Anda di halaman 1dari 20

KELOMPOK 1

NOVEL HARIMAU!HARIMAU!

 DWI PRASETYANI
 RIKA KAHAR
 MELIANA
 ALFITRA ADELYA
 MUHAMMAD SYUKUR ISLAMI
 ANDI ACHMAD VIQRI REVALDY A.
UNSUR INTRINSIK
NOVEL HARIMAU! HARIMAU!
1. Tema : Masalah tahayul dan hal-hal yang berhubungan dengan ilmu magis, yang
berkembang di dalam masyarakat Indonesia. Namun, kekuatan ilmu magis masih
dikalahkan oleh kekuatan Tuhan yang melebihi segalanya.
2. Tokoh dan Penokohan :
1. Buyung : Anak muda yang berumur Sembilan belas tahun. Dia masih lajang. Dia
bekerja mencari damar ke dalam hutan. Dia baik dan suka menolong sesama
manusia. Dia tetap menolong orang lain, walaupun membahayakan
keselamatannya. Dia mencintai seorang gadis bernama Zaitun. Namun, dia telah
berbuat dosa, karena telah berbuat mesum dengan istri Wak Hitam, salah satu orang
yang disegani di kampungnya. Dia pandai membidik. Dia merupakan murid dari Wak
Katok, guru silat terpandai di kampungnya.
2. Pak Haji Rakhmad : Seorang tua yang pernah tidak mempercayai Tuhan dan
sesama manusia, karena pernah dihianati, didustai, ditipu orang lain, dan Tuhan
tidak mengabulkan doanya. Dia menjadi orang yang tidak suka mencampuri urusan
orang lain, begitupun sebaliknya, dia tidak suka urusannya dicampuri oleh orang
lain. Namun, setelah Buyung menyelamatkan nyawanya dari serangan ular berbisa,
dia menjadi berubah lebih baik dan kembali mempercayai Tuhan. Bahkan dia
menjadi orang yang baik. Namun umurnya tidak lama, akibat ditembak oleh Wak
Katok. Dia pernah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki, namun anak dan
istrinya meninggal dunia karena terserang penyakit. Pak Haji yang sudah berumur
enam puluh tahun masih kuat mencari damar ke hutan.
3. Wak Katok : Seorang guru silat yang disegani orang di kampungnya. Dia berumur
lima puluh tahun. Dia juga terkenal sebagai dukun sakti dan mempunyai mantra-
mantra yang mahir. Namun, dia merupakan orang yang sangat angkuh, tidak mau
mengakui segala kekurangan dan kesalahannya. Dia menipu orang banyak di
kampungnya. Padahal, dia menjadi dukun dan guru silat karena ingin menutupi
ketakutannya. Dia memiliki banyak murid. Dia memiliki banyak dosa-dosa yang tidak
ingin diketahui oleh orang lain. Dia pendendam, dengki, iri hati, jahat, dan suka
membunuh orang. Dia suka berzinah dengan istri orang, dan suka memperkosa.
Bekerja mencari damar ke dalam hutan.
4. Sanip : Murid dari Wak Katok. Dia berumur dua puluh luma tahun. Dia pernah
malakukan banyak dosa, namun telah diakuinya di depan orang-orang yang diajaknya
mencari damar. Dia telah bertobat dan berubah menjadi orang yang baik. Dia bekerja
sebagai pencari damar.
5. Pak Balam : Seorang tua yang baik dan pendiam. Dia badannya kurus, akan tetapi
kuat bekerja. Dia menjelang ajalnya merasa menyesal karena dia tidak pernah mampu
menghentikan orang yang ingin berbuat jahat. Walaupun dia melihat sendiri
perbuatan orang tersebut. Menjelang ajal menjemputnya, dia meminta pengampunan
atas segala dosa-dosa yang telah diperbuatnya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Dia
bekerja sebagai pencari damar ke hutan. Dia adalah murid dari Wak Katok.
6. Sutan : Berumur dua puluh dua tahun. Bekerja sebagai pencari damar. Dia
merupakan orang yang mudah mengikuti hawa nafsunya, hingga ajal menjemputnya.
Dia orang yang tidak suka mengakui segala dosa-dosanya. Dia tidak juga bertobat
sampai meninggal dunia. Dia orang yang banyak memiliki dosa. Dia suka mencuri,
berzinah, dan lain-lain. Dia merupakan murid dari Wak Katok.
7. Talib : berumur dua puluh tujuh tahun. Bekerja mencari damar ke dalam hutan. Dia
merupakan murid dari Wak Katok. Dia pernah mencuri 4 ekor kerbau bersama Sanip
Dan Sutan. Dia masih sempat mengakui dosa-dosanya sebelum meninggal dunia.
8. Wak Hitam : Seorang tua yang berpenampilan hitam-hitam. Dia berumur 70 tahun.
Dia tinggal di dalam hutan belantara bersama istri-istrinya. Terakhir dia tinggal di
dalam hutan dengan istri mudanya, yaitu Siti Rubiyah. Dia memiliki ilmu magis yang
sangat tinggi. Dia disegani di kampungnya. Dia terkenal dengan sihir-sihirnya yang
sangat sakti.
