Anda di halaman 1dari 15

SINOPSIS NOVEL HARIMAU HARIMAU

Judul

: Harimau- Harimau

Pengarang

: Mochtar Lubis

Penerbit

: Yayasan Obor Indonesia

Cetakan Ke

:5

Tahun Terbit

: 2001(terbit pertama kali tahun 1975)

Tebal

: 214 halaman

Penyusun

: Khoirur Rohman

Telah seminggu Haji Rakhmad (Pak Haji), Wak Katok, Sutan, Talib, Sanip, Buyung, dan
Pak Balam berada di hutan mengumpulkan damar, tidak jauh dari pondok Wak Hitam. Pak Haji
yang tertua di antara mereka telah berumur 60 tahun. Meskipun umurnya telah tua seperti itu
tetapi badannya masih tetap sehat dan kuat. Wak Katok yang berumur 50 tahun memiliki
perawakan yang kukuh dan keras, senang berpakaian serba hitam dan masih terlihat seperti
berumur 40 tahunan.
Ia juga merupakan ahli pencak dan dukun hebat di desa. Yang muda diantara mereka,
Sutan berumur 22 tahun, telah berkeluarga. Talib yang berumur 27 tahun telah beristri dan
beranak tiga. Sanip berumur 25 tahun juga telah beristri dan mempunyai empat anak. Buyung
adalah yang termuda berumur 19 tahun.
Semua anak anak muda itu adalah murid pencak Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu
sihir dan gaib padanya. Dan anggota rombongan yang ketujuh dan terakhir ialah Pak Bayam
yang sebaya dengan Wak Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat untuk
bekerja. Mereka bertujuh paling disenangi dan dihormati oleh orang orang kampung karena
mereka dikenal sebagai orang orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat
dalam agama. Selain orang orang terpandang, mereka juga sudah berkeluarga semua kecuali
Buyung.
Wak Katok mempunyai sebuah senapan yang paling ampuh di dalam kelompok tersebut.
Senapan ini tidak jarang dipinjamkan kepada Buyung karena tahu bahwa ia sangat senang dan
bahkan pandai menggunakan senapan. Karena mempunyai senapan itu, mereka sering berburu
rusa dan babi. Babi ini sering masuk ke rumah Wak Hitam. Karena itu pula terjadi perkenalan
dengan Wak Hitam, bahkan mereka sering memgimap di pondok Wak Hitam ini. Wak Hitam
adalah seorang laki laki yang berusia 70 tahun. Orangnya kurus, berkulit hitam, menyukai
celana dan baju hitam. Ia senang tinggal berbulan bulan di hutan atau di ladangnya bersama
Siti Rubiyah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda belia. Wak Hitam pandai
menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib. Menurut Wak Katok dalam hal ilmu gaib, Wak
Hitam adalah gurunya. Wak Hitam gemar mencari perawan muda untuk penyegar dirinya. Bila
ia sakit dimintanya pada istrinya untuk mendekap pada tubuhnya, agar darah muda istrinya

