Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS NOVEL

‘RONGGENG DUKUH PARUK’

Disusun Oleh :

1. Andrew Willy
2. Annisa Destinaria
3. Ardatama Putra
4. Ayfa Aini
5. Nanda Amelia

12 MIPA 1

SMAN 24 KAB. TANGERANG


SINOPSIS NOVEL

Novel Ronggeng Dukuh Paruk berkisah tentang seorang anak bernama Serintil yang
hidup di suatu desa terpencil bernama Dukuh Paruk. Didalam novel ini juga bercerita tentang
Rasus seorang anak laki-laki yang berusia empat belas tahun. Rasus merupakan teman
bermain Srintil. Dimana ia memiliki nasib yang sama dengan Srintil  yang kehilangan orang
tuanya karena petaka yang terjadi di Dukuh Paruk pada tahun 1946.

Dukuh Paruk memiliki nenek moyang yang bernama Ki Secamenggala ia sebagai


bromocorah tetapi setelah meninggal orang-orang Dukuh Paruk memuja kuburannya, bahkan
menjadi kiblat kehidupan kebatinan mereka.

Suatu hari di tepi kampung Dukuh Paruk, tiga anak laki-laki, Rasus, Warta, dan
Darsun sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong yang terpendam dalam tanah
kapur. Ketiganya kemudian sibuk mengupasinya dengan gigi masing-masing dan
memakannya. Mereka melihat Srintil sedang asyik bermain seorang diri, sambil
mendendangkan lagu kebangsaan para ronggeng, Senggot Timbane Rante, Tiwas Ngegot
Ning Ora Suwe.

Srintil yang baru berusia sebelas tahun menyanyikan lagu itu dengan sungguh-
sungguh sambil membuat bandongan, sehingga ttak sadar dengan kedatangan ketiga anak
tersebut. Ketiganya kemudian mengiringi Srintil untuk menari. Walaupun Srintil belum
pernah sama sekali melihat pentas ronggeng, namun Srintil mampu menirukan dengan
baiknya gaya seorang ronggeng. Di desa Dukuh Paruk, Ronggeng merupakan satu-satunya
hal yang membuat pedukuhan tersebut merasa hidup di tengah kemelaratan, keterasingan dan
kebodohan yang turun temurun dari dulu.

Dengan diam-diam Sakarya mengikuti gerak-gerik Srintil ketika cucunya itu menari.
Sakarya meyakini bahwa cucunya telah kerasukan indang ronggeng. Keesokan harinya
Sakarya menemui Kertareja seorang dukun ronggeng di Dukuh Paruk, Sakarya menceritakan
tentang kepandaian Srintil menyanyi dan menari ronggeng. Sakarya meminta agar Kertareja
membimbing Srintil agar menjadi ronggeng yang terkenal.

Beberapa hari kemudian Sakarya dan Kertareja mengintip Srintil yang menari di
bawah pohon nangka. Kedua laki-laki tua itu sengaja membiarkan Srintil menari sepuas
hatinya diiringi calung mulut oleh Rasus dan kedua kawannya. Pada hari yang baik Srintil
diserahkan oleh kakenya, Sakarya, kepada Kertareja. Itu hukum Dukuh Paruk yang mengatur
perihal seorang calon ronggeng. Keluarga calon ronggeng harus menyerahkan kepada dukun
ronggeng menjadi anak akuan.  

Sudah dua belas tahun ronggeng Dukuh Paruk mati. Untung perangkat calung yang
terbuat dari bambu di para-para dapur keluarga Kertareja masih bisa dipakai. Kemudian
Kertareja mencari para penabuh calung dan gendang yang sudah lama tidak ditabuh,
Kertareja menemukan hari baik untuk mulai mengasuh Srintil. Malam itu Srintil didandani
seperti layaknya seorang ronggeng dewasa. Nyai Kertareja telah meniupkan mantra pekasih
ke ubun - ubun Srintil dan juga beberapa susuk emas dipasang oleh Nyai Kertareja di tubuh
Srintil.

Bukan main senangnya hari itu saat masyarakat Dukuh Paruk mendengar akan ada
pertunjukan, penonton menunda kedipan matanya ketika Srintil bangkit mulai menari. Satu
babak telah usai, gumam penonton terdengar berisik. Ada yang ingin menggendong, ada yang
ingin mencucikan pakaiannya setelah pentas, ada yang ingit memijat setelah pertunjukan dan
masih banyak lagi yang ingin memanjakan Srintil, yang kebanyakan kaum perempuan.

