Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN CERITA DARI NOVEL LASKAR PELANGI SERTA

MOTIVASI DAN PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI


NOVEL LASKAR PELANGI

Saya akan menceritakan secara ringkas tentang sebuah adaptasi film dari novel
yang fenomenal dan menginspirasi yaitu Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Saya
juga akan memberikan penjelasan mengenai motivasi dan pelajaran apa saja yang dapat
diambil dari novel Laskar Pelangi.
Novel Laskar Pelangi menceritakan tentang kisah nyata dari sepuluh anak yang
tinggal di sebuah desa yang bernama desa Gantung yang berada di Kabupaten Gantung,
Belitung Timur. Mereka bersekolah di sebuah SD yang bernama SD Muhammadiyah
yang bangunannya nyaris roboh. Sekolah itu nyaris oleh Departemen Pendidikan
Kabupaten Sumatera Selatan , karena murid yang bersekolah di SD Muhammadiyah
tersebut tidak berjumlah 10 anak sebagai persyaratan minimal. Ketika itu baru 9 anak
yang menghadiri upacara pembukaan. Kesembilan anak tersebut adalah Ikal, Lintang,
Mahar, Sahara, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, dan Trapani. Akan tetapi, tepat ketika
Pak Harfan Efendy Noor (Kepala Sekolah SD Muhammadiyah) hendak berpidato untuk
menutup SD Muhammadiyah. Ada seorang ibu beserta anaknya yang bernama Harun
datang untuk mendaftarkan Harun ke sekolah SD Muhammadiyah tersebut. Jika tidak
ada Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental yang
disekolahkan ibunya agar tidak cuma bisa mengejar anak ayam di rumah, tentu tidak
pernah terjadi kisah ini. Akhirnya SD Muhammadiyah tersebut tidak jadi ditutup dan
Harun lah yang menyelamatkan SD Muhammadiyah tersebut.

Dari sanalah dimulai cerita tentang mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk,
pertemuan mereka dengan Pak Harfan Efendy Noor (Kepala Sekolah SD
Muhammadiyah), perkenalan mereka yang luar biasa dimana A Kiong yang malah
cengar cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Muslimah, kejadian

bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh
Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama ikal,
sampai pertaruhan nyawa dari seorang anak yang bernama Lintang, dia adalah salah satu
anak dari nelayan yang sangat miskin, setiap hari Lintang mengayuh sepeda sejauh 40
km jarak dari rumahnya menuju ke sekolah, rumah Lintang berada di desa tanjung
kelumpang yaitu desa yang letaknya sangat jauh di tepi laut, setiap hari Lintang
melewati 4 kawasan pohon nipah yang tempatnya lumayan seram, tidak jarang ada
buaya yang sangat besar melewati kawasan tersebut, walaupun begitu Lintang tetap rajin
dan bersemangat berangkat ke sekolah dan tidak pernah bolos untuk ke sekolah dan
bertemu dengan Bu Muslimah, guru yang penuh kasih namun penuh dengan komitmen
untuk mencerdaskan anak didiknya dan tidak akan pernah ada Laskar Pelangi sebuah
nama yang diberikan oleh Bu Muslimah karena kesenangan mereka terhadap pelangi
yang di saat musim hujan selalu melakukan ritual melihat pelangi pada sore hari dengan
bertengger pada dahan dahan pohon filicium yang ada di depan kelas mereka. Saat
susah maupun senang mereka lalui di dalam kelas yang menurut cerita pada malam
harinya kelas tersebut sebagai kandang bagi hewan ternak. Di SD Muhammadiyah itulah
Ikal dan kawan kawannya memiliki segudang kenangan yang menarik.