mengalir ke tubuhnya dan ia akan lekas sembuh kembali. Orang orang percaya bahwa Wak
Hitam senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin, setan, iblis, dan harimau jadi jadian.
Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai anak buah bekas
pemberontak yang menjadi perampok dan penyamim yamg tinggal di hutan. Di samping itu ada
pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai tambang yang dirahasiakannya di dekat
ladangnya. Mereka bertujuh sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba. Dengan gembira
mereka menyantap masakan Rubiyah karena selama di hutan mereka tidak menikmati masakan
yang enak. Merekapun tertarik akan keindahan tubuh Rubiyah. Buyung si rombongan anggota
termuda dan satu satunya yang masih bujangan, tergila gila akan kecantikan Rubiyah. Dalam
hatinya, ia membandingkan kelebihan Rubiyah dan Zaitun tunangannya di kampung. Sanip,
Talib, dan Wak Katok sering tidak dapat menahan diri jika duduk berdekatan dengan Siti
Rubiyah.
Pada suatu hari mereka melihat hal hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak
orang yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan menyerahkan bungkusan rahasia
kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru ramal di pondok
tersebut. Berbagai ramalan disampaikan peramal itu tentang jalan hidup Buyung, Sutan, Talib,
dan Sanip.
Pada suatu hari Wak Katok berkesempatan mengintai Rubiyah mandi di sungai. Hampir
tak tertahankan berahi Wak Katok menyaksikan Rubiyah berkecipung mandi tanpa busana.
Dalam perjalanan pulang ke pondok, dengan dalih memberi manik manik ditariknya Rubiyah
masuk ke dalam semak belukar
Pada kesempatan lain, Buyung pun mengintai Rubiyah mandi di sungai. Hampir tak
terkendalikan gejolak batinnya menyaksikan tubuh Rubiyah yang menawan. Diberanikannya
menghampiri Rubiyah yang sedang mandi. Akhirnya terjadilah hubungan intim antara keduanya.
Rubiyah pun menceritakan kalau dirinya juga jatuh ke tangan Wak Hitam dan penderitaan yang
ditanggungnya. Buyung merasa telah jatuh cinta dan merasa wajib melindungi menyelamatkan
Rubiyah dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku.
Terjadilah perbuatan terlarang yang tak dapat mereka kendalikan lagi. Mereka melalap
kepuasan masing masing. Setelah Buyung kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia
merasa bimbang dan menyesal telah berbuat dosa. Ia ingin membebaskan Rubiyah dengan
menjadikannya sebagai istri tapi ia masih tetap mencintai Zaitun.
Setelah bermalam, paginya mereka pergi berburu ke tempat kumpulan rusa yang
sekaligus juga kumpulan harimau. Setelah menunggu beberapa saat, Buyung berhasil membidik
seekor rusa jantan. Mereka pun langsung ke tempat bermalam dan menguliti rusa tersebut di
situ. Tapi tiba tiba, mereka semua mendengar auman seekor harimau. Dengan cepat mereka
memasak rusa tersebut dan langsung pergi. Setelah perjalanan setengah hari dan tak lagi
mendengar suara harimau, mereka beristirahat untuk makan dan setelah selesai semuanya
mereka langsung saja melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat bermalam. Lalu mereka

membuat sebuah pondok dan api unggun. Ketika Pak Balam buang hajat, harimau menerkam
dan membawanya masuk ke dalam hutan.
Setelah mereka sadar, dengan cepat Wak Katok menembak ke arah harimau dan harimau
tersebut akhirnya lari dan meninggalkan Pak Balam. Tubuhnya penuh luka, goresan, dan darah.
Setelah sadar Pak Balam lalu berkata bahwa ia telah memiliki firasat sebelumnya. Lalu ia
menceritakan mimpi mimpi buruknya ketika masih di kampung dan di rumah Wak Hitam.
Lalu Pak Balam meminta mereka semua untuk bertobat dan mengakui semua dosa dosanya.
Tapi tak ada satu orangpun yang mau mengakui dosa dosanya.
Setelah sembahyang, mengobati luka Pak Balam dan membuat usungan mereka lantas
pergi. Keranjang damar mereka tinggalkan. Selama perjalanan, panas Pak Balam tak juga reda,
mereka ingin cepat cepat sampai kampung agar Pak Balam dapat segera diobati. Talib berada
di barisan paling belakang, ketika ia hendak membuang air seni harimau telah membawanya lari.
Mereka mengikuti jejak harimau tersebut, dan ia di tempat terbuka di dalam hutan
mereka menemukan Talib yang sudah berlumuran darah. Karena kaget akan serangan
rombongan itu, harimau lantas pergi. Semua ikut membantu menyembuhkan Talib dengan
kekuatan lima orang itu walaupun akhirnya ia sendiri meninggal. Semua ikut membantu kecuali
Wak Katok karena ia adalah seorang pemimpin.
Esok paginya Talib dikuburkan, Pak Haji dan sutan menjaga pondok serta Pak Balam.
Sedangkan yang lain pergi memburu harimau. Sutan tak tahan mendengar igauan Pak Balam
yang meminta untuk mengaku dosa. Ia pun pergi meninggalkan Pak Haji dan Pak Balam yang
sedang sakit dan pergi menyusul kawan kawan yang lainnya.
Sedangkan di tempat lain, di dalam hutan Wak Katok dan Pasukannya terus mengikuti
jejak harimau. Pada saat mereka merasa sudah dekat dengan sang harimau, mereka menyusun
rencana sedemikian rupa. Mereka lantas bersembunyi di belakang pohon yang besar dan
menunggu sang harimau tiba. Malam pun tiba, saat itu juga mereka mendengar jeritan manusia,
dan auman harimau seecara bersamaan.
Tapi mereka tak hendak untuk menolongnya, dan memutuskan kembali ke tempat
mereka bermalam. Ketika sampai di tempat bermalam, Pak Haji menanyakan keberadaan Sutan.
Mereka menggeleng, dan menceritakan apa yang terjadi pada dua tempat yang berbeda, mereka
pun menyimpulkan bahwa yang menjadi korban harimau tersebut ialah Sutan. Pagi pagi ketika
mereka bangun, mereka terkejut karena Pak Balam akhirnya meninggalkan dunia. Setelah
selesai mengubur Pak Balam, mereka semua memutuskan untuk pergi berburu.
Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas itu melewati hutan
yang sangat lembab. Hutan ini pun seperti tak pernah disentuh makhluk hidup kecuali babi dan
badak. Mereka ingin keluar dari rimba jahat tersebut, tetapi Wak Katok yang menjadi pemimpin
rombongan tersebut hanya membuat mereka berputar putar di jalan yang sama karena
sebenarnya Wak Katok takut memburu harimau. Setelah itu, Wak Katok malah marah marah
sendiri, dan memaksa satu persatu orang untuk mengakui dosa dosanya. Semuanya mau