Anak laki-laki yang berusia empat belas tahun itu merasa Srintil telah menjadi milik
semua orang Dukuh Paruk. Rasus cemas tidak bisa lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di
bawah pohon nangka. Malam itu kenangan atas diri Srintil meliputi hati semua orang Dukuh
Paruk. Penampilannya malam itu sempat pula mengingatkan kejadian yang menimpa Dukuh
Paruk sebelas tahun yang lalu, yaitu meninggalnya belasan orang dewasa atas keracunan
tempe bongkrek buatan Santayib ayah dari Srintil. Santayib dan istri Santayib serta ibunya
Rasus pun ikut memakan tempe bongkrek itu. Tetapi hanya Rasus yang belum mendapat
kebenaran atas keberadaan ibunya sudah meninggal atau belum.

Rasus telah kehilangan perhatian dari Srintil karena sekarang Srintil menjadi
ronggeng di Dukuh Paruk, Rasus mencari akal untuk merebut perhatian Srintil kembali.
Suatu hari Rasus memberikan keris Kyai Jaran Guyang, bekas milik ayahnya. Ia memberikan
keris itu pada saat Srintil sedang tidur nyenyak, ketika bangun Srintil mengetahui keris itu
dari Rasus karena dibungkus dengan baju Rasus. Keris itu merupakan keris pekasih yang
dulu menjadi jimat para ronggeng. Untuk itulah Srintil sangat senang akan pemberian Rasus
itu, kemudian Rasus memperoleh kembali perhatian dari Srintil.

Sudah dua bulan Srintil menjadi Ronggeng, tetapi ada dua tahap untuk menjadi
ronggeng yang sempurna. Yaitu upacara pemandian didepan cungkup makam Ki
Secamenggala, dan setelah itu Srintil menari, tahap terakhir adalah sayembara bukak klambu.
Sayembara inilah yang membuat Rasus gelisah karena Srintil harus menyerahkan
kegadisannya kepada lelaki yang memenuhi syarat, yaitu sekeping ringgit emas. Sayembara
itu akan dilaksanakan pada hari sabtu malam. Malam tersebut datang dua lelaki yang satu
Dower membawa seekor kerbau dan dua ringgit perak tetapi si Sulam anak seorang lurah
membawa sekeping rupiah emas.

Dengan kelicikan dan kepandaian Kertareja, memberitahu kedua pemuda tersebut


memenangkan sayembara tersebut dan menyerahkan hartanya ke Kertareja. Kertareja
maupun kedua pemuda itu tak pernah tahu, bahwa keperawanan Srintil sebenarnya telah
diberikannya kepada Rasus beberapa jam sebelumnya.

Sejak saat itu Rasus merasa Srintil telah keluar dari hatinya. Kemudian Rasus
berpindah - pindah tempat meninggalkan Dukuh Paruk. Rasus bekerja dengan pedagang
singkong selama berbulan-bulan lamanya dan tinggal di sana di pasar Dawuhan. Tahun 1960
wilayah Dawuhan tidak aman lagi, perampokan dengan kekerasan sering terjadi.

Rasus berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya bersama kelompok tentara di
bawah pimpinan Sersan Slamet, sebagai seorang tobang. Kehadiran tentara di Dawuhan tak
selamanya dapat mencegah perampokan, bahkan malah menjadi-jadi. Sersan Slamet
kemudian membagi kelompok untuk mengawasi rumah-rumah penduduk yang diduga akan
didatangi perampok-perampok itu. Rasus mendapat bagian menjaga Dukuh Paruk.

Pada malam kesembilan terjadi perampokan di rumah Kertareja tempat ronggeng


Srintil. Rasus berhasil membunuh dua di antara lima perampok itu. Dalam kesempatan itulah
Rasus bertemu kembali dengan neneknya yang selama ini ditinggalkan. Rasus pulang ke
rumah neneknya, bersama Srintil. Pada malam terakhir Rasus berada di rumah itu, Srintil
mendesak Rasus mau menikah dengan dia.

Pagi harinya, sebelum Srintil dan neneknya bangun, Rasus yang sudah menemukan
jati dirinya meninggalkan Dukuh Paruk dan neneknya. Dengan menolak perkawinan yang
ditawarkan Srintil, Rasus merasa telah memberi sesuatu yang sangat berharga bagi Dukuh
Paruk, Ronggeng. Rasus meninggalkan Dukuh Paruk dengan gagahnya bukan karena bedil di
pundaknya, melainkan karena ia telah yakin bahwa ia mampu hidup tanpa kehadiran bayang
– bayang ibunya.
Pelajaran hidup yang dapat diambil ialah ketika terjadi suatu tragedi kemanusiaan
yang terjadi di sekitar kita jangan cepat memfitnah siapa pelakunya harus diselesaikan
dengan kepala dingin.

Anda mungkin juga menyukai