9. Siti Rubiyah : Istri dari Wak Hitam. Dia pernah berzinah dengan Wak Katok dan
Buyung. Dia sering disiksa oleh Wak Hitam. Hari-harinya dia lewati dengan mengurus
Wak Hitam yang sakit di pondoknya di dalam hutan. Dia dipaksa menikah dengan Wak
Hitam oleh kedua orang tuanya. Dia pintar memasak. Dia merasa tersiksa menikah
dengan Wak Hitam.
3. Gaya Bahasa : Novel ini menggunakan gaya bahasa yang masih mengacu pada
perkataan orang kampung.
4. Sudut Pandang : Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga dan sudut
pandang orang pertama.
5. Latar : Latar yang digunakan pengarang sebagai landas tumpu dalam novel ini meliputi
latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar novel ini adalah di dalam hutan, di
sungai, di sebuah pondok di ladang Wak Hitam, di dalam kampung. Cerita ini terjadi di
tengah-tengah keadaan masyarakat Sumatra Utara dan Sumatra Barat yang masih
mempercayai tahayul. Latar sosial menyangkut status sosial tokoh dan keadaan atau
situasi sosial ketika peristiwa dalam cerita ini terjadi. Status sosial tokoh, misalnya,
kelas menengah ke atas dan situasi sosial.
6. Alur : Alur yang digunakan pada novel ini adalah alur gabung. Alur gabung meliputi alur
maju dan alur mundur. Ini terbukti pada cerita Pak Balam pada saat dia sudah diserang
oleh harimau. Dia menceritakan mimpinya sebelum mereka pergi mencari damar ke
hutan, dan cerita Pak Haji pada saat dia berkeliling dunia. Alur majunya yaitu pada saat
satu per satu rombongan diserang oleh harimau.
7. Amanat : Amanat yang dapat dipetik dari novel tersebut yaitu:
i. Janganlah berbuat curang dengan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan
kedudukan.
ii. Janganlah mudah mengikuti hawa nafsu yang ada dalam diri kita.
iii. Sebelum kita menyuruh orang lain mengakui segala kesalahannya, lebih kita terlebih
dahulu mengakui kesalahan diri sendiri.
iv. Maafkanlah segala kesalahan yang telah diperbuat oleh orang lain kepada kita.
v. Jangan pernah mengganggu istri orang lain.
vi. Bertobatlah sebelum terlambat.
vii. Kita harus berbuat jujur dalam menjalani kehidupan.
viii. Janganlah menyombongkan sesuatu yang kita punya.
ix. Janganlah mengganggu habitat hewan, jika tidak mau hewan tersebut menerkam kita.
x. Janganlah percaya tahayul dan ilmu magis, karena kekuatan Tuhan jauh melebihi
kekuatan apapun di dunia ini.
xi. Dalam menghadapi suatu masalah, selesaikanlah dengan bersama-sama, agar masalah
tersebut cepat terselesaikan.
xii. Dalam menjalani persahabatan dan kesetiakawanan, kita harus selalu jujur dan tulus
satu sama lain, agar tidak menyebabkan suatu permasalahan.
xiii. Jangan mudah percaya terhadap orang lain, meskipun dia sahabat kita.
SINOPSIS
Sudah seminggu lamanya Haji Rakhmad (Pak Haji), Buyung, Sutan, Sanip, Talib, Pak
Balam, dan Wak Katok mengumpulkan damar di dalam hutan. Mereka disenangi oleh orang
kampung, karena sopan, mau bergaul, dan taat ajaran agama. Wak Hitam mambawa
senapan, dan dia mempercayakan senapannya kepada Buyung. Mereka mencari damar
sambil memburu rusa dan babi untuk digunakan sebagai lauk. Mereka berada tidak jauh dari
pondok Wak Hitam. Wak Hitam merupakan seorang tua yang berumur sekitar 70 tahun. Dia
suka memakai pakaian hitam. Dia tinggal di sebuah pondok miliknya di tengah hutan. Dia
tinggal disana berbulan-bulan bersama istri mudanya Siti Rubiyah. Siti Rubiyah merupakan
istri Wak Hitam yang paling muda dan cantik. Dia masih belia. Wak Hitam pandai sihir dan
ilmu gaib. Dia merupakan guru dari Wak Katok. Wak Hitam senang mencari perawan muda
untuk penyegar dirinya. Bila ia sakit, dia meminta istrinya mendekap tubuhnya, agar darah
muda istrinya mengalir ke tubuhnya dan ia akan sembuh kembali. Orang-orang percaya
bahwa Wak Hitam senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin, setan, iblis, dan
harimau jadi-jadian. Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai anak buah
bekas pemberontak yang menjadi perampok dan penyamun yang tinggal di hutan. Di
samping itu, ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai tambang yang
dirahasiakan di dekat ladangnya.
