Anda di halaman 1dari 73

Hikayat Keramat Gadong

Buding adalah desa terdekat wilayah Kecamatan Kelapa Kampit,berjarak sekitar 44 kilometer
dari Tanjungpandan,ibu kota Kabupaten Belitung.Penduduk desa ini memiliki legenda “
kebanggaan “, Keramat Gadong.

Kisah ini terjadi jauh sebelum datang penjajah.Di saat jalan raya yang menghubungkan
Tanjungpandan – Manggar ( seperti sekarang ini ) belum ada.Saat sebagian besar penduduk
memilih tinggal di pedalaman untuk menghindarkan gangguan lanun yang suka
merampok,serta menculik wanita dan anak-anak.

Di antara penduduk Belitung yang tinggal dii pedalaman tersebut terdapatlah satu keluarga
bermukim di sekitar daerah Buding mengarah ke Pering.Keluarga ini mengandalkan hidup
dari hasil ladang,hingga mereka selalu berpindah-pindah mengikuti ladang yang di
buka.Kepala keluarga itu bernama Kuman Manor.Ia memiliki seorang istri yang sedang
mengandung anak keduanya dan seorang anak perempuan bernama Taila.

Hatta.Suatu hari,saat sedang musim mengetam padi,kubok ( kumpulan rumah di tengah


perladangan / ume,red.) Kuman Manor di datangi serombongan lanun di bawah pimpinan
Panglima Usup.Mereka datang melalui Pantai Pering,bermaksud merampok dan berbuat aoa
saja yang menurut mereka baik.

Tapi kedatangan kelompok lanun ini ke kubok Kuman Manor nampaknya tak sesuai harapan
semula.Mereka tidak bisa berbuat sekehendak hati terhadap penduduk di kubok itu,karena
Kuman Manor adalah orang yang tidak gampang di taklukkan.Hingga terjadilah perang
tanding mengandalkan pedang,tombak,keris,petumang,dan lain-lain senjata antara para lanun
pimpinan Panglima Usup melawan penduduk kubok Kuman Manor.

Dalam perang tanding itu satu demi satu lanun tewas di tangan Kuman Manor.Sedang dia
sendiri jangankan luka,tergorespun tidak.Perang tanding ini di akhiri dengan menyerahnya
Panglima Usup dalam kondisi sangat kritis dengan luka parah di sekujur tubuh.Oleh Kuman
Manor,Panglima Usup yang sudah menyerah dengan luka parah itu bukan nya di
bunuh,malah di bawanya kerumah untuk di obati.

Berhari-hari setelah diobati Panglima Usup dan kebetulan yang sehari-harinya tinggal di
rumah Kuman Manor berangsur sembuh.Kebaikan keluarga ini rupanya telah membuat hati
Panglima Usup tergugah.Hingga ia kemudian menganggap Kuman Manor sebagai orang tua
sendiri.Sementara Kuman Manor yang belum memiliki anak laki-laki juga tak keberatan
mengangkatnya sebagai anaknya.

Sesudah berbulan-bulan berdiam di rumah Kuman Manor,timbul keinginan Panglima Usup


untuk berlayar.Keinginan itu ia utarakan kepada ayah dan ibu angkatnya yang kemudian
tidak keberatan mengabulkan permintaan tersebut.Oleh ibu angkatnya dimasaklah berbagai
macam makanan untuk sangu ( bekal,red ) selama dalam pelayaran.Keesokan
harinya,diantara kedua orang tua angkatnya,Panglima Usup berangkat dari Pantai Pering,Ia
menggunakan perahu yang dulu di gunakan untuk merompak,berangkat ke laut lepas menuju
pulau Daek.
Selang beberapa kemudian,Panglima Usup yang sudah mempunyai anak buah para lanun
lagi,datang menemui Kuman Manor.Bukan untuk merampok,melainkan bersilaturahmi
kepada orang tua angkatnya.Untuk kedua orang tua dan adik angkatnya Panglima Usup
membawa banyak sekali oleh-oleh ,hingga ia di sambut dengan penuh suka cita oleh Kuman
Manor.Setelah kedatangan itu,berulangkali Panglima Usup datang dan pergi menemui
kerluarga Kuman Manor.Dan setiap kali Panglima Usup datang selalu disambut dengan
makanan kesukaannya,kukus.

Alkisah,pada suatu hari yang seharusnya menjadi waktu kedatangan Panglima Usup,ia tidak
datang.Hingga ibu angkatnya khawatir dan gelisah ,kalau-kalau terjadi sesuatu
dengannya.Berbeda dengan istrinya,Kuman Manor tak khawatir sedikitpun.Ia malah berfikir
suatu waktu Panglima Usup pasti akan datang kembali bukan untuk bersilaturahmi,tetapi
membalas dendam.Pikiran it uterus menerus berkecamuk di hati Kuman Manor.

Merasa waktu kedatangan sudah dekat,istri Kuman Manor menyiapkan berbagai makanan
untuk menyambut kedatangan Panglima Usup.Sementara itu Kuman Manor tidak mau
menyambut Panglima usup.Hingga membuat istrinya ,yang sedang bersusah payah
menyiapkan makanan,marah.Karena itulah,setelah berfikir sejenak,Kuman Manor
memutuskan akan berangkat besok pagi-pagi sebelum terbang lalat bersama isrinya.Ia juga
minta istrinya memasak nasi ketan.

Esok harinya,setelah subuh,mereka berangkat.Namun,sepanjang perjalanan perasaan yang


mengganjal fikiran Kuman Manor terus berkecamuk,sehingga ia mengurungkan niat
melanjutkan sisa perjalanan.Mengingat pula ketika itu istrinya sedang hamil tua.Beliau
khawatir akan terjadi sesuatu yang tak beres.Namun,atas desakan istrinya,walau berat
hati,mereka tetap meneruskan perjalanan.

Singkat cerita begitu Kuman Manor sampai di pinggir Pantai Pering,tampak perahu lanun
tengah berlayar mengarah ke pantai.Dugaan bahwa Panglima Usup yang dulu mengaku
sebagai anak angkatnya akan melakukan balas dendam nampaknya akan segera terbukti.Dan
hal betul-betul terbukti,ketika setelah dekat pantai perahu-perahu lanun mengepung Kuman
Manor dari segala penjuru.

Melihat Kuman Manor sudah terkepung,Panglima Usup tak mau menyiakan kesempatan
yang telah lama ia rencanakan itu.Begitu Kuman Manor telah betul-betul terpojok,ia
langsung menyerang dari segala penjuru.Kuman Manor berusaha mempertahankan diri dari
serangan ganas para lanun tersebut.Tapi,walau ia seorang yang tangkas dan sakti atau
mungkin ajal sudah dekat,akhirnya tertangkap dan di bawa masuk ke perahu.

Di atas perahu itulah kelompok lanun mengeroyok Kuman Manor habis-habisan.Nah,dalam


pengeroyokan itu Kuman Manor meminta agar istrinya dibebaskan karena sedang hamil
tua.Perimintaan itu di turuti Panglima Usup.

Setelah menurunkan istri Kuman Manor,tanpa perikemanusiaan Panglima Usup memotong


leher Kuman Manor hingga hampir putus.Setelah itu ia berteriak,” Mulai sekarang habislah
panglima daratan Pulau Belitung.” Sekejap kemudian ia pun melemparkan Kuman Manor
yang telah diikat dengan leher hampir putus ke laut.

Tapi,sebuah keajaiban terjadi.Tubuh Kuman Manor yang telah terikat dengan leher hampir
putus terlihat menggeliat dan berteriak,” aku ndak mati,naikan agik aku ke perahu.” Terkejut
dengan teriakan itu,segera anak buah Panglima Usup menaikan kembali tubuh Kuman Manor
ke atas perahu.Sesampai di atas perahu Panglima Usup langsung menebas perut Kuman
Manor hingga isi perutnya terburai keluar.Setelah itu,kembali Panglima Usup melemparkan
tubuh Kuman Manor ke laut.

Dan,untuk yang kedua kalinya,keajaiban terjadi.Tubuh Kuman Manor kembali menggelepar


dan berteriak.” Aku ndak mati.Tapi mun benar mikak nak muno aku,naikan aku ke
perahu,lalu mikak cabut kuku induk jari kaki kanan aku.”

Oleh para lanun,Kuman Manor segera dinaikan lagi ke perahu dan langsung mencabut kuku
induk jari kaki kanan nya.Setelah memastikan Kuman Manor betul-betul tewas,mayatnya di
lemparkan kembali ke laut.Setelah itulah baru mayat Kuman Manor terkubur di laut.

Tak lama berselang setelah Kuman Manor terbunuh,istrinya melahirkan anak


keduanya,seorang bayi laki-laki,yang kemudian hari di kenal sebagai Keramat Gadong.

Berselang 15 tahun,Keramat Gadong tumbuh besar dan mulai tahu tentang arti ayah-
ibu.Karena tak pernah bertemu,ia pun bertanya hal ihwal ayahnya.Oleh ibunya ia selalu
mendapatkan jawaban kurang jelas.Setelah dewasa,bahkan ibunya tak juga memberikan
jawaban pasti mengenai keberadaan ayahnya.

Penasaran dengan keberadaan sang ayah,Keramat Gadong pun lalu bertanya kepada
Makciknya,Yak Linong.

“ Kemane la Bapak aku ne Cik,kiape bentuk badan belau to,” Tanya Keramat Gadong.

Yak Linong menjawab,” Bapak kau to gede badannye,tapi belau la mati debuno Panglima
Usup,urang Daek.”

“ Aku nak beliaten ken Bapak,” Lanjut Keramat Gadong.

“ Kiape kau nak beliaten ken belau,kaluk la mati,” Jawab Yak Linong.

“ Tapi,aku nak beliaten,suat munggak’e “ Desak Keramat Gadong lagi.

Di desak demikian,Yak Linong pun menjawab seadanya,” Mun kau nak beliaten kan Bapak
kau,kau harus betarak antare Aik Buding kan Aik Linggang.Lalu kau harus mawak sangu
tujo ikok ketupat.”

Setelah mendapat keterangan Yak Linong,esok harinya Keramat Gadong meminta ibunya
menyiapkan tujuh ketupat untuk sangu.

Di malam pertama betarak, Keramat Gadong makan satu ketupat,tapi ia belum juga bertemu
ayahnya.Begitu juga dengan ketupat kedua,ketiga hingga keenam.

Pada malam ketujuh,ketupat terakhir ia makan.Begitu ketupatnya habis,ia memohon kepada


yang Kuasa agar dapat bertemu roh ayahnya.Setelah beberapa waktu tepekur,ia pun tertidur
nyenyak.Dalam tidur itu lah ia bermimpi bertemu arwah ayahnya sambil berujar , “ Kau ndak
akan betemu ken aku,karene aku la de alam lain.Tapi,ape kehendak kau akan ku kabulkan.”
Dalam mimpi itu,Keramat Gadong tidak meminta apa-apa dari roh ayahnya,kecuali mau
menuntut balas atas kematiannya.Karena itu roh ayahnya langsung berujar,” Baikla mun kitu
se,karene aku di alam lain,kau de alam lain,mun kau nak ngelanggar tana Daek,sape la
aku.Sebab aku duluk e mati de tangan Panglima Usup urang Daek.”

Setelah itu Keramat Gadong bersumpah,”Setiap keturunan Keramat Gadong dak kuang
bekawan kan urang Daek.Karene mun bekawan,kawan itu la nok kan ngembuno kamek.”
Keramat Gadong juga berpesan kepada anak cucu nya kelak,” Mun keturunan aku ade ape-
ape umpamenye kesusahan dan sebagainye,tunu kemenyan,panggil name aku,pasti aku
datang.”

Begitu kisah pertemuan Keramat Gadong dengan roh ayahnya.Setelah pertemuan itu,
Keramat Gadong tinggal berpindah-pindah di hutan antara Buding – Penirukan.Sehari-hari ia
berladang sambil menyebarkan agama Islam.Dalam syiarnya, Keramat Gadong memiliki
bekal kesaktian di cincang tak mempan,di rendam tidak mati dan di baker tidak di makan api
serta berani menghadapi tantangan selalu menggunakan senjata andalan.Di antaranya
tombak,pedang,dan dua buah petunangan.Sementara kakaknya,Taila berkeluarga dengan
orang Langkang,yang kemudian di temukan penginggalan Keramat Gadong.

Hingga tahun 1986-an senjata penginggalan Keramat Gadong masih di pelihara keturunan
nya,Pak Kadir,berupa tirok dan sebuah pedang.Benda penginggalan tersebut,oleh Belanda
pernah di minta disimpan di Museum Tanjungpandan ( Belitung ).Tapi,benda-benda itu tak
lama di simpan di Museum,sebab tak boleh di bawa kemana-mana,ia harus dipelihara oleh
keturunan nya.Benda warisan itu masih mempunyai kekuatan magis,semisal untuk tangkal
dan pengobatan.

Tentang akhir riwayat Keramat Gadong,beliau menginggal dunia tidak terkubur dan raib
menjelang subuh.

Pada malam beliau raib, Keramat Gadong mengumplkan semua anak cucunya di kubok di
tengah ume.Kira-kira menjelang Subuh,salah satu cucunya mengingatkan,” Be kakik tek
ngape lum debangunek,arine la siang,la kan subo.” Karena waktu subuh sudah
masuk,cucunya menyibakan kelambu tempat Keramat Gadong tidur sendiri,tanpa di temani
istrinya.Tapi apa yang di temukan kemudian,hanya sebuah bantal guling yang di tutupi
kain.Setelah kain penutup di buka,ternyata Keramat Gadong tak ada di dalam.Ia raib,hingga
yang di kuburkan oleh keluarganya hanyalah bantal guling yang di temukan di dalam
kelambu.

Kuburan bantal guling itu sendiri terletak di Pering,yang kemudian menjadi tempat orang
bernazar.

Semasa hidupnya,beliau pernah menanam racun di Aik Tembako,yang terletak kea rah
menuju Laut Sandong.Aik Tembako ini ketika sedang musim kemarau tidak boleh di
ambil,karena mengandung racun yang memabukan.Konon,racun itu di tanam beliau sebagai
salah satu strategi untuk mematikan para lanun yang suka mengambil air di tempat
tersebut.Hingga begitu para lanun itu meminum air tersebut,maka akan matilah mereka.

**~~~**
** Sebagaimana informasi pada cerita di atas,bahwa makam Keramat Gadong berada di
sekitar Pering. Dan menurut informasi dari salah satu sumber yang di temui crew
jelajahbelitung, keberadaan makam Keramat Gadong memang berada di sekitar Laut Pering
dan Desa Penirukan.Mungkin pada lain kesempatan kami akan menelusuri lokasi tersebut,dan
mengambil data gambar makam Keramat Gadong untuk menambah bukti kan sejarah
tersebut.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Buku Dan Peta Situs Kerajaan Balok
Pada zaman dulu di Pulau Belitung ini mempunyai Kerajaan.Salah satu kerajaan besar yang
pernah ada adalah Kerajaan Balok.Sebagian dari masyarakat Pulau Belitung mungkin ada
yang mengetahui tentang sejarah-sejarah Kerajaan Balok ini.Akan tetapi sebagian pula ada
yang tidak mengetahui nya sama sekali.

Seperti saya ( Heru Suhendaka ) sebelumnya hanya mendengar cerita orang saja,bahwa dulu
pernah berdiri sebuah kerajaan yang besar di Daerah Balok.Dengan rasa ingin tau dan
ketertarikan ingin menelusuri kebenaran hal tersebut,di tambah saat ini saya berdomisili di
daerah Dusun Air Nangka ( Balok Baru ) membuat saya mengetahui jelas akan kebenaran
bahwa dulu pernah berdirinya sebuah Kerajaan di Daerah Balok.

Hal tersebut di kuatkan oleh beberapa bukti peninggalan sejarah Kerajaan Balok yang telah
saya jelajahi.Dalam menelusuri bukti-bukti tersebut saya di dampingi oleh salah satu warga
balok yang banyak mengetahui tentang sejarah Kerajaan Balok.Beliau bernama pak
Si’in.Karena saya masih penasaran dan belum puas,akhirnya saya berkunjung ke rumah juru
kunci / pemandu Situs Kerajaan Balok yang bernama Pak Sakri,yang ternyata beliau ini
masih ada hubungan keluarga dengan istri saya.

Dengan Pak Sakri ini saya di ceritakan panjang lebar mengenai sejarah-sejarah Kerajaan
Balok.Karena beliau mengetahui bahwa saya tertarik ingin mengetahui sejarah Kerajaan
Balok secara khusus dan Sejarah Pulau Belitung secara umum,beliau meminjam kan dua
buah buku yang bisa menjadi sumber pengatahuan saya,dan tentunya nanti akan saya sharing
kepada anda semua.Salah satu buku yang pak Sakri pinjam kan kepada saya,adalah buku
Cerita Legenda Situs Kerajaan Balok yang tidak lain,penulisnya adalah beliau.

Pak Sakri

Di akhir kunjungan saya kerumah Pak Sakri,beliau berpesan agar saya mempublish semua
cerita di dalam buku yang beliau pinjmakan,agar semua masyarakat Pulau Belitung maupun
masyarakat luar mengetahuhi akan sejarah-sejarah Pulau Belitung.Selain itu Pak Sakri juga
menjanjikan di lain kesempatan beliau akan memandu saya untuk mengunjungi semua
tempat-tempat sejarah Kerajaan balok

Ketika sampai di rumah, saya langsung membuka dan memaca buku Cerita Legenda Situs
Kerajaan Balok.Beberapa sejarah Kerajaan balok terpaparkan secara jelas pada buku
tersebut.Tidak hanya itu di dalam buku yang di tulis Pak Sakri tersebut juga terlampir Peta
Situs Kerajaan Balok.Dimana Semua Lokasi/tempat sejarah Kerajaan Balok Di gambarkan
pada Peta tersebut.Saya berpikir,mungkin dengan adanya Peta tersebut,akan lebih
mempermudah orang/wisatawan untuk menuju lokasi atau tempat sejarah Kerajaan Balok

Cover Buku Cerita Situs Kerajaan Balok

Peta Situs Kerajaan Balok

Beberapa cerita yang terdapat pada buku Cerita Situs Kerajaan balok adalah sebagai berikut :

1. Sejarah Kerajaan balok ( di balok lama )


2. Datuk Bujang Itam
3. Keramat Sisilan
4. Keramat Kelumpai
5. Padang Penyengat
6. Aik penyengat
7. Lubang naga
8. Perigi Berdarah
9. Sumpah/kutukan Antara Raja Balok dan Raja Badau
10. Pangkalan Kapor
11. Perahu Lanun
12. Tanah Tegalik
13. Tebing Tinggi/Balok baru

Sebagaimana pesan dari Pak Sakri,agar saya mempublish cerita tersebut kepada masyarakat
luas.Untuk saat ini saya sedang bekerja dalam hal tersebut.Isyallah pada setiap cerita,akan
saya lampirkan foto-foto agar menambah bukti kebenaran dari setiap cerita tersebut.Untuk
cerita Sejarah Kerajaan balok akan saya tempatkan pada kategori Sejarah Kerajaan Balok
Riwayat Putri Nurjanu / Nibong Belegong
Beberapa ratus tahun lalu,di kampong Aik Kelekak Nangkak ( sekarang Dusun Dudat
),tinggalah seorang ibu tua bernama Dayang Samak bersama anaknya-anaknya.Di rumah itu
juga tinggal seorang gadis dari seberang bernama Nurjanu.

Gadis ini konon dikabarkan berparas sempurna.Berkulit bening,laksana kaca.Hingga


dilukiskan jika ia minum,air yang ia minum itu bisa terlihat ketika lewat di kerongkongan
nya.Rambut panjangnya di lukiskan : bila di bersihkan perlu tujuh ramunan ( bahasa local
berate kayu penjemur pakaian ,red ) untuk menjemur.Hebat nian bunga Aik Kelekak Nangka
ini.

Penduduk Aik Kelekak Nangkak sendiri hanya berjumlah seratus bubungan rumah atau
seratus kepala keluarga.Selain berladang,kehidupan mereka sehari-hari bergantung pada
mencari pekarangan untuk di buat pekasam.Kendati jarak kelekak ini cukup jauh dari laut,tak
menyurutkan mereka untuk pergi dan pulang ke tempat kerjanya dengan teratur.

Begitulah kehidupan sehari-hari penduduk kelekak ini.Begitu pula kehidupan Dayang


Samak.Namun kerja Putri Nurjanu seharian hanya bersolek.Hal tersebut merupakan
kehendak Dayang Samak yang takut kalau kulit dan kecantikan Nurjanu akan jadi rusak
kalau ikut kerja.

Dalam keseharian Nurjanu memiliki teman bicara bernama Bujang Dultalip.Dengan pemuda
inilah seharian di bicara apa saja.Sementara penduduk kelekak yang menyaksikan kelakuan
Nurjanu dan Dultalip tak sedikit pun merasa jengah.Mereka malah bangga,karena dengan
adanya Nurjanu,kelekak mereka jadi terkenal ke wilayah sekitar,hingga banyak orang yang
singgah sekedar ingin melihat.

Penduduk yang hidup mengandlkan pekarangan dari hari ke hari kehidupan nya makin
membaik.Sementara yang berladang pun panen padinya makin melimpah.Hingga Dayang
Samak merasa perlu untuk merayakan nya.Dengan disponsori Dayang Samak,penduduk
setempat sepakat patungan untuk membeli alat becampak seperti : Tawak-tawak,Gendang
dan gong besar,sedang,kecil,serta sejumlah alat pukul lainnya seperti Kelinang.Setelah
terkumpul uang untuk membeli perlengkapan muasik itu,maka kehidupan di kelekak itu pun
jadi makin meriah.

Singakat cerita,Dayang Samak oleh penduduk kelekak ini rupanya juga telah merubah corak
rumah penduduk.Kalau sebelumnya rumah mereka hanya berasal dari kulit kayu dan lantai
gelegar saja,kini banyak penduduk yang membuat lebih dari itu,malah ada yang mulai
membuat rumah berlantaikan tanah.begitupun dengan Dayang Samak,sebagai Bos ia
berfikiran harus lebih dari yang lain,hingga ia pun membangun rumah tinggi,dan menjadi
paling tinggi di Dudat saat itu.Dan ,kehidupan di rumah tinggi yang di lengkapi Nurjanu pun
berubah total.Dari hanya seorang gadis cantik saja berubah menjadi gadis sombong dan
angkuh.

Pokonya lengkaplah ia menjadi seorang gadis yang cantik,sombong dan angkuh.Sebagai


primadona kelekak kemana-mana ia tak pernah lepas dari kawalan Bujang Dultalip.Setiap
mentas campak ia selalau memilih berpasangan dengan laki-laki paling ganteng di antara
yang ikut campak.Hingga membuat laki-laki yang tidak bisa becampak dengan nya menjadi
rendah diri dan tak mau ikut becampak.

Setiap sore,sambil menjuntai kedua kakinya yang bagus itu,Nurjanu selalu duduk berangin-
angin di bagian atas rumah tinggalnya.Bila ada lelaki yang lewat,walau hanya sekedar
melihat,kontan ia akan meludahi orang tersebut.

Suatu ketika terjadi peristiwa ia meludahi seorang pemuda yang konon dari daerah
Belantu.Begitu Nurjanu meludah ia langsung menatap dan memungut ludah Nurjanu yang
jatuh dekat kakinya.Kemudian ia meneruskan perjalanan di iringi derail tawa penuh
penghinaan dari Nurjanu.” Wanita cantik itu harus di beri pelajaran.Jangan karena cantik ia
jadi sombong,” gerutu pemuda itu dalam hati dengan penuh dendam.ia pun langsung pulang
ke Belantu,sambil merencanakan pembalasan atas penghinaan Nurjanu.

Suatu hari penduduk melihat pemuda itu kembali ke Aik Kelekak Nangkak.Di tangan kirinya
ia menjinjing sebuah keranjang bambu.Matanya selalu mengawasi kemana perginya Nurjanu
setiap pagi dan sore.Rupanya pemuda Belantu ini mengawasi gerak-gerik Nurjanu untuk
mengetahui dimanakah si Jelita yang sombong itu mandi.

Akhirnya ia pun tahu,dikawal Bujang Dultalip,Nurjanu selalu mandi di Air Magnum.Setelah


di ketahui tempat dimana Nurjanu mandi.suatu siang ia pergi ke bagian hulu air Magnum.Tak
ada yang tahu apa kegiatan pemuda itu di sana.

Beberapa waktu setelah pemuda itu pergi ke hulu Air Magnum,di tempat tersebut tumbuh
sebatang pohon bamboo aneh.Mengetahui ada pohon bamboo aneh yang tumbuh di bagian
hulu,Nurjanu pun dating untuk melihat.Tapi,setelah sampai ke pohon bamboo tersebut,ia
sama sekali tak melihat ada yang aneh,ia pun berujar, “ Ndak ade ape-ape bulo ne “

Setelah itu ia pun kembali ke tempat ia biasa mandi sambil tertawa cekikikan seperti ada
yang menggelikan hatinya.Namun,apa yang terjadi kemudia ? Nurjanu berteriak histeris
hingga mengundang Bujang Dultalip untuk mendekat.Apa yang di temukan Dultalip sangat
mengagetkan.Nurjanu telah terbujur kaku.Putri sombong itu telah mati.Dultalip pun lalu
membawa mayat Nurjanu ke rumah Dayang Samak dan di kuburkan di sebuah tempat yang
tak jauh dari rumah tersebut.

Begitulah kisah kematian Nurjanu,karena racun yang di tanam pemuda asal Belantu yang
bersamaan dengan tumbuhnya bamboo aneh di huli Air Magnum.Sejak saat itu tak seorang
pun penduduk kelekak tersebut berani mandi di Air Magnum,sebab akan mati
seketika.Konon,dari kisah inilah racun Belantu jadi terkenal.

Merasa takut akan jatuh korban berikut semua penduduk Aik Kelekak Nangkak hijrah ke
kampong yang saat ini bernama Prepat,sekitar lima kilometer dari Dudat.Mereka membawa
seluruh barang-barang mereka,termasuk alat musik pengiring untuk becampak.Di tempat
baru itu mereka pun teteap melanjutkan kehidupan mereka dengan mencari pekarangan untuk
di buat pekasam.Mereka juga tak lupa sesekali menghibur diri dengan menari campak setelah
letih bekerja seharian.

Namun,setiap kali penduduk Prepat becampak dengan menggunakan alat musik dari
Dudat,seringkali terlihat seorang putri cantik di tengah mereka ikut menyaksikan orang
becampak.Di duga ia adalah arwah Nurjanu yang penasaran.
Pada suatu malam Dayang Samak mendapat mimpi bahwa untuk menenangkan arwah
Nurjanu,gong besar pengiring musik campak harus dikuburkan tak jauh dari kuburan
Nurjanu.Akhirnya,setelah bermufakat dengan tetua kampong,diaraklah gong besar itu dari
perpat ke Kelekak Aik Nangkak untuk di kuburkan dengan makam Nurjanu.

Beberapa tahun setelah gong tersebut di kuburkan,di atas kedua kuburan tersebut muncul
masing-masing sebatang pohon nobong ( nibung ).Sejak saat itulah kubur dan tempat gong
tadi terkenal dengan sebutan Nibong Belegong,yang diinterpretasikan pohon nibung yang
ada gongnya.

Menurut si empunya cerita hingga saat ini peralatan musik campak dari Dudat itu masih bisa
dimainkan.Namun,kalau suara gong terdengar sember maka harus di bersihkan dengan air
pekasam dari Dudat,setelah itu gong itu pun akan berbunyi nyaring kembali.Malah suaranya
akan terdengar makin nyaring jika malam semakin larut.