Seperti saat kisah percintaan antara Ikal dan A Ling. Pada awalnya Ikal disuruh
oleh Bu Muslimah untuk membeli kapur di toko milik keluarga A Ling. Ikal jatuh cinta
pada kuku A Ling yang indah. Ia tidak pernah menjumpai kuku seindah itu. Kemudian ia
tahu bahwa pemilik kuku yang indah tersebut adalah A Ling, Ikal pun jatuh cinta pada A
Ling. Namun, pertemuan mereka harus diakhiri karena A Ling pindah untuk menemani
bibinya yang sendiri.
Kejadian tentang Mahar yang akhirnya menemukan ide untuk perlombaan
semacam karnaval. Mahar menemukan sebuah ide untuk menari dalam acara tersebut.
Mereka para Laskar Pelangi menari seperti orang kesetanan,hal tersebut dikarenakan
kalung yang mereka kenakan dari buah langkah dan hanya ada di Belitung, merupakan
tanaman yang membuat seluruh badan gatal. Akhirnya mereka pun menari layaknya
orang yang tengah kesurupan. Namun, berkat semua itu akhirnya SD Muhammadiyah
dapat memenangkan perlombaan tersebut.
Namun pada suatu ketika datanglah anak yang bernama Flo, seorang anak kaya
pindahan dari Sekolah PN Timah, ia masuk di dalam kehidupan Laskar Pelangi. Sejak
kedatangan Flo di SD Muhammadiyah tersebut membawa pengaruh buruk dan
negatif bagi teman temannya terutama Mahar, yang duduk satu bangku dengan Flo.
Sejak kedatangan Flo, nilai Mahar seringkali jelek sehingga Bu Muslimah marah dan
kecewa kepada Mahar.

Hari hari mereka selalu dihiasi dengan canda dan tawa maupun tangisan.
Namun di balik semua keceriaan mereka, ada seorang murid yang bernama Lintang
yaitu anggota Laskar Pelangi yang perjuangannya terhadap pendidikan perlu diacungi
jempol. Ia rela menempuh jarak 80 km pulang pergi dari rumahnya untuk menuju ke
sekolah hanya untuk agar bisa belajar. Ia tidak pernah mengeluh meski saat perjalanan
menuju sekolahnya, ia harus melewati danau yang terdapat buaya di dalamnya. Lintang
merupakan salah satu murid yang paling cerdas. Terbukti saat Lintang, Ikal, dan Sahara
saat mengikuti sebuah perlombaan cerdas cermat. Ikal dapat menantang dan
mengalahkan Drs. Zulfikar, guru dari sekolah kaya PN Timah yang berijazah dan
terkenal dengan jawabannya yang membuat ia memenangkan lomba cerdas cermat
tersebut.
Namun, semua kisah indah Laskar Pelangi harus diakhiri dengan perpisahan
seorang Lintang yang sangat cerdas dan jenius itu. Lintang dan kawan kawan
membuktikan bahwa bukan karena fasilitas yang menunjang yang akhirnya dapat
membuat seseorang sukses maupun pintar, namun kemauan dan kerja keraslah yang
dapat mengabulkan setiap impian dari seseorang. Beberapa hari kemudian, setelah
perlombaan tersebut Lintang tidak masuk sekolah dan akhirnya kawan kawan Lintang
dan juga Bu Muslimah mendapatkan surat dari Lintang yang berisi bahwa Lintang tidak
dapat melanjutkan sekolahnya karena ayahnya Lintang meninggal dunia. Tentu saja hal
tersebut menjadi kesedihan yang mendalam bagi anggota Laskar Pelangi.
Beberapa tahun kemudian, saat mereka telah beranjak dewasa, mereka semua
banyak mendapat pengalaman yang berharga dari setiap cerita di SD Muhammadiyah.
Tentang sebuah persahabatan, ketulusan, yang diperlihatkan dan diajarkan oleh Bu
Muslimah, serta sebuah mimpi yang harus mereka wujudkan. Ikal akhirnya mendapat
beasiswa dan bersekolah di Paris, sedangkan Mahar dan teman teman lainnya menjadi
seseorang yang dapat membanggakan Belitung.

*Ranting Jangan Mudah Patah -sinopsisMenunggu? Kamu pernah menunggu? Keindahan menunggu telah genap dialami oleh
Sabillah, tokoh utama dalam novel ini. Sedih, cemas, harap, putus asa, dan keinginan
untuk keluar dari ruang tunggu telah genap dia rasakan. Namun, hanya orang-orang
sabar dan berpikiran positif yang akan menang melawan penantian.
Sabilla, seorang mahasiswa tingkat akhir yang berpacaran dengan seorang lelaki
bernama Runo. Salah seorang teman Sabilla memperkenalkan Runo kepadanya.
Sabilla menyukainya sejak pertemuan pertama. Cinta pada pandangan pertama boleh
dikata. Dalam beberapa waktu hubungan mereka berlanjut serius dan akhirnya Runo
melamarnya.
Saat dilamar, apa yang dirasakan peremuan kecuali bahagia? Pertunangan Sabilla dan
Runo tidak biasa. Sabilla tidak dipinang dengan sepasang cincin pertunangan tapi
dengan sepasang jam tangan. Satu untuknya, satu untuk Runo.
Ia mengeluarkan sebuah kotak yang lebih besar dari kotak cincin. Ternyata
sepasang jam tangan. Tak ada satupun dari kami yang menyangka bahwa tak ada
cincin dalam proses lamaran ini. Jauh dari pikiranku untuk menikahi pria seperti
ini. Untuk menikahi pria seistimewa kekasihku, (hlm 13).
Dalam benda ini penulis berpesan kepada Sabilla dan pembaca tentang waktu.
Pertunangan adalah satu momen berjeda sebelum pernikahan. Jeda itu bisa memakan
waktu sebentar, bisa juga memakan waktu lama.