menurut kecuali Buyung. Wak Katok memaksa Buyung dengan cara meletakkan senapan di
dadanya, dan saat itu pula suara auman harimau terdengar. Setelah harimau pergi, Wak Katok
tak dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun mengusir mereka.
Buyung, Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Senapan
berhasil diambil setelah melalui perkelahian. Wak Katok akhirnya pingsan dan akhirnya Pak
Haji meninggal karena luka yang disebabkan oleh Wak Katok. Setelah sihir yang dimiliki oleh
Wak Katok, Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat membunuh
harimau tersebut.
Ia membunuh dengan cara melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran dan harimaupun
mati. Ketika itu ia menggunakan Wak Katok sebagai umpan dan Wak Katok diikat di sebuah
batang pohon yang besar. Kini mengertilah Buyung maksud kata kata Pak Haji bahwa untuk
keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk
membina kemanusiaan perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri tidak dapat hidup sebagai
manusia. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh
sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari hal hal yang bersifat
takhayul, mantera mantera, jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok. Sekeluar dari hutan
Buyung dan Sanip berencana melaporkan Wak Katok ke polisi.
KOMENTAR :
Novel Harimau-Harimau mengangkat tema mengenai kehidupn masyarakat yang gemar
berburu dan bekerja dengan mengumpulkan hasil-hasil hutan seperti damar. Menceritakan
tentang kepercayaan terhadap mitos-mitos yang berkembang di kalangan masyarakat, seperti
tentang jimat-jimat. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan daerah. Kehidupan
percintaan pun masih dibahas walaupun hanya sedikit. Alur yang digunakan adalah alur maju,
latar tempatnya berada di hutan. Sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga, terbukti
dengan pemberian nama pada tokoh-tokohnya. Amanat yang disampaikan dalam novel ini
adalah, hendaknya setiap orang dapat mengendalikan hawa nafsunya, jangan sampai hawa nafsu
menguasai diri sendiri.

SINOPSIS LAYAR TERKEMBANG


Judul

: Layar Terkembang

Pengarang

: Sutan Takdir Alisjahbana

Penerbit

: Balai Pustaka

Cetakan

: 33

Tahun terbit

: 2001(terbit pertama kali tahun 1936)

