Anda di halaman 1dari 2

Dua Garis Biru

Dua Garis Biru merupakan salah satu film yang diproduksi oleh Starvision Plus yang
disutradarai oleh Gina S Noer dan berdurasi 113 menit. Film yang diproduseri oleh
Chand Parwez Servia & Fiaz Servia ini dirilis serentak pada tanggal 11 Juli 2019 di
bioskop seluruh Indonesia dan meraih 2,5 juta penonton dalam penayangannya 1
bulan. Film Dua Garis Biru diperankan oleh aktor berbakat dan berpengalaman seperti
Angga Aldi Yunanda, Adhisty Zara, Dwi Sasono, Lulu Tobing, Maisha Kanna,
Arswendy Bening Swara, Cut Mini Theo, dan Rachel Amanda.
Dua Garis Biru ini bertemakan pentingnya pengetahuan sex sejak dini. Film ini
mengangkat kisah pernikahan dini yang menjadi polemik penting di Indonesia.
Menariknya, film ini memberikan penyelesaian yang tidak biasa dan justru tak terasa
memberikan penghakiman pada remaja yang melakukan kesalahan tersebut.
Dara mewakili remaja perempuan yang belum memiliki kesiapan untuk mengerti
emosi seorang ibu ketika mengandung, kondisi fisik saat dan setelah menikah. Dia
pun harus melalui masa love-hate relationship dengan ibunya yang juga terkena
dampak psikis. Bima sebagai remaja laki-laki mendadak harus bekerja banting tulang.
Kondisinya belum mumpuni untuk berkomitmen memimpin keluarga. Satu sisi, dia
berusaha tampak bertanggungjawab.
Dalam film Dua Garis Biru, Dara dan Bima adalah dua tokoh utama. Pasangan ini
tipikal dua remaja yang jatuh cinta pada umumnya. Ke mana-mana bersama, saling
membela, dan tak ragu menunjukkan perhatian di depan teman-temannya. Ajakan
Dara kepada Bima untuk ikut pulang ke rumahnya pada suatu hari, menjadi titik mula
petaka mereka berdua dan keluarganya.
Dara, lahir dari keluarga cukup berada. Ibunya, Rika (Lulu Tobing) wanita karier yang
begitu perfeksionis dan sudah menyiapkan segala hal bagi anaknya serta seorang ayah
pebisnis. Lain dengan Bima yang berasal dari keluarga sederhana. Ibunya penjual
pecel (Cut Mini), bapaknya pensiunan, mereka tinggal di perkampungan yang jauh
dari gedung-gedung tinggi di Jakarta.
Cara para orang tua menghadapi masalah ini pun berbeda. Keluarga Bima boleh
dibilang cukup religius. Perbuatan yang dilakukan Bima disebut sebagai dosa. Cukup
butuh waktu bagi sang ibu untuk akhirnya bisa lebih tenang dan memahami, apa yang
terjadi pada anak bungsunya itu tetap saja ada kesalahan dari bagaimana ia
berkomunikasi dengan anaknya
Begitupun dengan pihak keluarga Dara. Mengetahui putri sulungnya yang cerdas
dengan sejuta mimpi itu hamil, seketika bayangan itu runtuh lantaran membayangkan
kehamilan sontak mgerusak masa depan.
Dari perbedaan kelas ini pula muncul bagaimana penentuan keputusan hadir.
Bagaimana satu persatu keputusan yang diambil bermula dari luapan emosi, perlahan
digiring untuk membuka pintu dialog yang lebih lebar dan dewasa.
Film ini dikemas dengan dialog yang sangat apik. Penuturan dialog dari pemain bukan
sekadar interaksi, melainkan memiliki maksud edukasi seks terhadap remaja. Intisari
dalam cerita juga ingin membagikan pesan perlu ada momen orangtua dan anak
mendiskusikan cinta dan seks saat anak mulai memasuki usia remaja. Selain itu, film
ini menggunakan warna visual yang sangat cantik. Warna cerah yang sangat
menggambarkan anak – anak remaja bisa dinikmati oleh semua kalangan baik tua
maupun muda.
Ada salah satu scene yang menjadi scene terbaik dalam film ini dimana menurut saya
ada di adegan UKS, karena di adegan tersebut hanya one take one shot saja layaknya
panggung teater.
Film ini hampir bisa dikatakan sempurna, namun ada satu hal yang kurang ditunjukan.
Bagaimana kehamilan seorang remaja mengundang sinis atau perbincangan miring di
lingkungan sosial. Selain itu, adegan komedi yang bertujuan untuk mencairkan
suasana namun terkesan memaksa sehingga merusak momen serius.
Film ini sangat terekomendasikan teruntuk orang tua dan remaja yang sedang
mengalami pubertas. Karena film ini bertemakan tentang seks edukasi. Di film ini
bagi saya adalah paket lengkap pengetahuan tentang dampak buruk seks bebas yang
didukung visual yang realistis dan audio yang membangkitkan emosi penonton.
Meskipun akhir cerita film ini tidak Happy Ending, tapi ending dari Film Dua Garis
Biru mengajarkan pada kita semua bahwa masa depan seorang perempuan tak harus
berhenti atau hancur hanya karena ia memiliki bayi. Dua Garis Biru memberikan
harapan kepada perempuan-perempuan di luar sana yang ada di posisi Dara untuk
melanjutkan hidupnya dan menjadi versi terbaik dirinya. Masih ada kesempatan kedua
dari kehancuran yang sempat ia jalani.
Hanya itu yang bisa saya sampaikan mengenai resensi dari film ini, jika ada kesalahan
dalam bertutur kata saya mohon maaf.

Anda mungkin juga menyukai