Apa yang abadi dalam waktu selain perubahan? Takada yang abadi selain perubahan,
begitupun pada kisah ini. Baru beranjak pada halaman 22, kita disuguhi perubahan
yang klimaks.
Runo berkata, Aku rasa kita takbisa melanjutkan hubungan ini. Atau mungkin kita
harus untuk waktu yang entah kapan, (hlm 22).
Baru memasuki chapter dua kita sudah disuguhi halilintar perpisahan Sabilla dan
Rona. Pertanyaan selanjutnya adalah: Apa yang dirasakan seorang perempuan yang
batal menikah? Takada yang lain kecuali luka dalam. Lalu apa yang dirasakan
perempuan yang takjadi menikah ketika menghadiri pernikahan temannya, sementara
semua orang sudah tahu bahwa pernikahannya yang kandas itu tinggal 5 bulan.
Ternyata datang ke kota ini hanya menambah lukaku. Luka tentang takbisa menerima
bahagia yang orang punya, begitulah penulis mengawali awal chapter tiga yang
menyedihkan.
Untuk mengobati luka diri sendiri, Sabilla memutuskan untuk pindah, menyendiri di
apartemen.

Sabilla

tidak

membicarakan

sedikitpun

tentang

pembatalan

pernikahannya kepada keluarganya. Walhasil, tanpa ia sadari waktu berjalan begitu


cepat, tiba saatnya pertemuan keluarga untuk mempersiapkan pernikahan. Kedua
orang tuanya menyiapkan segalanya di rumah sementara ia di apartemen. Pada hari H,
ia ditelpon dan terpaksa menjelaskan semuanya kepada keluarganya.
Kami sudah mempersiapkan semua ini, Sabilla. Mengapa kau mendadak
bicaranya? tanyanya-kakak Sabilla- lagi dengan nada yang tidak mengenakkan.
Mengapa bicara begitu seenaknya? tanyaku. Aku sudah mengatur emosi dengan
baik, tapi ternyata gagal.
Jika kau mau tahu Runo di mana, aku pun tak tahu Runo di mana! Dan jika kau
kira setiap hubungan akan berakhir seperti ceritamu, kau salah besar! Setiap
hubungan takkan selalu berakhir seperti hubungan kau dengan suamimu! (hlm 64).
Sabilla menumpahkan kesedihannya dengan nada marah.
Pada chapter 4 ada sebuah percakapan, Kau akan pulang hari ini? tanyaku.
Mungkin esok hari, pagi-pagi sekali, sepertinya esok meeting tentang kepergianku
ke Jerman, ucapnya.
Tiga tahun bukan waktu yang sebentar, tangkasku, (hlm 56).
Ternyata kepergiannya ke Jerman yang menjadi alasan Runo memutuskan
pernikahan. Namun, begitulah lelaki dudul, pendiam, bicara seperlunya, Runo tidak
mengungkapkan alasannya kepada Sabilla.
Orang tua Sabilla pasti kaget menerima keputusan Runo yang mendadak. Dalam hal
ini penulis menggambarkannya dalam akhir chapter empat, Aku takpernah melihat
orangtuaku serapuh ini. Serapuh aku, (hlm 74).