Tebal Buku

: 166 Halaman

Penyusun

: Abdul Ghofur

Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang gadis yang
pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu
serius dan cenderung pendiam sangat berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang
lincah dan periang.
Suatu hari, keduanya pergi ke gedung akuarium. Ketika sedang asyik melihat-lihat ikan,
mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan perkenalan. Pemuda
itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah
Demang Munaf, tinggap di Martapura, Sumatra Selatan.
Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan Maria
pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selalu teringat kepada
kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak
tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang selalu
tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi
dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati
menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai
hal.
Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu Tuti
dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan
persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar yang
berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita. Suatu
petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesungguhnya ia
bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan tanah leluhurnya, namun ternyata
ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula
kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat Maria
datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama Rukamah, saudara sepupunya

yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk kembali ke
Jakarta, kemudian menyusul sang pujaan hati ke Bandung. Setelah mendapat restu ibunya,
pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura.
Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu pun
melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar air terjun di Dago. Dalam
kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih
banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Sesungguhpun demikian pikiran Tuti
tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada
teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada Tuti.
Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat
itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal
keinginandsnya untuk menjalin cinta dengannya. Sesungguhpun gadis itu sebenarnya sedang
merindukan cinta kasih seorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki idamannya. Maka
ia menulis surat penolakannya.
Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk
merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakit
TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet,
Sindanglaya

JawaBarat.

Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya
tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan
yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di
Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan.
Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga
mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan.
Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa
kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam
kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di desa atau di
masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin
akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya
pun rupanya sudah tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat
berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah
tangga, Maria mengjhembuskan napasnya yang terakhir. Alangkah bahagianya saya di akhirat
nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti
kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan
saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan

pada orang lain. Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan
tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan
karena cinta keduanya memang sudah mulai tumbuh bersemi.
KOMENTAR :
Layar Terkembang memiliki karakteristik sesuai dengan angkatannya yaitu Pujangga
Baru. Novel ini mengangkat tema mengenai emansipasi wnita yang lekat dengan sosok Tuti.
Selain itu juga mengangkat tema mengenai romantisme yang terjadi antara Yusuf dan Maria.
Bahasa yang digunakannya adalah bahasa Indonesia masyarakat saat itu, kosa katanya masih
sedrhana, dan masih terbawa oleh gaya bahasa melayu. Dalam karya ini terlihat belum ada
sesuatu yang berani menentang Belanda secara terang-terangan. Namun semangat nasionalisme
sudah mulai ada dan tumbuh. Latar tempat yang digunakan diantaranya adalah Gedung
Akuarium di Pasar Ikan, Rumah Wiriaatmaja, Mertapura di Kalimantan Selatan, Rumah Ratna
dan Saleh, Rumah Sakit di Pacet, Rumah Partadiharja, Gedung Permufakatan. Sudut pandang
yang digunakan adalah Orang ketiga yang ditandai dengan menggunakan nama dalam
menyebutkan tokoh-tokohnya. Alur yang digunakan adalah alur maju. Amanat yang sangat jelas
dalam novel ini adalah seorang wanita harus mempunyai pengetahuan yang luas, agar dapat
dihargai kedudukannya di dalam masyarakat dan tidak diremehkan.

SINOPSIS ROMAN SITI NURBAYA


Judul

: Siti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )

Pengarang

: Marah Rusli

Penerbit

: Balai Pustaka

Cetakan

: 20

Tahun Terbit

: 1990 (terbit pertama kali tahun 1920)

Tempat Terbit

: Jakarta

Tebal Buku

: 271 halaman

Penyusun

: Nasrul Hanafi

Saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, ibunya meninggal. Inilah titik awal penderitaan
hidup Siti Nurbaya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama
Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang
terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang
rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu
tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan
keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik
Baginda Sulaiman. Maka dengan seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat
serta pendekar tiga, serta yang lainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk membakar toko
Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan
tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang
dinanti-nantikan oleh Datuk Maringgih. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang
sudah tidak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Hutang tersebut dapat dianggap lunas,
asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya kepada Datuk Maringgih.
Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah tak sanggup
lagi membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh
Datuk Maringgih. Yaitu menyarahkan puterinya Siti Nurbaya kepada Datuk Maringgih untuk
dijadikan istri.
Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda belia
harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar. Lebih sedih lagi
ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di stovia, Jakarta. Sungguh berat
memang, namun demi keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan
kehormatan dirinya dengan Datuk Maringgih.
Samsul Bahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya,
terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami
keluarganya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya

kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula,
kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yang menimpa
keluarganya.
Pada suatu hari ketika Samsulbahri sedang liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu
empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu
diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Datuk Maringgih sangat marah
melihat mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih
berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya,
maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking kaget dan
takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya
yang tengah terbaring karena sakit keras karena derita beruntun yang menimpanya. Mendengar
teriakan anak yang sangat dicinatianya itu baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya
jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.
Mendengar itu, ayah Samsulbahri yaitu Sultan Mahmud yang kebetulan menjadi
penghulu kota Padang, malu atas perbuatan anaknya. Sehingga Samsulbahri diusir dan harus
kembali ke Jakarta dan ia benrjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang.
Datuk Maringgih juga tidak tinggal diam, oleh karena itu Siti Nurbaya diusirnya, karena
dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke
kampunyanya dan tinggal bersama bibinya. Sementara itu Samsulbahri yang ada di Jakarta
hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya.
Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, timbul niatnya
untuk pergi menyusul Samsul Bahri ke Jakarta. namun di tengah perjalanan dia hampir
meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti
Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh
ke laut.
Tetapi, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya berikutnya
menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta,Karena dengan siasat dan fitnah dari Datuk
Mariggih Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah
Siti Nurbaya, bahwa dia ke Jakarta telah membawa lari emasnya atau hartanya. Sehingga
memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.
Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun
yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar
oleh Samsulbahri sehingga ia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi
mujurlah karena ia tak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya dan
memasuki dinas militer.
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak
kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat
Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi

Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam
suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh
tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.
Samsul Bahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Sewaktu di rumah sakit,
sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf
atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia
tempo dulu, yaitu ketika kejadian Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau
keluarga orang, yang sangat melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu
dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta
kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya.
Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan
kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan
bersama untuk selama-lamanya.
KOMENTAR :
Novel Siti Nurbaya mengambil tema kawin paksa yang tren pada karya sastra saat itu,
dan berbentuk roman. Masih menggunakan bahasa melayu dan bersifat kedaerahan. Kalimatkalimatnya panjang-panjang dan terkadang menggunakan perbandingan-perbandingan. Setting
tempatnya berada di Kota Padang, dan Jakarta. Alur yang digunakan adalah alur maju. Sudut
pandang yang digunakan adlah orang ketiga, dibuktikan dengan pemberian nama pada tokohtokohnya. Amanat yang disampaikan dalam novel ini adalah Menjadi orang tua hendaknya lebih
bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka.

SINOPSIS NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG


Judul

: Jalan Tak Ada Ujung

Pengarang

: Mochtar Lubis

Penerbit

: Yayasan Obor Indonesia

Tahun terbit : 2002 (terbit pertama kali tahun 1952)


