mengerti apakah makna kejadian
ini semua. Namun begitu hati Hasanah serasa melonjak karena bangga atas
kehebatan lelaki yang belum sampai dua SERIAL MANUSIA HARIMAU+
62+
Tanpa ada yang menyuruh dan tanpa memikirkan apa yang disangka atau
dipikir ayah dan kakaknya, ia mengambil air, membersihkan tangan Erwin
lalu meminta kepada ayahnya agar pakaian Erwin diganti.+
Ashar mengeluarkan pakaian lusuh dari ransel Erwin, membuat Hasanah tak
kuasa menahan air mata melihat keadaan yang mengundang rasa-iba terhadap
nasibnya yang hanya begitu. Abduh dan Muhidin memindahkan manusia
harimau itu ke atas tempat tidur. Dan Hasanah menungguinya tanpa kenal
kantuk dengan berbagai perasaan merasuk hatinya. Dan orang
berpengetahuan mistik cukup tinggi yang modern itu membiarkan. la yakin
tidak akan terjadi apa pun yang dapat merugikan nama baik mereka, bukan
karena Erwin dalam keadaan tidak berdaya, tetapi karena ia yakin bahwa
anak muda itu bermoral tinggi. Lebih baik dari banyak manusia penting
yang selalu bicara tentang moral sementara mereka sendiri sebenarnya
manusia tak bermoral dengan mental yang hanya dapat digolongkan kelas
biri-biri.+
Ayah khawatir?"+
Dan ayahnya pun menjawab sambil senyum tanpa makna lain, "Uh, sama
sekali tidak.+
Aku malah senang dengan sifatnya. Tidak menilai manusia secara lahiriah.
Kau kira anak muda hebat itu menyukai adikmu?"+
63+
"Aku juga belum berhenti sampai di situ, Fat. Aku mau tahu manusia di
belakang harimau itu. Aku akan coba!" kata Abduh.+
"Ya, tanpa hasil," kata Abduh lesu. "Aku akan bicara dengannya."+
"Nya siapa?"+
"Malu," kata Fatimah_ lemah. "Dia baru saja hampir mati memenuhi
permintaan Ayah."+
"Aku tahu. Aku juga malu. Tetapi aku akan melakukannya. Kau dengar suara
tadi?"+
"Ya, mengapa?" tanya Fatimah ingin mendapat ketegasan mengenai apa yang
sudah menjadi dugaannya.+
"Tetapi mungkinkah?"+
"Aku tidak pernah melihatnya. Aku tidak tahan di kamar. Panasnya seperti
sejengkal di bawah matahari. Dia tidak sampai menampilkan diri.
Barangkali majikannya tidak sampai menyuruhnya menghadapiku. Tetapi tadi
malam, seperti diakuinya, ia hanya pesuruh yang tidak dapat menolak
perintah majikannya. Barangkali dia bisa memanggil orang yang memerintah
harimau suruhannya."
***
MENJELANG pagi Erwin mulai mampu membuka mata. Dia tidak percaya akan
apa yang dilihatnya. Susanty. Mengapa Susanty ada di situ" Bagaimana dia
tahu" Dia malu. Terlalu malu. Apakah Susanty sama dengan almarhum
isterinya Indahayati. Yang tetap mencintainya, walaupun telah melihat
sendiri, makhluk apa dia sebenarnya"+
64+
"Tidak mengapa. Kau belum sembuh. Memang aku bukan Susan. Kau mengingat
dia"+
"Sekarang aku ingat. Kau Hasanah anak Pak Abduh. Mana beliau?"+
"Boleh."+
Tak lama kemudian datanglah Abduh. Si manusia harimau sudah lebih sehat.
Pelan-pelan diceritakannya pengalamannya tentang kedatangan pesuruh yang
berwujud aneh itu.+
Rupanya anak muda yang telah memikat hatinya itu lebih kawakan daripada
ayahnya yang SERIAL MANUSIA HARIMAU+
65+
"Ya, Hasanah benar Erwin," kata Abduh. "Kami yang mestinya berterima
kasih. Kau telah jadi korban karena urusan kami."+
"Tidak apa. Justru baik bagiku untuk menambah pengalaman. Aku masih
dalam taraf belajar, Pak Abduh. Aku minta bantuan Pak Abduh dan Hasanah
untuk meninggalkan aku sendirian. Aku mau bertenang dan mengucapkan
syukur yang khusuk, karena aku telah dibantu oleh Yang Mahapengasih."+
Mendengar permintaan yang sangat serius itu Abduh tak dapat berbuat lain
daripada memenuhinya. la memberi isyarat kepada anaknya supaya
meninggalkan Erwin sendirian.+
"Aku melihat kau bertempur tadi. Bagus. Aku senang kau telah berhasil
mengalahkannya. Tetapi kemenanganmu itu membawa bencana lain. Kalau
tidak bagi dirimu, bagi orang lain yang amat sayang kepadamu.