Mereka bertujuh sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba. Mereka senang
dengan masakan Siti Rubiyah, karena selama di dalam hutan, mereka tidak pernah
menyantap makanan seenak itu. Mereka pun tertarik dengan keindahan tubuh Siti Rubiyah.
Buyung anggota rombongan termuda, pernah mengagumi kecantikan Siti Rubiyah, dan
membanding-bandingkannya dengan Zaitun, gadis yang dicintainya di kampung. Sanip,
Talib, dan Wak Katok sering tidak dapat menahan diri jika duduk berdekatan dengan Siti
Rubiyah.
Pada suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak orang
yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan menyerahkan bungkusan rahasia kepada
Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru ramal di pondok
tersebut. Juru ramal meramal Buyung, Sanip, Sutan, dan Talib. Dia meramal kehidupan
mereka dan bahaya yang akan mereka temui dalam waktu dekat. Anehnya, juru ramal tidak
dapat meramal tangan Wak Hitam, Pak Balam, dan Pak Haji.
Pada suatu hari, Wak Katok mengintai Siti Rubiyah yang sedang mandi. Dia tidak dapat
menahan hawa nafsunya, karena melihat Siti Rubiyah tanpa busana. Dengan memberikan
Siti Rubiyah manik-manik, dia menariknya ke dalam belukar, dan mereka pun berzinah. Hal
serupa juga dilakukan oleh Buyung. Suatu saat, tanpa disengaja dia melihat Siti Rubiyah di
sungai. Dia menghampirinya, dan Siti Rubiyah menceritakan dirinya sampai jatuh ke tangan
Wak Hitam dan kekejamannya. Buyung merasa iba dengan cerita Siti Rubiyah dan merasa
kalau dirinya harus menyelamatkannya dari Wak Hitam. Mereka terhanyut dalam pelukan,
dan hubungan intim terjadi tanpa terkendali. Buyung kembali ke rombongannya, dan
mereka bermalam di hutan. Buyung merasa bimbang dan menyesal atas perbuatannya
dengan Siti Rubiyah. Dia ingin membebaskan Siti Rubiyah dari Wak Hitam dengan cara
menikahinya, namun dia masih sangat mencintai Zaitun.
Suatu hari Buyung, Wak Katok, dan Sutan memburu seekor rusa jantan. Rusa jantan yang
sedang menunggu rusa betina berhasil ditembak oleh Buyung. Mereka tertawa kegirangan,
namun mereka tidak sadar kalau itu merupakan awal musibah bagi mereka. Rusa betina lari
cepat gara-gara rusa jantan tertembak. Hal itu yang menyebabkan harimau yang sudah tua
kehilangan mangsanya. Harimau mengikuti rombongan itu sampai di tempat mereka
bermalam. Pak Balam berhasil diterkam oleh harimau tersebut, ketika Pak Balam sedang
membuang air besar di pinggir sungai. Harimau menyeret Pak Balam ke dalam hutan, dan
dikejar oleh rombongan Pak Balam. Pak Balam berhasil diselamatkan oleh rombongan. Sejak
saat itu, Pak Balam menyuruh teman-temannya agar menebus dosanya, dengan cara mengakui
segala dosa-dosanya dan bertobat, harimau tersebut adalah utusan dari Tuhan untuk
menghukum mereka. Dia menceritakan mimpi buruknya sebelum mereka berangkat ke hutan.
Dia juga menceritakan perbuatan dosanya bersama Wak Katok pada saat penjajahan Belanda.
Teman-temannya masih ragu dengan apa yang dikatakan oleh Pak Balam.
Pada saat perjalanan pulang, harimau kembali menyeret Talib. Tubuhnya dikoyak-koyak
sampai dadanya hancur. Talib berhasil direbut, dan dia masih sempat mengakui dosanya
karena telah mencuri kerbau di kampungnya bersama Sanip dan Sutan sebelum akhirnya dia
meninggal dunia. Serangan harimau yang bertubi-tubi, membuat Pak Balam dalam
keadaannya yang lemah menyuruh teman-temannya untuk mengakui dosa-dosanya. Namun,
Sutan yang memiliki banyak dosa marah dengan Pak Balam dan hendak membunuhnya karena
dia terus berbicara tentang dosa dan tobat. Sutan berlari mengejar Wak Katok, Buyung, dan
Sanip yang sedang memburu harimau, tanpa menghiraukan panggilan Pak Haji. Sutan
akhirnya menjadi korban berikutnya. Teman-temannya belum mengetahui dengan pasti apa itu
Sutan atau bukan yang menjadi korban harimau.