Cetakan ke

:5

Tebal buku

: 167 halaman

Penyusun

: Moh. Fariq

Isa adalah seorang guru Sekolah Rakyat di tanah abang. Ia memiliki sifat yang lembut
dan baik hati. Ia gemar bermain biola dan sepak bola, namun ia sering mengalami ketakutan.
Guru Isa sudah lama menikah dengan Fatimah. Namun, mereka belum dikaruniai seorang anak
karena Guru Isa mengalami Impoten. Atas kesepakatan bersama, mereka mengangkat Salim
sebagai anak angkat. Keadaan yang seperti itu membuat Guru Isa menjadi minder.
Suatu hari, Guru Isa berkenalan dengan seorang pejuang yang gigih bernama Hazil.
Pergaulan mereka sangat akrab kerena memiliki hobi yang sama, yaitu bermain biola, guru Isa
diajak berjuang, namun karena penyakitnya, ia tidak berani, dan ia juga tidak menyukai
kekerasan. Karena Isa adalah seorang guru, maka tidak ada orang yang curiga, kemudian Hazil
menyuruhnya untuk menjadi kurir yang mengantarkan senjata kepada kawan-kawannya.
Persahabatan yang kontras itu dirasakan oleh Guru Isa. Hazil adalah pejuang yang penuh
semangat, sedangkan dirinya selalu ragu-ragu. Ia merasa ngeri melihat pertumpahan darah di
medan perang. Mimpi buruk selalu menghantuinya. Meskipun ia ingin menampakkan cintanya
kepada istrinya, namun tugasnya sebagai agen rahasia dirasa cukup berat.
Dalam tugas itu, Guru Isa dan Hazil mendapatkan bantuan dari Tuan Hamdi.Mereka
harus membawa senjata-senjata yang sangat diperlukan. Bertiga dengan sopir mereka berangkat
ke Manggarai. Di sana, senjata tersebut telah ditunggu oleh Ontong dan kawannya. Di sana Guru
Isa melihat sendiri pembunuhan keji orang Tionghoa oeleh Ontong dkk, karena dianggap
sebagai mata-mata musuh. Guru Isa berpendapat kepada Hazil agar Ontong dan kawan-kawan
diberantas saja karena tidak baik mencampurkan antara perjuangan dan pembunuhan. Namun
Hazil tidak bisa berbuat apa-apa.
Pada bulan Januari Rahmat mengantarkan surat Hazil untuk Guru Isa. Saat membaca
surat iti, Guru Saleh, rekan guru Isa datang, Ia mengabarkan bahwa ia akan mengungsi karena
tidak betah dengan kekacauan di daerah tempat tinggalnya. Mendengar hal itu Guru Isa malah
bergembira, karena ternyata ada juga rekannya yang takut terhadap revolusi. Ia pun timbul niat
untuk mengungsi.
Dalam suratnya Hazil mengatkan bahwa saat ini banyak pembunuhan yang kejam
dengan kedok perjuangan dan atas nama rakyat. Selama sebulan ini Ia menghilang karena dicari
oleh sekutu inggris Nevils dan Vield. Dalam hati Hazil muncul kebimbangan. Namun, segera

ditetapkan hatinya, jalan yang tak ada ujung , yang telah dipilihnya, harus dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab. Ia harus kembali ke Jakarta.
Guru Isa harus menerima tugas baru sebagai pemegang dana untuk Jakarta.
Penggeledahan oleh serdadu Nica semakin gencar, banyak orang gelisah dan mengungsi
termasik Tuan Hamdi. Guru Isa ingin mengajak Fatimah mengungsi Namun ditolaknya. Karena
gelisah, Guru Isa pun jatuh sakit. Hazil berkunjung ke rumah Guru Isa, di sanalah timbul asmara
antara Hazil dan Fatimah, Guru Isa akhirnya mengetahui juga perbuatan menyimpang istrinya
dengan menemukan puntungan rokok di bawah bantal. Guru Isa sangat marah, namun dia lebih
memilih untuk diam.
Hazil, Rahmat, dan kawan-kawan semakin berani melakukan serangan kepada Belanda.
Mereka berencana untuk menyerang serdadu Belanda disebuah bioskop, bioskop Rex namanya.
Mereka melemparkan bom tanggan di depan pintu masuk bioskop tersebut. Beberapa serdadu
Belanda terluka akibat ledakan bom tersebut. Setelah itu mereka bertiga pulang ke tempat
masing-masing dan tidak saling memberi kabar untuk selang waktu yang lama.
Seminggu setelah itu Guru Isa membaca surat kabar yang menyebutkan bahwa salah satu
pelempar granat ditangkap. Tiga hari kemudian Guru Isa ditangkap dan dijeblosdkan ke penjara.
Di sana ia bertemu dengan Hazil yang sudah babak belur. Betapa kecewanya Guru Isa melihat
Hazil yang telah berkhianat karena tidak mau di siksa sendirian, Saat itu kekagumannya akan
Hazil lintur sudah. Ia bahkan tidak takut lagi menghadapi siksaan, dan saat itu pula, akhirnya
kejantanannya kembali lagi, impotennya sembuh seketika. Selepas dari penjara Ia ingin
menunjukkan kepada Fatimah bahwa ia sudah perkasa, dan berharap kehidupan rumah
tangganya akan kembali bahagia.
Komentar :
Novel ini bertema perjuangan seorang guru pada masa revolusi. Setting pada novel
tersebut sangat jelas menggambarkan bagaimana keadaan paska kemerdekaan. Setiap konflik
digambarkan dengan tererinci mulai dari penyebab konflik, inti dari konflik hingga akibat dari
konflik itu sendiri. Banyak pesan yang disampaikan melalui novel tersebut, salah satunya yaitu
sebuah pesan tentang kesetiakawanan yang terjalin antara guru Isa dengan Hazil, mereka
berjuang bersama untuk memberontak terhadap serdadu-serdadu bangsa lain. Juga terdapat
pesan kesabaran guru Isa dalam menjalani kehidupan yang berat baginya. Bahasa yang
digunakan sederhana sehingga mudah dicerna oleh pembaca. Alur yang digunakan adalah alur
maju, sedangkan sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga, dibuktikan dengan
pemberian nama pada tokoh-tokohnya.