Tabahkanlah hatimu!"+
"Seperti yang kukatakan itu. Akan ada pula bencana sebagai imbangan dari
kemenanganmu." Raja Tigor diam. Kemudian melanjutkan, "Itu yang
dinamakan suratan badan. Tak dapat kita elakkan. Bukan kehendakmu,
tetapi dia menyerempet bahkan menimpa dirimu."+
Kakeknya yang datang dalam bentuk manusia biasa itu menyapukan segumpal
tanah yang dibawanya, ke luka-luka Erwin. Tanah dari kuburannya sendiri.+
"Sebetulnya oukan apa-apa. Hanya segumpal dari tubuh ompung. Tanah asal
tumpah darahmu. Tanah Mandailing," kata Raja Tigor sambil bergurau untuk
menghibur cucunya yang nyaris menemui ajaL Sebenarnya hanya tinggal
menunggu tiga hari, kalau Raja Tigor tidak segera datang. Ia, sama
halnya dengan ayah Erwin, selalu mengikuti kegiatan Erwin dan bersamaan
dengan itu mereka juga memperhatikan rencana serta perbuatan orang-orang
yang ditujukan untuk membinasakan sang manusia harimau. Ia memang selalu
harus dibantu kalau keadaan tidak teratasi lagi olehnya. Karena dialah
turunan mereka satu-satunya yang menerima warisan untuk meneruskan apa
yang sudah tinggal terlalu sedikit di Tapanuli Selatan Yaitu manusia
harimau, manusia yang menguasai sejumlah atau seekor harimau,
harimau-harimau yang menjadi guru terakhir di dalam persilatan. Di
samping itu SERIAL MANUSIA HARIMAU+
67+
"Berilah aku tanah seperti itu Ompung. Untuk digunakan bila perlu.
Kalau-kalau ada orang yang jadi korban seperti aku."+
"Aku tidak keberatan memberimu tanah tubuhku, tetapi tidak akan ada
faedahnya bagimu. Harus aku sendiri yang menyapukannya. Sudah begitu
ketentuannya. Karena ini bukan suatu ilmu yang dapat dipelajari. Hanya
suatu kenyataan yang tidak dapat dijelaskan mengapa begitu. Tetapi ada
sesuatu yang boleh kukatakan kepadamu. Di kampung nanti kau akan dapat
belajar lebih banyak. Yang jahat maupun yang baik. Yang jahat itu untuk
membinasakan orang. Jelasnya dosa. Yang baik untuk kebaikan sesama
manusia. Yang baik itu saja pelajari. Kau akan berjumpa dengan seorang
lelaki nanti. Hampir seperti aku ini.+
Dan keadaannya seperti aku."+
"Maksud Ompung?"+
"Ya seperti aku. Sudah tiada, tetapi ada. Tak usah kaucari dia. Dia akan
mendatangimu!+
Sudah takdir begitu. Kau banyak berkenalan dengan manusia yang sudah
tidak ada."+
Pada saat itu, tanpa mereka duga atau khayalkan, terasa angin bertiup
lembut dan hawa di dalam kamar itu menjadi dingin. Tak lama kemudian Dja
Lubuk sudah ada di sana.+
68+
Dja Lubuk mencium dahi anaknya. Dan ketiga makhluk dari dua dunia yang
masih satu keluarga dan keturunan itu, kakek, ayah dan Erwin, seperti
mengadakan semacam reuni tanpa dimusyawarahkan tempat dan waktunya.
Tahu-tahu saja semuanya berkumpul di sana.+
Semua kelihatan berbahagia. "Ompung, aku sudah bisa berdiri. Sudah kuat
seperti biasa," kata Erwin. Raja Tigor hanya tersenyum girang, melebihi
kegirangan cucunya. Erwin merasa dirinya sudah dipulihkan dengan cara
yang amat menakjubkan. Yang hanya dapat dilakukan oleh seorang Raja Tigor.+
"Mengapa Ayah memandangi aku begitu. Ada apa yang terlihat oleh Ayah?"
tanya Erwin.+
"Seperti yang dilihat dan dikatakan oleh Ompungmu. Tentang bencana itu.
Kukatakan sajalah ya Amang," kata Dja Lubuk kepada ayahnya Raja Tigor.+
"Kau yang ayah, kau lebih berhak dan lebih tahu," sahut Raja Tigor. Dan
Dja Lubuk mengatakannya.+
"Kau ditakdirkan untuk hidup amat pas-pasan kata orang zaman sekarang.
Tetapi kau juga ditentukan untuk jadi kesenangan banyak wanita. Seperti
yang telah kaualami dan beberapa kali menyusahkan dirimu.
Sekurang-kurangnya menyusahkan pikiranmu!" kata Dja Lubuk memulai. Lalu
Raja Tigor menimpali, "Ya, seperti Ayahmu dulu. Dia pun digilai banyak
perempuan. Setengah mati juga dia," kata Raja Tigor. Dja Lubuk tertawa.