Pak Balam meninggal dunia karena luka-lukanya yang terus membengkak. Pak Haji, Sanip,
Buyung, dan Wak Katok hendak memburu harimau kembali. Namun, mereka tersesat karena
Wak Katok hendak berbuat jahat. Pada saat harimau datang kembali, Wak Katok tidak dapat
menembak karena mesiu telah basah. Wak Katok marah kepada Buyung, Pak Haji, dan Sanip,
dan dia hendak membunuh mereka bertiga, karena Sanip telah membongkar semua kejahatan
dan kelemahannya. Mereka bertiga diusir dari pondok. Akan tetapi, mereka menyusun rencana
unuk mengambil senapan Wak Katok. Pada saat menyerbu Wak Katok, Pak Haji ditembak oleh
Wak Katok, dan kemudian Wak katok pingsan karena dipukul kepalanya oleh Sanip. Pak Haji
menasehati Sanip dan Buyung, sebelum akhirnya dia meninggal dunia. Buyung dan Sanip
marah dengan Wak Katok, dan menjadikan dia umpan harimau dengan cara mengikatnya di
bawah pohon dengan keadaan kaki dan tangan terikat di tempat yang agak terbuka. Harimau
datang, dan dengan siap tanpa gemetar, Buyung membidikkan senapannya tepat ke arah mata
harimau, dan harimau meronta-ronta sebentar di tanah, dan kemudian mati terbujur.
Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa untuk keselamatan kita
hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk membina kemanusiaan
perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri tidak dapat hidup sebagai manusia. Buyung
menyadari bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai
Zaitun. Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat tahayul, mantera-
mantera, jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.
IDEOLOGI
Harimau! Harimau!
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan dimintai pertanggungjawaban, baik di
dunia atau kelak di akhirat, baik oleh manusia dan atau Tuhan. Mengakui “dosa” adalah “jalan
aman” untuk meringankan beban sebelum ajal menjemput. Bertobatlah sebelum terlambat.
Begitulah pelajaran yang dapat diambil dari Novel Harimau! Harimau! (HH) karya Mochtar
Lubis.
Novel ini bercerita tentang perjalanan sekelompok pencari kayu damar di hutan belantara di
Sumatra. Dalam perjalanan pulang, mereka harus berhadapan dengan takdir mereka saat terjebak
dalam kejaran harimau jantan tua yang sangat lapar. Mereka adalah Wak Katok, Pak Haji
Rahmad, Pak Balam, Sutan, Sanip, Talib, dan Buyung. Hanya Buyung, Wak Katok dan Saniplah
yang berhasil selamat dari teror harimau tua itu.
Persoalan bermula ketika Pak Balam diterkam harimau. Ia berhasil diselamatkan oleh
teman-temannya dengan kondisi tubuh yang terluka parah. Pak Balam menganggap
bahwa harimau itu adalah utusan Tuhan untuk menuntut mereka atas dosa-dosa yang
pernah diperbuat. Oleh sebab itu, masing-masing harus bertobat dan mengakui dosa-
dosanya.
Kemudian harimau kembali menyerang Talib dan Sutan. Ketika beberapa di antara
mereka mengakui dosa-dosanya, mereka saling terkejut karena menyadari bahwa
seseorang yang selama ini dikenal baik rupanya adalah seseorang yang banyak memiliki
dosa dan pendusta. Lewat novel Harimau! Harimau! Mochtar Lubis juga mengungkapkan
jangan terlalu percaya pada orang yang terlihat baik dari luar, namun lihat terlebih dahulu
kepribadiannya.
Mochtar Lubis lewat tokoh yang ada dalam novel mengungkapkan masih adanya
kepercayaan yang tinggi terhadap ilmu magis. Masyarakat pada novel Harimau! Harimau!
masih mempunyai keinginan untuk memiliki ilmu magis yang tinggi, dan masih menghormati
dukun yang mahir. Hal ini terbukti dalam novel tersebut yaitu “Wak Katok dihormati,
disegani, dan malahan agak ditakuti, karena termasyur ahli pencak, dan mahir sebagai
dukun”Mochtar Lubis, 2008:5).
Mochtar Lubis lewat tokoh Pak Balam mengungkapkan perlunya mengakui segala dosa
yang kita perbuat. Bertobatlah kepada Tuhan, agar bahaya yang akan menemui kita, dapat kita
hindari. Dengan bertobat, Tuhan akan mengampuni dosa-dosa kita. Hal ini terbukti dalam
novel Harimau! Harimau! yaitu “Akuilah dosa-dosamu, Wak Katok, dan sujudlah ke hadirat
Tuhan, mintalah ampun kepada Tuhan Yang Maha Penyayang dan Maha Pengampun, akuilah
dosa-dosa kalian, juga kalian yang lain, supaya kalian dapat selamat keluar dari rimba ini,
terjauh dari bahaya yang dibawa harimau” (Mochtar Lubis, 2008:101).
Mochtar Lubis lewat tokoh Wak Katok mengungkapkan ciri pemimpin yang lemah. Wak
Katok, seorang dukun besar ahli bela diri yang disegani, namun tidak berhasil mengatur serta
membina hubungan yang lebih baik dengan para anggota atau bawahannya. Begitu pula, dia
tidak mampu melindungi anggota kelompoknya dari serangan lawan. Dia hanya
mementingkan keselamatan dan kepentingan diri sendiri.