Saat ini di tempat Nibong Belegong tadi,jika tepalat mate,sering terdengar suara gong lalu
disusul mucul putri Nurjanu sedang menari

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Telage Muyang Manis
Di bagian Tenggara Kecamatan Membalong terdapatlah sebuah teluk agak besar,yakni Teluk
Balok.Ke dalam teluk ini bermuara sebuah sungai yang terbilang besar dan panjang menurut
ukuran penduduk setempat,yang di kenali sebagai Sungai Kembiri.

Konon,pada suatu ketika,sebelum Agama Islam masuk ke Belitung,disisi sungai ini berlabuh
sebuah perahu.

Sebelumnya perahhu tersebut telah beberapa hari memudiki sungai sampai jauh ke hulu
hingga tiba pada sebuah lemong ( lekukan sungai yang airnya lebih dalam,red ),tempat
Sungai Kemibiri ini terbelah dua.Aliran dari sebelah kiri agak dalam airnya daripada air
sebelah kanan.Ke arah kiri inilah perahu tersebut melaju.

Setelah berhari-hari memudiki sungai ini,perahu ini akhirnya tiba di satu tempat yang mereka
anggap baik sebagai tempat pemukiman.Setelah mendarat,awak perahuh segera
mempersiapkan diri membuat tempat untuk bermukim.Mereka menebang hutan dan
membuka ladang.

Dalam berladang pendatang baru ini sangat tekun,hingga tidak heran jika usaha mereka
sangat berhasil.Tanaman yang di tanam pun tumbuh subur.Keberhasilan ini mendorong
penduduk yang lebih dulu dating dan tinggal tak jauh dari pemukiman baru tersebut untuk
mendekatkan diri,hingga kemudian berkembang menjadi persahabatan.

Pendatang baru ini di pimpin seorang yang bernama Tuk Pancor.Dan istrinya di panggil Nek
Pancor.Kagum dengan keberhasilan anak buak buah Tuk Pancor dalam berladang,penduduk
yang bermukim di sekitarnya mulai berpindah mendekati Kelekak Tuk Pancor.Daerah itu
akhirnya berkembang pesat dan kemudian dikenal dengan Kelekak Tuk Pancor.Dan dari
sinilah riwayat ini di mulai.

Satu ketika ‘ barat hijau ‘ ( satu musim kemarau sangat panjang yang dating lebih cepat dari
kemarau umumnya,red.) menyerang Belitung,termasuk kelekak Tuk Pancor.Akibat air
sungai dan sumur-sumur sumber air minum penduduk lebih cepat kering,membuat penghuni
kelekak Tuk Pancor kesulitan air.Satu-satu nya sumber air yang masih tersisa terletak di
antara dua buah bukit,puluhan kilometer jauhnya dari kelekak Tuk Pancor.Namanya
Selangan Libot.Selangan dalam bahasa setempat berarti di antara dan Libot berarti
bukit.Secarah harfiah Selangat Libot berarti di antara dua bukit.

Sepanjang musim barat hijau,setiap hari Tuk Pancor dan penduduk setempat berjalan kaki ke
Selangan Libot untuk mengambil air.Dari pagi-pagi buta hingga gelap malam mereka
bergantian ke sumber air tersebut.

Satu hari,di tengah terik sengatan matahari,anak Tuk Pancor,bernama Manis,sedang asik
bermain di sekitar rumah.Setelah lama bermain,Manis kehausan.Ia kembali ke rumah,untuk
minum.Namun semua tempat air sudah kosong melompong.Tak menemukan air di
rumahnya,Manis pun mencari air ke rumah tetangga.Namun,mereka tak ada di
rumah.Semuanya sedang mengambil air di selangan libot.Tak dapat air minum,Manis
meraung-raung pulang kerumahnya.
Melihat Manis menangis meraung-raung, Tuk Pancor bergegas menemuinya dan berusaha
menyabarkan agar berhenti menangis sambil menjanjikan akan mencarikan nya air
minum.Meski telah di bujuk,bukan berhenti,tangisan Manis malah makin menjadi-
jadi.bahkan,lebih keras dari sebelumnya. Tuk Pancor pun panik.Dalam kepanikan itulah Tuk
Pancor segera mengambil tempat air dan langsung bergegas menuju selangan libot untuk
mengambil air minum.

Sementara Manis terus saja menangis.Sambil menagis di kaki tangga rumah,ia menghentak-
hentakan kakinya ke tanah.Lama kelamaan tanah tempat ia menghentakan kaki semakin
dalam dan lebar.Saat rasa hausnya memuncak,sambil menunduk ke tanah tempat ia
menghentak-hentakan kakinya,Manis pun meratap,” Kaluk aku agik kan diberik
hidup,keluarkan aik dari tempat ini”

Aneh bin ajaib,atas kehendak yang Kuasa,saat itu juga keluar air yang jernih dari tempat
tersebut.Manis pun bersorak kegirangan.Sekejap kemudian ia pun meminum air tersebut
sepuas-puasnya hingga hilang rasa hausnya.

Tak lan berselang,dengan terengah-engah, Tuk Pancor kembali dari selangan libot.Kuduan
tangan nya menjinjing gerebog ( tempat air,red ) penuh berisi air.Namun,apa yang ia lihat?
Terheran-heran Tuk Pancor menemukan Manis kelihatan segar bugar dan sedang bermain
dengan gembiranya,justru dengan air.Padahal,ketika ia di tinggalkan,Manis sedang menangis
meraung-raung.

Mendapati kondisi Manis yang segar bugar, Tuk Pancor segera menanyakan bagaimana
ceritanya hingga ia memperoleh air. Tuk Pancor juga berusaha melarang Manis terus bermain
dengan air tersebut,mengingat air begitu sulitnya di dapat saat itu.Manis pun menceritakan
ihwal datangnya air tersebut.Sejak itu penduduk setempat tak pernah lagi mengalami
kesulitan air untuk keperluan sehari-hari.

Sumur atau telaga,dengan garis tengah sekitar 1 meter sedalam 60 centimeter ini,hingga
sekarang masih ada dan di kenal masyarakat setempat dengan nama Telage Muyang Manis.

Biasanya pada upacara Nirok Nanggok,upacara adat pengambilan ikan di musim


kemarau,dari sinilah air pertama untuk semua peserta upacara diambil.Upacara pengambilan
air itu di pimpin seorang dukun aik ( dukun air,red ) dan di mulai dengan memasang sesajen
biasanya terdiri dari kembang setaman dan kemenyan di emapat sisi sumur.Setelah dibacakan
mentera secara perlahan,dari tempat sisi sumur,yang semula kering kerontang,keluar air
hingga terisi penuh.Dalam upacara Nirok Nanggok,dari sumur inilah semua perserta upacara
mendapatkan air minum.

Sumur ini pun bisa terbilang penuh mistis.Sebab syarat mutlak peserta upacara ini harus
beragama islam.Pernah,satu kejadian,sekitar awal 1970-an,tanpa di ketahui sebelumnya,ada
seorang Cina ikut dalam upacara tersebut.Kedatangan nya untuk bermain judi ke lokasi
tersebut.Dengan sekejap air Telage Muyang Manis kering.Setelah di ketahui ada seorang
Cina di lokasi tersebut,kepala adapt segera mengusirnya.Sekejap kemudian sumur itu pun
berair kembali.

Situs Telage Muyang Manis ini,hingga sekarang masih ada dan di anggap sakaral oleh
masyarakat setempat,dan selalu menjadi lokasi Upacara Nirok Nanggok.
Asal Usul Nama Padang Buang Anak
Diwirayatkan kira-kira abad XIII, Pulau Belitung mengalami musim Barat Ijau, yakni
kemarau panjang yang melebihi kemarau yang datang biasanya. Kemarau ini mengakibatkan
dimana—mana terjadi kekurangan air baik untuk keperluan minum maupun kebutuhan rumah
tangga.

Tersebutlah, dalam musim tersebut, seorang ibu bernama Dambe’ berjalan terseok-seok
sambil menggendong seorang anaknya kesana-kemari. Anak yang ada dalam gendongnya itu
baru bisa merangkak. Tangan kirinya menjinjing sebuah gerebog (tempat air berasal dan
tempurung kelapa yang diambil dagingnya tanpa memecahkan tempurung, red.). Sementara
tangan kanannya mengapit anaknya. Sudah setengah hari Mak Dambe’ mencari air sambil
menggendong anaknya itu. Terakhir Ia menyusuri kaki gunung Tajam tapi belum juga
mendapatkan air. Sementara anaknya sudah mulai menangis kehausan. Saking haus dan
kecapekan ia duduk melepas lelah di atas sebuah batu sambil melavangkan pandangan
mencari petunjuk dimana bisa mendapatkan air.

Selang beberapa lama, ia melihat seekor Binat (kura-kura darat, red.) sedang berjalan
merambahi tanah menjauh dari batu tempat ia melepas lelah. Melihat binat itu, Mak Darmbe’
pun berfikir untuk mengikuti saja karena pasti ia akan mendatangi sumber air.

Namun ada satu hal yang menghalanginya untuk mengikuti binat tersebut. Anak di
pangkuannya bagaimana pun jupa adalah darah dagingnya. Tapi begitu dilihat binat sudah
kian menjauh ia memutuskan untuk mengikutinya dan akan meninggalkan anaknya di dekat
batu tempatnya beristirahat. Agar anaknya tak pergi kermana-mana, ia pun meletakkan
anaknya di atas tanah yang telah dipagari susunan batu berbentuk empat persegi panjang.

Setelah merasa anaknya akan aman dan tidak akan bisa pergi kermana-mana Mak Dambe’
bergegas menyusul binat tadi. Beberapa lama berjalan akhirnya binat yang ia ikuti mengarah
ke sebuah lembah. Ternyata di lembah itu terdapat sumber air dari sebuah celah batu. Mak
Dambe’ pun segera mengisi gerebog nya dan minum sepuas-puasnya.

Setelah puas minum banulah Mak Dambe’ tersadar bahwa ia harus segera kembali ke batu
tempatnya tadi beristirahat untuk mengambil anaknya yang ia tinggalkan di sana. Hampir
terbenam matahari barulah Ia mencapai batu tersebut.

Namun, apa yang Ia temui? Susunan batu yang memagari tempat ia menaruh anaknya sudah
hancur. Ia pun segera mengamati sekeliling tempat tersebut. Alangkah kagetnya dia. Di tanah
tampak bekas kaki seekor binatang berukur sangat besar dan tetasan darah di dekatnya. Mak
Dambe’ pun mengikuti tapak kaki binatang tersebut yang ternyata mengarah ke puncak
Gunung Tajam. Namun, kendati terus mengikuti tapak kaki itu anaknya tak juga ditemukan.

Tak berhasil menemukan anaknya, dengan rasa sedih, kecewa, menyesal bercampur putus asa
dan kehilangan yang sangat, Mak Dambe’ kembali ke pondoknya. Sekembali ke pondoknya,
berhari-hari ia tak bercampur dengan tetangganya. Seharian hanya duduk di tangga pondok,
menangisi anaknya yang hilang tak tentu rimba.
Lama kelamaan Mak Dambe’ tak tahan mendengar pertanyaan para tetangga karena melihat
tingkah lakunya yang lain dari biasa. Ia pun akhirnya menceritakan semua hal ikhwal
penderitaannya. Setelah itu barulah tetangganya tahu musibah yang menimpa Mak Dambe’.

Sejak saat itulah masyarakat setempat menyebut daerah dimana Mak Dambe’ telah
meninggalkan anaknya sehagai Padang Buang Anak, karena di tempat itulah masyarakat
beranggapan Mak Dambe’ telah membuang anaknya.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Si Kantan
Pada zaman sebelum Agama Islam masuk dan berkembang di Belitung,tersebutlah seorang
janda miskin yang hidup bersama seorang anaknya bernama Kantan.Dua anak beranak ini
tinggal di sebuah kelekak yang sekarang bernama Cerucuk.Mereka hidup dari hasil
menangkap ikan atau hasil laut lain nya serta buruan di hutan sekitar tempat tinggal nya.

Hidup sebagai janda beranak satu,terasa sangatlah berat bagi ibu Kantan.Namun,akibat kerja
keras ibunya,Si Kantan bisa tumbuh sebaagaimana layaknya manusia biasa dan bisa mandiri
tanpa menggantungkan hidup pada orang tuanya setelah mulai menginjak dewasa.

Dalam kedewasaan itulah,saat Kantan berujar kepada ibunya bahwa,ia bermaksud mencoba
kehidupan lain di luar kelekaknya.Singkatnya ia ingin merantau,mencoba peruntungan di
tempat lain,kalau-kalau kehidupan nya bisa berubah lebih baik.Tak bisa mencegah keinginan
anaknya,ibu si Kantan akhirnya harus merelakan anaknya merantau,sambil terus berdoa agar
apa yg di cita-citakan anak nya terkabul.

Kepergian anaknya itu dirasakan sangat berat oleh ibu si Kantan.Apa-apa yang semula di
kerjakan berdua,sepeninggal Kantan harus di kerjakan nya sendiri.Karena kerja berat
itulah,fisik ibu si Kantan terlihat menjadi lebih tua dari umur sebenarnya.

Bulan berganti ,tahun pun berubah.Bertahun-tahun setelah kepergian nya,Kantan kembali


dari perantauan nya dengan keadaan yang sangat bertolak belakang di banding saat berangkat
meninggalkan kampungnya.Rupanya ia telah berhasil menjadikan kehidupanya jauh lebih
baik.Ia sudah menjadi seorang saudagar yang kaya raya.Kantan pun telah memiliki seorang
istri yang cantik jelita,hingga ketika akan kembali ke kampung halaman nya Kantan harus
mencarikan nya sejumlah dayang terlebih dahulu.

Sebagai perantau sukses,Kantan kembali dengan lima sekoci barang bawaan.Kelima sekoci
tersebut di penuhi berbagai barang yang bagus dan mahal,serta biantang peliharaan baik
untuk di konsumsi selama dalam perjalanan maupun untuk di pelihara.

Mendengar Kantan akan pulang,ibunya bergegas menyiapkan kedatangan anaknya.Ia


menyediakan makanan kesukaan anak semata wayang nya itu.,yaitu panggan lutong dalam
jumlah banyak.Ibu si Kantan tauu bahwa anaknya akan datang bersama awak kapalnya yang
banyak.Bersama sejumlah makanan itulah kemudian ibu si Kantan menuju muara Sungai
Cerucuk,dimana perahu si Kantan akan berlabuh.

Setibanya di pinggir sungai,ibu si Kantan melihat perahu anaknya yang telah siap
merapat.Para awak kapalnya mulai melempar sauh dan mengikatkan tali ke daratan.

Melihat kedatangan anaknya,segera ibu si Kantan naik ke perahu,bermaksud menyambut


anaknya.Begitu sampai di perahu ia melihat si Kantan telah berubah sama sekali.Maklum
sekarang ia telah menjadi seorang yang kaya raya.

“ Kantan,anak ku,balik juak kau akhirnye,”kata ibunya kepada si Kantan


“ Sape ikam ne nek ? Barani amat ngakuk jadi umak aku.Umak aku la lamak mati,jadi ikam
ne pasti urang lain nok ngakuk jadi umak aku karene aku la kaya,” hardik Kantan kepada
ibunya dengan sombongnya.

Mendengar percakapan Kantan seorang nenek tua,istri si Kantan langsung mendekat dan
berujar,” Tuanku,perhatikanlah baik-baik nenek tua itu.Barangkali nenek tua itu memang
ibumu dan jelas sekali sudah berubah.Tuanku belum pernah kembali selama ini.Hingga jelas
matamu memandang lain.Amatilah baik-baik.”

Kendati sudah di nasehati istrinya,Kantan tetap tak mau mendengar,bahkan ia menghardik


istrinya.

“ Kurang ajar kau.Kau kubawa kesini bukan untuk jadi penasehat ku.Kau adalah
isitriku.Kau harus tunduk pada kehendak ku.Ayo masuk ke dalam,” hardik Kantan kepada
istrinya setengah berteriak.

Mendengar pertengkaran dua suami isitri itu,,ibu si Kantan menjadi sedih.Kemudian ia pun
berkata,” auk la mun gitu se Tan ai.Kaluk ndak nak ngakuek aku umak kau,aku nok bini hine
ini balik sajak.Kitu rumpenye kau ngembalasan urang nok ngelaheren kau,nyusuek kau,lalu
ngenggedeen kau sampai kau pegi berangkat ngerantau.”

Usai berkata kemudian ,ibu si Kantan pun turun dari perahu anaknya.Namun,sambil berjalan
meninggalkan perahu si Kantan dalam hatinya ia memohon ampunan dewata sambil berdoa
semoga dewata memberikan kutukan kepada anak nya yang telah mendurhakai dirinya
sebagai orang tua.

Belum sempat ibu si Kantan menginjakan kakinya di darat,seketika terjadi peristiwa yang tak
di duga-duga.Hujan turun dengan lebatnya,laksana di curahkan dari langit,di sertai angina
rebut dan Guntur menggelegar.Melihat kejadian itu ibu si Kantan segera menyelamatkan diri
di daratan.

Setiba di daratan,dari tepi pantai ia melihat anak nya si Kantan dia terpaku walau badai
mengguncang sangat hebat.Di depan matanya pula ibu si Kantan melihat perahu anak nya
perlahan tenggelam.Di balik suara badai,sayup-sayup ia mendengar seruan anaknya yang
berteriak,” Umak….umak…, ampunek anak ikam ne.” Tapi nasi sudah jadi bubur,ibu si
Kantan tak bisa mengampuni anaknya yang durhhaka.Secara peralahan perahu si Kantan
berikut lima sekoci bawaannya berserta istri,para dayang pengiringnya serta awak
kapalnya,tenggelam.

Menurut cerita turun temurun bangkai kapal si Kantan itu kemudian menjadi cikal bakal
Pulau Kapal.Sebuah pulau kecil yang terletak persis di tengah alur muara Sungai Cerucuk.

Cerita burung yang berkembang di masyarakat,jika dalam keadaaan kotor ( tepalat mate,red )
kita bisa melihat itik,angsa,ayam dan biantang peliharaan lainya berkeliaran di Pulau
Kapal.Dan sering pula orang mendengar teriakan memilukan memanggil,”
Umak…umak….umak….,ampunek anak ikam ne Mak.”

Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa,hanya orang-orang khususnyalah yang bisa


sampai ke batu berbentuk seperti perahu yang ada di pulau tersebut.Sebab di sekeliling batu
tersebut arusnya berputar-putar hingga sering menyebabkan kecelakaan bagi perahu atau rakit
yang mencoba mendekat.

Akan halnya ibu si Kantan,hingga saat ini kuburan nya masih ada,berupa songgokan tanah (
istilah setempat pansuk,red) terletak di aik bujang dalam keadaan tak terpelihara.Kuburan itu
sering di datangi oleh orang-orang sesat,yang ingin mendapatkan sesuatu dengan cara
mudah,semisal meminta angka nomor buntut.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Hikayat Tuk Layang
Di sebuah kelekak sekitar Buding,saat penduduk Belitung masih tinggal di pedalaman guna
menghindari gangguan lanun,tinggal satu keluarga dengan satu anak yang hidup sangat
bersahaja.Keluarga itu di kepalahi seorang suami yang di kenali masyarakat dengan
panggilan Tuk Layang.

Tuk laying adalah seorang yang memilik ilmu tinggi,baik di darat maupun di laut.Tak heran
penduduk setempat merasa tentram,karena Tuk Layang bisa menjadi tempat berlindung dari
gangguan para lanun yang saat itu suka menyerang perkampungan penduduk.Sementara
ketika dilaut,para lanun selalu akan menjauh jika melihat Tuk Layang sedang mendayung
sendiri perahunya.

Sehari-hari,Tuk Layang tak pernah lepas dari Tembako Sugi ( mengunyah tembakau lalu
menyelipkan nya di sudut bibir yang menjadi salah satu kebiasaan penduduk Belitung masa
lalu dan masih ada di masa sekarang,red ).Salah satu kehebatan Tuk Layang adalha memiliki
tenaga yang tak terduga kuat nya serta ilmu gerak cepat.Tuk Layang juga menyukai makanan
burung-burung hasil buruan yang banyak terdapat di hutan sekitar tempat tinggal nya.

Untuk memenuhi makanan kesukaan nya itu,suatu pagi Tuk Layang pergi berburu ke hutan di
sekitar Sungai Buding.Dalam perjalanan,tiba-tibadari arah hulu sungai,Tuk Layang
mendengar riuh rendah.Dari suaranya,Tuk Layang yakin bahwa,Burung Bayan itu jumlahnya
mencapai ratusan.

Mendengar suara itu bergegas Tuk Layang mendatangi arah asal suara.Ternyata dugaan Tuk
Layang benar.Begitu sampai di sebuah pohon medang yang rindang,nampak ratusan burung
bayan yang sedang asik makan buah pohon tersebut.melihat burung yang begitu banyak,Tuk
Layang sudah bersiap untuk memanjat pohon tersebut.Tapi,setelah diamatinya,pohon tersebut
sulit untuk di panjat.Karena masih pagi,pohon basah,hingga kalau di panjat kemungkinan
akan jatuh.

Tak mau ambil resiko,Tuk Layang lalu duduk di bawah pohon tersebut.Mencari akal
bagaimana caranya agar bisa mendapatkan semua burung di pohon medang itu tanpa perlu
memanjatnya.Setalah agak lama berpikir,Tuk Layang nampak berdiri dan berjalan menuju
pinggir sungai.Sekejab kemudian ia nampak membawa batu berukuran kepala manusia
dewasa yang di ambil dari sungai tersebut.Begitu sampai di bawah pohon tadi,dengan sekuat
tenaga,Tuk Layang melemparkan batu kali tadi ke bagian tengah pohon medang,dimana
burung-burung bayan sedang asik makan buahnya.

Saking kuatnya Tuk Layang melempar,begitu batu kali mengenai sasaran,pohon tersebut
terguncang sangat keras.Sekejap kemudian,satu per satu burung bayan di pohon tersebut
berjatuhan ke tanah,hingga jumlah nya mencapai ratusan ekor.Pendek kata,hari itu,dengan
sekali lempar Tuk Layang berhasil mendapatkan ratusan burung bayan kesukaan nya.

Konon,menurut ceita penduduk setempat,batu kali yang di gunakan Tuk Layang untuk
melempar burung tersangkut di salah satu dahan pohon di sebelahnya,dan belum jatuh hingga
saat ini.Batu itulah,kemudian di kenali sebagai Batu Bayan dan ada juga yang menyebutnya
Batu Tuk Layang.
Nah,karena banyak nya burung bayan yang jatuh,Tuk Layang harus berulang kali
mengangkutnya ke rumah.Oleh Nek Layang ( Istri Tuk laying ,red ) burung-burung tadi di
pisahkan menjadi dua bagian.Sebagian untuk lauk-pauk makan hari itu,dan sebagian lagi di
awetkan ( diasinkan ) untuk cadangan makanan di hari-hari mendatang.

Cuma,untuk menggarami burung sebanyak itu,persedian garam Nek Layang ternyata tak
cukup.Garam yang ada di rumah hanya cukup untuk memasak hari itu saja,sementara untuk
menggarami yang lainya tak ada lagi.

Tahu Nek Layang kehabisan garam,Tuk Layang pun berkata pada istrinya,” Mun kitu se,kau
tunggu la suat de ruma.Kau buatek la duluk burong-burong idang degaramek tek.Biar aku
pegi ke jawe duluk meli garam sekalian kan meli tembako sugi.”

Belum sempat Nek Layang menjawab,Tuk Layang telah berada di atas perahu di pinggir
Sungai Buding.Lalu,hanya dengan tiga kayuhan,Tuk Layang pun sampai ke jawa.Setelah
membeli garam dan tembako sugi untuk persedian sebulan,Tuk Layang pun segera kembali
ke Belitung.Juga dengan menggunakan kekuatan penuh,karena khawatir Nek Layang sudah
selesai membersihkan burung bayan yang akan di garami.

Namun,baru satu kayuhan,Tuk Layang melihat beberapa titik hitam di depan nya.Karena itu
Tuk Layang pun segera melambatkan laju perahunya.Rupanya titik-titik hitam tadi adalah
gerombolan para lanun yang sudah siap mencegatnya,karena tahu Tuk Layang baru saja
membeli garam dan jumlahnya banyak.Mengetahui para lanun mau mencegatnya,Tuk
Layang segera menghentikan perahu,hingga nampak seperti sedang mengalami kerusakan.

Sementara perahunya melambat Tuk Layang mengunyah tembako sugi.Siasat Tuk Layang
rupanya berhasil mengecoh para lanun,menyangka perahu Tuk Layang rusak mereka segera
mendekat.Namun,apa yang terjadi kemudian ?

Begitu perahu para lanun sudah mencapai jarak sepenyemburan sugi,tanpa di duga Tuk
Layang menyemburkan sugi dari mulutnya ke arah perahu para lanun.Tak ayal,akibat
semburan sugi yang begitu kuat,perahu para lanun itu pun pecah,sementara awak nya
tenggelam di laut.Sementara perahu-perahu yang masih Selamat dari semburan sugi Tuk
Layang segera kabur,segera menjauh.

Singkat cerita,setelah para lanun pergi,Tuk Layang pun segera kembali ke Sungai
Buding.Dengan dua kayuhan dia sudah sampai di pinggir Sungai Buding.Cuma,begitu
sampai di rumah betapa kagetnya Tuk Layang.Nek Layang rupanya belum juga selesai
membersihkan burung-burung yang akan di garami.Padahal,waktu itu,matahari sudah
condong ke barat.Akhirnya,Tuk Layang jugalah yang harus menyelesaikan perkerjaan
tersebut.

Tempat terjadinya peristiwa ini,Tuk Layang Melempar burung bayan,hingga kini,masih bisa
di lihat di sekitar Sungai Buding,,sekitar kilometer 44 dari Kota Tanjungpandan menuju
Manggar.

Lokasi persisinya terletak di sebelah kiri jalan,agak kedalam sejajar dengan aliran Sungai
Buding menuju muara.
Tentang cerita kepergian Tuk Layang ke jawa,walau mengakui versi pertamanya,membeli
garam dan tembako sugi,sebagian masyarakat punya versi lain.Memelesetkan nya menjadi
semacam joke agak porono,menyegarkan

Konon,saking banyak nya burung bayan yang di bawa pulang ke rumah,Tuk Layang ikut
membantu Nek Layang menyianginya.Tuk Layang menyianginya burung tersebut duduk
sambil memangku anaknya.Sementara nek Layang menyiangi burung tersebut persis di depan
Tuk Layang sambil berjongkok.

Karena asik menyiangi burung bayan yang begitu banyak,Nek Layang jadi Kurang
Senange’an,hingga tak sadar dirinya tebengang ( kain/rok tersingkap hingga perkakas yang
terlindung di baliknya bisa di lihat orang lain,( orang Belitung mestinya tahu isitilah ini,red )
Nah,tidak tahan melihat Nek Layang tebengang,rupanya perkakas Tuk Layang bereaksi
keras.Saking kuatnya reaksi perkakas Tuk Layang,anak di pangkuan nya terpelanting hingga
ke jawa.

Karena itulah,menurut sebagian penduduk,kepergian Tuk Layang ke jawa sebenarnya bukan


untuk membeli garam dan temabako sugi,tapi untuk menjemput anaknya yang terpelanting
karena lentingan perkakas Tuk Layang yang tidak tahan melihat Nek Layang Tebengang.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Hikayat Raja Berekor
Cerita ini merupakan kegiatan dari asal usul Pulau Belitung.Dimana terdapat sebuah pulau
hanyut yang di akibatkan kemurkaan seorang raja di Bali akibat anaknya mengandung anak
akibat hubungan nya dengan anjing kesayangan nya.

