Anda di halaman 1dari 7

Nama : Gracia Hotmauli

Kelas : XII-IPA 4
Nomor Absen : 17
Hari/Tanggal : Senin/5 Oktober 2020

SINOPSIS NOVEL “HARIMAU! HARIMAU!”

Novel “Harimau! Harimau” karya Mochtar Lubis menceritakan tentang seorang pemuda
berusia 19 tahun, Buyung, yang walaupun masih muda tetapi sudah pintar dalam segala hal,
termasuk dalam hal berburu. Karena keahliannya dalam berburu itulah ia dapat bergabung
bersama enam orang yang disenangi dan dihormati warga desa karena dikenal sebagai orang-
orang yang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Keenam orang
tersebut adalah Haji Rakhmat (Pak Haji), seorang yang sudah berumur 60 tahun tetapi masih
tetap sehat dan kuat, Wak Katok, ahli pencak silat dan dukun hebat di desa yang berumur 50
tahun, Sutan, seorang yang berumur 22 tahun dan telah berkeluarga, Talib, seorang yang
berumur 27 tahun dan sudah memiliki istri dan tiga anak, Sanip, seorang yang berumur 25
tahun dan telah memiliki empat anak, dan yang terakhir adalah Pak Balam, seorang pendiam
yang berperawakan kurus dan memiliki usia yang sebaya dengan Wak Katok.

Sebagai guru ilmu sihir dan gaib di antara ketujuh orang tersebut, Wak Katok memiliki senapan
yang paling ampuh. Senapan ini sering dipinjamkan kepada Buyung untuk berburu rusa dan
babi di hutan karena Buyung sangat senang berburu dan pandai menggunakan senapan. Sampai
suatu saat, ketika mereka bertujuh berburu babi di hutan, babi tersebut lari ke kediaman seorang
yang bernama Wak Hitam yang tinggal bersama istri keempatnya, Siti Rubiyah, yang masih
muda dan cantik. Warga desa memercayai bahwa Wak Hitam, seorang yang pandai
menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib, memelihara jin, setan, iblis, dan harimau jadi-
jadian.

Saat sampai di pondok Wak Hitam, mereka bertujuh disuguhkan makanan yang dimasak oleh
Rubiyah. Melihat Rubiyah, Buyung merasa tergila-gila dengan kecantikannya. Bahkan, ia
sampai membanding-bandingkan Rubiyah dengan Zaitun, tunangannya sendiri. Sampai suatu
hari, Buyung mengintai Rubiyah yang sedang mandi. Akhirnya, Buyung jatuh ke dalam pesona
Rubiyah dan menduakan Zaitun. Rubiyah juga menceritakan kepada Buyung bahwa ia selama
ini menderita hidup bersama dengan Wak Hitam. Perkataan Rubiyah tentunya membuat hati
Buyung bimbang dan merasa jatuh cinta kepada Rubiyah sehingga sudah seharusnya ia
melindungi Rubiyah dari Wak Hitam.

Keesokan harinya, mereka bertujuh bersiap-siap kembali ke hutan untuk berburu rusa. Buyung
berhasil menangkap seekor rusa, lalu mereka bertujuh menguliti rusa tersebut untuk dimakan.
Saat ingin bermalam di situ, mereka mendengar suara auman harimau, sehingga mereka
bergegas meninggalkan daerah itu. Setelah melakukan perjalanan setengah hari, mereka
memutuskan untuk beristirahat di sebuah pondok karena mereka sudah tidak mendengar suara
harimau lagi. Nyatanya, saat Pak Balam sedang membuang hajat, ia diserang oleh harimau.
Tubuhnya penuh luka, goresan, dan darah. Keenam orang lainnya segera menolong Pak Balam
dan mengobatinya, namun Pak Balam menceritakan mimpi-mimpinya sejak berada di
kediaman Wak Hitam. Ia berkata bahwa mereka semua harus mengakui dosa mereka dan
bertobat agar tidak ada yang tertimpa musibah yang serupa dengan Pak Balam. Tetapi tidak
satupun dari mereka yang mau mengakui dosa mereka dan mereka memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan.