Hal ini terjadi karena Wak Katok sebenarnya adalah seorang yang penakut, bersifat lemah
dan pura-pura. Kehebatan pemimpin hanya di mulut saja. Ini terbukti pada novel Harimau!
Harimau! “orang mengatakan dia tukang silat yang ulung, pemburu yang mahir, dukun yang
tinggi ilmunya, akan tetapi dalam hatinya dia selalu merasa takut, sejak dahulu, sejak masa
mudanya” (Mochtar Lubis, 2008:148).
Pada mulanya, memang dia dianggap sebagai pemimpin yang hebat dan berwibawa.
Ketika dia dengan kelompoknya berada dalam suatu bahaya, dia tidak mampu
menampakkan semuanya itu, sehingga anggota kelompok tidak hormat dan percaya lagi
pada dirinya. Anggota kelompok berbalik menentang pemimpinnya. Akibatnya, tidak tidak
dipercayai lagi oleh kelompoknya, karena rahasianya terbongkar. Hal ini terungkap dari
novel Harimau! Harimau yaitu “mereka bertiga berbisik-bisik mengatur siasat, bagaimana
hendak menyerbu dan merampas senapan dari Wak Katok” (Mochtar Lubis, 2008:194).
Wak Katok merupakan orang yang diangkat sebagai pemimpin oleh kelompoknya,
kelompok pencari damar. Awalnya, dia diangkat sebagai pemimpin yang sangat dikagumi.
Di kampungnya, dia juga menjadi pemimpin. Disamping itu, dia juga seorrang guru pencak,
ahli sihir, dan dukun besar. Karena itu, seluruh anggota rombongan pencari damar dan
seluruh masyarakat segan dan hormat kepadanya.
Tetapi ketika rombongan itu mencari damar dan berburu di suatu hutan, mereka bertemu
dengan seekor harimau yang sedang lapar mengejarnya. Ternyata Wak Katok tidak dapat
mengusir harimau dan melindungi anggota kelompok dari bahayanya. Bahkan dia hanya
mencari perlindungan untuk dirinya sendiri dan membiarkan saja anggota kelompoknya
diancam harimau. Ia tidak dapat menunjukkan kewibawaan dan ketegasannya sebagai
pemimpin yang memiliki ilmu sihir, ilmu silat, dan dukun besar yang disegani.
Setelah anggota rombongan menyaksikan sikap pemimpinnya yang demikian, mereka
menyadari bahwa yang dianggapnya selama ini salah sama sekali. Wak Katok bukanlah
pemimpin yang gagah dan berani tetapi lagaknya sajalah yang demikian.
Kemampuan seorang pemimpin membawahi bawahannya sangat tergantung kepada
kewibawaannya. Yang paling menentukan untuk tegaknya kewibawaan yaitu sikap dan
kebijaksanaan yang dimilikinya. Pemimpin yang berwibawa tentulah senantiasa mampu
melindungi dan menyelamatkan anggotanya dari segala macam bahaya. Bila perlu dialah yang
lebih dulu turun untuk mengatasinya. Tetapi hal itulah yang tidak dimiliki oleh Wak Katok.
Tidak salah jika para bawahannya tidak simpati dan percaya lagi pada kepemimpinannya atau
berbalik menentangnya.
Bila keadaannya telah seperti demikian, tentu hubungan antara pimpinan dan bawahan
berubah menjadi hubungan lawan dengan lawan serta jatuh- menjatuhkan. Akibatnya tujuan
kelompok semula yang telah direncanakan bersama-sama gagal mencapai tujuan. Begitulah
yang terjadi antara pemimpin Wak Katok dengan para anggota bawahannya. Mereka terlibat
dalam suatu perkelahian yang membawa pembunuhan. Itulah akhir dari permasalahan tentang
kepemimpinan dalam novel Harimau! Harimau! Pemimpin yang lemah atau pura-pura tidak
akan berhasil memimpin kelompoknya.
Permasalahan lain tentang perkawinan. Ini terlihat dari hubungan perkawinan antara
Siti Rubiyah dengan Wak Hitam yang tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan,
terutama Siti Rubiyah. Akibatnya, menimbulkan sifat ketidaksetiaan pada diri Siti
Rubiyah. Dia tidak lagi menjadikan suaminya sebagai tempat untuk mencurahkan segala
kasih sayangnya. Karena Rubiyah tidak mendapatkan layanan sebagai seorang istri dari
Wak Hitam, maka timbullah di dalam dirinya usaha untuk mendapatkan hal itu dari
Buyung dan Wak Katok. Siti Rubiyah malahan mencurakhan segala gundah yang ada di
hatinya dengan Buyung dan meminta bantuannya. Ini terbukti pada novel Harimau!
Harimau! “ malu aku sebenarnya mengatakannya, akan tetapi kepada siapa kini tempatku
mengadu, jika bukan kepada kakak yang begitu baik hati padaku” (Mochtar Lubis,
2008:64).