Hatta setelah tiba waktunya,sang putri yang mengandung akibat hubungan dengan anjing
kesayangan nya,melahirkan seorang bayi laki-laki.Berbeda dengan bayi normal,sekujur tubuh
bayi tersebut penuh di tumbuhi bulu-bulu subur serta memiliki sebuah ekor kecil,layaknya
anjing.

Ringkas cerita,karena persediaan makanan kiriman dari istana sebelum di kutuk ayahnya
telah menipis,sang putrid pun mulai menggantungkan hidup dari alam.Untuk membesarkan
anaknya,di temani anjing kesayangan nya ia berburu biantang apa saja yang ada di
hutan,menangkap ikann di sungai,serta memakan tumbuhan hutan apa saja yang bisa di
makan.Oleh ibunya,setelah beranjak besar,si anak berekor di ajarkan cara berburu dan
menangkap ikan di sungai.

Satu hari,si anak berekor berburu sendiri ke hutan.Dalam hutan ia bertemu sepasang burung (
di sebutkan sebagai burung kutilang,red) yang sedang memberi makan anaknya.Sedianya ia
akan memanah burung-buruba tersebut.Namun mengingat burung tersebut sedang memberi
makan ankanya,anak berekor pun mengurungkan niatnya.Dalam hatinya malah tibul rasa
kasihan melihat keharmonisan keluarga burung tersebut.

Sepanjang hari itu,ia merasa sangat terkesan dengan keluarga burung tersebut.Sepanjang
perjalanan ia terus terbayang kemesraan burung tersebut.Hingga tak seokor burung pun
berhasil ia panah hari itu.

Setiba di rumah,ia pun segera menghampiri ibunya dan bertanya, “ Mak ,dimane aya aku ne ?

Di Tanya demikian,si Ibu kaget.Lalu menjawab “ Aya kau ndak ade “

Tak puas dengan jawaban ibunya,si anak pun lantas berujar,” Ndak mungkin anak manusie
ndak ade aya.Sedangkan binatang sajak macam burong kutilang nok aku liat de bang utan
tadik ade umak bapak e.”

Walau di desak,sang putrid tetap tak menjawab.Hingga kemudian anak nya berkata keras
kepada ibunya.” Sebutla benar-benar demane aya aku ? kaluk,ikam ndak,ikam aku buno.”
sergahnya dengan bengis.

Mendengar ancaman tersebut,karuan si ibu ketakutan.Sebab anaknya kini telah menjadi laki-
laki dewasa bertubuh tinggi besar,berotot,pemberani,tangkas dan sangat
kuat.Akhirnya,setelah berkali-kali di ancam,sang ibu pun berkata,” Aya kau to si
Tumang,asuk kesayangen kite.”

Mendengar jawaban tersebut,bukan main marah nya si anak berekor.Sekejap kemudian ia


telah berhasil mengkap Tumang yang berdiri tak jauh dari ibunya.Dalam hitungan detik
terdengar lengkingan pendek tapi nyaring si Tumang.Sekejap kemudian,Nampak anjing itu
telah terkapar di atas tanah.Kepalanya hancur,akibat bantingan keras si anak.Tumang,anjing
kesayangan sang putrid,yang adalah ayah biologis si anak berekor,mati mengenaskan akabat
di banting anak ny sendiri.Bangkai nya lalu di hanyutkan di sungai.

Begitulah,waktu pun terus berjalan.Si anak berekor telah tumbuh menjadi seorang pemuda
normal yang gagah perkasa,namun ekornya makin panjang.Satu hari,kepada ibunya,pemuda
berekor itu minta izin untuk menjelajahi daerah lain.Oleh ibunya ia di sarankan membuat
perahu.

Singat cerita.setelah perahu dan berbagai perlengkapan serta perbekalan selesai di


siapkan,pemuda bereokor pun berangkat.berlayar mengarungi samudra tanpa tahu arah tujuan
pasti,hingga akhirnya mencapai daratan pulau Sumatra,yang masuk wilayah kekuasaan Raja
Palembang.

Mengetahui daerah tempatnya mendarat termasuk wilayah kekuasaan Raja


Palembang,pemuda berekor itu pun datang menghadap ke istana.Kepada Raja Palembang ia
mengajukan diri untuk menjadi raja.Raja Palembang setuju dengan usulan tersebut.Namun
syaratnya,ia harus memerintah di daerah asalnya,dan daerah tersebut menjadi taklukan Raja
Palembang.

Syarat Raja Palembang itu di terima pemuda berekor,hinga jadilah ia sebagai seorang Raja di
daerah asalnya yang kemudian terkenal dengan Raja Berekor.Namun,sebelum kembali ke
daerah asalnya,ia di bekali perlengkapan secukupnya dan rakyat berasal dari daerah taklukan
Raja Palembang Konon jumlahnya setara dengan delapan gantang butir padi.

Di kisahkan setiba di Belitung,Raja Berekor mendirikan istana di sekitar Aik


Bebulak,Kelekak Usang kea rah perawas,sejajar dengan aliran sungai Cerucuk yang melintasi
Kampung Perawas sekarang ini.Singgasananya terbuat dari sebuah tempayan besar.Dii atas
tempayan besar itulah di letakan satu keeping papan dari kayu ulin yang di beri
lobang,sebagai tempatnya memasukan ekor ketika duduok di sanggasana.Alhasil,kemanapun
Raja Berekor ini pergi tempat duduk itu selalu di bawa.

Dalam menjalankan pemerintahan,Raja Berekor di dampingi Sembilan pembantu,terdiri atas :


perdana mentri,hulubalang dan pesuruh yang salah satunya bernama sikum.Selain itu di
tangkap pula sejumlah perempuan untuk di jadikan juru masak dan dayang-dayang
istana.Dengan dukungan sejumlah pembantunya,pemerintahan Raja Berekor berjalan baik
dan sesuai dengan kehendak raja.Pendek kata,setiap kehendak raja selalu di turuti para
pembantu nya,yang sebenarnya takut dengan kekekaran dan kebengisan nya.
Satu hari seorang juru masak istana membuat kelalaian .Saat menyiapkan makanan siang buat
sang raja ,salah satu jarinya tersayat pisau, hingga darahnya menetes dalam makanan yang
sedang disiapkan .Ketika makanan tersebut dihidangkan kepada sang raja bukan mainnya
takut juru masak .

Tapi ,apa yang terjadi kemudian ?Setelah dihidangkan sang raja memakannya dengan lahap
.Sekonyong-konyong ,Raja berekor tertawa terbahak-bahak ,sambil berteriak keras kepada
Perdana Mentrinya .

“Perdana Mentri panggil juru masak !”Perdana Mentri pun langsung memanggil juru masak
dan kembali menghadap sang raja bersama juru masak tak lama kemudian .
“Ampun Baginda hamba datang ngadap ,”ujar Perdana mentri di ikuti juru masak .

‘Juru masak !Nyaman benar kau masak sari ne ‘,rasenye lebe nyaman dari masakan nok
lauda-uda .Bahan ape nok kau masokkan de dalamnye ?tanyak raja berekor .

Ditanya demikian ,juru masak gemetaran .mukanya pucat pasi .Keringat dingin mengucur
deras didahinya .

“Ampun, tuan ku ,hamba masak macam biase sajak,ndak ade nok demasokan bang masakan
itu .semuenye bumbu masakan kan bahan nok ade dedapor kitelah.,”jawab juru masak itu
gemetaran .,”Akh ,ndak mungkin !” sergah sang raja .”cuba terus terang ,pasti ade nik lebeh
dari biase e,” sergah sang raja lagi.

Takut dengan raja,juru masak itu pun dengan pasrah dan terbata-bata berujar,”seingat
hamba,waktu mengiris sayor,ujung tangan hamba teriris pisuk lalu bannyak keluar
dara.Dara itu tecampor kan bumbu tadik” jawab juru masak sambil gemetaran.

Mendengar jawaban si juru masak,sang raja tersenyum sambil mengangguk-angguk


kecil.Dalam hatinya terbayang mungkin darah manusia di campur daging manusia lebih enak
rasanya.Hingga akhirnya muncul keinginan untuk memakan daging manusia.Sesaat
kemudian ia pun berkata kepada perdana mentri

“Perdana Mentri,ngape kite ndak nyubak makan daging manusie sajak ?” Tanya raja lagi.

“ Hamba,…ndak sampai ati tuanku,” jawab Perdana Mentri ketakutan.

Di jawab demikian,meledaklah kemarahan sang raja.Sambil menghunus pedang ia berteriak,


“ turutek perinta aku ! kaluk ndak kau nok aku buno “

Akhirnya dengan sangat terpaksa Perdana Mentri menuruti kehendak raja itu.Membunuh
manusia untuk di jadikan santapan raja.Korban pertamanya adalah juru masak.Rupanya
dugaan raja bengis itu benar.Ketika menyantap daging sang juru masak ia Nampak
merasakan kenikmatan tiada tara.

Sejak saat itu,setiap hari,pasti ada rakyatnya yang di korbankan untuk di jadikan santapan
raja pemakan manusia itu.Semua jenis dan tingkatan umur di coba.Anak-anak,orang
dewasa,orang tua,laki-laki,maupun perempuan.Malahan terkadang dalam sehari lebih dari
satu orang yang menjadi korban.

Akibatnya,rakyat semakin takut.Kerajaan pun semakin sepi.Semua rakyat berdiam diri di


rumah,menghindar agar tidak menjadi santapan raja.Akhirnya,rakyat yang semula begitu
banyak hari demi hari menjadi kian sedikit.Sementara para pembantu istana tak berdaya
mengatasi tabiat buruk raja yang buas dan kejam itu.

Satu saat,tanpa di ketahui para hulu baling istana rakyat melarikan diri ke daerah
Belantu,Sijuk,Buding dan daerah lainya.Sedang yang belum melarikan diri dan jumlahnya
sangat sedikit,kemudian mendapat giliran menjadi santtapan raja.Hingga akhirnya yang
tertinggal hanya Sembilan orang pembantu raja saja.Mengetahui rakyat nya sudah tak ada
lagi di kerajaan,Raja Berekor pun menjadi gelisah dan menanyakannya kepada Sembilan
pembantu nya.Oleh mereka di jawab bahwa,rakyat telahh habis dijadikan santapan raja.
Karena haus dengan daran dan daging manusia,raja pun bermaksud memakan ke Sembilan
pembantunya yang masih tersisa di istana.Namun bagaimana caranya ? Segera la raja bengis
ini memanggil ke Sembilan pembantunya dan mengadakan seyembara yang terdiri dari dua
buah teka teki berbunyi : “ DELIPAT KEMBANG DELIKOR,DELIMA KEMBANG
DELIKAM “

“ Barang siape ndak dapat ngenjawabnye,kan aku buno.Untuk itu mikak kuberik waktu duak
ari untuk ngenjawabnye,” ungkap raja.

Mendapat seyembara tersebut ke Sembilan pembantu raja itu segera bermusyawarah.Salah


satunya adalah pak Sikum.Orang tua ini sudah lama mengabdi pada kerajaan.Hingga ia tahu
persis keadaan kerajaan.Setelah bermusyawarah,ke Sembilan orang ini pun akhirnya berhasil
memecahkan teka teki tersebut.” DELIPAT KEMBANG DELIKOR “ berarti berarti empat
orang dimakan waktu lohor ( siang ) dan DELIMA KEMBANG DELIKAM berarti lima
orang di makan waktu malam.

Setelah berhasil memecahkan teka-teki tersebut tiba-tiba pak Sikum berteriak,” Kite harus
ngadilek raje lalim itu “

Tapi,lanjut dia,”kite ndak mungkin ngembunonye secare terang-terangen.Sebab die sakti,die


juak kebal kan senjate tajam.”

Menghadapi kenyataan itu,semua yang hadir terdiam.Namun,tiba-tiba Pak Sikum teringat


sesuatu.” De istana ne tersimpan duak buah alu sakti terbuat dari kayu simpor laki.Alu sakti
itu la nok dapat ngembuno raje,” ujarnya setengah berteriak.

Untuk melaksanakan niatnya,Sembilan pembantu raja itu pun mencuri dua buah alu sakti
tersebut.Lalu,mereka menyususn rencana pembunuhan terhadap raja bengis itu.Disepakati
waktunya saat mereka menghadap raja ketika batas waktu yang di berikan habis.

Batas waktu yang di terapkan raja pun tiba.Ke Sembilan pembantu raja datang
menghadap.Namun,dari singgasananya,raja merasa kejanggalan pada para pembantunya.Dua
di antara mereka tidak membawa tombak seperti biasa,api membawa alu.Hingga Raja
Berekor menjadi agak sedikit curiga.

Masih curiga,raja pun menanyakan apakah mereka sudah berhasil menjawab teka-teki yang
di ajukan nya dua hari lalu.

Pertanyaan raja itu,secara berpantun di jawab Perdana Mentri,dengan membalikan teka-teki


yang di ajukan :

DELIPAT KEMBANG DELIKOR


DELIPAT KEMBANG DELIKAM
URANG LIMAK NGIBIT IKOR
URANG EMPAT SERETE NIKAM

Belum sempat,raja bereaksi pak Sikum,langsung membalas pantun Perdana Mentri :

SAK DUA DAUN SIMPOR


KETIGE DAUN GENALU
URANG LIMAK NGIBIT IKOR
URANG DUA NGEMPOK KEN ALU

Mendengar jawaban tersebut,sadarlah Raja Berekir bahwa pantun itu adalah siasat Sembilan
para pembantunya untuk membunuhnya.Seketika murkalah Raja Berekor.Ia bangkit dari
singgasananya,hingga tanpa di sadari ekornya turut keluar dari lobang tempayan.

Begitu melihat ekor sang raja keluar,serentak para pembantu raja itu menyerang.Lima orang
memegangi ekor,empat lainya masing-masing dua orang memukul kepala raja bengis dan
kejam itu dengan alu sakti dan menusuknya dengan keris.Akibatnya seketika tubuh raja yang
besar dan kekar itu pun tumbang bersimbah darah.Mayatnya,oleh Sembilan pembantunya,di
hanyutkan ke sungai.Dengan begitu tamatlah riwayat Raja Berekor,pemangsa manusia yang
begitu bengis dan kejam itu.

***

Kayu simpor laki ini meurut kepercayaan orang Belitung sebagai penagkal binaang buas dan
berbisa,seperti harimau dan ular.Menurut cerita kesaktian simpor laki ini di dukung oleh
pepatah lama di Belitung yang berbunyi :

ALU SEGIOK GIONG


SEGALE-GALE UBI
SEKUCAK-SEKUCONG
TENTONG KAYU BINGKOK,BINGKOK DEMAKAN API
ALU UKAN SEMBARANG ALU
ALU TEBUAT DARI SIMPOR LAKI
SIFAT NOK BEIKOR
AMUN TEPELASA KAN SIMPOR LAKI
TENTU MATI

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Riwayat Keramat Pesak
Alkisah,pada masa menjelang Agama Islam masuk dan berkembang di Belitung,sebuah
perahu dalam keadaan compang-camping nampak terapung-apung menuju ke bagian hilir
Muara Sungai Pesak.Perahu yang di tumpangi seorang laki-laki berasal dari Brunai bernama
Deraman Jaya Sakti dan istrinya itu akhirnya terdampar di sisi sungai,yang sekarang di kenal
dengan kampong Simpang Pesak.

Kondisi mereka berdua sangat mengenaskan.Pakaian yang di kenakan sudah compang-


camping.Persedian makanan tidak ada.Sementara perahu yang mereka tumpangi sudah tak
bisa di gunakan.Mengingat kondisi tersebut,Deraman memutuskan menetap di daerah
tempatnya terdampar,untuk mencoba kehidupan baru.Sebuah gubuk sederhana pun
didirikan.Bahan-bahannya di ambil dari kayu-kayu di sekitar tempat kapal nya
terdampar.Sebagai atap di gunakan bahan-bahan dari bekas kain layer yang sudah tak
terpakai lagi.

Belum berbilang bulan,kedatangan Deraman telah mengejutkan Raja Balok.Saat itu pusat
pemerintahan Kerajaan Balok terdapat di daerah yang sekarang di kenal dengan Dusun Balok
Lama,berjarak cukup jauh dari Simpang Pesak.Kendati demikian Pesak,saat itu masuk dalam
wilayah Kerajaan Balok.

Raja Balok,saat itu,di kenal selalu mencurigai setiap kedatangan orang asing ke
wilayahnya.Ia juga selalu meminta sejumlah nilai tertentu kepada orang asing yang datang
untuk mendapatkan izin tinggal.

Mengetahui kedatangan Deraman tersebut,Raja Balok mengutus seorang penghubung.Setelah


bertemu,penghubung itu pun menyampaikan pesan bahwa,Deraman agar segera menghadap
ke Isatan Raja Balok,untuk mengabarkan hal ihwal maksud dan tujuan kedatangan
nya.Mendapat pesan demikian,hari itu juga Deraman datang menghadap Raja Balok.

Setelah mengetahui maksud kedatangan Deraman,Raja Balok pun lalu memperbolehkan


Deraman menetap dan mendiami pondoknya.Cuma syaratnya,ia harus membayar sejukung
emas.

Mendengar keputusan Raja Balok,awalnya Deraman merasa keberatan.Tapi setelah di pikir-


pikir bahwa ia bukan seorang miskin di negri asalnya,Deraman pun setuju dengan
parsyaratan yang di ajukan tersebut.Tetapi ia minta waktu sebulan untuk mempersiapkan diri
guna memenuhi syarat tersebut dan menyediakan perahu atau jukung untuk mengisi emas
nya.Raja Balok pun menyetujui permintaan Deraman.

Maka pulanglah Deraman ke pondoknya.Setelah berembug dengan istrinya,di putuskan


bahwa ia akan kembali ke Brunai utnuk mengambil emas bahkan segala benda dan barang
yang akan di perlukan selama mereka bermukim di Belitung.Ke esokan harinya,Deraman pun
segera menyipkan sebuah perahu baru.Setelah berhari-hari,selesailah perahu tersebut berikut
segala perlengkapan sederhana yang kira-kira memenuhi syarat untuk bias sampai ke
Brunai.Istrinya menyiapkan panggang lutong,makanan awet di jalan dan kebutuhan suaminya
seperti sarung dan berbagai helai pakaian yang di buat dari kain robekan layar.
Setelah semua persiapan selesai berangkatlah Deraman dari muara Sungai Pesak menuju
Brunai.Barhari-hari Deraman menggunakan waktu mendarat itu dengan sebaik-baiknya.Di
sediakan nya emas satu jukung untuk syarat tadi,dan sebatang bibit kayu
pelepak,setempurong batu garam ( pasir garam ),seekor kucing,seekor ayam jantan dan
beberapa barang lain nya untuk di bawa ke Belitung.

Singkat cerita dengan bekal tersebut Deraman kembali berlayar ke Belitung.Selama


berlayar,ayam jantan yang ia bawa,selalu berkubang dalam kapur garam,hingga melekat pada
bulu-bulunya.Di tengah perjalanan ia di cegat gerombolan lanun.Saat di cegat para lanun
itu,ayam jantan milik Deraman segera terbang ke tiang-tiang layar perhau lanun tersebut.Di
atas tiang layar itulah,kemudian ayam jantan itu mengepak-ngepakan sayapnya yang penuh
berisi pasir garam,hingga membuat para lanun kelilipan,dan menjadi kalang kabut.Bertepatan
dengan itu Deraman menyerang para lanun,hingga habis semua nya.

Setiba di Belitung,Deraman langsung menghadap sang Raja di istana nya.Kepada Raja ia


minta agar transaksi di lakukan di pinggir muara Sungai Pesak,dekat perahu dan sejukung
emas di tambatkan.Mendengar Deraman sudah siap dengan syarat untuk menetap di
wilayahnya Raja Balok pun setuju dan berangkat di iringi pengawal lengkap.

Tiba di pinggir sungai dekat perahunya di tambatkan terjadilah transaksi.Tapi,sekali


lagi,Deraman minta dengan hormat sebelum transaksi “ ditandatangani “ agar Raja Balok
juga menerima tawaran dari Deraman.

“ Baginde,baik e gini jak.Jukong dan emas di dalam nye kamu ambik,tapi aku nanam pelepak
ne dari kampong aku de sanak.Lauda itu aku nebarkan kapor garam ne de sekitarnye.Jadi
kayu ini kan jadi batas kediaman aku mun die tumbo kelak,” begitu permintaan Deraman.

Karena permintaan itu di nilai tidak ada artinya,Raja Balok pun mengizinkan penanaman
kayu pelepak dan penaburan pasir garam tersebut.Demikianlah akhirnya Deraman pun dapat
tinggal di daerah Pesak ini.

Cuman dari batas penanaman sebatang pohon Pelepak tadi,berkembanglah pohon tadi
menjadi meluas sampai ke wilayah km 62 sekarang.Anehnya justru di daerah Dusun balok
sendiri tidak tumbuh sama sekali.Dari penuturan narasumber cerita ini,di ketahui bahwa batas
perdukunan Balok dan Pesak,yaitu daerah asal pohon pelepak tadi dan yang ada pohon
pelepak sedang daerah perdukunan Balok yang tidak ada pohon pelepak.

Deraman juga memiliki sebuah senjata bernama keris candrik ( panjangnya sejengkal
).Ketika musim kemarau panjang meyerang kelekaknya,Deraman kesulitan mendapatkan
sumber mata air untuk di jadikan sumur,mesti hamper semua wilayah itu telah di
jelajahinya.Dalam keadaan demikian Deraman mencabut keris candrik dan menancapkan nya
ke tanah dekat pondok nya sambil berkata “ De sinek la baru kau akan keluar,atau kamek
akan mati semue ! “ sekejap setelah ia mencabut keris candrik dari dalam tanah,keluarlah air
dari tempat ia mencapkan keris candriknya tadi.Sumber air itulah yang sekarang berada dekat
kuburan nya atau tak jauh dari lairan Sungai Pesak yang berair asin,namun sumur air itu tetap
tawar.

Setelah lama bermukim di daerah Pesak,Deraman pun punya seorang anak perempuan
kesayangan.Sebagaimana di ketahui pohon durian bias tumbuh dimana saja.namun,di Pesak
pohon durian baru tumbuh dua tiga keturunan ke belakang.
Menurut cerita hal itu terjadi juga berkenaan dengan keberadaan Deraman Jayasakti.Seperti
umumnya di kampong-kampung di Belitung,musim durian merupakan kesempatan bagi
anak-anak untuk bermain jauh dari rumah.

Di kisahkan ,pada saat musim repak durian sedang jujo,anak perempuan Deraman berada
sendiri di pondok durian nya utnuk menunggu durian jatuh.Dalam kesenyapan kelekak,tiba-
tiba terdengar suara gemerisik di ikuti suara gedebuk tanda ada durian jatuh.Namun,suara itu
di ikuti jeritan anak kecil.

Mendengar suara jeritan tersebut Deraman segera menghentikan pekerjaan nya dan bergegas
menuju pondok durian nya.Begitu sampai di pondok durian betapa kagetnya dia.Anak
kesayangan nya sudah terbaring dengan kepala berlumuran darah.Karena terbawa rasa sedih
yang teramat sangat atas kejadian yang menimpa putri kesayangan nya itu dengan marah ia
pun berucap “ selama tujuh turunan kampong ini ndak kan detempo durin ! “ Lalu,jenazah
putri kesayangan nya itu pun ia makam kan di pinggir Sungai Pesak saat ini.

Sepeninggal putri kesayangan nya Deraman sangat terpukul,hingga mengkhawatirkan


istrinya.Rupanya putri kesayangan nya itu tak dapat tergantikan dengan kesenangan lain.satu-
satu teman permainan Deraman hanya tinggal kucing dan ayam jantan yang di bawanya dari
Brunai.Namun,karena bukan manusi,keduanya hanya bisa di ajak bermain di luar rumah saja.

Yang merasa Deraman merasa aneh adalah keakraban kedua biantang itu kepadanya.Kemana
Deraman pergi,kedua biantang itu selalu mengikuti.Bahkan kedua binatang itu selalu ikut di
saat ia pergi berburu.namun,keikutsertaan kedua binatang itu tak membuat repot,malah
membawa berkah.Setiap pergi berburu ia selalu mendapat hasil mulai lutong kecil,kera serta
binatang lainya,hingga berlebih dan bisa di awetkan dalam bentuk pekasam sebagai makanan
persediaan..sampai-sampai pekasam dari hasil buruan itu mencapai tujuh tempayan.begitu lah
kehidupan Deraman sepeninggal putri kesayangan nya.

Suatu hari ,datanglah sebuah perahu dengan beberapa anak buah.Dari penampilan dan
wajahnya,para pendatang itu terliahat tak ganas,malah penuh sinar kebijakan dan
kebaikan.Deraman memperhatikan bentuk perahu mereka,hingga akhirnya tahu lah ia bahwa
para pendatang itu berasal dari Brunai juga.

Deraman pun menyambut mereka dan segera menemui kepala perahu tersebut dan
menanyakan maksud kedatangan mereka.Setelah ngobrol sana-sini,kepala perahu pun
menyampaikan maksud kedatangannya.Dari Brunai ia mendapat tugas untuk meng-islamkan
semua orang Brunai yang berada di luar Brunai,terutama di pulau-pulau di sebrang
lautan.Maka kepala perahu itu pun memanggil seorang ahli agama yang akan mengjarkan
agama islam kepada Deraman khususnya dan kepada penduduk setempat pada umumnya.

Setelah mendengar dan menyimak semua hokum dan ketentuan Islam,Deraman pun berakata
: “kaluk gitu aku lum kan masuk islam.Aku nak ngabisen duluk tujo tempayan pekasan berisi
pekasan daging lutong dan kerak.” Mendengar hal itu maklum kepala perahu kenapa
Deraman belum mau masuk Islam.

Menurut penuturan,belum sempat menghabiskan tujuh tempayan pekasam lutong dan kera
tersebut Deraman telah keburu meninggal dunia.
Keramat ini terletak di sebelah kiri arah ke km 62 dari jembatan Sungai Pesak,bergabung
dengan kuburan umum tapi di pelihara dan di kelola khusus oleh ahli waris nya.Bentuk
kuburan dan misan nya menggambarkan Islam dan sumur di dekatnya bergaris tengah 60 cm
dengan kedalaman 70 cm,berair tawar walaupun hanya beberapa meter dari lairan Sungai
Pesak yang berair asin.

Semua penduduk Pesak sangat menjaga kebersihan lingkungan ini karena jika sembarangan
menggunakan air sumur ini,bada akan gatal-gatal.Menurut narasumber,sumur ini menjadi
alamat terakhir penduduk saat musim kemarau panjang.

Desan Pesak sendiri memiliki kekhususan melaksanakan ruwahan di rumah masing-


masing,tapi di lakukan bersama berpusat di sekitar Makam Datuk Keramat Pesak.sebab
Deraman Jayasakti di anggap sebagai cikal bakal penduduk Desa pesak saat ini.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Seniang Garu
Alkisah di sebuah kelekak ( kampung kecil ) di daerah Gunung Beluru,Kecamatan
Membalong,Belitung,tinggalah tujuh bersaudara.Mereka tinggal di kelekak yang sama,namun
rumah tempat tinggal mereka terpisah satu sama lain.Enam dari mereka sudah berkeluarga
dan tinggal bersama suami masing-masing.Sedangkan si bungsu,yang belum menikah,tinggal
sendiri di rumah peninggalan orang tuanya.

Sulung dari tujuh bersaudara tersebut,oleh adik-adiknya,di panggil Kak Nam.Lalu berturut-
turut,Kak Mak,Kak Pat,Kak Ge,kak Ua dan Kak Tu.Sedangkan si bungsu tetap di panggiil
Bungsu.

Sebagaimana umumnya penduduk kelekak di Belitung,saat itu,sumber kehidupan tujuh


bersaudara ini mengandalkan alam,seperti dari hasil berburu,menangkap ikan baik darat
maupun laut,dan menanam padi.