Erwin pun jadi turut tertawa.+
"Kau lari dari Jakarta karena Susanty. Kakimu membawa ke kota ini. Di
sini anak si Abduh itu jatuh cinta pula kepadamu. Ini akan lebih rumit
daripada yang dijakarta itu Erwin," kata Dja Lubuk.+
Erwin diam.+
"Dia ini benar-benar sayang kepadamu!" kata Dja Lubuk. "Ya lebih kurang
samalah dengan Susan."+
"Ayah tentu sependapat dengan aku. Ini tidak mungkin. Dan keadaan juga
akan jadi lain kalau dia sudah tahu apa kita ini sebenarnya. Dia akan
takut!" kata Erwin.+
69+
"Dia tidak akan takut. Dan sayangnya pun tidak akan berubah," kata Dja
Lubuk. "Yang berat, ayahnya juga menghendaki kau jadi suami anaknya.
Hasanah atau Fatimah. Tetapi, kalau kau mengambil Fatimah, kau mendadak
jadi ayah dengan anak dua," kata Raja Tigor sambil tertawa. Hampir
terkekeh-kekeh. Mereka anggap pembicaraan itu hanya omong--+
Dja Lubuk juga tertawa. Hanya Erwin yang diam termangu. Dia peka sekali
terhadap perasaan. Perasaan dirinya dan orang lain. Baru saja dia dengan
susah payah menjauhkan diri dari Susanty. Yang diketahuinya merasa
ditinggal dengan hati masygul. Mungkin juga dengan perasaan minder.
Walaupun dia melakukannya demi kebaikan dan kebahagiaan mereka. Menurut
maksud hatinya. Bagaimana yang sebenarnya akan terjadi, hanya kenyataan
pulalah yang akan menentukan.+
"Jikalau begitu aku harus segera pergi dari sini," kata Erwin. "Ayah dan
Ompung tahu, aku tidak mungkin berumah tangga sekarang. Oleh berbagai
sebab. Antara lain oleh kenyataan diri kita!"+
"Itu tidak selalu jadi masalah. Kau ingat isterimu Indahayati yang
teramat setia itu" Dia mencintaimu sepenuh hati. Dia menyadari bahwa
perubahan yang sesekali itu hanya suatu takdir yang tidak dapat
dielakkan. Dia menerima kenyataan seperti itu! Pasti akan ada orang
seperti almarhum menantuku yang baik itu," kata Dja Lubuk. Pada saat
itu, baik Erwin, maupun ayah dan ompungnya teringat lagi pada Ki Ampuh
yang telah menghancurkan kebahagiaan satu keluarga yang banyak
membantunya.+
Raja Tigor menukas, "Kau masih ada urusan yang akan snangat menarik di
dalam hidupmu. Suami Fatimah diterkam dan dimakan harimau itu. Coba kau
terjun menghadapi dan memenangkannya."
Pada waktu itulah kelihatan kilat menyambar di dalam kamar. Sesuatu yang
tidak masuk akal. Tetapi justru kemustahilan itulah yang terjadi.+
"Dan dia menggertak untuk membuat kau mundur sebelum berhadapan, Erwin,"
kata Raja Tigor.+
70+
***
+
"Kau heran melihat kilat yang menyambar tadi!" tanya Raja Tigor. "Itu
hanya kilau senjatanya. Ia bersenjata. Sebilah parang yang didapatnya
tatkala dia bertapa di Aceh. Pohon sebesar apa pun akan rebah bila
ditebas dengan perang ini."+
"Tidak. Aku telah tiada sebelum dia dikenal sebagai orang pintar yang
penuh digdaya.+
Ada orang mengatakan dia sakti. Selain punya pedang yang amat ampuh, ia
juga memelihara dua ekor harimau. Satu jantan dan yang lainnya betina.
Mungkin suami isteri."+
"Tetapi mengapa beliau sampai mau membinasakan Husni, menantu Pak Abduh,
yang kabarnya sangat ramah dan baik budi. Tidak punya musuh?"+
"Dia memang orang baik. Antar manusia!" kata Raja Tigor. Makhluk atau
mayat yang bangkit dari kuburnya itu menerangkan lagi.+
Teuku Samalanga yang pemilik parang panjang dan dua ekor harimau, itu
pun sebenarnya orang baik. Tinggi ilmunya, tetapi ia mempunyai satu
kelemahan. Dia tak mampu membaca hati orang, tidak dapat meramal. Ia
orang jujur dan selalu menganggap bahwa semua orang juga tentunya jujur
terhadap dirinya. Begitulah juga pandangannya terhadap Husni yang
bertemu dan berkenalan '' dengannya di kota Palembang. Husni ke kota itu
dalam rangka melaksanakan suatu proyek pemerintah yang tendernya telah
berhasil dimenangkannya.+
"Sekitar tiga puluhan. Seperti kaulah," jawab Raja Tigor yang membuat
Dja Lubuk memandang heran. Ia sendiri belum mengenal Teuku Samalanga ini
dan karenanya tidak SERIAL MANUSIA HARIMAU+
71+
Tidak banyak, bahkan terlalu langka orang berilmu tinggi semuda itu.
Teuku Samalanga ini rendah hati, walaupun berkepandaian tinggi. Banyak
persamaannya dengan Erwin yang baik hati. Perbedaan di antara mereka
terdapat antara lain di dalam cara hidup.+