SINOPSIS BEKISAR MERAH


Judul

: Bekisar Merah

Pengarang

: Ahmad Tohari

Penerbit

: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan

: Keempat

Tahun terbit

: 2001 (terbit pertama kali tahun 1993)

Tebal buku

: 309 halaman

Penyusun

: Fanani Yahya Yuliansyah

Lasi adalah seorang perempuan muda keturunan Jawa-Jepang. Ia lahir dan besar di
sebuah desa bernama Karangsoga. Lasi merupakan perempuan paling cantik diantara teman
sebayanya di Karangsoga. Semasa muda, Lasi selalu menjadi olok-olokan teman sekolahnya.
Karena matanya yang sipit, berbeda dengan kebanyakan anak Karangsoga. Tetapi ada satu anak
yang tidak ikut menggoda Lasi, bernama Kanjat. Dua tahun lebih muda, namun pintar dan baik
hati, di mata Lasi.
Menginjak usia dewasa, Lasi kemudian menikah.Ia menjadi istri Darsa, pemanjat yang
memiliki dua belas pohon kelapa. Sekaligus juga keponakan Wiryaji, ayah tirinya. Kehidupan
pasangan muda ini berbahagia, meskipun dalam jerat kemiskinan dan bayangan masa depan
tidak menentu. Sampai tiga tahun pernikahan, mereka belum juga memiliki keturunan.
Suatu ketika Darsa jatuh dari pohon kelapa, tidak mati tetapi mengalami luka parah, terus
menerus buang air kecil tanpa henti. Dengan sabar Lasi merawatnya. Bahkan sampai
menggadaikan tanah pada tengkulak untuk menutup biaya pengobatan Darsa di Rumah Sakit.
Meskipun Ia tahu konsekuensinya, harga gula produksinya akan dipermainkan dengan seenak
hati oleh tengkulak. Tapi Darsa belum sembuh benar, terpaksa dibawa pulang karena ketiadaan
biaya.
Sampai di rumah, Darsa kemudian berobat pada dukun pijat, Bunek. Perlahan tapi pasti,
Ia kemudian sembuh. Hingga suatu pagi, Ia mendatangi istrinya bercerita bahwa Ia sudah tidak
ngompol lagi. Sejenak kebahagian dirasakan pasangan muda ini. Gairah yang sekian lama
terpendam dapat disalurkan. Darsa kembali utuh sebagai lelaki.
Tetapi disinilah justru permasalahan dan konflik mulai terbangun. Tidak berapa lama
semenjak kesembuhan Darsa. Sipah, anak Bunek meminta pertanggungjawaban. Ia mengaku
hamil oleh perbuatan Darsa. Lasi kemudian kalut, bercampur sedih dan jengkel karena suami
yang dirawat dengan penuh kasih dan pengorbanan semasa sakit ternyata berbuat tidak
semestinya dengan perempuan lain. Lasi kemudian lari ke Jakarta, menumpang truk Pardi,
tetangganya mengantarkan gula kelapa.
Sebagaimana sopir kebanyakan, Pardi memiliki sejumlah rumah makan langganan
sepanjang perjalanan menuju Jakarta. Ia juga punya pacar di tiap rumah makan yang