Satu hari tujuh bersaudara ini bersama-sama pergi nanggok ikan di sungai.Pagi-pagi sekali
mereka sudah berangkat ke sungai.Setelah hampir setengah hari,si bungsu belum juga
mendapatkan hasil.Tak seekor ikann pun ia peroleh.Padahal ke enam kakanya maasing-
masing sudah mendapatkan se-ambong penuh.

Akan halnya si bungsu,setiap kali ia mengangkat tanggok selalu saja ia dapatkan sepotong
kayu hitam.Berkali-kali ia mengangkat tanggok,setiap kali pula kayu yang telah dii buang
masuk ke dalam tanggok nya.Setelah memperhatikan arus sungai itu,si bungsu pun
menemukan kejanggalan dengan kayu tersebut.

Melihat arus air,seharusnya kayu hitam itu tidak akan masuk. Ke dalam tanggok nya,sebab ia
menghadap mengikuti arus.Cuma faktanya,kayu itu justru melawan arus dan masuk ke dalam
tanggoknya.Melihat kejanggalan itu,tanpa piker panjang,kayu itupun ia masukan ke
ambongnya.,lalu ia pun kembali menanggok.

Namun,kendati matahari sudah berada di atas ubun-ubun,tetap saja tak memperoleh


hasil.Dengan sedih ia berhenti menanggok.Untuk mengelabuhi kakaknya,dan
menyembunyikan kayu hitam di dalam ambong,ia mengisi ambong dengan daun-daun.Ia
meras malu,karena tak mendapatkan hasil.Apalagi,untuk kegiatan yang mereka lakukan
bersama,selama ini si Bungsu selalau menjadi bulan-bulanan dalam keusilan kakaknya.

Enjelang sore tujuh bersaudara itu pulang.Si bungsu berjalan paling belakang.Ia takut isi
ambong miliknya di ketahui ke enam kakanya yang usil.kebetulan pula rumahnya terletak di
deretan paling ujung.

Saking lelahnya,begitu tiba di rumah ambong yang berisi kayu hitam tadi ,digeletakannya
begitu saja didekat tangga .Dibawa rasa kesal-karena tak dapat ikan –si Bungsu masuk rumah
dan langsung tidur .Saking lelapnya ,ia di buahi mimpi indah.dalam mimpi ia merasa ada
yang mengusap-usap dan membelaimya .

Begitu bagun dari tidur lelapnya ,bertapa terkejut si Bungsu .Disebelahnya tergolek seorang
pemuda tampan .Dari tubuhnya menebar bau wangi .Tampa rasa takut si pemuda itu langsung
menutup mulut si Bunngsu ketika ia mau berteriak .
“jangan besurak ,aku ukan urang jahat .tenang saja. berjanjilah duluk ,’kau dak kan besurak
kaluk mulut kau ku bukak’kan ,”ucap pemuda itu .si Bungsu pun mengangguk .Lalu pemuda
itu melepaskan bekapan tangannya .

“siape kau ne sebenare ?Ape maksud kau berani-berani tidu’de sebela aku ?”Tanyak
siBungsu .

“Name aku Bujang Megat .Asal usulku dari sepotong kayu nokkau ambik de sungai tadik
pagi ,”jawab pemuda itu .

Ditatapnya wajah Bujang Megat dan bertapa bahagianya si Bungsu karena pemuda itu sesuai
idaman hatinya selama ini.Ia pun berkhayal bertapa bahagia jika megat menjadi suaminya .

Sejenak suasana hening.Dan ketika siBungsu mau beranjak dari pembaringan ,Megat
menahannya,”jangan pegi,”kata megat .”Biarlah kite bebincang –bincang de pembaringan
ne,”lanjutnya.

Masih dipembaringan siBungsu pun bercerita tentang keadaan pribadinya kepada megat
.Setelah tahu lantar belakang si Bungsu ,timbul hasrat megat untuk membantu meringankan
beban siBungsu .Ia pun,dengan berani mengutarakan niatnya untuk mempersunting siBungsu
.

Tapi,alangkah terkejutnya megat ketika si Bungsu menjawab ,”karena aku agik ade sedare
,lebeh baik kite tunggu saja ‘kiape keputusan kakak-kakak aku ,utamenye kak nam nok
kame’anggap penganti urang tue ,”

Artinya ,megat masih harus menunggu keputusan dari enam saudara siBungsu .karena itu
megat harus pula menceritakan asal-usulnya .Cuma,kepada si Bungsu ,megat merasa tidak
akan mampu menceritakan seluru asal-usul hidupnya .”lalu ape nak kau ,”begitu hasut
siBungsu yang hatinya sudah kepincut berat dengan megat .Dalam hati ia juga telah
memutuskan akan menyerahkan dirinya secara utuh kepada megat.

“kaluk gitu se,baik la.Lebe baik kite sembunye sajak duluk de ruma ne.Sementare kau nunggu
waktu nok tepat untuk nyampaikan segale hal tadi ‘kan kakak-kakak kau,”jawab megat .

Namun ,sambung si Bungsu ,ada satu hal yang belum ia ceritakan tentrang kakak-
kakaknya.Terutama kak nam yang saat ini menjadi penganti orang tua mereka .Keenam
adiknya sangat takut kepada kak nam ,yang berperangai buruk .Selalu ingin memiliki apa saja
barang kesayangan adik-adiknya.” Ku akuek,aku khawatir kaluk ngeliat kau,timbul sifat
serakanya lalu die berusahe ngerebut kau dari tanganku,” ucap si Bungsu.

“Kaluk imang itu hambatan nok kan kite adapek,baikla kite batahan sajak mcam kate aku
tadik,” jawab Megat.

Akhirnya putuslah mufakat.Mereka berdua untuk sementara akan menyembunyikan Megat


sampai saat yang tepat tiba untuk menyampaikan perihal mereka kepada kakak-kakanya.

Si Bungsu pun segera bangkit dari pembaringan untuk menyiapkan makan malam
seadanya.Untuk membersihkan badan,Megat pun baru pergi ke sumur pada malam hari tanpa
penerangan apapun,agar tak di lihat orang.Mereka berdua pun akhirnya melalui malam itu
berdua sambil mengatur strategi menyembunyikan Megat.

Sebagai bagian dari rencana,si Bungsu menjahit kelambu tujuh lapis.Mereka telah
sepakat,Megat tidak di perbolehkan keluar rumah dan hanya boleh tinggal di tempat tidur
dengan lapisan tujuh kelambu.Dengan cara demikianlah,mereka melalui waktu-waktu
berikutnya bak sepasang remaja tengah mabuk kepayang.

Kehadiran Megat tak urung merubah perilaku si Bungsu.Wajahnya selalu ceria.Tak lagi
muram seperti sebelumnya.Halaman rumah dan dalamnya pun bersih layaknya kediaman
orang yang sudah berkeluarga.Dan megat,menjadi pria pingitan.

Siang hari si Bungsu harus menahan hasrat bermesraan dengan sang pujaan hati yang
bersebunyi di balik kelambu.Megat pun harus menahan diri,tetap berdiam di balik
kelambu.Padahal ia sangat ingin menikmati udara segar di luar.Karena nya,mereka baru bisa
menikmati keindahan itu dengan penuh canda dan taw aria pada malam hari.

Perubahan pada si Bungsu tak luput dari perhatian Kak Nam.Suatu hari Kak Nam berkunjung
kerumah si Bungsu.Betapa kaget dia menemui suasana rumah yang tertata apik dengan bau
wewangian yang begitu semerbak.Pasti telah terjadi sesuatu yang hebat,duga Kak Nam dalam
hati.

“Akhir-akhir ne kau keliatan beruba,Su,” kata Kak Nam.” Malam-malam aku rajin
ngendengar kau ketawak cekikikan macam agik becakap ken urang,” lanjutnya.

“ Eu,kakak ne ade-ade sajak,” sahut Bungsu.”biase-biase sajak kak,” jawabnya lagi. “ Itong-
itong nyiapek dirik jadi urang ruma nok baik.Makenye suasane de ruma ne ku buat macam
ini.Lalu,kaluk malam aku rajin becakap-cakap kan binatang lain nak ku bawak masok bang
ruma.De ruma ne pun ndak ade sape-sape,” jawab si Bungsu lagi.

Kak Nam,sebetulnya belum puas dengan jawaban si Bungsu.Ia masih tetap penasaran.Agar
tak mengundang curiga,ia mengiakan saja jawaban adik terkecilnya itu.

Seminggu kemudian Kak Nam kembali mengunjungi Si Bungsu.Ketika itu si Bungsu masih
masak di dapur.Kak Nam ingin makan sirih.Namun di keminangan ( Tempat sirih ,red ) ia
hanya menemukan pinang dan sirih.Sementara kapurnya tak ada.Ia pun lalu bertanya, “
Su,aku nak makan sire.Demane kau narok kapor ? “

Tanpa sadar,si Bungsu menjawab,”Ambil la sendirik bang kelambu.Selamalam isak kamek


ambik sukit idang nyire”

Mendengar jawaban itu,Kak Nam langsung ke kamar dan membuka


kelambu.Amboi,alangkah banyak lapisan kelambu adikku ini,gumamnya dalam hati.

Tapi,begitu membuka kelambu,ia betul-betul kaget.Di dalam kelambu ia menemukan


kenyataan yang betul-betul diluar dugaannya.Seorang pemuda tampan,Bujang Megat,tergolek
dalam keadaan tertidur pulas.
Akhirnya,tahulah Kak Nam bahwa,dengan pemuda inilah selama ini si Bungsu bercanda
sekaligus telah merubah total perilakunya.Melihat pemuda tampan itu,muncul sifat
serakahnya dan dalam hatinya ia ingin memiliknya.

Setelah itu Kak Nam pun mengambil tempat sirih yang terletak dekat kepala
Megat,menghampiri adiknya. “ Su,nok bang kelambu ne ku ambik ye,idang mainen aku de
ruma,” tiba-tiba Kak Nam kepada si Bungsu.

Mendengar ucapan Kak Nam bukan lang kepalang kegetnya si Bungsu.Tahulah ia apa yang
telah terjadi.Tapi berat juga baginya untuk memberikan jawaban yang
menyenangkan.Sementara,jika di tolak,kakaknya akan marah besar.Kalau di terima ia pun
akan kehilangan pemuda idaman nya itu.

Akhirnya di kuatkan juga untuk mengaakan yang sebenarnya kepada Kak Nam.” Kak
Nam,untuk nok sikok ini aku mintak dengan sangat kakak ngerti.Nok lain kuang de
ambik,tapi nok ini jangan.Gimane pun ini la harte aku nok paling kuhargaiek kan
kusayangek,” jawab si Bungsu.”Kaluk kakak setuju,kamek kan cepat-cepat nika,” lanjutnya.

Mendapati jawaban itu sikap serakah dalam diri Kak Nam kian mengembang,Rupanya ia pun
sudah menyiapkan hasutan untuk menggagalkan pernikahan adiknya.

“ Ye la mun kitu se.Tapi kau la tau ke ape-ape ajak nok harus delakukan sebagai urang
bini?” Tanya Kak Nam.

“ La kak,aku la belajar kan nyubak e sendirik de ruma ne semampu aku,” jawab si Bungsu.

Kaluk gitu,cubak la sebut ape sajak nak la kau cube,Kata Kak Nam.

“Pagi-pagi akuu nyiapek pelampunen ( sarapan pagi,red).Uda itu kusediaken pakaian idang
ke bang utan,lalu kusesaek bajuk kutor,nyiapek makan siang nye,kan nyiapek kupi waktu die
bangun tiduk sure-sure.Malam hari,kaluk die nak,aku nyiapek dirik ngelayanek nye selaku
urang bini nok baik.Lalu sebagai seurang bini nok lakinya kerje bang utan,aku nak apal
dimane die narok parang,kapak,beliong kan nok lain nye.Jelas kak ?” cerita si Bungsu.

“Mak nang hebat kitu kau ne su.Laki kau rupenye nak kau manjakan macam raje.Padahal
kau,persis macam babuk nye.Selaku kakak paling tue,aku ndak sependapat kan care kau
ngelayanek laki macam kau sebutkan tadik.Itu same sajak kan ngenjatuek martabat keluarge
kite.Cubak kau liat sendirik abang kau de ruma.kaluk nak makan,masak sendirik,nak minum
muat sendirik.Semuenye serba sendirik.Sunggo kan kitu te mane berani ninggalkan aku,”
Kak Nam mencoba menghasut adiknya.

Setelah di fikirkan benar juga pendapat Kak Nam.Di pengaruhi rasa takut kepada Kak Nam
serta rasa khawatir akan di jadikan budak di rumah sendiri,si Bungsu pun membenarkan dan
menyetujui pendapat kakanya.” Mun gitu baik la kak,aku nak nyubak ape nok la kakak
saranek tadik,” ungkapnya.

“ Nah itu baru adek kakak.Kini semuenye,temasok biak bujang nok ade de ruma ne ku
kabarkan kan sedare kite nok lain.,” jawabnya Kak Nam sambil memeluk adiknya.
Keesokan hari,semua kakaknya mengetahui latar belakang perubahan si
Bungsu.Namun,semuanya tak setuju saran Kan Nam.Tetapi,karena takut,mereka hanya bisa
mengurut dada saja,tanpa bisa menemukan jalan keluar bagi si Bungsu.Pahit sekali apa yang
di alami si Bungsu.Mendapatkan jodoh tapi di sarankan untuk tidak menjadi istri yang baik.

Dengan hati mantap dan keteguhan hati,si Bungsu melakukan apa yang di sarankan Kan
Nam.Dan betapa kagetnya Megat,ketika bangun pada suatu pagi.Ia tidak menemukan sarapan
seperti biasanya.Si Bungu tidak bangun pagi seperti biasanya.Ia hanya melihat sebuah
beliung yang di letakan sedemikian rupa di atas pintu,sehingga begitu itu di buka beliung
akan tepat mengenai kepalanya,hingga Megat akan mati seketika.

Mendapati kondisi demikian,segeralah ia membangunnkan si Bungsu,untuk meminta


penjelasan.Begitu bangun si Bungsu pun langsung menceritakan apa yang terjadi.Setelah di
jelaskan mengertilah Megat maksud tersembunyi di balik saran Kak Nam.” Beliong nok de
atas pintu to untuk ngembuno aku kan ?” hardiknya kepada si Bungsu

Ketahuilah,lanjut dia,” ape nok la kau gawekan untuk aku selamak ini la benar la,mimang
kitu la nok saharusnye di berik kan laki.” Jangan lupak,kite harus nyering setiap saran dari
siape pun,termasuk dari kakak sendirik.Licik benar kakak kau ti Bungsu,Hardik Megat.

Di hardik demikian,bukan main marah si Bungsu.”beraninye ka ungula-ngulakan kakak


aku.Dasar ndak tau de untong.la ku layanek lahir batin,ukan terimak kase,tapi ngula-
ngulakan kakak aku.Dasar manusie kayu,kau megat,” si Bungsu balik menghardik Megat.

Mendengar hardikan si Bungsu yang membawa-bawa sejarahnya,Megat sadar hasutan Kak


Nam sudah begitu marasuk dalam diri si Bungsu.Megat hanya bisa menerima dengan kepala
dingin.

Lalu ia pun berkate,” auk la mun kitu se Su.Karene matahari la tinggi tulong sediekan tujo
ikok teluk rebus,untuk sangu aku balik ke bang utan sarkembali ke hutan sarine?

Dengan berat hati,si Bungsu menyiapkan bekal untuk Megat.Sambil menyediakan bekal buat
Megat,seketika ia sadar bahwa Megat benar.Setelah lepat dan telur di bungkus,si Bungsu pun
meminta Megat tak kembali ke hutan hari ini.Namun walau si Bungsu bersikeras
melarangnya,hati Megat telah bulat kembali ke hutan.

Megat pun berusaha merayu si Bungsu dengan nyanyian,syair dan pantun asmara sehingga ia
tertidur.Inilah saat yang di tunggu-tunggu Megat,dan pergilah ia meninggalkan si Bungsu
yang sedang tertidur lelap.

Ketika si Bungsu terbangun,Megat sudah tidak ada lagi di rumah.Di carinya ke rumah kakak-
kakaknya,juga tak di temui.Termasuk kerumah Kak Na,kali-kali ia menculik Megat.

Lalu ,si Bungsu pun menyusul ke hutan.Di hutan ia menemukan Megat sedang duduk
melamun.Ketika ia mendekat terkejutlah Megat.Si Bungsu pun merangkul Megat,merayu
mengajak pulang.Sementara Megat safar bahwa ia tidak boleh takluk dengan rayuan itu.

Ia pun kembali bernyanyi dan berpantun untuk menenangkan hati si Bungsu.Tak lama
kemudian si Bungsu tertidut.Kesempatan itu di gunakan Megat unttuk melanjutkan
perjalanannya.Sambil berjalan ia berfikir,kalau terus berjalan ia akan kelelahan dan pasti si
Bungsu akan menemukan nya kembali.Sedang untuk menyanyi dan berpantun ia sudah tak
bisa lagi.Sudah habis nyanyian dann pantun yang ia ketahui.

Akhirnya ia memutuskan untuk bersembunyi di dalam lekukan pohon kayu yang telah
lapuk.Konon,pohon kayu tempat Megat bersembunyi itu adalah Pohon Gahru.

Adalah si Bungsu yang tertidur oleh senandung nyanyian dan pantun Megat.Ketika terbangun
Megat tak ada lagi di dekatnya.Ia pun menangis tak henti-hentinya di tengah hutan.

Ketika di temukan penduduk kampung yang tengah berasuk ( berburu menggunakan


anjing,red) si Bungsu tak dapat di bujuk-bujuk untuk kembali.Ia terus menangis dan
memanggil Megat.Tapi nasi sudah jadi bubur.Bersembunyi di lubang kayu sekaligus
mengakhiri petualang Megat di dunia manusia.Ia telah kembali ke asalnya,sepotong kayu.

Konon,dari cerita itu,setelah itulah kayu gahru berbau wangi.Wewangian itu di pancarkan
dari tubuh Bujang megat yang selalu memancarkan wewangian.

Menurut cerita pada pencari kayu gahru,marak di Belitung pada 1983-1984,setiap ke hutan
selalu membawa bekal tujuh telur rebus dan tujuh lepat,dan sebagai pemotong selalu
menggunakan beliung.

Menurut cerita pula,setelah di temukan penduduk kampung meninggal dunia di


hutan.Arwahnya terus berkeliaran di hutan-hutan Belitung.Ia mencari Bujang Megat,sang
idaman hati,yang telah berubah menjadi Seniang Garu.

Narasumber tidak memberikan syair pantun dan nyanyian yang di ssenandungkan Bujang
Megat.Syair itu merupakan mantera gaib untuk mencari gahru.Bahkan,menurut Pak Pek,jika
syarat tujuh telur rebus dan tujuh lepat serta beliung terpenuhi,dengan mantera berupa pantun
dan syair yang pernah di nyayikan Bujang Megat,seniang garu yang terdapat di tengah pohon
garu akan bersinar.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Kisah Dongeng Tuk Burod
Cerita ini merupakan salah satu dari dua versi lain tentang Padang Buang Anak, sebuah
hamparan padang tandus tanpa ditumbuhi pohon besar yang seluas mata memandang hanya
ditumbuhi rumput setinggi lutut orang dewasa, terletak di sekitar kaki Gunung Tajam ke arah
Air Batu Buding, Kelapa Kampit. Namun, dari dua versi yang ada, dongeng Tu’ Burod lahir
lebih dulu, sebab ia menceritakan tentang asal kejadian suatu tempat, bukan asal penyebutan
satu tempat. Ceritanya bermula di saat penduduk Belitung masih banyak memukimi daerah
hutan di hulu-hulu sungai, guna menghindarkan para lanun. Dalam kondisi demikian, di
sebuah keleka’ (kampung kecil, red.) di sekitar kaki Gunung Tajam sekarang, terdapatlah
satu keluarga besar. Keluarga itu memiliki beberapa orang anak perempuan yang telah kawin
dengan laki-laki dari keleka’ tetangganya. Salah satunya bernama Burod. Dibanding para
menantu yang ada, Burod memiliki tabiat berbeda. Ia dikenali sebagai pemuda yang malas.
Kehidupan keluarga besar tersebut terbilang cukup sederhana.

Sehari-hari mereka sepenuhnya tergantung pada alam, dari berladang di ume, berburu hewan
di hutan dan menangkap ikan di kubok-kubok sekitar daerah tersebut. Seperti kebanyakan
penduduk pada masa itu, di satu akhir musim panas menjelang musim penghujan, penduduk
keleka’ mulai nebas (menebang pohon untuk dibakar sebagai persiapan awal membuka
ladang, red.). Hal sama juga dilakukan keluarga besar Burod. Dipimpin sang mertua, Burod
dan ipar-ipar yang lain berangkat ke hutan yang telah dibagikan dukun (kepala adat) secara
merata. Setiap orang rata-rata mendapat bagian 20 surik atau setara dengan dua hektar (satu
surik = 10 X 10 meter, red.). Dari pembagian tersebut tanah Burod berada paling ujung dari
seluruh kawasan ume yang akan digarap. Singkat cerita karena musim kemarau sudah hampir
habis, semua penduduk dan ipar-ipar Burod sudah selesai nebas pohon di ume masing-
masing.

Namun tidak demikian halnya dengan Burod. Setiap hari kerjaannya hanya duduk-duduk
sambil makan makan sangu berupa rebus kembilik (umbi-umbian berukuran seujung jari kaki
hingga seujung jempol, red.). Sambil mengunyah rebus kembili’ ia berkhayal menebangi
pohon di depannya. Sesudah menebang pohon ini, lalu ke pohon itu dan seterusnya, ia
berkhayal. Di ujung khayalnya rebus kembili’ pun habis, sementara tak satu pohon pun yang
telah ia tebang, sementara semua orang di keleka’ itu telah selesai nebas. Melihat kelakuan
menantunya itu sang mertua pun menegurnya. “Rod, Rod, malas benar kau ne. Kerjaannye
nggak ngabise’ rebus kembili’ sangu. Mane tebasan kau? Urang la uda, kau lum ape-ape.
Sebile kan nebase Rod!?,” tegur mertuanya. “Tunggu suat pak, aku ngabise’ sangu ne dulu,”
jawab Burod tak senang ditegur mertuanya. Sejenak kemudian, setelah menghabiskan sangu
rebus kembili’-nya, ia pun bergegas mengambil parang dan berjalan ke hutan yang menjadi
bagiannya. Di pinggir hutan itu ia berbicara pada parangnya, “Nah, parang. Kalu’ kau
mimang nurut kan aku, tige kali tetak (ayunan, red.) kau musti ngabiskan utan seluas
pandangan mate aku!” Usai berkata demikian ia pun segera mengayunkan parangnya tiga
kali.

Aneh bin ajaib, sekejap kemudian semua pohon yang ada di hadapannya habis rebah semua.
Semua yang melihat tindakan Burod jadi heran.Dan, salah satu ipar Burod berujar, “Inila
akhirnye. Aya becakap nyinggong perasaan die, jadi die mara.” Mendengar percapakan itu
Burod hanya bergeming. Sejurus kemudian ia pulang, diiringi mertua dan ipar-iparnya.
Setelah kejadian itu seminggu lamanya keluarga besar itu beristirahat total. Agar udah
dibakar, mereka harus menunggu kayu-kayu tebangan tersebut kering dulu. Pada minggu
berikutnya, setelah semua kayu itu kering, kayu-kayu tebangan tersebut pun dibakar dengan
menyisakan reba’ (rebahan pohon kayu yang tidak terbakar, red.) di sana-sini. Reba’ itupun
kemudian segera dikumpulkan. Sebagian besar digunakan sebagai pembatas surik-surik di
ume masing-masing. Berbeda dengan ipar-iparnya, Burod sama sekali tak terlihat sibuk.
Bukannya membakar potongan pohon bekas tebangannya, ia malah tidur pulas di
membarongan (pondok di ume baru, red.) miliknya. Melihat kondisi itu tak ada satu pun
ipar-iparnya yang berani membangunkannya. Mereka takut ngomong salah. Menjelang sore
barulah Burod dibangunkan dan pulang beriringan. Malam harinya, sambil duduk-duduk di
ruang tengah mertuanya, keluarga besar ini membicarakan proses berikutnya, yaitu nugal
(menanam bibit padi di tanah, red.). Lazimnya nugal dilakukan dengan cara menancapkan
kayu runcing ke tanah yang sudah diberi batas reba’ per surik.

Sedianya keluarga besar ini selalu mengawali ladang secara bersama-sama. Cuma, kali ini
muncul masalah. Ume belum bisa ditugal. Biang keroknya Burod. Bekas tebangan pohon di
bagian ume miliknya belum dibakar. Mendengar ia dimasalahkan keluarganya dan dianggap
sebagai biang kerok keterlambatan Burod pun angkat bicara. “La, isok la baru aku nunu.
Mika’ tau beres la, usa gado, kite pasti serete nugal maupun ngetamnye kelak,” tegas Burod.
Mendengar kepastian dari Burod, mereka pun segera mengakhiri pertemuan keluarga itu, lalu
beristirahat. Keesokan paginya, tanpa diduga-duga, turun hujan. Walau tidak lebat, cukup
untuk membatalkan rencana Burod membakar tebangan di lahan ume miliknya. Gusar
melihat Burod yang tenang-tenang saja, sang mertua menegur Burod. “Kiape kau kan nunu
mun ari ujan macam ini Rod!?,” sergah mertuanya ketus. Ditegur begitu, sambil
menggeliatkan badannya di atas tikar pembaringan Burod pun menjawab, “Ikam diam saja’
Pak. Ikam dudok saja’ de ruma ne.” Setelah itu ia pun segera berdiri, mencuci muka dan
melampun (sarapan pagi, red.). Usai melampun, Burod menyambar parang dan topi pandan
miliknya. Tak lama kemudian dari belakang rumah ia menebang sebatang pohon pisang
paling besar yang belum berbuah dan dibawanya masuk ke dapur. Setelah disulut dengan api
dapur, Burod pun menjadikan pohon pisang yang telah menyala cukup besar itu sebagai obor
untuk membakar kayu humanya.