Selama perjalanan, Talib yang berada di barisan belakang dan sedang membuang air seni juga
diterkam oleh harimau sehingga ia berlumuran darah. Sayangnya, Talib tidak dapat
diselamatkan sehingga harus dikuburkan. Semua ikut membantu menguburkan jasad Talib
kecuali Sutan dan Pak Haji yang harus menjaga Pak Balam yang masih luka-luka di pondok.
Namun, Sutan merasa tidak senang karena Pak Balam terus saja memintanya untuk mengaku
dosa, akhirnya Sutan meninggalkan pondok tersebut dan menyusul rombongan yang sedang
menguburkan Talib. Sutan yang kehilangan arah di hutan berakhir diterkam oleh harimau juga.

Keesokan harinya, mereka terkejut karena Pak Balam telah tiada. Setelah menguburkan jasad
Pak Balam, Wak Katok, sebagai pemimpin, memutuskan untuk melewati jalan pintas. Tetapi,
jalan yang ditunjukkan Wak Katok ternyata bukanlah jalan pintas. Wak Katok berputar-putar
di jalan tersebut karena takut dengan harimau. Buyung, Pak Haji dan Sanip pun memutuskan
untuk berkelahi mengambil senjata Wak Katok yang digunakan Wak Katok untuk mengancam
mereka. Perkelahian tersebut menyebabkan Wak Katok pingsan dan Pak Haji meninggal.

Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat membunuh harimau
tersebut. Ia membunuh dengan cara melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran dan
harimaupun mati. Ketika itu, ia menggunakan Wak Katok sebagai umpan dengan mengikatnya
di sebuah batang pohon yang besar. Kini mengertilah Buyung, bahwa untuk keselamatan kita,
hendaklah bunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk membina kemanusiaan
perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri tidak dapat hidup sebagai manusia. Buyung
menyadari bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai
Zaitun. Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari mantera-mantera dan jimat yang penuh
kepalsuan dari Wak Katok.
Nama : Gracia Hotmauli
Kelas : XII-IPA 4
Nomor Absen : 17
Hari/Tanggal : Senin/5 Oktober 2020

SINOPSIS NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK”

Srintil adalah gadis yang tinggal di sebuah desa kecil yang terpencil dan miskin bernama
Dukuh Paruk. Walaupun desa tersebut terpencil, segenap masyarakatnya memiliki suatu tradisi
bernama kesenian ronggeng. Tradisi itu hampir musnah setelah terjadi musibah keracunan
tempe bongkrek yang mematikan belasan warga Dukuh Paruk sehingga lenyaplah gairah dan
semangat kehidupan masyarakat setempat.

Untungnya, mereka menemukan kembali semangat kehidupan setelah gadis cilik pada umur
belasan tahun secara alamiah memperlihatkan bakatnya sebagai calon ronggeng ketika
bermain-main di tegalan bersama kawan-kawan sebayanya, Rasus, Warta, Darsun. Permainan
menari itu terlihat oleh kakek Srintil dan Sakarya, yang kemudian sadar bahwa cucunya sangat
berbakat menjadi seorang ronggeng, yaitu gadis pilihan yang menjadi milik masyarakat.
Berbekal keyakinan itulah, Sakarya menyerahkan Srintil kepada dukun ronggeng, Kartareja.
Dengan harapan Srintil menjadi seorang ronggeng yang diakui oleh masyarakat.

Dalam waktu singkat, Srintil pun membuktikan bakat menarinya di hadapan masyarakat Dukuh
Paruk dan berhasil menjadi seorang ronggeng. Sebagai seorang ronggeng, Srintil harus
menjalani serangkaian upacara tradisional termasuk menyerahkan keperawanannya kepada
lelaki manapun yang mampu memberikan imbalan paling mahal. Meskipun Srintil ingin
menolak hal tersebut karena ia mencintai Rasus, tak ada kekuatan dan keberanian untuk
menolaknya karena itu sudah menjadi tradisi di desa Dukuh Paruk. Oleh karena itu, Rasus yang
terluka hatinya, memilih pergi meninggalkan Dukuh Paruk menuju pasar Dawuan.

