Dikisahkan ada sepasang suami istri. Sang suami bernama Hang Mahmud, dan si istri berjuluk Dang
Merdu. Keduanya dikaruniai seorang putra bernama Hang Tuah. Pasangan tersebut tinggal bersama
anak mereka di sebuah desa bernama Sungai Duyung.
Sungai Duyung dipimpin oleh seorang raja Bintan yang terkenal bijak dan sangat disegani. Pada
suatu malam, sang suami berkeluh pada si istri ingin merubah nasib ke Bintan. Malamnya, saat
semua tertidur, Sang Suami Hang Mahmud bermimpi. Dalam mimpinya tersebut dirinya melihat
bulan turun dari langit.
Bulan tersebut bersinar tepat di atas kepala anaknya Hang Tuah. Hang Mahmud pun terbangun, dan
langsung menemui anaknya yang ternyata berbau wangi. Esok paginya, dirinya membuat pesta
selamatan sebagai bentuk doa atas mimpinya malam kemarin.
Suatu hari Hang Tuah pergi bersama ayahnya untuk pergi membelah kayu sebagai bahan bakar.
Namun tiba-tiba datanglah kawanan pemberontak. Semua orang sudah kabur, selain Hang Tuah.
Para pemberontak mencoba membunuhnya namun, malah mereka yang mati terkena kapak Hang
Tuah. Sejak saat itu Raja Bintan percaya padanya.
Namun, Para Tumenggung justru iri dan mencoba memfitnah Hang Tuah. Para Tumenggung
menuduh Hang Tuah adalah pemberontak yang sebenarnya. Mereka menghasut raja Bintan untuk
segera membunuh Hang Tuah. Tetapi Hang Tuah selalu dilindungi Allah SWT dan gagal terbunuh.
Hang Tuah pun akhirnya lebih memilih mengasingkan diri.
Tari Saman tercatat di UNESCO sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia
sejak 24 November 2011. Pada awalnya, Tari Saman merupakan salah satu media untuk
menyampaikan pesan (dakwah) dan ditarikan oleh laki-laki. Tari ini mengandung pendidikan
keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.
Penari Saman berjumlah ganjil. Mereka menyanyikan syair lagu berbahasa Gayo bercampur bahasa
Arab saat menari. Selain nyanyian, gerakan penari Saman diiringi alat musik berupa gendang, suara
teriakan penari, tepuk tangan penari, tepuk dada penari, dan tepuk paha penari. Gerak dalam tari ini
disebut guncang, kirep, lingang, dan surang-saring (semua nama gerak ini adalah bahasa Gayo).
Kostum atau busana khusus Tari Saman terbagi menjadi tiga bagian. Pada bagian kepala dipakai
bulang teleng dan sunting kepies. Pada badan dipakai baju kantong, celana, dan kain sarung. Pada
tangan dipakai topong gelang dan sapu tangan.
Penggunaan nyanyian, gerakan, hingga kostum penari pada Tari Saman sangat penting karena
mengandung nilai-nilai yang menunjukkan identitas budaya, kekompakan, kebijakan, keperkasaan,
keberanian, dan keharmonisan dari para pemakainya.