Sambil berjalan setenang-tenangnya Burod segera menuju pinggir hutan bagiannya. Sesampai
di pinggir hutan itu, dengan lantang ia berkata, “Nah, api. Kalu’ kau mimang bekawan kan
aku, kau makan la kayu setinggi nok dapat kau bedan sedalam nok dapat kau makan!”
Sekejap kemudian terbakarlah kayu tebangan Burod di tengah hujan pagi itu. Tak satupun
kayu yang dapat bertahan dari hantaman api Burod. Bahkan, humus-humus atau kayu-kayu
dan daun-daun kering di tanah sedalam satu meter termakan habis musnah. Malah sampai ke
akar-akar tunggul di dalam tanah. Sehabis hutan itu terbakar oleh api Burod, yang tersisa
adalah asap mengepul dan tanah huma Burod hangus total. Saking hangusnya hingga tak ada
lagi bagian tanah yang dapat ditumbuhi padi. Alkisah Burod tak bisa nugal karena tanahnya,
bukan saja kayu tebangannya, turut terbakar. Itulah sebabnya sampai sekarang Kawasan
Padang Buang Anak tidak ditumbuhi oleh kayu besar. Menurut cerita yang berkembang turun
temurun, karena kehebatannya itulah, kemudian hari Tu’ Burod mengubah jalan hidupnya
yang malas itu. Pada setiap musim menanam padi dimulai, sebelumnya Tu’ Burod selalu
disibukkan dengan panggilan untuk menjadi buruh upahan menebas dan membakar tebasan
tersebut. Konon kabarnya hutan tebasan dan garapan Burod selalu menghasilkan padi yang
melebihi padi garapan orang lain. Dan, upah kerja bagi Burod bukannya barang mewah,
tetapi hanya nasi anyam, alias kerak nasi.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Cerita Asal Mula Nama Kampung Belantu /
Keramat Pinang Gading
Tak jauh dari Gunung Beluru, Kecamatan Membalong, ada sebuah keleka’ dikenal dengan
Keleka’ Nanga’. Disinilah terletak kuburan yang dikenal dengan Keramat Pinang Gading,
tokoh utama cerita ini. Di antara rumah-rumah yang ada di Keleka’ Nanga’ ini, terdapatlah
sebuah belandongan (rumah beratapkan daun nanga’ yang disirat, berlantaikan kayu
berlapiskan tuntong –kulit kayu terunjam, red.) Di rumah itu tinggal Pak Inda bersama
istrinya Bu’ Tumina. Sepasang suami istri yang hidup rukun dan damai ini belum dikaruniai
seorang anak. Kendati demikian ketiadaan anak itu tak mengurangi rasa sayang antara
keduanya. Kemana pun mereka pergi selalu berdua. Penderitaan salah satu adalah
penderitaan keduanya. Begitu pula kesenangan. Ibarat burung tiong, kemana jantan terbang
disitulah betina ikut terbang. Sehari-hari hidup mereka bersumber dari usaha bertanam padi
(ume). Tiap tahun pada bulan nyiur, mereka menugal (menanam padi ladang red.), jagung
dan palawija lainnya. Pak Inda termasuk rajin berusaha di laut, untuk menangkap ikan
dengan membuat dan memasang sero. Suatu pagi, saat sedang musim mengetam (menuai)
padi, Pak Inda berpamitan pada istrinya, untuk menidau (menengok sero, red.) kalau-kalau
mengena ikan banyak.

Ia berpesan kepada istrinya, “Biar aku saja yang pergi, kau tinggal di rumah menjemur padi.”
Ketika Pak Inda tiba di tepi laut, air laut yang sedang berangsur surut. Saat berjalan menuju
seronya, kaki Pak Inda tersandung sepotong bambu yang hanyut bersama sampah laut.
Bambu itu ia ambil lalu dilemparkannya ke tengah laut agar hanyut ke tempat lain. Ketika ia
tiba dekat seronya, ia kembali tersandung sepotong bambu. Lalu ia pun mengambil bambu
tersebut. Setelah diamati, ternyata itu bambu yang tadi juga. Karena merasa tak butuh bambu
Pak Inda pun mencampakkan bambu itu ke belakang sero, agar ikut terbawa arus hanyut ke
tempat lain. Selesai dengan urusan bambu tadi, Pak Inda langsung sibuk dengan kegiatannya,
menangguk ikan di dalam sero. Rupanya hari itu seronya banyak mengena. Setelah
dimasukkan ambong, ikan-ikan tadi dicucuki-nya dengan rotan.

Sambil menggandar ikan-ikan hasil seronya, sebagian diambin (dipanggul), sebagian


ditentengnya, ia mengarungi air laut yang telah surut dan berjalan menuju pantai. Di tengah
perjalanannya menuju pantai, ketiga kali kakinya terkait sebatang bambu, yang setelah
diamati ternyata bambu yang sudah dua kali dibuangnya tadi. Karena sudah tiga kali
tersandung bambu yang sama, terlintas dalam fikirannya … aneh sekali kejadian ini. Air laut
telah surut, lazimnya benda itu hanyut terbawa arus. Tetapi kenyataannya, bambu itu hanyut
melawan arus. Ia pun berfikir, pasti bambu ini bukan sembarang bambu, ada ada sesuatu
yang terkait dengan bambu tersebut. Akhirnya, bambu itu pun ia ambil dan digunakannya
untuk memikul ikan-ikan perolehannya. Ketika makan siang, perihal bambu aneh yang
kemudian ia jadikan pikulan ikan tadi pagi diceritakan Pak Inda pada istrinya. Oleh istrinya
bambu itu diletakkannya di halaman depan rumahnya kalau-kalau diperlukan untuk menindih
tikar jemuran padinya agar tidak tergulung oleh tiupan angin.

Selang beberapa hari setelah kejadian itu, tak ada peristiwa apa-apa dengan bambu tersebut.
Namun, pada suatu hari Jumat, kira-kira matahari mulai tergelincir pertanda waktu sholat
Dzuhur tiba, ketika pak Inda sedang tidur-tiduran berbantal sebang, secara tiba-tiba terdengar
suara letusan sangat keras diikuti suara tangisan bayi. Suara itu datang dari tempat ia
menjemur padi. Setelah dilihat ternyata, suara ledakan keras tadi berasal dari bambu yang
dibawanya dari laut. Anehnya, dari pecahan bambu itu keluar seorang bayi. Dari muka sang
jabang bayi terpancar cahaya yang menyilaukan mata. Melihat bayi tersebut, Bu Tumina, istri
Pak Inda, segera menggendongnya. Setelah itu ia segera memandikan, menyelimuti dengan
kain bersih dan meninabobokkannya. Ringkas cerita bayi itu dipelihara dan menjadi anak
pasangan bahagia yang sudah lama mengidamkan anak ini. Bayi itu sendiri kemudian diberi
nama Puteri Pinang Gading. Setelah usianya beranjak besar, kelihatanlah bahwa Pinang
Gading memiliki keistimewaan khusus, yaitu kesenangannya akan panah sehingga tak henti-
hentinya ia selalu minta dibuatkan anak panah dari bambu. Akhirnya ia pun menjadi seorang
anak yang mahir sekali menggunakan panahnya.Setelah berusia sekitar 15 tahun ia malah
menjadi seorang pemanah yang tiada tandingan. Bidikannya tak pernah meleset dan setiap ia
pergi berburu selalu membawa hasil memuaskan sekali bagi Pak Inda dan Bu’ Tumina.

Perangainya sehari-hari pun sangat menyenangkan, baik terhadap kedua orang tuanya
maupun kerabat dan tetangganya di Keleka Nanga’. Malah sejak Pinang Gading ada,
kehidupan suami istri tersebut sama sekali berubah. Hasil tangkapan ikan dari sero-nya selalu
melimpah ruah, setiap bertanam padi hasilnya selalu memuaskan. Pendeknya sejak pasangan
ini memelihara Pinang Gading kehidupan mereka berubah makmur, hingga bertambah
sayanglah keduanya kepada Pidang Gading. KONON, tak jauh dari Keleka’ Nanga’ terdapat
Keleka’ Remban. Keleka’ ini setiap tahun selalu ditimpa musibah yang ditimbulkan makluk
menyerupai seekor burung raksasa. Burung raksasa yang kabarnya hidup di Pegunungan Bita,
di sebelah Timur Danau Ranau, itu selalu memangsa penduduk Keleka’ Remban setiap habis
panen. Hingga dari tahun ke tahun penduduk keleka’ itu menyusut. Baik akibat dimangsa
burung raksana itu maupun karena banyak yang pindah dari keleka’ tersebut. Umumnya,
selain pindah ke keleka’ sebelahnya, untuk menghindarkan burung raksasa tadi, sebagian
penduduk memilih tinggal di gua-gua di celah-celah gunung di daerah itu. Sementara bagi
penduduk yang masih memilih tinggal sebagian besar menggunakan remban, yaitu kayu-
kayuan yang disusun dan dijalin dengan rotan sega’ atau berebat. Mereka menamakan burung
yang sering menyerang itu Burung Gerude, yang konon kabarnya berkepala tujuh.

Akan halnya musibah yang menimpa penduduk Keleka’ Remban itu tersiar ke keleka’
tetangga dan membuat mereka prihatin dan was-was, jangan-jangan suatu hari nanti mereka
yang akan dapat giliran diserang. Ketika musibah itu terjadi usia Pinang Gading sudah
menginjak 21 tahun dan kemahiran memanahnya semakin hebat. Ia pun sudah mendengar
akan keganasan burung raksasa tersebut. Karena tak tahan diteror, seluruh tetua keleka’
bermusyawarah untuk membinasakan burung tersebut dengan jalan memanahnya. Satu-
satunya pemanah yang paling mahir saat itu siapa lagi kalau bukan Pinang Gading. Sebagai
anak yang berperangai baik Pinang Gading tentu saja tersentuh hatinya dan tergugah serta
bersedia menjalankan tugas sebagai pemanah Burung Gerude tersebut. Untuk menunaikan
tugasnya, Pinang Gading pun segera membuat anak panah khusus untuk mematikan burung
raksasa tersebut. Ia pun merendam anak panahnya dengan berbagai jenis racun. Setelah
persiapan usai dilakukan, pada suatu hari burung yang ditakuti itu datang ke Keleka’ Remban
untuk mengganggu penduduk. Melihat kedatangan burung pembinasa tersebut, Pinaang
Gading yang sebelumnya telah diungsikan di stu tempat strategis, mulai mempersiapkan
busur panahnya dengan anak panah beracun siap ditembakkan. Akhirnya, ketika si burung
raksasa itu mematuk orang tua yang memang sengaja diumpankan, saat itu juga Pinang
Gading melepaskan tali busur panahnya.

Seketika anak panah beracun meluncur deras menuju sasarannya, tepat di leher si burung
buas itu. Karena anak panah yang digunakan Pinang Gading telah direndam anake macam
racun, tak ayal burung itu pun langsung mati. Burung itu jatuh bergemuruh di atas tanah,
menggelepar sesaat dan sekejap kemudian mati. Dari masing-masing dari tujuh kepala
burung itu kemudian keluar air tujuh warna. Lalu akan halnya anak panah Pinang Gading,
saking deras dan kuatnya ia menarik busur, setelah menembus leher burung raksasa terus
melesat ke atas dan jatuh kembali menancap di tanah. Menurut cerita yang berkembang turun
temurun, anak panah yang menancap di tanah tadi tumbuh subur menjadi sebatang pohon
bambu. Namun, setiap ada penduduk yang menebang pohon bambu itu akan menemui
ajalnya, sehingga lama-kelamaan tak ada lagi penduduk yang berani menebangnya. Rupa-
rupanya racun yang digunakan Pinang Gading begitu kuatnya, hingga terus melekat pada
anak panahnya. Bahkan hingga anak panahnya tumbuh kembali menjadi pohon bambu yang
subur. Karena itulah kemudian penduduk setempat menyebut pohon bambu itu sebagai buluh
hantu. (Buluh adalah bahasa lokal untuk bambu, red.) Lama kelamaan penyebutannya
berubah menjadi BELANTU, hingga kemudian daerah tersebut juga dinamai daerah Belantu.
Akan halnya Pinang Gading, setelah berhasil memusnahkan burung raksasa tersebut,
namanya kian termashur di seluruh keleka’ di daearah Belantu. Namun, sebagai manusia
biasa, setelah usianya tua, meninggal di tempatnya ‘lahir’ di Keleka’ Nanga’. Makamnya
yang kini terdapat di kampung kecil di kaki Gunung Beluru, Membalong, itu hingga kini
dikeramatkan penduduk setempat.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Kik Cuan Melawan Limpai
Pada zaman dahulu kala ,tak beberapa jauh dari Kampung Simpang Tiga,termasuk wilayah
Kecamatan Gantung ,hidup seorang petani bersama istri dan anak gadisnya.Oleh penduduk
setempat ia dipanggil Kik Cuan .Sebagai seorang petani Kik Cuan senantiasa berada disekitar
lingkungan ladangnya ,yang umumnya berada ditengah hutan .Hingga ia menjadi sangat
akrab kehidupan hutan dan segalah macam isinya .

Satu-satunya anak perempuan Kik Cuan bernama jerimai .Sebagai seorang


perempuan,tentunya ,ia harus berkeluarga . Dan,ketika tiba saatnya,Jerimai pun dinikahkan
Kik Cuan dengan seorang pemuda dari kamoung setempat .Pernikahan ini diramaikan dengan
berbagai acara ,termasuk kedurian bagi orang kampung.

Beberapa waktu setelah perhelatan pernikahan Jerimai,kampung dimana Kik Cuan tinggal
sering ada kejadian seorang anak yang bermain dipinggir hutan ,pemandian(bahasa setempat
disebut aik arongan,red),bahkan diladang .Selain ditempat-tempat tersebut ,tidak kerap pula
ada kejadian terbongkar nya kuburan orang yang baru saja meninggal.Baru saja jenazah
orang meninggal dimakamkan ,keesokan harinya kuburan tersebut terbongkar secara teratur
,seperti diseruduk semacam moncong binatang yang tersisa dari jenazah yang terbongkar itu
,biasanya ,hanyalah jari kuku dan kain kafan .

Kejadian-kejadian ini menimbulkan suasana tenang dikampung Kik Cuan.Siang malam


penduduk kampung selalu berjaga-jaga .Penduduk laki –laki selain menjaga diladang pada
siang hari berjaga-jaga dikampung pada malam hari .Sementara kaum perempuan,selain
menyiapkan makan bagi keluarga ,tak boleh lengah mengawasi anak-anak mereka ketika
bermain dipinggir hutan atau ditengah ladang.

Dalam kondisi demikian ,suatu hari ,keluarga Kik Cuan mendapat undagan kedurian
pernikahan anak temannya yang tinggal diwilayah Simpang Tige,sekarang rencananya ,Kik
Cuan akan pergi keundangan tersebut karena temannya itu dulu banyak membantunya saat
pernikahan jerimai .Lagi pula, ia tak mau menyinggung perasaan keluarga yang sudah susah-
susah mengundangnya .

Cuma rawanya kondisi kampung saat itu,selalu menjadi pemikirannya untuk memenuhi
undagan temannya .Sebab ia sangat tahu perjalanan menuju Kampung Simpang Tige yang
akan ditempuhnya penuh resiko .Apalagi ia harus membawa seluruh anggota keluarganya
,trmasuk jerimai yang masih pengantin baru.

Mengantisipasi hal-hal tidak di inginkan keluarga Ki’ Cuan akan berangkat berombangan
,bersama-sama orang kampung.Sementara karena masih ada urusan yang harus di selesaikan
sebelum berangkat, Ki’ Cuan menyusul kemudian.

Rupanya,Jerimai yang harus nya berangkat bersama rombongan orang kampung


,terlambat.Hingga ia harus berjalan sendirian, terpisah agak jauh dari rombongan didepannya
.Tetapi ditengah perjalanan ,tak ada yang tahu apa yang menimpah jerimai ,sang penganten
baru .

Sementara itu, dirumah ,setelah menyelesaikan tugasnya Kik Cuan bergegas menujuh
rombongan keluarganya yang telah lebih duluh berangkat. Ditengah perjalanan ,Kik Cuan
terkejut .Ia menemukan selembar selendang berlumuran darah dan sisa potongan tangan
didekatnya .Apa yang terjadi ?Setelah mengamat-amati selendang berlumuran darah dan sisa
potongan tangan tadi,yakinlah Kik Cuan telah terjadi sesuatu pada Jerimai .

Sebab selendang yang ias temukan dikenali sebagai selendang milik Jerimai yang digunakan
ketika berangkat ke undangan tersebut.. Lalu dikuku jari sisa potongan tangan pun ia yakini
tangan Jerimai ,sebab dikukunya terlihat pacar (kutek tradisional yang biasa di gunakan
untuk pengantin,red) .

Menghadapi kenyataan itu dengan perasaan marah Kik Cuan mempercepat langkanya
menujuh tempat kedurian,yakinlah ia bahwa jerimai telah mejadi korban mahluk yang
meenggegarkan kampungnya akhir-akhir ini .Sebab jerimai tak ada ditempat kedurian
tersebut.Setelah menceritakan temuannya itu kepada istri dan menantunya ,Ketiga orang itu
pun kembali kekampungnya .

Di antara rumah,istri dan menantu Ki’ Cuan menangis sejadi-jadi nya.Malam hari nya Ki’
Cuan bermimpi yang membinasakan anak nya adalah makhluk buas.,Se ekor limpai. ( Oleh
penduduk Belitung makhluk ini di gambarkan seperti babi,namun berukuran sangat
besar,dan di yakini ini adalah makhluk jadi-jadian,red.).Keesoakan harinya, Ki’ Cuan
mendatangi lokasi kejadian yang menimpa anaknya dan meminta pertanggungjawaban siapa
yang telah membinasakan Jerimai.Sekejap kemudian,keluarlah limpai.Kepada limpai, Ki’
Cuan mengatakan akan menuntut balas atas kematian anaknya.Di tantang demikian limpai
setuju dan bersedia duel dengan kehendak Ki’ Cuan.

Tujuh hari berikutnya,di daerah sekitar Genting Apit,terjadilah duel hidup mati antara Ki’
Cuan melawan Limpai.Mencapai tengah hari Ki’ Cuan telah mengeluarkan segenap
kemampuan nya.Tapi,Limpai belum juga dapat di kalahkan.Walau semua senjata seperti
Tombak,Keris,dan Parang sudah di gunakan,tapi tetap saja,Limpai tak bisa di kalahkan.

Lalu,keduanya sepakat beristirahat.Sambil bersitirahat Ki’ Cuan makan sirih dan campuran
nya dengan urak ( lesung kecil sepanjang 15 cm dan berdiameter sekitar 5 cm,dari kayu atau
bamboo,berfungsi sebagai wadah pelumat capuran sirih.Untuk melumatkan campuran sirih
di dalamnya di gunakan alu kecil dari besi bergagang kayu biasa disebut mata
urak,red.).Sebagian dari sirih yang telah di lumatkan,dan sebelumnya telah di mantrai,di
berikan nya kepada Limpai.

Setelah itu perkelahian pun di lanjutkan.Karena tidak ada senjata lagi yang bisa di gunakan,
Ki’ Cuan menjadikan mate urak sebagai senjata.Pertempuran berjalan terus.Namun keduanya
masih terus bisa bertahan.Selama itu Ki’ Cuan terus berusaha mengambil kesempatan untuk
berada di bawah perut Limpai.Pada saat itulah Ki’ Cuan menusukan matanya urak nya ke
perut Limpai.Sekejap kemudian makhluk yang telah menggegerkan kampung Ki’ Cuan ini
pun roboh.

Sebelum Limpai menghembuskan nafas terakhir,Limpai bersupah : “ Mulai saat ini setiap
keturunun Ki’ Cuan tetap akan jadi muso bebuyutan ku. “

Karena sumpah itulah,hingga kini,masih banyak yang percaya,di tempat Ki’ Cuan bertempur
melaawan Limpai – daerah sekitar Genting Apit,jika menyebutkan diri sebagai keturunan Ki’
Cuan,Limpai akan datang ke tempat tersebut.Sebab,itu sama saja artinya,mengundang limpai
untuk berkelahi (Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib)
Riwayat Batu Meja/Batu Rakit
Pada zaman dahulu,karena ancaman yang terus menerus dari para lanun atau bajak laut yang
datang merapok ,membunuh dan menculik perempuan,hidup dipinggir pantai bukanlah
sesuatu yang menyenangkan bagi penduduk pulau Belitung .Begitu pula juga dengan
kehidupan didaerah Sijuk .penduduk daerah ini lebih memilih berdiam jauh dihutan-hutan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berkebun kecil-kecilan,Hingga hasilnya hanya
cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.

Diantara penduduk tersebut ,adalah seorang pemuda gagah berani bernama Bujang Anom .Ia
berpikiran bahwa hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan tidak menyenangkan tersebut
tak dapat dibiarkan begitu saja.Hingga satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah hanya
dengan melawan lanun tersebut .

Pemikiran Bujang Anom ini wajar .sebab ia dikenal sebagai pemuda yang memiliki kesaktian
luar biasa .Sehari-hari ,Bujang Anom suka duduk diatas sebuah batu besar tak jauh dari
pantai,Disekitar muara sungai Sijuk .Dari batu besar itu lah ia selalu mengintip kedatangan
para lanun saat ingin menyerang penduduk yang tinggal di pedalaman melalui muara sungai
Sijuk .

Hatta,suatu hari dari kejauhan nampak beberapa buah perahu mendekat kearah muara sungai
Sijuk .Mengetahui kedatagan para lanun tersebut ,penduduk pun segera bersiaga
.Bersembunyi-bunyi disemak-semak dengan senjata siap ditangan.Sementa itu ,Bujang Anom
bersiap diatas batu besar tempat ia biasa duduk untuk mengamati kedatangan para lanun
tersebut .

Dengan segala kegarangannya ,beberapa puluh tombak dar ibibir pantai ,dengan senjata
terhunus para lanun telah bersiap –siap turun dari perahu .Namun, belum sempat
menginjakan kaki didasar laut yang sedang surut,secara tiba-tiba dari balik sebuah batu besar
muncul seorang pemuda.Pemuda yang tak sama kali bersenjata itu adalah Bujang Anom.

Kemunculan Bujang Anom yang sangat tiba-tiba itu,kontan membuat para lanun terkaget-
kaget.Hingga mereka urung turun dari perahu.Malah hiruk pikuk teriakan para lanun yang
siap turun ke pantai pun sontak berubah hening.Belum habis rasa kaget para lanun itu,tiba-
tiba Bujang Anom memungut sebuah kerang besar berduri sangat tajam.Sekejab
kemudian,dengan kedua belah kakinya,Bujang Anom menyepak-nyepak kerang berduri
sangat tajam itu,bak memainkan bola kulit.

Pemandangan itu membuat para lanun kian terperangah.Kejadian seperti itu,dalam sejarah
kejahatan mereka belum pernah di temui.Hingga mereka berpikiran,pastilah pemudah yang
menyepak-nyepak kerang berduri itu bukan orang sembarangan.Tak mau mati
konyol,seorang pemimpin para lanun itu turun ke pantai,mendatangi Bujang Anom.”Boleh
kah kami masuk dan menambatkan tali sauh kami,hai orang muda,”serunya

“Tidak bisa “ jawab Bujang Anom,”Daerah ini bukan tempat bagi orang-orang
jahat,”lanjutnya lagi sambil naik ke atas batu tempat dia bisa duduk.Sambil berdiri di atas
batu itu,ia berteriak menantang,”Kalau ada yang berani melewati batu ini langkahi dulu
mayatku !! “.Sekejab kemudian Bujang Anom menendang kerang berduri kea rah sebuah
perahu para lanun hingga perahu itu karam dan hanyut di bawa arus sungai Sijuk.
Melihat situasi tak menguntungkan ini,pemimpin lanun yang tadi berbicara dengan Bujang
Anom bertanya kembali.” Dimana penduduk daerah sini ? Siapa kepala adatnya ?”. “ Akulah
orang nya “ jawab Bujang Anom lantang.” Seluruh anak buahku,penduduk sekitar tempat
ini,berada di gunung.”Selangkah kau mendarat di tanah seluruh perahu ku hancurkan,”
teriak Bujang Anom lagi.

Mendapatkan jawaban demikian seketika terkesimalah para lanun tadi.Karena situassi tak
menguntungkan tersebut mereka pun urung melanjutkan rencana jahatnya.Sekejap kemudian
mereka memutar balik perahu masing-masing dan kembali ke tengah laut.

Namun,aneh bin ajaib.Begitu perahu para lanun berbalik arah menuju ke tengah
lautan,seketika itu juga Bujang Anom raib.Tak ada jejak yang mereka tinggalkan,keuali
sebuah batu besar dengan permukaan datar,mirip sebuah meja.

Sementara itu semua penduduk yang sebelumnya memang telah siap dengan senjata di
tangan,satu persatu mulai menampakan diri,keluar dari semak-semak.Tapi,tak urung mereka
pun di liputi ke heranan luar biasa.Buajang Anom yang selama ini mereka kenal sebagai
manusia biasa,tiba-tiba menghilang,malah sejak kejadian itu,Bujang Anom tak pernah lagi
muncul di tengah penduduk.Singkat cerita,sejak kejadian tersebut,penduduk Sijuk bisa hidup
damai dari gangguan para lanun.Perlahan mereka pun mulai menggantungkan hidup dari
hasil laut.

Sementara batu tempat Bujang Anom berdiri,oleh penduduk setempat dinamai Batu Meja—
sebagian penduduk ada yang menyebutnya Batu Rakit,dan di keramatkan.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Riwayat Keramat Bujang
Di satu bagian hutan, dikenal dengan nama Ai’ Membiding, Desa Bantan, terdapat dua buah
makam, yaitu Makam Tu’ Rangga Tuban dan isterinya dan di Gunung/Bukit Bujang terdapat
pula makam, dikenal sebagai Keramat Bujang. Dari dan untuk ketiga tokoh ini diceritakan
tentang kehebatan Tu’ Rangga Tuban dan Bujang.

Menurut cerita yang berkembang di daerah Bantan,tu”rangga tuban berasal dari tanah
jawa.beliau mempunyai dua istri dan seorang anak angkat bernama Bujang .kehebatan tu”
rangga tuban ini sangat dikenal dan termasyhur keseluruh wilayah sekitar bantam kecik.

Dalam kesehariannya ,dilengan kirinya selalu terpasang sebuah batu asah yank dikenakan
jika akan bertempur menghadapi musuh-musuh yang datang dari sungai dekat kampung
bantan ,yaitu Ai”sapai.batu asah ini sekarang masih ada dan jika kita akan mengasah parang
didaerah tersebut parang akan cepat tajam tapi selalu mengakibatkan luka bagi pemiliknya
atau orang yang mengasah pisau ditempat itu.

Tu”Rangga tuban terkenal sebagai seorang pembuat perahu yang hebat di daera
bantan,hingga didaerah ini terdapat satu tempat bernama lemong perahu ,yaitu tempat bekas
Tu”Rangga tuban membuat perahu .

Satu hari,Tu”Rangga tuban melakukan perjalanan kepalembang..Disana Tu”Rangga tuban


sempat membeli seekor burung puyuh yazng sangat lincah .Hingga dia menjadi direpotkan
oleh burung tersebut .Akibatnya pada waktu jam tidur ia tidak bisa barang sekejab karena
harus menjaga agar burung tersebut tidak lepas kelaut.Akibatnya Tu” Rangga tuban baru
tidur pada siang hari ,sementara penjagaan burung itu diserahkan kepada awak perahunya .

Setiba di Belitung Tu”Rangga tuban pun segara pulang dan langsung mengurus burung
puyuhnya.Satu ketika ,saat sedang tidak dirumah ,burung itu lepas dari sangkarnya .Hingga
Tu”Rangga tuban terpaksa harus menagkapnya kembali .Disusunya batu-batu besar untuk
mernghalagi burung itu meloncat dan batu –batu ini sekarang masih ada tersusun sedemikian
rupa sehingga burung puyuh tidak bisa melompatinya .Sekarang penduduk setempat masih
percaya bahwa orang yang mengencigi batu tersebut akan jatuh sakit .Begitula diantara
kehebatan Rangga tuban.

***

BAGAIMANA dengan kehebatan anak angkatnya ,Bujang?


Pendek kata semua kehebatan Rangga tuban ditturunkan kepadanya,sehingga ia bisa
menandingi ayah angkatnya itu.Namun,dasar anak berotot pendekar ,dengan berlatih
sendiri,ia malah melebihi kehebatan ayah angkatnya .

Melihat hal itu, timbul rasa takut dan khawatir dalam diri Rangga tuban.Hingga muncul niat
jahatnya untuk menghabisi Bujang. Apalagi ia pikir toh bujang bukan anak kandung sendiri.
ia hanya seorang anak yang diambil dari kampung sebelah-yang sebagian penduduknya
adalah orang –orang jahat ,berhasil ia musnakan .

Karena niat buruk itu bujang mendapat perlakuan lain dari biasa.kalau selama ini
pergaulannya dengan penduduk setempat benar-benar diperhatikan,sekarang ia diberi
kebebesan sama sekali .Melihat perubahan itu bujang jadi curiga .Tapi,setelah mengingat-
ingat apa yang telah ia lakukan kepada ayah angkatnya,ia merasa tak punya salah apapun.ia
selalu menghormati ayahnya,walau tahu ia hanya anak angkat.”Barang kali beliau benci
karena merasa tersaingi dengan kehebatan dalam ilmu silat atau pun kesaktian lainnya
,”begitu dugaan bujang .