Kepergian Rasus ternyata membekaskan luka yang mendalam di hati Srintil dan besar sekali
pengaruhnya terhadap perjalanan hidupnya yang berliku. Sedangkan Rasus, ia mengalami
perubahan garis perjalanan hidupnya dari seorang remaja dusun yang miskin dan buta huruf
menjadi seorang prajurit atau tentara yang gagah setelah terlebih dahulu menjadi tobang.
Dengan ketentaraannya itulah kemudian Rasus memperoleh penghormatan dan penghargaan
seluruh orang Dukuh Paruk, terlebih setelah ia berhasil menembak dua orang perampok yang
berniat menjarah rumah Kartareja yang menyimpan harta kekayaan ronggeng Srintil.

Beberapa hari singgah di Dukuh Paruk, Rasus menikmati kemanjaan dan kefeminiman Srintil
sepenuhnya. Tapi itu semua tidak menggoyahkan tekadnya yang bulat untuk menjauhi Srintil
dan desanya yang miskin. Keesokan harinya, Rasus pergi meninggalkan desa Dukuh Paruk
tanpa berpamitan pada Srintil yang masih pulas tertidur. Setelah kejadian itu, Srintil lebih
sering terlihat murung dan sikap Srintil menimbulkan keheranan masyarakat. Para warga
kecewa menyaksikan Srintil yang sudah tidak sebaik dulu, sebab mereka tetap percaya
ronggeng Srintil telah menjadi simbol kehidupan Dukuh Paruk. Dalam kurun waktu tertentu,
Srintil tetap bertahan tidak ingin menari sebagai ronggeng, ia lebih memilih untuk mengasuh
bayi Goder, anak tetangganya, seperti ibu kandung.

Pemogokan Srintil masih bertahan ketika datang tawaran menari dari Kantor Kecamatan
Dawuan yang akan menggelar pentas kesenian menyambut perayaan Agustusan. Namun,
akhirnya Srintil menuruti permintaan tersebut, bukan semata-mata tergugah untuk kembali
tampil menari sebagai seorang ronggeng, melainkan mendengar ancaman Pak Ranu dari
Kantor Kecamatan. Srintil menyadari kedudukannya sebagai orang kecil yang tak berhak
melawan kekuasaan. Sama sekali ia tidak membayangkan akibat lebih jauh dari penampilannya
di panggung perayaan Agustusan yang pada tahun 1964 sengaja dibuat berlebihan oleh orang-
orang Partai Komunis Indonesia (PKI). Warna merah dipasang di mana-mana dan muncullah
pidato-pidato yang menyebut-nyebut rakyat tertindas, kapitalis, imperalis, dan sejenisnya.

Pemberontakan PKI kandas dalam sekejap dan akibatnya orang-orang PKI atau mereka yang
dikira PKI dan siapa pun yang berdekatan dengan PKI di daerah mana pun ditangkapi dan di
tahan. Nasib itu terjadi juga pada Srintil yang harus mendekam di tahanan tanpa alasan yang
jelas. Pada mulanya, terjadi paceklik di mana-mana sehingga menimbulkan kesulitan ekonomi
secara menyeluruh. Pada waktu itu, masyarakat Dukuh Paruk tidak berpikir panjang dan tidak
memahami berbagai gejala zaman yang berkembang di luar wilayahnya. Dalam masa paceklik
yang berkepanjangan, Srintil terpaksa lebih banyak berdiam di rumah, karena jarang yang
mengundangnya berpentas untuk suatu hajatan.