Ketidakbahagiaan dalam perkawinan karena tidak jelasnya dasar dan tujuan perkawinan
yang sesungguhnya. Perkawinan Wak Hitam dengan Siti Rubiyah bukanlah merupakan
manifestasi dari kerelaan dan rasa saling membutuhkan tetapi dilatarbelakangi oleh
keterpaksaan. Hal ini terbukti pada novel Harimau! Harimau! “Siti Rubiyah banyak bercerita.
Dia bercerita, bahwa dia dipaksa kawin oleh orang tuanya dengan Wak Hitam, sedang
sebenarnya dia tak hendak kawin dengan Wak Hitam” (Mochtar Lubis, 2008:48).
Sementara itu, lewat tokoh Buyung Mochtar Lubis mengungkapkan bahwa menolong
orang lain harus dilakukan saat itu juga dan tanpa pamrih. Dia juga mengungkapkan lewat
tokoh Buyung kalau menyelamatkan nyawa orang lain, jangan ragu-ragu, walaupun
terkadang dapat membahayakan diri kita sendiri. Hal itu terbukti pada novel Harimau!
Harimau! Yaitu “Engkau bersedia membahayakan jiwamu untuk menolong aku” (Mochtar
Lubis, 2008:180).
Mochtar Lubis lewat tokoh yang ada dalam novel mengungkapkan masih adanya
kepercayaan yang tinggi terhadap ilmu magis. Masyarakat pada novel Harimau! Harimau!
masih mempunyai keinginan untuk memiliki ilmu magis yang tinggi, dan masih menghormati
dukun yang mahir. Hal ini terbukti dalam novel tersebut yaitu “Wak Katok dihormati,
disegani, dan malahan agak ditakuti, karena termasyur ahli pencak, dan mahir sebagai
dukun”Mochtar Lubis, 2008:5)
Secara umum, Mochtar Lubis berusaha mencitrakan harimau sebagai sosok yang jahat,
penguasa yang zalim, kekejaman, dan sisi keburukan manusia. Untuk itu, harimau harus
dibunuh,). termasuk harimau yang bersarang di diri setiap manusia. Hal ini terbukti pada
novel Harimau! Harimau! yaitu “bunuhlah harimau dalam hatimu” (Mochtar Lubis, 2008:200
KONTEKS SOSIAL
Kondisi sosial yang ada dalam novel Harimau! Harimau! yaitu:
a. Percaya tahayul
Masyarakat yang ada dalam novel Harimau! Harimau! berkaitan dengan masyarakat
perkampungan yang ada dalam kenyataan di masyarakat Indonesia. Dalam kondisi
masyarakat dahulu, memang benar ada masyarakat yang masih mempercayai tahayul. Dalam
novel, bercerita tentang Wak Katok yang disegani dan dihormati oleh masyarakat karena
kemasyurannya dalam sihir dan ilmu dukun. Hal ini terdapat dalam novel “Wak Katok
dihormati, disegani, dan malahan ahak ditakuti, karena termasyur ahli pencak, dan mahir
sebagai dukun” (Mochtar Lubis, 2008:5).
Karya sastra dalam hubungannya dengan masalah sosial adalah mengkaji novel Harimau!
Harimau! dengan mengaitkannya dengan realitas kehidupan yang terjadi dalam masyarakat.
Novel tersebut dipahami dalam hubungannya dengan masalah kepercayaan masyarakat dan
pimpinan kepada hal-hal yang bersifat takhayul, yang terwujud dalam pemujaan pada roh
orang yang telah meninggal, bahkan mempercayai akan keberadaan mantra dan jimat-jimat
pelindung. Dal novel Harimau! Harimau, adanya kepercayaan tokoh dalam novel dengan
mantra-mantra atau jimat. Hal ini terdapat dalam novel yaitu Wak Katok Berkata “apa
mimpi awak Pak Balam? Coba ceritakan, barangkali masih dapat kita elakkan bala yang
hendak menimpa kita. Mengapa tak awak ceritakan dahulu di kampung? Aku ‘kan dapat
membacakan mantera atau membuat jimat untuk kita semua” (Mochtar Lubis, 2008:94).
Orang-orang kampung menghormati orang-orang yang memiliki ilmu magis. Dalam novel,
ada pernyataan bahwa masyarakat masih menggunakan ilmu magis untuk mencari jodoh.
Misalnya Wak Katok yang sering dimintai pertolongan untuk membuat orang yang dicintai
menjadi miliknya, dengan cara mengguna-gunainya. Seperti halnya masyarakat Indonesia,
banyak ada orang yang menggunakan ilmu magis untuk memikat hati seseorang.
b. Perkawinan
Dalam masyarakat Indonesia, adanya perkawinan paksa yang dilakukan oleh seseorang.
Seperti di dalam novel Harimau! Harimau! adanya kawin paksa yang terjadi pada Siti
Rubiyah. Siti Rubiyah dipaksa menikah dengan Wak Hitam seorang tua yang sudah
memiliki 3 istri. Rubiyah dipaksa oleh orang tuanya. Dalam novel Harimau! Harimau!
yaitu “Siti Rubiyah banyak bercerita. Dia bercerita, bahwa dia dipaksa kawin oleh orang
tuanya dengan Wak Hitam, sedang sebenarnya dia tak hendak kawin dengan Wak Hitam.