Tu”Rangga tuban juga selalu mecari-cari seteru dengan bujang .Ada-ada saja yang ia lakukan
.mulai menyembunyikan parang milik bujang hingga membuang tommbaknya.

Satu ketika bujang tidak diberi makan sama sekali .Disinilah bujang kemudian merasa kalah
.Bagaimana pun ia adalah anak penurut dan selalu mengikuti perintah orang tua.Misalnya,ia
baru akan makan setelah disuruh orang tuanya seusai mereka makan .Tapi, kali itu tidak
.Bujang pun kelaparan karena tubuhnya melemah ,ia tertidur sambil menahan lapar .

“Berhasil siasatku”, begitu latah Rangga tuban .Dengan demikian ,pikiranya,semua harta
milik bujang akan jatuh ketangannya .untuk menyembunyikan niat jahat itu, bujang yang
sedang tertidur lelap pun dibawa ke ume mereka dan ditidurkan dipondok di ume tersebutan .
.

Malam hari pondok tersebut ia baker .Rangga tubakaan pun mengatur seolah-olah pondok itu
dibakar tampa disengaja.Melihat pondok yang terbakar tersebut, berbondong-bondong
penduduk sekitar memadamkan api yang makin mengganas .

Setelah api berhasil ditaklukkan apa yang terjadi dengan Bujang?Tampa diduga-duga ,Bujang
keluar dari puing pondok yang masih berasap .setelah tahu yang terbakar pondok ume
,Bujang sadar bahwa ayahnya lah yang membawanya kepondok itu ,lalu memmbakarnya.

Bujang betul-betul heran dengan sikap ayahnya itu.yang ia fikir, mungkin ayahnya merasa
tak mau dikalahkan siapapun termasuk anaknya sendiri .

Untuk mempercepat kehendak ayahnya itu pun bujang pun angkat bicara “Aya sebelumnye
aku mohon map .ak la tau sejak lamak’,ikam nak nyawe aku..Tapi, untuk itu,ndao k kana de
gunenye ngeluarkan semue ilmu ikam .sebab aku baru kan mati kalu’jari manisku dicucok
kan ujong daun lalang “,

Tapi,sebelum dilakukan ia meminta agar permohonannya dikabulkan .”kuborkan aku antare


langit kan bumi same-same kan harteku nok ade de ruma .masokan kedalam tajau lalu
kuborkan sebela kiri ‘aku.Ampun kan semue sala aku”, Itulah permintaan bujang .

Usai mendegar permintaan dan mendegar kelemahan angkatnya ,Rangga tuban segera
mengambil ujung lalang lalu menusukanya kejari manis bujang .setelah itu bujang pun
meninggal dunia.

Sesuai permintaan bujang Rangga tuban pun menguburkannya diatas sebuah bukit bersama-
sama dengan tajau (berisi emas ) disisi kirinya.Hingga habisla harapan Rangga tuban untuk
memiliki harta bujang.

Sekarang tempat dimana bujang dikuburkan dikenal dengan nama bukit bujang dan
kuburanya dikeramatkan orang dengan sebutan Keramat Bujang .
***

MENGENAI harta bujang yang ikut dsikuburkan ,saat ini, dikenal dengan tempayan Bujang
Pernah suatu waktu,puluhan tahun silam,dua lelaki berniat,meminta harta tersebut.Maka
bertapalah orang tersebut di kermat bujang.Setelah tiga hari tiga malam,rog Bujang dating
menghampiri mereka sambil berkata,”Mikak kuang ngambik harte aku,tapi harus nyerakan
dara urang nok di sayangek,” Sekejap kemudian raiblah roh Bujang.

Setelah berpikir sesaat kedua orang itupun kembali ke rumah nya sambil memikirkan apakah
mereka harus meyerahkan darah orang yang mereka sayangi atau tidak mendapatkan harta
yang mereka idam-idamkan.

Akhirnya,kedua orang itu pun menemukan jalan keluar.Yaitu,memalsukan darah segar


dengan pati samak ( getah samak yang berwarna merah mirip darah.red ).Untuk
melaksanakan rencananya,segerala mereka menebangi batang samak sekitar tempat tersebut
dan mengumpulkan nya dalam sebuah wajan dan segera menyerahkan nya ke Keramat
Bujang.

Tak lama kemudian datanglah roh Bujang dan memberi petunjuk agar menggali sebelah kiri
kuburan tersebut.Sekitar tiga jam menggali tampak tutup tembikar yang tak lain dan tak
bukan adalah tutup tempayan Bujang.Mereka pun segera melebarkan galian hingga akhirnya
menemukan tempayan yang utuh dan mengikatnya pada sebuah pikulan agar mudah di
angkat.Setelah semua beres,dengan bersemangat,mereka langsung turun dari bukit itu.

Setiba di Tebat Bedong,saking gembiranya,pemikul yang berada di depan berkata, “


Eu,rupenye balau nok de atas kuang juak de akalek.Pakai pati samak jak kite dapat ngambik
harte karun nye,ndak perlu pakai dara segar segale.”

Sekejap setelah pemikul di depan mengakhiri ucapanya,aneh bin ajaib,pengikat tempayan itu
putus dan menggelinding ke atas bukit serta masuk kembali ke tempat semula.Sementara
tanah bekas galian bergrak sendiri menutup lobang galian.HIngga saat ini tak satupun ada
yang berani meminta harta Kerama Bujang tersebut.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Sejarah Dan Misteri Batu Buyung/Batu
Buyong
Di antara bebarapa objek wisata yang ada di pulau Belitung,salah satu yang sering di
kunjungi wisatawan local adalah batu buyung.

Obyek wisata ini berada di daerah paling ujung di selatan Pulau Belitung,terletak sekitar 110
km dari kota Tanjungpandan,batu Buyung bisa di capai menggunakan kendaraan roda dua
maupun empat.

Kelebihan obyek wisata ini adalah sebuah batu seukuran lapangan bulu tangkis yang terlihat
agak unik.Layaknya sebuah batu yang memang di letak kan di atas sebuah batu datar lain
nya.

Selain sebagai tempat wisata,kawasan obyek wisata Batu Buyung ini juga di kenali
masyarakat sebagai tepat yang memiliki nuansa magis cukup kuat.Hingga kerapkali orang-
orang mendatangi Batu Buyung untuk bernazar,semisal meminta sesuatu seperti nomor
buntut dan sejenisnya.

Banyaknya masyarakat yang menjadikan Batu Buyung sebagai tempat bernazar,tak terlepas
dari cerita di balik keberadaan dan asal usul Batu Buyung itu sendiri.Yang konon hanya
sebuah batu kecil seukuran kepala bayi ( buyng.red ) yang berasal dari Kerjaan Majapahit.

Di kisahkan,dalam satu misi perluasan wilayah,satu armada kecil dari kerajaan Majapahit
melihat sebuah ” gosong ” yang aneh.Tampak seperti gosong,tapi pemandangan dari laut
sangatlah indah.Terpesona dengan keindahan gosong tersebut,serempak semua awak perahu
menghentikan pekerjaan.Mereka memilih menikmati keindahan tersebut daripada melakukan
pekerjaan.

Namun demikian,kendati memiliki kesempatan,mereka tak berani langsung mendarat ke


gosong tersebut.Takjub dengan keindahan gosong tersebu,para awak perahu kerajaan
Majapahit seperti merasakan hanya mendatangi sebuah pulau tak ta berpenghuni saja..Tapi
bedasarkan pengalaman di pulau-pulau lain,mereka merasa yakin bahwa gososng yang indah
ini pasti ada penghuni nya.Dengan keyakinan tersebutlah kemudian mereka menyempatkan
diri singgah sebentar untuk sekedar beristirahat sambil menikmati indahnya gosong tersebut.

Sesampai di tanah jawa,pimpinan armada kecil itupun segera melapor kepada


raja.Menceritakan pulau temuan yang anggap ganjil dan penuh misteri ini.Mendapat laporan
demikian raja merasa perlu untuk segera menanggapinya.Pertemuan singkat pun di gelar
untuk memutuskan apakah pulau tersebut akan di beri tanda sebagai milik majapahit.Di akhir
pertemuan raja menginstruksikan hulubalang membuat sebuah tanda berupa subuah batu
yang di buat dari batu dapur ( Tanah liat yang di bulatkan,biasanya di gunakan untuk
membuat dapur api di rumah-rumah di kampong,sebesar kepala buyung-bayi.red ).Mendapat
instruksi demikian hulubalang pun segera menyiapkan sebuah batu dapur lengkap dengan tali
rantai yang panjang sebagai pengikat pulau tersebut dari pulau jawa.

Setelah semua perlengkapan siap rombongan kedua pun berangkat menuju pulau misterius
tadi.Berbeda dengan misi sebelumnya,kali ini anggota rombongan jauh lebih banyak.Singkat
cerita setelah rombongan tadi sampai di pulau misterius tadi,mereka segera meletakan Batu
Buyung di tempat nya sekrang ini.Dari Btu Buyung ini pula lalu di ikatkan rantai hingga
sampai ke pulau jawa.Sedang sebagian kecil tetap tinggal untuk mengawasi sekaligus
menjaga pulau tersebut agar tidak di ambil orang lain.Penjaga inilah yang konon masih
menghuni daerah dimana batu tersebut di letak kan.Kepada beliaulah orang-orang minta
sesuatu untuk kemudahan yang bersifat duniawi.

Saat ini Batu Buyung tadi sudah tidak seperti keadaannya pertama kali di bawa dari tanah
jawa,yang hanya seukuran kepala bayi.Tapi sudah membesar hingga menjadi seukuran
lapangan bulutangkis.Namun,yang aneh bin ajaib,letak Bati Buyung ini persis seperti sebuah
batu yang memang di geletakan di atas sebuah batu datar lain nya.

Menurut pendapat setengah orang,jika batu ini di dorong baramai-ramai ia akan tergeser ke
lautan.Tetapi karena sekarang sudah di anggap batu berpenghuni,maka orang tak berani
lagimembuktikan nya.Pendapat lain juga mengatakan bahwa,penghuni Batu Buyung saat ini
ada tiga orang.Yaitu Bujang Tanggok ( Melayu/Islam ),Taopekong Gambar Melayang (
Cina/Khong Hu Cu ), dan Penderas kilat Di Awan ( Kulit Putih/Kristen )

Pendapat lain juga menyebutkan bahwa,permintaan sesuatu kepada penunggu Batu Buyung
ini akan bisa di kabulkan setelah peminta melakukan pertapaan yang sangat berat ujian
nya.Mula-mula pertapa di lemparkan ke Gunung Baginda,lalu oleh penghuni Gunung Batu
Beginda di kembalikan ke Batu Buyung.Lempar melempar itu terjadi sebanyak tujuh kali
secara berulang-ulang.Nah,jika di pertapa berhasil melewati ujian pertama ini,maka si pertapa
akan di lemparkan ke sebuah gosong bernama GOSONG PARAK ,untuk uji secara
magis.Setelah seorang pertapa berhasil melewati ujian terakhir ini,barulah apa yang di
inginkan dan di sampaikan pertapa sebelumnya akan di kabulkan.

Memang sejauh ini tak ada yang menceritakan sudah berapa banyak pertapa yang di kabulkan
permintaan nya.Namun,sebagian masyarakat tetap yakin bahwa,batu yang semula hanya
berukuran kepala bayi itu telah berubah menjadi sebesar lapangan buluhtangkis itu,tetap di
jaga oleh pasukan yang di kirim oleh Raja Majapahit ketika menguasai Pulau Belitung,hingga
jadi terkesan angker.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Sumur Berdarah/Perigi Berdarah
Cerita ini ada kaitan nya dengan cerita “Hiakyat Padang Penyengat “. Pada zaman kerajaan
Balok berdiri,dari raja-rajanya sampai ke prajurit Kerjaan belum ada yang memilik senjata
api.Yang di pakai hanya senjata Keris,Tombak,Lade,Kujor,Badik,Pedang ataupun parang
panjang

Keris yang di pakai Raja Balok itu log 9,keris ini sangat sakti,hampir sama dengan keris
Empu Gandring zaman Kerjaan kediri dulu.Keris ini di simpan di Keramat Sisilan.Keramat
Sisilan sangat terkenal sakti nya,boleh di katakan sakti mandra guna,apa saja yang di katakan
pasti jadi.

Senjata inilah yang di pakai perang untuk melawan musuh,baik untuk melawan lanun
maupun perperangan antar kerajaan.Apabila terjadi perperangan,kerusuhan ( perkelahian
),selesai terjadi tragedy tersebut semua senjata di cuci pada perigi berdarah ( Sumur
Berdarah.Red ) .Setelah itu barulah di simpan oleh pemilik nya.

Jadi Perigi berdarah ini gunanya adalah untuk mencuci senjata kerajaan yang pada senjata itu
ada darah yang melekat.Darah-daah itulah yang di bersihkan di perigi itu,sehingga warga
setempat menyebut nya dengan PERIGI BERDARAH/TELAGA BERDARAH

Setelah Raja-raja wafat,kerajaan Balok tidak ada lagi senajata-senjata prajurit,semuanya di


kumpulkan dan di simpan pada perigi berdarah,kecuali senjata Raja dan pembantunya di
simpan pada makam masing-masing.

Menurut Informan,sekarang keadaan perigi berdarah tidak tampak seperti dahulu karena
sudah termakan oleh waktu,sebab mengingat sekarang ini sudah abad 21,sedangkan
berdirinya kerajaan balok pada abad 17.

NB :Cerita ini saya tulis kembali yang sumber Cerita saya dapatkan berasal dari
Masyarakat Balok yang di rangkum menjadi sebuah buku dan bertujuan untuk melestarikan
budaya belitung khusus nya daerah balok.

Tunggu update kami selanjutnya!!!


Antu Berasuk
Cerita yang telah tertutur dari mulut ke mulut dan berkembang luas di masyarakat Belitung
ini bermula di sebuah kelekak ( kampong kecil zaman dulu,red.) yang sekarang bernama
Simpang Tiga,Kecamatan Gantung,Belitung Timur.Hingga sekarang cerita ini menjadi
semacam buku pegangan oleh para pemburu.

Berasuk merupakan salah satu cara berburu binatang huta,terutama pelanduk dengan bantuan
anjing pemburu.Oleh karena asuk ( anjing,bahasa Belitung,red.) memainkan peran cukup
besar,maka pemburuan ini di sebut nama berasuk.secara harfiah berarti hantu sedang berburu.

Umumnya,orang-orang yang sering berburu pada malam hari,pernah bahkan sering


mendengar lolongan anjing menyayat hati menggambarkan kepiluan.Suara lolongan-lolongan
anjing itu terdengar berasal dari hutan-hutan,terutama ketika bulan sedang purnama
penuh.Konon,kabarnya suara lolongan itu pertanda sedang ada antu berasuk

Prosesi berasuk sendiri lazimnya di lakukan berkelompok dengan anggota 3 s/d 5


pemburu.Untuk mengarahkan binatang buruan biasanya terlebih dahulu memasang pepa (
penghalang,red ) terbuat dari ranting pohon kecil sepanjang 60 s/d 70 yang ditidurkan hingga
setinggi 40 s/d 50 cm. pepa ini berfungsi sebagai pagar agar pelanduk yang terkurung dan
tidak bisa melopatinya.Pepa ini lazimnya bisa mencapai 5 s/d 6 km,atau di sesuaikan dengan
jumlah anggota dalam kelompok pemburuan tersebut.Pada rentangan pepa ,dalam jarak
antara 80 s/d 100 meter sengaja di kosongkan untuk memasang jerat pelanduk atau lapun.

Lalu dimana fungsi anjing ? Nah anjing-anjing pemburu yang memang sudah terlatih
biasanya di lepas di hutan.Dalam satu perburuan,jika terdengar suara salakan,berarti anjing
sudah melihat seekor pelanduk dan segera mengejarkan.Berdasar suara salakan anjing itulah
para pemburu mmendatangi arah darimana suara gonggongan tersebut berasal.

Akan halnya pelanduk yang terkurung dalam pepa biasanya tidak bisa keluar.Satu-satunya
jalan keluar adalah ruang kosong pada rentangan pepa yang telah di pasangi lapun.Saat keluar
di lubang itulah pelanduk akan terjerat atau masuk lapun.Pelanduk hasil buruan,bagian kepala
di serahkan kepada kepala kampong sisanya di bagi rata antara anggota kelompok perburuan.

Kisah antu berasuk sendiri bermula di masa hidup penduduk Belitung masih betul-betul
mengharapkan pada alam,terutama kepada hutan dimana orang Belitung masih banyak
meninggali daerah pedalaman guna menghindari diri dari serangan para lanun atau bajak laut.

Alkisah,di sutu kelekak,sekarang Simpang Tiga,tinggalah sepasang suami istri.Sang suami


adalah pemburu handal.Kehidupan keluarga itu tengah di naungi kebahagian.Sang istri
sedang hamil.

Lazimnya orang yang sedang hamil,sang istri mengidamkan makanan yang aneh-aneh,dan
harus dipenuhi.Suatu hari ia berkata pada sang suami,ngidam ingin makan daging “ pelanduk
buting laki “.merasa kehendak itu adalh keinginan si jabang bayi dalam kandungan sang istri
dan kecintaan mendalam pada istrinya,sang suami pun menyanggupi untuk memnuhi
permintaan tersebut.
Singkat cerita setelah menyipkan perlengkapan,besama teman nya dan seekor anjing,ia
berangkat ke hutan,mencari pelandok bunting laki,aku lum ken balik.”

Berhari-hari pemburu itu bersama teman-teman nya menjelajahi hutan untuk memenuhi
kehendak istri.Tapi setiap berhasil mengkap pelanduk,yang bunting sekalipun,selalu
pelanduk betina.Entah sampai kapan pelanduk laki bunting tidak akan di dapatkan.Naun
demikian sang pemburu itu tetap bersikeras tidak akan pulang sebelum kehendak istri nya
terpenuhi.

Karena sudah lebih dua pecan di dalam hutan,teman si peburu minta izin pulang ke
kampung.Sang pemburu itupun tidak keberatan kepada teman nya,sebelum pulang,ia
berpesan agar istri tetap bersabar karena pelanduk bunting laki belum di temukan karena
itulah ia belum mau pulang ke rumah.

Setiba di kampung,teman si pemburu itupun menyampaikan pesan suaminya kepada istri


nya.Ia juga menceritakan segala hal ihkwal perburuan nya yang selalu mendapatkan pelanduk
betina yang bunting,tak pernah ketemu berjenis laki-laki

Mendengar cerita itu,betapa sedih hati sang istri pemburu.Sebab suaminya telah salah
menerima ucapan nya sebab yang dia maksud bukanlah pelanduk laki yang bunting,tapi
pelanduk betina,bunting yang dalam perut nya laki-laki.

Tiga bulan setelah kepergian suaminya berburu,denga bantuan pengguling ( bidan


kampung,red. ),sang istri pun melahirkan bayi laki-laki.Sementara itu tak satupun penduduk
kelekak,tersebut yang tau menau kabar sang pemburu di dalam hutan.

Puluhan tahun berlalu.Sang anak beranjak tumbuh besar,menjadi pemuda yang


gagah.Namun,ia tetap bertanya-tanya,kenapa tak pernah melihat ayah nya.Maka ia pun
menanyakan hal ikhwal ayah nya kepada sang ibu.Di desak anak satu-satunya sang ibu pun
dengan berat hati menceritakan bahwa,ayahnya sedang pergi ke hutan untuk mencari
pelanduk bunting laki buat dirinya semasa masih dala kandungan dan belum kembali hingga
sekarang.

Mendengar cerita itu,sang anak merasa bahwa kepergian ayahnya yang tidak kembali lagi
karena ia sendiri.Hingga,sejak mendengar cerita itu,ia berusaha untuk mencari ayah nya.Jalan
pertema adalah menanyakan dimana ia bisa menemuhi ayahnya kepada teman ayahnya
terakhir berasuk dulu.Oleh teman si pemburu,ia di beritau bahwa ayahnya sering terlihat di
pinggir hutan dekat arungan/arongen ( aliran anak sungai yang melintas di sekitar pemukiman
yang sering di gunakan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan air.red ).

Mendapat informasi tersebut,segera si anak pemburu itu menuju arungan di tepi hutan
seeperti yang di tunjukan menunggu kemunculan ayahnya.Namun,setelah beberapa kali
menunggu,sang ayah tak juga muncul.Karena itu ia pun mengubah cara untuk melihat dan
menemuhi ayanya.,dengan cara bersembunyi.

Suatu sore tampak ayahnya terlihat singgah di tepi hutan dekat arungan.melihat keemunculan
ayahnya,bukan kepalang gembiranya sang anak.Tak sadar ia memanggil nama ayahnya
sambil berlari menghambur ke tempat ayahnya berdiri.Terperanjat ( terkejut dan kaget.red )
mendengar suara panggilan seorang anak dan berlari menghambur ke arahnya sang ayahpun
segera berlari masuk kedalam hutan.
Kendati hasrat untuk melihat sang ayah telah terpenuhi,tetap saja sang anak belum merasa
puas.Ia pun segera duduk di bekas ayahnya tadi duduk.Saking menahan jengkel ia menebang
sebatang pohon rotan segab ( satu jenis rotan.red ).Sambil berjongkok potongan rotan tadi di
buatnya simpai ( anyaman rotan berbentuk lingkaran yang biasa di gunakan untuk
pengikat.red ) dengan menggunakan lipatan lutut dan pahanya sebagai ukuran.Setelah
selesai,simpai tiupun di lepaskan nya dari lipatan kakinya.Karena hari sudah gelap,ia
bergegas dengan meninggalkan simpai nya begitu saja.

Esok paginya sang anak kembali lagi ke pinggir hutan itu bermaksud untuk mengambil
simpai nya yang tertinggal.Tapi apa yang di lihatnya ? Di kejauhan ia melihat ayahnya
sedang asyik bermain-main dengan simpai nya kemaren.Sesekali simpai itu ia masukan ke
atas kepala,ke lengan nya,kebesaran.Penasaran tak bisa mengenakan simpai tadi,ia pun segera
duduk berjongkok.Tanpa sadar ia memasukan simpai ke lipatan lutut dan pahanya,hingga
masuklah simpai tersebut dengan pas.Hingga ia tak bisa berdiri.

Melihat simpai itu masuk ke lipatan paha dan lutut ayahnya,sang anak pun segera berlari
menghampiri.Ia pun segera menangkap ayahnya sambil menangis sesunggukan.

“ Sape kau lup ? ( siapa kamu ? ) “ Tanya sang ayah kepada sang anak yang memeluk nya
itu,sambil terkaget-kaget.

Di Tanya demikian,si anak tak menjawab sepatah kata pun.Ia hanya mengelus-ngelus jenggot
ayahnya yang panjang.

Dengan gemetar di pegang nya tangan si anak,sambil bertanya kembali, “ Sape kau ne
sebenare anak mude ? “( Siapa kamu sebenarnya anak muda ? )

Si anak pun segera menjawab,” aku adalah anakmu,ayah aku lah anak yang ada di dalam
perut ibu ketika ayah pergi berburu mencari pelanduk bunting laki,”

Mendengar jawaban si anak,sang ayah kerasa betapa lama waktu telah di lewatkan nya untuk
mencari pelanduk bunting laki.Kalau melihat anak yang besar dan kuat di hadapanya,pastilah
sudah pulahan tahun..Menyadari hal itu,ingin rasanya ia kembai pulang ke rumah tinggal
bersama anak dan istrinya.Tapi karena ia telah bersumpa bahwa,ia tidak akan kembali
sebelum membawa pelanduk bunting laki di tangan nya ia mengurungkan niat tersebut.

Sang anak pun terus berusaha membujuk ayahnya agar segera kembali.Lagi pula,idaman
ibunya sudah tidak mungkin di mintai karena si anak sudah lahir dan sudah tumbuh sehat dan
baik.

Kendati sudah di bujuk-bujuk sang ayah tetap bersikeras akan terus mengembara di hutan
belantara mencari pelanduk bunting laki.Ia pun berkata pada anaknya.” Baiklah nak,sekarang
kau pulang lah.Sampaikan kepada ibumu,aku tak akan kembali sebelum pelanduk bunting
laki ada di tanganku.”

Cuma pesan ku,lanjut si pemburu,”Jika kau pergi berasuk perhatikan pesan ini.Jika berasuk
bulan purnama sembilan ( hari kesembilan bulan muncul ),jangan kau ambil pelanduk yang
lekat di sebelah kiri,tengah dan kanan dari lapunmu.Pelanduk itu bagian ku.Lalu,jika bulan
raya tujuh belas ( hari ke -17 bulan muncul,purnama penuh ),itu bagian ku.Dan kalau bulan
purnama sudah ke -27 dan seterusnya,kami sudah ke laut untuk mencari ikan.’
Mendengar pesan itu,si anak jadi heran kenapa ayahnya masih juga mau mendapatkan
pelanduk.Seteleh di terangkan si ayah,barulah ia tahu bahwa,ayahnya telah terikat oleh
sumpah di hadapan ibunya.Dengan berat hati,si anakpun mohon diri kepada ayah nya sambil
berujar.” Ayah,bagaimanapun kau tetap ayahku.Namun jika ayah tidak mau kembali ke
rumah,apa boleh buat.Ananda akan mematuhi pesan ayah dan akan ku jaga ibu baik-
baik.Ananda mohon pamit ayah,” Sesudah mengucapkan kata-kata perpisahan itu,sang anak
pun melepaskan simpai yang “ Menjerat “ kaki ayahnya dan sang ayah segera menghilang ke
hutan belantara,melanjutkan pemburuan nya.

Setiba di rumahSang anak menceritakan perihal pertemuan dengan ayahnya di pinggir hutan
tadi.Sang ibu pun isa memahami bahwa suaminya tak akan kembali ke masyarakat ramai dan
ia segera berdoa semoga kesalahanya di ampunkan yang kuasa.Sejak itu kedua anak beranak
ini selalu memperhatikan tanda-tanda purnama dan sang anak selalu melakukan ayahnya
demi “ pengabdian “ kepada sang ayah.

***

Menurut informasi,setiap pemburu yang mendapatkan pelanduk di lapun mereka pada bulan
ke sembilan,tak pernah mereka mengambil pelanduk-pelanduk yang terjerat di lapun
pertama,tengah dan akhir.Demikian pula ketika pada purnama penuh tujuh belas,mereka tak
pernah mengambil pelanduk yang lekat di lapun yang selang seling.

Bahkan,menurut cerita,banyak pemburu di belitung tak berani pergi berburu ke hutan pada
malam purnama penuh tujuh belas hari bulan,karena mereka takut atau khawatir bertemu
dengan antu berasuk.Namun,bagi pemburu berpengalaman,bulan purnama tujuh belas itu
justru menjai saat yang tepat untuk berburu.Konon kabarnya,mereka dapat mengajak antu
berasuk tadi untuk bekerjasama berasuk dengan sistem bagi hasil.Jika kena lapun ganjil
berarti punya antu berasuk dan jika kena lapun genap berarti milik pemburu.Pada malam
tujuh belas ini sering terdengar lolongan asuk merindukan tulang,konon kabarnya suara
lolongan itu adalah milik anjing si suami tadi yang masih terus gentayangan di hutan-hutan
bersama sang tuan nya.