Tidak lama kemudian, ronggeng Srintil sering berpentas di rapat-rapat umum yang selalu
dihadiri atau dipimpin Bakar. Walaupun Srintil tidak memahami makna rapat-rapat umum,
pidato yang sering diselenggarakan orang. Yang dia pahami hanyalah menari sebagai ronggeng
atau melayani nafsu Bakar. Lambat laun, hubungan mereka merenggang setelah beberapa kali
terjadi penjarahan padi yang dilakukan oleh orang-orang kelompok Bakar. Sukarya merasa
tersinggung dengan Bakar, karena Bakar mengungkit-ungkit masa lampau Ki Secamenggala
yang dikenal orang sebagai bromocorah. Karena hal itu Sakarya memutuskan hubungan
dengan kelompok Bakar. Sakarya tidak hanya melarang ronggeng Srintil berpentas di rapat-
rapat umum, tetapi juga meminta pencabutan lambang partai. Dalam tempo singkat, Dukuh
Paruk kembali ke tradisinya yang sepi dan miskin.

Kedamaian itu hanya berlangsung sebentar, karena mereka kemudian kembali bergabung
dengan kelompok Bakar setelah terkecoh oleh kerusakan cungkup makam Ki Secamenggala.
Sakarya menduga kerusakan itu ulah kelompok Bakar yang sakit hati, tetapi kemudian beralih
ke kelompok lain setelah menemukan sebuah caping bercat hijau di dekat pekuburan itu.
Sayangnya, mereka tidak mampu membaca simbol itu. Dan Srintil pun semangat menari
walaupun tariannya tidak seindah penampilannya yang dahulu.

Ternyata penampilan itu merupakan akhir perjalanan Srintil sebagai ronggeng. Mendadak
pasar malam bubar tanpa penjelasan apapun dan banyak orang limbung, ketakutan, dan
kebingungan, sehingga kehidupan terasa sepi dan mencekam. Berbagai peristiwa menjadikan
masyarakat Dukuh Paruk ketakutan, tetapi mereka tidak mengetahui cara menyelesaikannya.
Yang mereka pikirkan hanyalah melaksanakan upacara selamatan dan menjaga kampung
dengan ronda setiap saat.

Keesokan harinya, orang-orang Dukuh Paruk melepas langkah Kartareja dan Srintil yang
berniat meminta perlindungan polisi di Dawuan. Tapi ternyata harapan berlindung kepada
polisi itu berantakan, karena kepolisian dan tentara justru sudah menyimpan catatan nama
Srintil yang terlanjur populer sebagai ronggeng rakyat yang mengibarkan bendera PKI.

Srintil menjadi orang Dukuh Paruk yang paling lama ditahan. Setelah ia dibebaskan,
kehidupannya sudah mulai berubah. Ia mulai tertutup dengan orang lain. Pandangan orang lain
terhadapnya juga mulai berubah karena identik dengan partai komunis tersebut serta menjadi
bekas tahanan. Hingga ia bertemu dengan Bajus, lelaki yang muali dekat dengannya. Dengan
ketulusan dan kebaikan bajus Srintil menjadi terbuka dan dekat dengan Bajus. Semakin hari
Srintil semakin dekat dengan Bajus dan kehidupan Srintil mulai membaik.
Rasus yang telah lama tidak pulang, akhirnya ia kembali ke dukuh paruk untuk berlibur.
Mengetahui hal itu hati Srintil sempat goyah. Ia sebenarnya masih menyimpan rasa terhadap
Rasus. Tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia juga menyadari bahwa ia sedang dekat dengan
Bajus.

Suatu hari Srintil diajak Bajus untuk mengikuti acara tertentu. Ternyata selama ini Bajus telah
memiliki rencana jahat terhadap Srintil. Bajus ingin menyerahkan Srintil kepada bosnya
sebagai hadiah agar bisnisnya lancar. Srintil sangat terpukul karena ia telah begitu percaya pada
Bajus. Namun Bajus justru merupakan lelaki yang jahat. Karena itu, Srintil mengalami
gangguan jiwa dan menjadi gila. Melihat kondisi Srintil yang memrihatinkan, Rasus merasa
iba. Ia akhirnya membawa Srintil ke rumah sakit jiwa

Anda mungkin juga menyukai