Hampir dia membunuh dirinya, katanya, ketika dipaksa kawin dengan Wak Hitam. Akan
tetapi karena menghormati dan takut pada ayah dan ibunya, maka dituruti juga kemauan
ayah dan ibunya. Dia tak pernah merasa senang selama kawin dengan Wak Hitam, cerita
Siti Rubiyah” (Mochtar Lubis, 2008:48).
Akibat dari tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan dapat menimbulkan berbagai
macam fenomena sosial. Baik yang berasal dari dalam diri, rumah tangga, maupun
masyarakat. Dari dalam diri, seperti terjadinya berbagai macam gejala kejiwaan; berupa
rasa benci, dendam, stress, dan sebagainya.Dari dalam rumah tangga, berupa pertengkaran,
penyelewengan, dan sebagainya. Dari dalam masyarakat, lebih banyak lagi, di samping
terbawa yang datang dari dalam diri dan rumah tangga, ditambah dengan sikap
mengasingkan diri, meracuni diri, pemberontakan, dan sebagainya.
Dari sekian banyaknya permasalahan tentang tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan,
yang merupakan bagian akibat permasalahan dari obsesi Mochtar Lubis dalam novel
Harimau! Harimau! yaitu timbulnya kebencian dan penyelewengan istri terhadap suami.
Untuk memperjelas dan membuktikan tentang permasalahan perkawinan yang merupakan
obsesi Mochtar Lubis dalam novel Harimau! Harimau! yaitu tidak adanya kebahagiaan
dalam perkawinan.
Perkawinan yang tidak menjanjikan kebahagiaan, malah kadang-kadang sebaliknya. Besar
dan kecilnya kebahagiaan dalam suatu perkawinan tergantung dari dasar, tujuan, dan proses
pelaksanaan. Jika diwujudkan dengan latar belakang yang tegas, tujuan yang jelas, serta
dengan proses yang mendalam maka semakin besarlah nilai dan arti kebahagiaan. Tetapi,
jika sebaliknya maka semakin kecilah nilai dan arti kebahagiaan. Penyebab terjadinya
permasalahan tentang tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan dalam novel Harimau!
Harimau! yaitu tidak jelasnya dasar dan tujuan perkawinan yang sesungguhnya. Perkawinan
bukanlah merupakan manifestasi dari kerelaan dan rasa saling membutuhkan tetapi
dilatarbelakangi oleh keterpaksaan.
Jika suatu perkawinan seperti demikian, sesudahnya banyaklah hal-hal yang dapat
meruntuhkan kebahagiaan, yang pada mulanya tidaklah dapat dianggap sebagai
penyebabnya. Yang termasuk pada kategori ini seperti usia. Faktor inilah yang menjadi
penyebab kedua terjadinya permasalahan perkawinan dalam novel Harimau! Harimau!
Suami sudah tua sehingga istri bosan dan benci pada tingkah dan perangainya. Sehingga
puncak dari keadaan itu, akhirnya timbullah penyelewengan yang dilakukan oleh istri.
Adapun tokoh cerita yang mendukung permasalahan ini, yaitu Siti Rubiyah dengan Wak
Hitam. Kedua tokoh ini tidak berbahagia dalam perkawinannya, terutama bagi Rubiyah.
Akibat dari perkawinan yang tidak membawa kebahagiaan, akhirnya menimbulkan sifat
ketidaksetiaan pada diri Siti Rubyah. Dia tidak lagi menjadikan suaminya sebagai tempat
untuk mencurahkan segala kasih sayangnya.
Karena Rubiyah tidak mendapatkan layanan sebagai seorang istri dari Wak Hitam,
suaminya maka timbullah di dalam dirinya usaha untuk mendapatkan hal itu dari Buyung
dan Wak Katok yang singgah di ladangnya. Begitulah akhir dari permasalahan tentang
perkawinan yang dialami oleh Wak Hitam dan Siti Rubiyah.
c. Kepemimpinan
Dalam novel Harimau! Harimau! ini berkaitan dengan sosiologi pengarang yaitu dengan
latar belakang sosial pengarang yang berasal dari daerah yang memprioritaskan adanya
sistem kepemimpinan. Sistem kepemimipinan yang terjadi adalah sistem kepemimpinan
yang menuju pada arah ketidakadilan dan kekuasaan penuh. Dalam hal ini, rakyat atau
anak buah sebagai pesuruh dalam konteks pelaksanaannya. Tidak jarang seorang pemimpin
bertindak semaunya sendiri dalam menjalankan kewenangannya. Mochtar Lubis
mencerminkannya pada novel Harimau!Harimau! ini. Dalam novel ini, mengungkapkan
bahwa Wak Katok sebagai pemimpin rombongan pencari damar yang selalu menghendaki
keinginannya sendiri. Dia selalu memerintahkan anak buahnya untuk melakukan sesuatu.