Kerahasiaan pemutusan pernikahannya masih memenuhi benak Sabilla. Setiap Runo


online di jejaring sosial, ia selalu bertanya. Namun, takpernah ada jawaban pasti.
Sampai pada suatu hari Runo mengajak Sabilla bertemu di Bandung. Pada bagian ini
penulis menggambarkan dalam sebuah kutipan,
Kuakui setiap datang Runo selalu mencerahkan hariku. Menjauhkan belengguku
dan membekukannya lagi ketika ia pergi. Kami membatasi apa yang harus dibatasi.
Tentang aku yang bukan calon istrinya, tentang ia yang bukan calon imamku.
Bicara dengan alasan ingin bicara. Bukan rindu, (hlm 86).
Pertemuan mereka berupa percakapan,
Ada yang ingin kau sampaikan? tanya Runo.
Bisa tak menatapku seperti itu? balasku.
Aku rindu bola matamu. Bola mata yang selalu bersinar, yang selalu membuatku
ingin melihatnya lagi, ujar Runo.
Sabilla menangis.
Mengapa menangis? Aku tidak sedang membual, Runo meyakinkan.
Mengapa kamu tidak mengondisikan hari ini sebagai hari di mana hubungan ini
memang selesai dan aku tidak perlu berharap banyak? ujarku dengan tangis tak
henti(hlm 90).
Di akhir chapter 5 tertulis, Ada pesan yang belum terbaca di ponselku, terima kasih
ya kemarin. Kau selalu membuatku terpesona ketika melihatmu lagi. Jaga dirimu
baik-baik ya Sabilla. Suatu saat aku kembali, pasti, dan bersiap lagi terpesona lagi
melihatmu,(hlm 9).
Setelah pertemuan itu, pada chapter-chapter berikutnya hari-hari penting dilalui
Sabilla tanpa Runo. Hari wisuda, hari ulang tahunnya, hari kematian neneknya dan
hari kepergiannya ke Jepang untuk melanjutkan sekolah. Ya! Sabilla harus mengambil
putusan untuk tidak terpuruk dalam kesedihan. Aku lelah dengan posisiku yang
takjelas. Aku harus mengajarkan (mengajari-edited) diriku untuk lebih kuat tentang
hal ini, (hlm 147).
Pada

waktu-waktu

terakhir

sebelum

abilla berangkat ke Jepang, Runo mengajaknya bercakap.


Mengapa kamu membiarkan hubungan kita berantangan saat selangkah lagi
menuju pelaminan?
Aku takyakin Sabilla. Dengan kau yang masih muda, wanita seumurmu masih bisa
ke mana-mana. Masih bisa berdansa dengan egomu. Sedangkan kau, ketika resmi
menjadi istriku dan kau masih ingin seperti mereka..
Lalu di mana egomu? Gila. Aku mengubah banyak hal untukmu. Kau tahu
bagaimana perasaanku saat kau meninggalkanku begitu saja dan memikul malu
saat semua tahu kita begitu serasi tapi kau putuskan untuk meninggalkan aku begitu
saja? (172).

Akhirnya Sabilla pergi ke Jepang selama dua tahun. Di akhir chapter, ia kembali ke
Indonesia dan di sambut oleh semua temannya. Tanpa disadari, ternyata selama
Sabilla ada di Jepang, Runo yang mengurusi keluarganya. Ayahnya yang sakit dan
berbagai hal lainnya. Ternyata juga setiap hari ulang tahun Sabilla, Runo selalu
mengiriminya kartu pos dan kado ulang tahun.
Setelah sebulan tinggal di Indonesia, Sabilla kedatangan tamu: Runo.
Aku sudah menaklukkan semua yang aku cita-citakan, ucap Runo.
Aku juga, balasku.
Tapi aku merasa ada yang kurang, ucapnya lagi.
Aku merasa tidak ada yang kurang. Semuanya lengkap, ucapku.
Eh, aku juga ralatnya.
Mengapa pernyataanmu berubah? tanyaku.
Setelah kupikir-pikir, kau bukan bagian dari cita-citaku, ungkap Runo.
Ya sudah, mau ketemu ayah kan? tuturku.

Tapi bagian dari masa depanku Bill.. Kembalilah!, ucap Runo.


Dengan satu syarat, ucapku.
Apa? tanya Runo.
Jangan pergi lagi, ucapku menerobos bola matanya.
Runo mengangguk. Melihat ke arah ayah dan sahabat barunya sambil
tersenyum, (hlm 214).
Pada chapter penghabisan Sabilla menulis surat untuk almarhum neneknya:
Nek, benar yang nenek katakan dulu, tentang sesuatu yang takkan datang bila
memang takbaik, tentang sesuatu yang takkan datang bila memang taktepat
waktunya. Takperlu khawatir lagi ya. Runo cucu nenek sudah kembali (hlm 214)

Anda mungkin juga menyukai