————————————————–**——————————————————-

Arti Kata Dalam Bahasa Belitung Pada Cerita Di Atas

Kelekak : Kampung/desa kecil zaman dulu


Asuk : Anjing
Berasuk : Salah satu cara berburu binatang huta,terutama pelanduk dengan bantuan anjing
pemburu
Pepa : Penghalang terbuat dari ranting pohon kecil sepanjang 60 s/d 70 yang ditidurkan
hingga setinggi 40 s/d 50 cm
Arungan/Arongen : aliran anak sungai yang melintas di sekitar pemukiman yang sering di
gunakan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan air
Pengguling : Bidan kampung,biasanya bertugas membantu wanita yang ingin melahirkan
Bunting : Hamil
Sape : Siapa
Lup : Merupakan penggalan kata dari kata KULUP yang berarti panggilan atau kata sapaan
untuk laki-laki yang masih remaja
Lapun : Jerat untuk memburu pelanduk
Antu Berasuk : Secara harfiah berarti hantu sedang berburu
Terperanjat : Terkejut atau Kaget
Simpai : Anyaman rotan berbentuk lingkaran yang biasa di gunakan untuk pengikat

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Asal Usul Atau Sejarah Beripat Dan
Beregong
Di kisahkan,pada zaman dahulu,di kelekak Gelaggang (sekarang desa Mentigi) tinggal
seorang gadis.Dizamannya ia bisa dikatakan yang tercantik.Kecantikkan si gadis itu telah
membuat para pemuda baik dari kelekak gelaggang, maupun kelekak sekitar,ingin
mempersuntingnya.

Namun,lantaran banyaknya lamaran datang,orang tua si gadis sulit untuk memutuskan siapa
pemuda yang patut ia terima sebagai menantunya.Apalagi orang tua juga tahu
bahwa,sebagian besar pelamar itu berilmu tinggi.Misalnyalnya,hanya dengan menunjuk saja
,burung yang berterbangan akan jatuh .atau pohon yang ditampar bisa langsung meranggas
dan sebagainya.karena itulah,selain sulit menerima,orang tua sigadis juga kesulitan untuk
menolak.

Dalam kebinggungn itulah akhirnya orang tua si gadis itu pun menemukan jawaban.Ia tidak
akan menolak atau menerima satupun dari lamaran tersebut.Ia akan baru menerima lamaran
tersebut dengan satu syarat .Yaitu yang berhak mendapatkan anak nya adalah lelaki
pemenang undian,dimana undian nya di tetapkan sendiri oleh peminang,tanpa campur tangan
nya

Diberi syarat demikian,para peminang setuju.Mereka sepakat untuk melakukan permainan


pukul-pukulan dengan rotan,mengadu ilmu masing-masing.Siapa yang kena di bagian
punggung di nyatakan kalah.Tapi,jika kedua-duanya sama terkena pukulan,yang keluar
sebagai pemenang adalah adalah yang menerima pukulan paling sedikit.Mereka juga sepakat
menentukan hari permainan.

Hari yang disepakati itupun tiba .Hari itu para peminang berkumpul di satu gelanggang yang
telah disediakan .siap memainkan adu pukul –pukulan dengan rotan.Sementara itu,baik
penduduk kelekak gelaggang maupun dari kelekak sekitar,berduyun-duyun datang ke
geleggang untuk menyaksikan adu sakti tersebut.Sebagai pengiring dipukul
gong,kelinang,tawak-tawak,gendang dan ditiuplah serunai.

Seiring bunyi-bunyian tersebut ,jago-jago tadi pun mulai ngigal (menari berputar-
putar,red.)sambil berseru :”ini die no”ritembab,cube pute (nah, ini die dari kelekak
ketembab,coba lawan).seruan itu sambil ngigal ,disambut jago lain,dengan beseru :”ini no”ri
balai ulu,nda”nulak pasang”.Sementara yang lain berseru pula,”ni buntake no”ri
Nandong ,dirit bangkai_e”.(ini dari kelekak nandong ,diseret bangkainya,tidak akan
mundur).Dan lain-lain seruan yang menandakan keberanian mengahadapi siapa saja.Pendek
kata,di seling alat musik,terjadi perang seruan antara para jago tadi.

Sementara itu jago-jago lain memperhatikan untuk mencari pasangan beripatnya dan bila ada
yang telah menyetuujui,masuklah ia ke gelanggang tepat ngigal tadi.,sambil menepuk
punggung bahu pengigal tadi berteriak “ kiape re “ ( gimana sudara ) seruan itu akan di jawab
pengigal musuh dengan jawaban “ Tulai “ ( Jadi.)
Menurut cerita dalam pertandingan tersebut,karena sebagian peserta adalah orang-orang
berilmu tinggi dan sama-sama tidak terkalahkan,tidak seorang pun yang kalah maupun
menang.

Demikian dongeng ringkas tentang beregong/beripat.Atraksi budaya beregong /beripat,saat


ini sudah jarang dimainkan.Biasanya dimaikan pada acara tertentu saja,seperti acara Maras
Taun.

Namun untuk menggelarnya tidak mudah,karena harus dimainkan dengan pendukung


lengkap.Di mulai dari selamatan,pembangunan rumah tinggi ( balai peregongan ) setinggi 6
s/d 7 meter yang di beri tangga buat para penabuh naik untuk memainkan alat musik
pukul,seperti : dua buuang gong besar,satu buah tawak-tawak,delapan buah kelinang,dua
buah gendang panang serta sebuah serunai.Untuk menaikan alat-alat musik ini ke balai
peregongan harus di pimpin seorang dukun atau ahli waris pemilik gong.

Permainan beregong/beripat ini di pimpin seorang dukun kampung di bantuu seorang juru
pisah dan pencatat.Permainan itu di selenggarakan pada malam hari.Setelah gong di bunyikan
ramailah pemain menari-nari ( ngigal ) sambil berseru-seru seperti seruan peminang putrid
cantik yang menjadii pemicu adanya permainan ini di zaman dahulu.Jika seorang telah
mendapat lawan,mereka berdua pergi ke tempat dukun,lalu petugas menanyakan apakah
sudah kenal sebelumnya dan lain-lain.Ada juga isyarat bahwa jago yang bertanding tidak
boleh datang dari kampung yang sejalan.

Setelah dukun tidak keberatan,keduanya membuka baju mereka dan harus terlepas dari
pinggang ke atas.Untuk melindungi kepala dan telinga,bagian kepala di tutup dengan sehelai
kain.Sementara tangan kiri dii kebat ( bungkus.red ) guna menangkis pukulan lawan,juga
menggunakan kain sampai sebatas lutut.

Sebelum di mulaii dukun pun akan memberi tahu peraturan yang harus di taati,semisal : tidak
boleh menyerang dengan mengecoh ( menyerunduk ),harus saling serang dan tidak
menyerang bagian kepala ataupun bagian pinggang ke bawah.Pukulan yang di anggap sah
adalah yang kena bagian belakang.

Sebelum pertandingan di mulai kedua rotan pemain di periksa dan di ukur sama
panjang,kemudian di gosok dengan air jampi-jampi ( mantra ) yang sudah di sediakan
sebelumnya.Konon kabarnya,air jampi ini berkhasiat untuk menahan sakit meskipun kena
pukulan berbekas besar (bintor,istilah setempat.red ) tapi baru terasa sakitnya setelah sampai
di rumah.

Setelah rotan di beri air jampi,semuanya bersiap-siap.Kedua pemain pun masuk ke


gelanggang di iringi tampik sorak penonton.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Hikayat Putri Sri Pingai
Cerita ini ada hubungan nya dengan kisah Tuk Pancor yang setelah sekian lama bermukim di
kelekaknya tak juga memperoleh seorang anak.Hingga sunyilah rumah nya sepanjang hari.

Suatu hari pada musim selatan,air laut sedang surut pada pagi hari,Tuk Pancor dan Nek
Pancor menghilir ke laut untuk menangkap ikan.hari itu,dari pagi air sudah bergerak
pasang,belum seekor ikan pun yang berhasil di tangkpa oleh pasangan suami istri.

Satu ketika alat pengakap ikan mereka berhasil menangkap beberapa ekor ikan dan sepotong
bamboo.setelah ikan di ambil bambu itu pun di buang kembali ke laut.anehnya,ketika mereka
kembali mengangkat pengakap ikan nya,selalu saja bambu itu terikut.hal ini membuat Tuk
Pancor gusar.setelah berulang kali terjadi bamboo tadi ia ambil dan di letak kan di dalam
kapal.ketika air semakin pasang, pasangan suami istri ini pun memutuskan pulang.

Matahari sudah hampir tenggelam ketika pasangan suami istri sudah sampai di rumah.Nek
Pancor langsung membenahi hasil tangkapan hari itu.sebagian di siapkan untuk hidangann
santap malam.dan sebagian lagi unttuk di garami ( di keringkan ).sedangkan Tuk Pancor
membenahi alat penangkap ikan.bambu yang mereka bawa pulang tadi di taruh di kaki tangga
di depan pondok.

Ke esokan paginya Tuk Pancor bermaksud berburu kijang ke hutan.Nek Pancor memasak
nasi untuk bekal alat penangkap kijang –(di sebut lapum) telah di siapkan.setelah hsemua
siap,Tuk Pancor berangkat ke hutan.cuaca pagi itu sangat cerah.

Sepeninggal suaminya berburu Nek Pancor bersiap-siap untu menjemur padi di halaman
depan rumah.padi sebanyak satu ambin.( 2 kaleng minyak anah ),di hamparkan di atas sehelai
tikar.untuk menjaga agar tikar tidak di terbangkan angina,pada setiap sisinya dipasang kayu
melintang.salah satunya bambu yang di bawa suaminya dari laut kemarin.Nek Pancor duduk
menunggui jemuran padi sambil sesekali masuk ke dalam rumah.

Satu keanehan luar biasa terjadi.cuaca yang tadi nya cerah dan terang benderang seketika
menjadi gelap gulita,seperti malam hari.awan gelap menggumpal-gumpal seiring dating
gerimis.titik-titik hujan pun secara perlahan berubah menjadi hujan lebat.dalam lebatnya
hujan,tiba-tiba terdengar suara letusan keras.Nek Pancor,yang sedang sibuk mengangkat
jemuran padi,terkejut bukan alang-kepalang mendengar letusan itu.

Nek Pancor lebih terkejut lagi, dengan apa yang dia dengar setelah letusan itu.sayup-sayup, di
antara deru angina dan hujan,terdengar suara tangisan bayi.semula Nek Pancor tak percaya
dengan apa yang di dengar nya itu.dalam hati,ia hanya beroikir, “ah ini gak salah
pendengaran saja.”tapi ,begitu ia memusatkan perhatian ke asal suara letusan dasyat tadi,
yakin lah ia bahwa itu bukan salah pendengaran.

Bukan hanya itu ia malah kaget,kerena bamboo yang ia gunakan untuk menggalang jemuran
padi telah terbelah dua.lebih kaget lagi ia ketika melihat persis di tengah belahan bamboo tadi
terdapat jabang bayi sedang menangis.Nek Pancor pun segera mengambil bayi itu dan segera
membersihkan nya.setelah di bersihkan ,bayi itu ia selimutidan nini bobok kan hingga bayi
itu berhenti menangis dan tertidur.
Seiring dengan itu hujan di luar pun turun semakin lebat.mbak di curahkan dari langit saja.air
mulai menggenang di mana-mana.jemuran padi yang belum sempat di angkat Nek Pancor
mengambang di halaman.

Di tengah hutan,Tuk Pancor yang tengah berburu di hutan juga kehujanan.dalam hujan lebat
itu ia berhasil menangkap seeokor kijang besar dan gemuk.hasil tangkapan itu,membuat ia
seeakan-akan tidak merasakan sedikitpun dingin nya hujan.kijang hasil buruan itu ia panggul
di atas pundak dan bergegas pulang kembali menuju pondok.

Sementara hujan pun tak ada tanda-tanda akan berhenti.Malah terus makin hujan.Tiba pada
suatu lemong ( cekukan sungai,red ) yang ari nya telah meluap perjalanan Tuk Pancor
terhenti.Ia tak bisa menyerbang.Titian lemong telah raib terbawa arus air.Dihadapakan
dengan kondisi demikian Tuk Pancor meletakan kijang nya dan memotong batang kayu
jemang yang ukuran nya agak besar.setelah itu batang jemang ia rebahkan melitang hingga
ujung nya hingga ke ujung serbang.sesaat kemudian Tuk Pancor kembali memanggul kijang
nya dan menyebrangi titian dari kayu jemang tadi dengan langkah bergegas.Hingga
sekarang,tempat Tuk Pancor meyerbang tadi di kenal dengan sebutan LEMONG TITI
JEMANG,yang berarti cerukan sungai yang memilik jembatan dari batang jemang.

Singakat cerita,dalam lebatnya hujan,setelah bergegas akhirnya Tuk Pancor pun sampai di
pinggir ladangnya.dari jauh dia bisa mulai melihat pondok.kian lama kian dekat.begitu
memasuki halaman pondoknya ia tertegun mendapati hamparan tikar yang penuh padi
mengambang.tak urung cemas dan curiga pun muncul dalam hatinya.apalagi semua pintu dan
jendela tertutup,kecuali jendela kamar.

Dalam kecemasan nya Tuk Pancor memanggil-manggil istri nya.Tapi,kendati telah berkali-
kali memanggil,tak ada jawaban.Dengan cemas, ia pun segera meletakan hasil buruan nya di
tangga pondok.Sekejap kemudian ia masuk ke dalam pondok dengan parang terhunus di
tangan kanan.Air dari pakaiannya yang basah bercocoran di lantai pondok.Di carinya Nek
Pancor ke dapur.Tak ada,yang ia temukan hanyalah periok nasi yang sedang terjerang di atas
tungku.

Terakhir,ia masuk ke kamar tidur.Bukan alang kepalang kaget Tuk Pancor ketika
menyaksikan apa yang ia dapati di kamar itu.Nek Pancor sedang asing mengeloni
bayi.Melihat kedatangan sumainya Nek Pancor pun segera memberi isarat gar tidak
berisik.Tuk Pancor meras legah karena tidak terjadi sesuatu,seperti yang ia cemaskan
sebelumnya.Tapi,hatinya dipenuhi tanda Tanya,darimana asal usul bayi tersebut ?

Saat Tuk Pancor sedang berganti pakaian perlahan-lahan Nek Pancor bangkit sambil
berjingkat ia mengamit lengan suaminya dan mengajak kedapur.Nek Pancor pun kemudian
menyeritakan hal ihkwal sang bayi.Terjawablah teka teki sang bayi bagi Tuk Pancor.

Dengann penuh kegembiraan pasangan suami istri inipun mengangkat anak si bayi tadi dan
memberi nama “ SRI PINGAI “.Namun, setelah ia tumbuh menjadi anak-anak Tuk Pancor
sering memanggilnya manis.

Seiring dengan itu hujan pun mulai redah teringan kijang hasil buruan masih terletak di
tergeletak di tangga depan pondoknya.Tuk Pancor bergegas keluar.Tak lama kemudian ia
telah membuat api untuk mencabuti bulu kijang tadi.ketika Nek Pancor mau membantu ia
melarang nya dan menyuruh agar Nek Pancor menjaga Sri Pingai.Semua urusan masak di
ambil alih oleh Tuk Pancor.Setelah kehadiran Sri Pingai kehidupan pasangan suai istri ini
selalu di penuhi kegembiraan.

Belasan tahun berlalu.Sri Pingai pun menjadi kembang kelekak “ TUK PANCOR”. Tapi
belum seorang pun yang berani dan berhasil menggaet hatinya.

Suatu hari sebuah kapal mendarat dipinggir sungai sekitar kelekak “ Tuk Pancor”.Pemilik
kapal itu kemudian di kenali bernama TEMANGGUNG SINGARANU.sebagai perjaka
tulen,tentulah hatinya tergerak untuk menentukan pasangan hidup.

Pada suatu sore yang cerah Temanggung Singaranu berjalan-jalan di kelekak Tuk Pancor
untuk besilaturahmi dengan penduduk kelekak.Sebagai pendatang baru,ia harus segera
menyatu dengan masyarakat setempat.Sedang asik berjalan-asik ia meliaht seorang gadis
cantik dengan rambut hitam tergerai sampai ke punggung,berhidung mancung dengan mata
bersinar.Siapa gerangan dia,Tanya Temanggung dalam hati.

Karena merasa masih baru tinggal di daerah itu,Teanggung tentu saja masih menjaga diri
untuk mendekati gadis cantik tadi.Namun sepanjang perjalan keliling kelekak ia tak bisa
menghilangkan bayangan Si Gadis.Bahkan diamanapun dan kemanapun ia pergi selalu saja
wajah sang gadis membayang di pelupuk matanya.

Setelah mencari tau kesana keamari,ia pun tau bahwa si gadis yang telah menggoda nya itu
adalah Sri Pingai,anak Tuk Pancor,Kepala Kelekak yang sangat di segani penduduk
setempat.Dan sekitar awak kapalnya.Dengan sikap berani Singaranu segera menghadap ke
Pancor untuk melamar Sri Pingai.

Namun adat setepat tak bisa begitu saja menerima lamaran.Karena itulah Tuk Pancor pun
belum mengiakan dan merestui kehendak Singaranu betapa pun ia menyadari bahwa hidup
nya tak lama lagi dan Sri Pingai sudah cukup dewasa untuk berkeluarga.Maka tuk pancro pun
meminta waktu 7 hari untuk memikirkan sebelum menjawab Singaranu

Tuk Pancor berpikiran bagaimana pun ia harus tau dulu asal muasal Singaranu sebagai calon
suami Sri Pingai.Selama 7 hari tersebut,dengan menggunakan pihak lain tuk Pancor mencari
keterangan tentang asal muasal Singaranu,kepada awak kapal atau anak buah kapal
Singaranu.

Setelah mengetahui asal muasal Singaranu dan menilai cocok sebagai suami Sri
Pingai,sampai lah waktu untuk menjawab lamaran Singaranu.Musyawarah keluarga dan
saudara Tuk Pancor dan kaum tua lainya serta kemauann Sri Pingai sendiri bulat untuk
meemutuskan menerima lamaran Singaranu.Berita gembira itu pun di sampikan kepada
singarnu yang sudah tak sabar menunggu.

Setelah mendengar kabar gembira itu,Singaranu merasa legah.Karena baru kali inilah hatinya
baru tergerak untuk berkeluarga dan ternyata keinginan itu mendapat sambutan baik dari
keluarga Sri Pingai.Maka ia pun berjanji pada dirinya sendiri akan mengurus dan membela
istrinya dengan sebaik-baik nya dan berusaha untuk tidak jauh-jauh dari Sri Pingai,apalagi
setelah ia tau bahwa Sri Pingai adalah anak kesayangan Tuk Pancor.

Hari yang dii nanti-nanti itu pun tiba.Tuk Pancor menggelar perhelatann besar selama 7 hari
7 malam yang tiada tanding nya pada waktu itu.Segala bentuk permainan adapt setempat di
gelar.Masyarakat kelekak Tuk Pancor bahkan dari kelekak yang jauh letak nya berdatangan
untuk menghadiri perhelaan tersebut.Pendek kata,selama sepekan itu, kelekak Tuk Pancor
berubah menjadi tak ubah seperti pasar malam.

Demikian lah,setelah perhelatan usai,Sri Pingai dan Singaranu menjadi sepasang suami istri
dan tetap tinggal di rumah Tuk Pancor.Singaranu betul-betul tipe suami yang di harapkan
Tuk Pancor dan Nek Pancor.Mengingat keduanya sudah tua, dan sudah mulai sakit-sakitan
tanggung jawab rumah tangga itupun di ambil alih pasangan muda itu.

Namun ajal tetap ada di tangan kuasa.Suatu hari Nek Pancor menderita sakit keras.Tak lama
kemudian ajal dating menjempunya.

Kematian Nek Pancor ini membuat Sri Pingai sedih bukan alang kepalang.Belum habis masa
berkabung Sri Pingai,Tuk Pancor menyusul kepergian Nek Pancor.Tuk pancor di makam kan
di kelekak,itu juga,berdampingan dengan makam isitri nya.( kini,makam keduanya bisa di
temukan di bekas kelekak Tuk Pancor,tak jauh sekitar 8 km dari kembiri menuju arah air
kundor membalong.Red )

Di tinggal kedua orang tua nya secara beriringan,tak pelak membuat keluarga muda yang
masih mengharap bimbingan keduanya. Ini terpukul.Terlebih-lebih Sri Pingai.Setiap pergi
mandi ke sungai tempat biasa ia sering di mandikan masihh kecil oleh mendiang Nek
Pancor,setiap kali pula ia menangis.Menyadari kejadian itu,Singaranu tak mau berdiam
diri.kalau di biarkan berlarut-larut bisa-bisa Sri Pingai menjadi gila.Singaranu pun berdiskusi
dengan anak buah nya di kapal.Seorang anak buah Singaranu pun berujar,”Juragan,ku kira
lebih baik kita membawa Sri Pingai ke tanah sebrang,ketenah kelahiran juaragan.apalagi
selama ini juaragan belum pernah mengatakan keberadaan juragan.karena itu,inilah saat nya
sekaligus untuk merubah sikap Sri Pingai.barangkali ia perlu suasana baru untuk menerima
kematian orang tuanya”.

Mendengar saran simpatik tersebut Singaranu memutuskan untuk kembali ke negri asal nya
memperkenal kan sang istri kepada keluarga nya,sekaligus menghibur istrinya yang terus
berduka.Di siapkan lah segala macam bekal yang akan di bawa selama perjalanan,Bagian di
dalam kapal juga di ubah,dengan memberi keperluan khusus untuk keperluan Sri Pingai dan
Singaranu untuk beristirahat.

Tepat pada ssat keberangkatan kapal Singaranu,Semua kelekak Tuk Pancor pergi
mengantar.mereka sangat terkesan dengan kehadiran Singarnu selama ini.Ia selalu
memberikan bantuan pemecahan masalah yang di hadapai penduduk kelekak.Bahkan tak
segan- segan mengerahkan anak buah kapal nya jika terjadi gangguan keamanan dari
luar,seperti bajak laut/lanun.Itulah sebenarnya mengapa peenduduk kelekak Tuk Pancor rela
meninggalkan ume barang sesaat. Untuk melepas kepergian Sri Pingai dan Singarnu menuju
negrii sebrang.Bahkan,sebagian ada yang mengantar hingga ke muara sungia kembiri.

Begitu kapal Singarnu melepas jangkar tak urung isak tangis penduduk kelekak Tuk Pancor
menggema di iringi lambaian.Seiring gerimis,perlahan kapal Singaranu bergerak meninggal
kan kelekak Tuk Pancor menyusuri sungai kembiri menuju ke muara.Sebelumm akhirnya
menuju laut lepas.

Rupanya alam pun ikut larut melepaskan kepergian Sri Pingai. setelah kapal Singaranu lepas
dari muara sungai kembiiri dan berada di laut lepas turun hujan deras.seperti di curahkan dari
langit.Persis seperti kondisi saat bamboo tempat asal Sri Pingai meledak.Seiring dengan itu
gelombang laut pun mulai meninggi dan mengganas.

Dari pinggir sungai kembiri,sebagian penduduk yang mengantar kepergian Sri Pingai sampai
muara,samar-samar menyaksikan kapal Singaranu terombang-ambing di permainkan
gelombang laut yang kian mengganas dalam hantaman badai kapal itu pecah terbelah
dua.Semua penumpang nya tak ada yang selamat termasuk pasangan Sri pingai dan
Singaranu.Sejak kejadian itu penduduk kelekak Pancor pun hanya saja bisa mengingat-ingat
Sri pingai.

Konon sejak kejadian itu hingga berapa tahun silam masyarakat sekitar kerap menemukan
seekor buaya berbintik kuning di punggung dan dadanya di iringi seekor buaya gemuk dan
pendek hilir mudik di sungai kembiri.Kedua buaya itu sering berhenti di tempat Sri Pingai
semasa masih hidup di mandikan Nek Pancor serta berenang bersama teman
sepermainan.Memperhatikan tingkah lakunya,masyarakat setempat beranggapan bahwa
kedua buaya tersebut adalah jelmaan Sri Pingai dan Singaranu yang masih menghuni sungai
kembiri.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Hikayat Padang Penyengat
Kisah ini bermula dari kedatangan Adipati Cakaningrat I ke Belitung,yang semulanya
bermukim di daerah Balok (Balok Lama) pada akhir abad 16 awal abad 17,di riwayatkan
sebagai keturunan langsung bupati Mataram yang pertama.Menurut riwayat seetempat,saat
Cakaningrat pertama datang di belitung,telah ada sebuah wilayah “kerajaan” local,yaitu
kerjaan Badau yang takluk pada majapahit.Kerjaan ini didirikan seseorang bangsawan berasal
dari Gresik,yang kemudian di kenali sebagai “Datuk Mayang Gresik” dan menamakan diri
“Kiai Ronggo Udo”.

Berbeda dengan Cakaningrat Datuk Mayang Gresik mendarat di sungai Berang,dan


kemudian menempati daerah gunung badau,antara daerah Pelulusan dan Nyuruk sekarang
ini,dimana terdapat makam raja badau.Raja terakhir dari generasi ini adalah Kiai Ronggo
Udo.Sayangnya beliau tidak mempunyai keturunan laki-laki.Beliau hanya mempunyai anak
gadis bernama Nyai Sitti (Dewi) Kesuma yang kemudian menjadi isitri raja balok pertama
yaitu Kiai Rangga atau Adipati Cakaningrat I atau Kiai gede Jakub.

Pada suatu waktu terjadi perselisihan antara kerajaan balok dan kerajaan badau,tentang siapa
membawahi siapa.Raja balok mengklaim bahwa raja badau harus berada di bawahnya.Namun
Raja badau tidak menerima keadaan ini,karena merasa lebih dulu dating ke belitung,di
buktikan dengan adanya umbul-umbul merah putih yang di bawah dari majapahit ketika
datuk mayang gresik tiba di belitung.Bukti-bukti sejarah tersebut hingga kini masih tersimpan
di Museum Badau.

Keberatan Raja badau itu,membuat raja balok tidak senang dan kurang puas terhadap raja
badau.Hingga setiap kali ada pertamuan antara keduanya,selalu terjadi adu mulut walau
belum menjurus kepada adu fisik.

Setelah kesalapahaman itu berlarut-larut suatu hari datanglah utusan dari raja balok ke
kerajaan badau untuk menyampaikan ajakan adu kekuatan atau perang tanding di kerjaan
balok.Oleh raja badau utusan ini utusan ini disuruh menyampaikan kepada raja balok,agar
siap menerima kedatangan guna memenuhi tantangan tersebut.Namun sebelum pulang orang-
orang raja badau terlebih dahulu menggunduli kepala utusan raja balok tersebut.

Setiba di balok,murkalah raja balok atas perlakuan kurang ajar terhadap anah buah nya
itu.waktu itu membotaki seorang utusan adalah penghinaan besar bagi kubu yang
mengurus.Hingga Taja balok makin bersemangat untuk segera perang tanding dengan raja
badau.

Akhirnya.waktu perang tanding itupun tiba.raja balok sudah menyiapkan penyambutan besar-
besaran bagi raja badau disuatu lapangan terbuka,tempat ia biasa melatih para pengawalnya
berperang,yaitu padang penyengat.raja badau merasa sangat gembira ketika tiba di lapangan
itu,karena merasa akan menang dalam pertandingan tersebut.Kegembiraan raja badau itu
rupanya tercium oleh raja balok,yang ia sindirkan dengan kegembiraan terakhir sebagai orang
yang akan takluk

Maka di mulailah perang tanding antara kedua pasukan kerajaan.Namun,kendati semua


system perang dan pertandingan sudah di lakukan tak ada juga pihak yang menyatakan diri
sebagi pemenang maupun merasa kalah.Pada pertandingan terakhir tibalah giliran raja balok
dan raja badau untuk saling adu kemampuan.Karena korban yang jatuh sudah sangat banyak
mereka sepakat untuk tidak melakukan duel fisik secaa terbuka yakini adu sepak takraw.

Sebagai tamu raja badau yang di beri kesempatan pertama dan berhasil menyepak raga
hingga 10 meter.Ketika giliran raja balok tiba suasana menjadi sunyi senyap,hening.dan raja
balok mampu menyepak raga hingga lebih ari 12 meter.

Melihat kenyataan bahwa dirinya kalah dari raja balok,raja badaupun bersumpah,”Mulai
detik ini tujuh keturunan kita tidak boleh bersatu (kawin) kalau ini di langgar maka celaka lah
semuanya.”

Sesuai peran tanding semua anggota pasukan menuju sebuah telaga untuk membersihkan
senjata tajam masing-masing,saking banyaknya anggota pasukan yang mencuci
senjata,seketika air telaga itu menjadi merah,hingga kemudian telaga itu di kenal dengan
sebutan TELAGA DARA.

Akan sumpah raja badau,hingga keturunan ketujuh memang masih perlu di


perdebatkan.Namun,di desa bantam ada seorang tua dari badau berkeluarga dengan orang
balok dan sudah delapan anaknya meninggal dunia.Setiap kematiannya sama,satu kakak tidak
pernah punya adik.jika adik lahir maka sang kakak akan meninggal dunia,dan begitu
seterusnya.Apakah itu karena sumpah Raja Badau ? wallahualam Bissawab.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Hikayat Tuk Kundo
Sekitar kilometer 30 dari Tanjungpandan menuju Kelapa Kampit, terdapat terdapat sebuah
kampung bernama Parit Gunong. Berjarak 300 meter dibelakang kampung yang terletak di
kaki Gunung Tajam ini, terdapat sebuah kuburan Islam, dimana salah satunya adalah Makam
Datu’ Kundo. Beliau adalah salah satu dari murid Syekh Said Husein Abdullah, penyebar
Agama Islam di Belitung.

Diceritakan ketika Tu’ Kundo datang ke daerah ini, kehidupan penduduknya masih diliputi
suasana animisme. Tidak ada suasana Islam sama sekali. Sehari-hari, selain dari hasil buruan
pelanduk, rusa dan burung, penduduk masih memakan lutong, kera serta Gadog (babi hutan,
red.).
Dalam suasana dan situasi seperi itulah Tu’ kundo dengan penuh semangat mcnyebarkan
Agama Islam. Dalam riwayatnya tak diketahui asal-usulnya, apakah pendatang dari luar
pulau atau penduduk setempat yang berguru pada Syekh Said Husein Abdullah. Namun,
umum mengakui Tu‘ kundo sebagai penyebar Islam paling berhasil di antara tujuh murid
Syekh Said Husein Abdullah.

Di kampung Parit Gunong ini, Tu’ Kundo menetap di pondok Mak Gadog, seorang janda
yang memiliki gadis yang menginjak dewasa. Suatu hari datanglah lamaran untuk putri Mak
Gadog. Karena tak ada keluarga yang ditunggu serta tak ada yang diajak bermusyawarah lagi,
Mak Gadog pun menyetujui lamaran tersebut.

Setelah lamaran diterirna, dipersiapkanlah segala sesuatu yang berhubungan dengan acara
kenduri yang akan dilaksanakan sesudah panen Mak Gadog tahun ini.jadi untuk persiapan,
beras sudah tak ada persoalan lagi, tinggal lagi lauk-pauk kundangan. Maka Mak Gadogpun
berusaha untuk mencari ikan d sungai dengan memasang tekalak. Perangkap ikan ini terbuat
dan bambu yang dianyam berhentuk seperti terornpet dengan bagian depan agak kecil dan
membesar pada bagian badan lalu mengecil lagi pada bagian belakang. Pemasangannya,
bagian depan diletakkan menghadap arus air, hingga ikan yang yang masuk dan terkurung di
bagian tengah namun tak bisa keluar lewat belakang karena ukurannya kecil.

Namun, ketika memasang tekalak, keberuntungan nampak masih belum berpihak pada Mak
Gadog. Ditemani Tu’ Kundo, setiap malam mau mengambil ikan selalu saja tekalak-nya
kosong melompong.

Pada suatu malam, tu’ Kundo datang seorang diri ke tempat Mak Gadog memasang tekalak.
Tu’ Kundo curiga, kalau-kalau ikan dalam tekalak telah terlebih dulu diambil orang lain.
kira-kira menjelang subuh tiba-tiba Tu’ Kundo melihat kelabat sebuah bayangan mendekati
tekalak Mak gadog. Di tangan bayangan itu nampak benda berkilat memancarkan sinar warna
keemasan. Melihat bayangaan itu, Tu’ Kundo segera bersembunyi dibalik sebuah pohon
besar tak jauh dari tekalak Mak Gadog, sambil memperhatikan sosok dibalik bayangan
tersebut.

Setelah diamati dengan seksama, Tu’ Kundo bisa melihat jelas bayangan tersebut. Yang
ternyata seorang tua berbaju putih memegang sebuah tongkat berwarna keemasan. Yakin
dengan apa yang diamatinya, segera Tu’ Kundo menyerang, karena mengira pastilah orang
tua tersebut yang selama ini mencuri ikan-ikan dalam tekalak Mak Gadog. Rupanya kakek
tua itu bukan sembarang orang. Kendati sempat melakukan perlawanan ia akhirnya bisa
dikalahkan Tu’ Kundo. Namun belum sempat Tu’ Kundo membunuhnya, tiba-tiba kakek tua
itu berkata, “Nak jangan kite lanjutkan perkelahian ini. Jangan ade di antare kite nok harus
mati, sebab kan ngerugikan kite sendiri. Sekarang, gini saja’ Sebutkan ape saja’ nok kau
endake, semue pasti kan kukabulkan.”

Tu’ Kundo heran dengan perkataan orang tua ini. Sebab terdengar seperti bukan orang
sembarangan. Kanena itu diputuskanlah untuk tidak membunuhnya. Kepada orang tua itu Tu’
Kundo hanya minta nani mulut. “Kek, beri’ aku nani mulut,” ujar Tu’ Kundo.

Mendengar permintaan Tu’ Kundo, orang tua itu kembali bertanya, “untuk ape kau minta
nani mulut, nak?”

“Untuk ngembantu’ ngalakan urang-urang nok nyalae’ aturan dan ndak nurut kan aturan
agama kamek,” jawab Tu’ Kundo.

Mendengar jawab Tu’ Kundo, orang tua itupun membuka mulut Tu’ Kundo dan meludahinya
sebanyak lima kali. Setelah itu, orang tua itu pun menghilang seiring datangnya pagi.

Ketika hari sudah semakin terang, Tu’ Kundo segera mengambil ikan dari tekalak Mak
gadog. hari itu karena datang lebih dulu, Tu’ Kundo berhasil membawa ikan banyak sekali.
Dalam perjalanan pulang Tu’ Kundo mencoba apa yang telah didapatnya dari orang tua tadi.
Diarahkan pandangannya pada burung yang sedang berkicau, sambil berkata, “Sine’ kau
burong” ajaib, semua burung yang dipanggil Tu’ Kundo terbang ke arahnya dan hinggap di
pundak, hingga membuatnya kewalahan. Rupanya, kata Tu’ Kundo dalam hati, betul apa
yang dikatakan orang tentang kehebatan seseorang yang memiliki nani mulut. Kalau begitu,
fikir Tu’ Kundo, lebih baik ku musnahkan saja kera dan lutong di pohon-pohon yang ada di
hutan ini. Sebab, masih banyak penduduk yang telah memeluk agama Islam saat itu yang
memakan kera dan lutong.

Karena itu setiap melalui pohon yang dihuni kera dan lutong di sepanjang perjalanannya
pulang Tu’ Kundo selalu berteriak “Matilah mika’ semue !” Usai berkata demikian serempak
kera dan lutong yang ada di pohon berjatuhan ke tanah. Mati karena tuah nani milut Tu’
Kundo.

Setibanya di rumah, Tu’ Kundo menyerahkan semua ikan basil tangkapannya kepada Mak
Gadog. Namun, ia tidak menceritakan pertemuannya dengan orang tua di dekat tekalak Mak
Gadog.
Sebenarnya dengan Mak Gadog ini, Tu’ Kundo merasa berhutang budi, karena telah
menyediakannya tempat tinggal. Tapi menghadapi Mak Gadog ini sangat hati—hati dan tidak
mau
buru-buru meng-Islamkan-nya. Akhirnya, dengan kesabaran dan caranya sedikit demi sedikit
Tu’ Kundo bisa mengajak Mak Gadog ke jalan Islam. Bahkan, ketika kendurian anaknya, Tu’
Kundo bisa meminta Mak Gadog untuk tidak menyediakan makanan yang diharamkan,
seperti gadog, kera dan lutong.

Jadilah akhirnya Tu’ Kundo sebagai juru bicara Mak Gadog setiap ada tamu yang
menanyakan tetang makanan kepada Mak Gadog “Mak Gadog ndak ade nyediakan nok ini
agi’. Mun gi’ tadi’ se mimang banyak panggang gadog, kera kan lutong,” kata Tu’ Kundo
kepada setiap tamu Mak Gadog.
Hingga akhirnya satu di antara undangan Mak Gadog berkomentar, “Mak Gadog ne mimang
la beruba andang-andangan ini. Biasenye belau ne ndak keabisan nok itu te’. Tapi kitu te nda’
bagi’ barang sekerubitan.”

Mendengar komentar tamunya, Mak Gadog pun menyahut, “Sebenare aku tu ndak ade agik
ko kan nok kitu. La kukaperkan semuenye.”

Lalu Tu’ Kundo pun menyambung, ” Mun Mak la ngaperkannye, make gadog, kera, lutong
tadi’ jadi kaper semuenye.”

Rupanya kejadian pada selamatan anak Mak Gadog secara perlahan telah membuka hati
penduduk Parit Gunong untuk mengikuti ajaran Islam.

Sementara, oleh Tu’ Kundo, cara-cara menyebarkan islam seperti di rumah Mak Gadog
dikembangkan sebagai model dalam penyebaran agama Islam di daerah-daerah lain di
kemudian hari. Setiap turun ke keleka’, dusun, kampung, ume, gunung dan lembahnye sekitar
tempat tinggalnya dan wilayah sekitar tak pernah ada pemaksaan oleh Tu’ Kundo kepada
penduduk, tapi dengan memanfaatkan situasi yang sedang terjadi di masyarakat. Hingga
dalam syiarnya tidak pernah terjadi konflik masyarakat yang di—Islam—kaunya. Malah,
dengan caranya itu, Tu’ Kundo jadi sangat populer di masyarakat.

Singkat cerita, setelah Usianya bertambah tua, Tu’ Kundo menghabiskan sisa hidupnya
dengan mcnjadi imam jamaah mesjid Mesjid Air Batu Buding. Di situlah beliau menjadi guru
mengaji sekaligus tempat bertanya masyarakat tentang segala yang berkaitan dengan Islam.
Malah, menurut sebuah sumber, ada sebuah kitab suci Al Quran yang hurufnya sebesar jari
kelingking bayi. Kitab suci tersebut dikenal dengan Al Quran Tu’ Kundo.

Di akhir hayatnya, Tu’ Kundo oleh masyarakat dimakamkan di sebuah pekuburan di


Kampung Parit Gunong. Tak ada yang istimewa dengan makam beliau. Bentuknya sama
seperti makam yang lain. Tapi oleh kuncen makam Tu’ Kundo, dipercava bahwa beliaulah
yang hingga saat ini menjadi semacam penjaga penduduk Parit Gunong, terutama hal-hal
yang menyimpang dari ajaran Islam.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Asal Mula Keramat Gunung Tajam
Pada masa pemerintahan Kiai Agus Bustam, bergelar Depati Cakraningrat IV (1700-1740 M)
di Kerajaan Balok, Belitung, seorang mubalig Islam bernama Sayid Hasan bin Abdullah atau
Syekh Abubakar Abdullah datang ke Belitung melalui Sungai Buding, sekitar 45 kilometer
(km) dari Tanjung Pandan. Muhaligh asal Aceh ini bermaksud datang ke Belitung untuk
menyebarkan agama Islam dan bermukim di Desa Buding.

Dari Desa Buding ini, beliau menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Pulau Belitung.
Dalam penyebaran dan melakukan syiar Islam, Ia dibantu Tu’ Kundo, seorang muridnya yang
terkenal. Tu’ Kundo inilah yang sering menobatkan orang yang sering dianggap kafir untuk
masuk islam. Tugas cukup berat bagi seorang mubaligh. Karena itu tidak mengherankan
kalau keduanya selalu mendapatkan tantangan. Namun, dengan hati tabah kedua mubaligh ini
terus menjalankan kegiatan syiarnya. Singkat cerita, tanpa terasa sudah banvak daerah yang
penduduknya telah masuk Islam. Setiap daerah yang penduduk nya telah masuk Islam,
didirikan sebuah mesjid untuk tempat ibadah. Mesjid pertama yang dibangun Syekh
Abuhakar Abdullah berada di Kampung Badau, sekitar 22 km dari Tanjungpandan.

Kuatnya syiar yang dilakukan Syekh Abubakar Abdullah hingga banyak penduduk masuk
agama Islam, tak pelak membuat Kiai Agus Bustam yang pada saat itu tengah memerintah di
Kerajaan Balok merasa takut kehilangan kepercayaan dari rakyatnya. Hingga ia melakukan
berbagai cara agar kepercayaan rakyat kepadanya tak berkurang. Bahkan, ia tak segan-segan
untuk bertempur.

Suatu ketika, Kiai Agus Bustam mendatangi Syekh Abubakar Abdullah untuk
membunuhnya. Syekh Abdullah tak gentar. Sebagai seorang mubaligh beliau tak takut
meninggal. Upaya Kiai Bustam untuk membunuhnya ia hadapi dengan gagah berani, hingga
terjadilah perang tanding antara keduanya. Namun, setelah bertempur cukup lama dan
berbagai jurus sudah dikeluarkan Kiai Agus Bustam, Syekh Abdullah tak juga terbunuh.
Hingga akhirnya, Syekh tersebut berujar kepada Kiai Agus Bustam, “Raje kalu’ mimang
benar-benar nak muno aku, ndak usa gini carenye. Tapi cukup pakai jarum emas nok ade
bang keminangan aku terus cucokkan ke ujong jempol kaki kanan aku.”

Rupanya niat Kiai Agus Bustam untuk membunuh Syekh Abdullah memang telah bulat.
Setelah tahu kelemahan Syekh Abdullah, tanpa membuang waktu ia mengambil jarum emas
di keminangan Syekh Abdullah dan menusukkannya ke jari yang disebutkan. Seketika itu
juga syekh dari Aceh itu roboh. Wafat meninggalkan dunia yang fana berbalut amal kebaikan
serta nama besar sebagai penyebar agama Islam pertama di Belitung.

Sebenarnya, kepada Tu’ Kundo, Syekh Abdullah pernah berpesan, “Kalu’ aku mati kelak,
kuborkan aku di antare langit dan bumi“. Namun, karena saat meningal Tu’ Kundo sedang di
luar Belitung, oleh pengikut yang lain jenazah Syekh Abdullah dimakamkan pada sebidang
tanah di sekitar hulu Sungai Air Batu, Buding.

Dua—tiga bulan setelah kematian Syekh Abdulhah, Tu’ Kundo kembali ke Belitung.
Diceritakanlah oleh para pengikutnya kepada Tu’ Kundo tentang apa yang terjadi pada Syekh
Abubakar Abdullah. Mendengar cerita itu, Tu’ Kundo terdiam. Tak tahu apa yang harus
diperbuat. Yang ia ingat hanya pesan Syekh Abdullah kepadanya tempo hari.
Ingat pesan itu, ia pun berpikir keras menafsirkannya. Setelah difikir-fikir mengertilah Tu’
Kundo, yang dimaksud dikubur antara langit dan bumi adalah di atas puncak tertinggi gunung
yang ada di Belitung.

Nah tak jauh dan makam Syekh Abdullah terdapat Gunung Tajam, gunung tertinggi di
Belitung dengan dua puncak, kerap disebut Gunung Tajam laki dan Gunung Tajam bini.
Diantara dua puncak ini, yang tertinggi adalah Gunung Tajam bini. Karena itulah, kemudian
Tu’ Kundo memutuskan untuk memindahkan jasad Syekh Abdullah dari hulu Sungai Air
Batu Buding ke puncak Gunung Tajam bini, yang berjarak sekitar delelapan kilometer.

Singkat cerita bersama pengikutnya yang lain, Tu’ Kando pun membongkar makam Syekh
Abdullah. Satu keajaiban terjadi selama pembongkaran makam itu dilakukan. Jasad Syekh
Abdullah yang sudah dimakamkan selama kurang lebih tiga bulan tak sedikit pun ada
perubahan. Kalau pun ada hanya sebuah koreng kecil pada ujung jempol kaki kanannya,
bekas tusukan jarum mas. Juga tak ada bau busuk yang menebar. Malah yang terjadi
sebaliknya. Bau wangi merebak kemana-mana. Sebelum dibawa ke puncak Gunung Tajam
laki, jasad Syekh Abdullah dibungkus dengan kulit kayu kepang.

Namun, masalah baru kembali dihadapi Tu’ Kundo. mengingat jalan dari hulu sungai Air
Batu Buding menuju puncak Gunung Tajam laki yang berjarak sekitar delapan kilometer,
hanya jalan setapak, Tu’ Kundo dan pengikut Syekh Abdullah kesulitan untuk menemukan
jalan menuju puncak dan menentukan tempat yang cocok untuk untuk pemakaman. Untuk
itulah kemudian mereka menetapkan kucing kesayangan Syekh Abdullah sebagai penuntun
menuju puncak.

Singkat cerita, dengan dibungkus kulit kayu kepang, Tu’ Kundo beserta pengikut lainnya dan
masyarakat mengiringi kucing kesayangan Syekh Abdullah menuju puncak Gunung Tajam.
Satu keajaiban kembali terjadi. Sepanjang perjalanan menuju puncak tak hentinya semerbak
bau kembang setaman.

Keajaiban lain juga terjadi, sesampainya di satu tanah datar di puncak Gunung Tajam laki,
kucing kesayangan Syekh Abdullah mati. Kematian kucing tersebut dianggap Tu’ Kundo
sebagai syarat bahwa di tempat itulah jasad Syekh Abdullah harus di makamkan. Sesuai
dengan amanah, di tempat itulah kemudian jasad Syekh Abdullah dimakamkan.

Saat menggali kuburan untuk Syekh Abdullah kembali keajaiban terjadi. Selama tujuh hari
tujuh malam penggalian, silih berganti menebar bau wangi dan busuk. Hal itu membuat
masyarkat yang ikut ke pemakaman tersebut pulang, hingga akhirnnya menyisakan tujuh
murid Syekh Abdullah. Akhirnya, setelah penggalian kuburan selesai jasad Syekh
dimakamkan, sementara di ujung kakinya dimakamkan kucing kesayangan beliau.

Karena dikuburkan di puncak Gunung Tajam, Sayid Hasan bin Abdullah atau Syekh
Abubakar Abdullah kemudian hari dikenal sebagai Keramat Gunung Tajam atau Datuk
Gunung Tajam. Kini, makam Keramat Gunung Tajam itu menjadi tempat ziarah, yang selalu
ramai dikunjungi orang terutama umat Islam

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Asal Usul Pulau Belitung
Pada zaman dahulu, di Pulau Bali memerintahlah seorang raja yang adil dan bijaksana.
Karena bijaksana dan adilnya, sang Raja sangat disegani dan disayangi rakyatnya.
Dikisahkan sang Raja ini mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Kecantikannya terkenal
hingga ke berbagai pelosok. Hingga setelah menginjak dewasa, banyak pemuda daerah lain
hendak melamarnya untuk dijadikan istri.

Suatu hari di antara para pemuda yang datang melamar itu terdapatlah seorang putra
mahkota. Namun apa hendak dikata, lamaran itu ditolak putri sang Putri, sehingga Baginda
merasa heran. Begitulah yang terjadi hingga lamaran tujuh putra mahkota kerajaan lain selalu
ditolak sang putri.

“Mengapa putriku selalu menolak setiap lamaran yang datang?” begitu tanya baginda dalam
hati. Baginda raja merasa heran dengan kelakuan putrinya itu. Ia juga malu kepada raja-raja
sekitarnya serta khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang disembunyikan putrinya.

Karena penolakan tersebut selalu terjadi berulang-ulang, baginda pun bermusyawarah dengan
permaisuri. Mencari tahu apa yang membuat sang putri menolak setiap lamaran pemuda yang
ingin menjadikannya sebagai istri. Akhirnya, sepakatlah mereka berdua untuk memanggil
sang putri dan menanyakan langsung kepadanya.

Pada satu saat permasisuri pun memiliki kesempatan yang tepat untuk memanggil putrinya
dan menanyakan latar belakang tingkah lakunya. “Anakku yang cantik, mengapa selama ini
ananda selalu menolak lamaran yang datang?” tanya sang permaisuri.

Ditanya demikian sang putri sempat terdiam sesaat. Akhirnya dengan berat hati, sedih
bercampur malu sang putri pun menerangkan sikapnya. “Bukanlah ananda tidak mau
menerima lamaran itu. Tapi, merasa malu dengan penyakit yang sedang ananda derita ini,”
jawab sang Putri. “Penyakit apakah yang sedang Ananda derita?” tanya sang Permaisuri lagi.

Ditanya demikian sang putri kembali terdiam. Dia tak berani menatap ibunya. Sang
Permaisuri pun segera mendekati sang Putri dan memeluk putri kesayangannya itu. Dalam
pelukan permaisuri, sambil terisak, sang Putri pun menceritakan ihwal penyakit yang sedang
ia derita. Ia menderita penyakit kelamin.

Mendengar jawaban itu, permaisuri pun mengerti dan merasa sedih dengan nasib putrinya itu
dan menyampaikannya kepada baginda. Mendengar berita itu baginda sangat bingung. Ia tak
tahu harus berbuat apa. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuat sayembara.
Dipanggilnya hulubalang istana.

“Hai hulubalang, buatlah sebuah pengumuman ke seluruh negeri ini. Barang siapa dapat
menyembuhkan sang putri, sebagai hadiah akan dinikahkan dengan putriku,” perintah
baginda.

Disebarkanlah pengumuman itu ke seluruh negeri. Banyak orang yang datang untuk mencoba
menyembuhkan sang putri. Namun, setelah berbagai ikhtiar dilakukan, tak satu pun yang
berhasil. Putuslah harapan baginda terhadap kesembuhan putrinya. Karena tak berhasil,
baginda pun memilih menempuh jalan lain. Mengasingkan sang putri ke sebuah
semenanjung, di sebelah utara Pulau Bali.

Setelah segala sesuatu disiapkan, diantar baginda dan permaisuri beserta pembantu-pembantu
istana yang telah ditentukan, sang putri berangkat ke tempat pengasingannya. Sesampai di
tempat yang dituju, di tengah hutan, sang putri ditinggal sendiri. Kemudian, setelah memohon
kepada dewata bagi perlindungan anaknya, dengan sedih baginda pun meninggalkan tempat
tersebut.

Sebetulnya di hutan itu sang putri tak sendiri. Ia ditemani seekor anjing, bernama Tumang.
Sesekali waktu datang beberapa orang pembantu istana datang melihat keadaannya sambil
membawakan segala keperluan hidup.

Suatu hari, ketika sang putri sedang buang air kecil, dilihat oleh Tumang, anjing
peliharaannya itu. Lalu, Tumang pun menjilati air kencing sang putri, juga sisa-sisa air
kencing yang melekat di kemaluan sang putri. Sang putri pun membiarkannya. Kejadian
seperti itu berlangsung hampir setiap kali sang putri kencing dan cukup lama. Satu keanehan
terjadi. Penyakit yang diderita sang putri berangsur sembuh.

Sudah menjadi hukum alam bahwa, manusia adalah makhluk yang lemah. Begitu juga
dengan sang putri. Sebagai seorang gadis remaja, ia juga mendambakan kehangatan kasih
mesra seorang kekasih. Karena tanpa pengawasan, ditambah lagi asmara yang sedang
menggelora, maka perbuatan dengan anjingnya itu berubah sebagai pelampiasan nafsunya
yang sedang menggelora. Hari berganti pekan, pekan berganti bulan, kebiasaan sang putri
berujung menjadi hubungan kelamin antara kedua makhluk berlainan jenis dan keturunan itu,
hingga akhirnya sang putri pun mengandung.

Ketika rombongan dari istana datang meninjau, kelihatanlah bahwa keadaan putri telah
berubah dari biasanya. Melihat keadaan itu, pemimpin rombongan menanyakan kejadian
sebenarnya yang dialami sang putri. Setelah didesak, sang putri pun berterus terang dan
menceritakan apa yang telah dilakukannya dengan si Tumang.

Begitu kembali ke istana, kabar buruk itu pun langsung disampaikan pemimpin rombongan
kepada baginda dan permaisuri. Begitu mendengar kabar tersebut, bukan main murkanya
baginda. Ingin rasanya ia segera menyudahi putrinya itu.

Setelah beberapa hari berfikir, baginda mendapat cara untuk menyelesaikan persoalan yang
menimpa putrinya tersebut. Pada suatu malam, baginda mensucikan diri dan memohon
kepada dewata agar putrinya dihukum dengan jalan menghancurkan tempat yang dihuni
putrinya berhubung tempat tersebut telah menjadi kotor, sehingga akan mencemarkan nama
baik baginda.

Dengan kehendak dewata, beberapa hari kemudian turun hujan sangat deras disertai angin
ribut yang sangat besar. Sekejap kemudian putuslah bagian semenanjung utara Pulau Bali
yang ditempati sang putri diasingkan, lalu hanyut terapung-apung dibawa gelombang ke
utara.

ADALAH Datu’ Malim Angin dan Datu’ Langgar Tuban, yang sedang memancing ikan
menggunakan perahu sampan. Tengah asyik memancing, mereka berdua dikejutkan
pemandangan aneh. Tak jauh dari tempat mereka memancing nampak sebuah pulau hanyut
melintas terbawa arus laut.

Dalam keheranan, Datu’ Malim Angin segera mengayuh sampannya dan mengejar pulau
hanyut tersebut. Begitu berhasil mencapai salah satu bagian pulau tersebut, Datu’ Malim
Angin segera naik ke daratan dan mengikatkan tali sauh pada potongan sebatang pohon
(konon kabarnya pohon mali berduri, red.). Setelah mengikatkan tali sauh di potongan pohon
tersebut, Datu’ Malim Angin segera menancapkannya pada sebuah gunung dan melemparkan
jangkarnya ke laut. Seketika pulau hanyut itu pun berhenti. Namun, karena baru terikat pada
satu tiang, pulau itu terus berputar.

Melihat pulau tersebut masih terus berputar-putar, Datu’ Malim Angin pun berlari ke arah
berlawan dari kayu pertama tadi. Pada sebuah gunung Datu’ Malim Angin berhenti dan
mematahkan sebatang pohon baru’ (pohon waru, red.), lalu menancapkannya pada puncak
gunung dimana ia tadi berhenti. Setelah itu barulah pulau hanyut tersebut berhenti berputar.

Secara turun temurun cerita pulau Bali yang Terpotong ini berkembang secara lisan di
masyarakat. Lama kelamaan penyebutannya berubah menjadi Belitong.

Konon, gunung tempat pertama Datu’ Malim Angin menambatkan tali sauhnya dikenal
dengan Gunung Baginde, terletak di Kampung Padang Kandis, Membalong. Gunung ini, oleh
mereka yang percaya, dikenal sebagai pancang Selatan Pulau Belitung. Dan, juga menurut
mereka yang percaya, sampai sekarang Datu’ Malim Angin masih ‘mendiami’ / menguasai
gunung tersebut. Sedang gunung kedua, adalah Gunung Burung Mandi.

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib

Anda mungkin juga menyukai