Misalnya, Wak Katok seorang pemimpin yang ingin anak buahnya mengakui segala dosa-
dosanya. Padahal, dia sendiri belum mengakui dosa-dosanya, walaupun sedikit dari
sebagian dosanya telah diungkapkan oleh Pak Balam. Dia selalu menyuruh anak buahnya
bertobat, sedangkan dia belum berbicara apapun tentang dosa-dosanya yang lain. Dia
bahkan mengancam anak buahnya untuk mengakui dosa-dosanya, agar tidak hanya
dosanya yang diketahui oleh orang lain. Dia juga berpendapat bahwa dia seorang
pemimpin rombongan wajib menyelamatkan rombongan. Hal ini terdapat dalam novel
Harimau! Harimau! yaitu ‘dia terkejut mendengar kata Wak Katok, yang berkata dengan
suara keras dan tajam: “Sanip, bicaralah! Aku sebagai pemimpin rombongan wajib
menyelamatkan diri kita semuanya. Menurut tenunganku harimau itu harimau biasa, akan
tetapi mungkin pula harimau siluman seperti yang dikatakan Pak Balam. Kita tak boleh
lebih memarahkannya. Baiklah engkau mengaku terus terang dosa-dosamu, dan minta
ampun kepada Tuhan” (Mochtar Lubis, 2008:131).
d. Rasa kemanusiaan
Masyarakat Indonesia sampai saat ini masih memegang teguh rasa kemanusiaannya dengan cara
membantu seseorang yang sedang kesusahan ataupun sedang terluka. Begitu halnya dengan tokoh
Wak Katok dan teman-temannya yang memberi pertolongan kepada Pak Balam yang sedang terluka
(membersihkan, mengobati, dan membalutnya), meminumkan obat yang mereka buat sendiri. Dapat
dilihat ari kutipan berikut ini: “Dari sebuah kantung di dalam keranjang besarnya, Wak Katok
mengeluarkan daun ramu-ramuan. Mereka membersihkan luka-luka Pak Balam dengan air panas
dan Wak Katok menutup luka besar di betis dengan ramuan daun-daun yang kemudian mereka
membungkus dengan sobekan kain sarung Pak Balam. Wak Katok merebus ramuan obat-obatan
sambil membaca mantera-mantera, dan setelah air mendidih, air obat dituangkan ke dalam mangkok
dari batok kelapa. Setelah air agak dingin, Wak Katok meminumkannya kepada Pak Balam sedikit
demi sedikit. (Mochtar Lubis, 2008:92-93).
Kemudian yang kedua mengenai masyarakat yang sombong menunjukkan keahliannya, namun
keahliannya juga dipergunakan untuk menolong orang lain. Seperti terdapat dalam novel lewat
tokoh Wak Katok yang tidak sombong menunjukan semua keahlihan yang dimilikinya tetapi
digunakan untuk membantu orang-orang. Berikut kutipannya: “Wak Katok dikenal sebagai
pemimpin yang hebat karena memiliki ilmu yang banyak, namun sebenarnya ia menutupi
kekurangannya dengan kehormatan yang disandangnya dan menipu banyak orang”.
Sama seperti kebanyakan pemimpin saat ini yang lebih menomorsatukan kemansyuran dan memberi
janji palsu pada rakyat. Pak Haji ialah tokoh yang memiliki pengetahuan yang banyak, dan
mengetahui kejahatan dan kelemahan Wak Katok, namun ia enggan ikut campur dalam urusan orang
lain. Dia enggan ikut campur masalah orang lain karena dia pernah ditipu, didustai, dan dihianati
orang lain. Sama seperti bangsa Indonesia sekarang yang sebenarnya mampu memajukan Indonesia,
namun mereka lebih memilih diam dan pasif karena hilang kepercayaannya pada pemerintah.
Bangsa Indonesia terlalu sering mendapatkan kekecewaan dari pemerintah.
Sedangkan Buyung sebagai kaum muda yang sesekali hanya mengikuti arus pemerintah
namun terkadang juga berani bangkit menuntut perubahan dan reformasi seperti yang
dilakukan para pemuda pada tahun 1998.
e. Hawa Nafsu
Masyarakat pada umumnya masih mengikuti hawa nafsunya. Seperti yang diceritakan
dalam novel Harimau! Harimau! lewat tokoh-tokohnya yaitu Wak Hitam dan
rombongannya yang memiliki nafsu yang tinggi ketika melihat tubuh Siti Rubiyah.
Tercantum dalam novel yaitu dalam kutipan “Talib dan Sanip tak dapat menahan diri.
Ketika mereka yang muda-muda bersama-sama di hutan, dan orang-orang tua tak ada
dekat-dekat, maka Talib atau Buyung atau Sanip mulai berbicara tentang kecantikan Siti
Rubiyah” (Mochtar Lubis, 2008:31).

Anda mungkin juga menyukai