disinggahi. Lasi kemudian dititipkan di salah satu rumah makan langganan Pardi untuk diambil
kembali sepulang dari Jakarta. Lasi diperlakukan dengan sangat baik oleh pemilik rumah makan,
Bu Koneng. Seolah menemukan kedamaian, Ia tidak mau kembali ke Karangsoga. Tetapi tidak
ada kebaikan tanpa pamrih, apalagi di kota besar seperti Jakarta.
Petualangan Lasi berlanjut. Karena keluguannya, Ia tidak sadar kalau masuk dalam
perangkap perdagangan perempuan. Lepas dari Bu Koneng, Ia kemudian dibawa oleh Bu
Lanting, yang terkagum akan kecantikan Lasi. Sekali lagi, Bu Lanting adalah orang baik di mata
Lasi, sementara Lasi berprinsip bahwa ketika menerima kebaikan seseorang, Ia seperti
berhutang sehingga harus dibayar dengan kebaikan pula. Karena itu ia menurut saja ketika
diajak ikut Bu Lanting ke rumahnya. Perempuan bermata sipit pada masa itu memang sedang
tren.
Oleh Bu Lanting, Lasi dipoles sedemikian rupa sehingga menjadi kian cantik. Ia juga
dibiasakan dengan budaya kota, termasuk dalam hal berpakaian dan gaya hidup. Sampai
dianggap siap, Ia kemudian dikenalkan dengan Handarbeni, lelaki tua yang kaya raya, yang
sedang mencari perempuan bermata sipit untuk dijadikan istri.
Dengan kegundahan hatinya, namun tidak kuasa menolak karena hutang budinya kepada
bu Lanting, akhirnya lasi bersedia menikah dengan pak Han. Sebelum menikah, Lasi ingin
terlebih dahulu menyelesaikan perceraiannya dengan Darsa di Karangsoga, Lasi kembali ke
Karangsoga sebagai sosok berbeda. Lasi yang sangat kaya dan kian cantik Dengan bantuan pak
Han, akhirnya dalam sekejap tuntas sudah perceraian Darsa dan Lasi.
Lasi kemudian menikah dengan pak Han yang sebenarnya lebih cocok jadi ayahnya.
Pernikahan itu terkesan seperti pernikahan pura-pura dan tanpa makna. Meskipun setiap hari pak
Han selalu memanjakan lasi dengan kepuasan lahiriah dan semua kebutuhannya serba tercukupi.
Namun, pak Han tidak bisa memberikan kepuasan secara batin kepada lasi karena usianya yang
sudah tua. Karena kasihan kepada Lasi pak Han bersedia mencarikan laki-laki untuk memenuhi
kepuasan batin Lasi, namun dengan syarat Lasi tetap harus menjadi istrinya dan mampu menjaga
rahasia. Karena lasi orang yang setia, dia merasa tersinggung dengan perkataan pak Han yang
menurutnya adalah sebuah pelecehan.
Lasi kembali lagi ke Karangsoga untuk menjenguk orang tuanya dan tinggal disana
untuk beberapa waktu. Di sana ia bertemu dengan Kanjat yang sudah menjadi sarjana dan ia
menceritakan kepada Kanjat tentang kehidupan pernikahannya yang hanya terkesan man-main.
Namun kanjat juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dua insan ini ternyata saling menyukai. Namun
masing-masing harus menjalani takdirnya, Lasi kembali ke Jakarta dan menjalani pernikahan
semu

dengan

Handarbeni.

Sementara

hatinya

tetap

untuk

Kanjat.

KOMENTAR :
Novel Bekisar merah ini sangat mencerminkan karakteristik karya sastra tahun 90 an.
Tema yang diangkat adalah kemiskinan, sosial, budaya, dan percintaan. Hal-hal yang
diungkapkan realistis dan kritis, mengandung ungkapan atau sindiran. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa kelompok, pemilihan diksinya juga sudah
tepat. Latar tempat yang di gunakan diantaranya adalah desa Karangsoga( rumah Lasi dan
Darsa, rumah Wiryaji, Rumah Bunek, surau eyang Mus, Rumah Pak Tir), di Jakarta ( rumah bu
Koneng, rumah bu Lanting, rumah Handarbeni/ Pak Han). Sudut pandang yang digunakan
adalah orang ketiga yang ditandai pemberian nama dalam menyebutkan tokoh-tokohnya, alur
yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju. Amanat yang disampaikan dalam novel ini
adalah janganlah terlalu mudah percaya kepada orang yang baru dikenal dan menerima dengan
mudah kebaikannya, karena ada kemungkinan bahwa orang tersebut menginginkan sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai