Makalah
Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah Kuliah Ulumul Qur’an Program
Pascasarjana Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam
UIN Alauddin Makassar
Oleh
AKRAM
NIM. 80300217029
Dosen Pengampu
ْالر ِحيم
َّ ْالرح َم ِن
َّ ِبِسْ ِمْهللا
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt. karena
berkat rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah (makalah) ini dapat
Muhammad saw., keluarga beliau, para sahabat, dan tabi’in yang telah
mengalami berbagai macam hambatan dan rintangan. Akan tetapi, berkat bantuan dan
kerja sama dengan teman-teman, makalah ini dapat terselesaikan, namun masih jauh
bahwa makalah masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan
demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Semoga karya ilmiah
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................ 17
B. Implikasi .................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi
Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hokum islam yang menduduki
peringkat teratas. Dan seluruh ayatnya berstatus qat’I al-Qurud yang diyakini
eksistensinya sebagai wahyu dari Allah swt. Dengan demikian, autentitas al-Qur’an
Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat al-Qur’an telah ditulis dan
didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh rasulullah saw.
mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Dalam pada itu, al-Qur’an sebagai
yang dimiliki umat Islam sekarang, ternyata telah mengalami proses sejarah yang
cukup unik dalam upaya penulisan dan pembukuannya. Pada masa Nabi saw, al-
Qur’an belum ditulis dan dibukukan dalam satu mushaf. Ia baru ditulis pada
kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat tulis
1
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007), h. 1.
http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/202 (Diakses 1 Mei 2018).
1
2
diperlukan suatu ilmu yang terkait. Salah satunya adalah ilmu rasm al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
dapat merumuskan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
Secara bahasa rasm berarti gambar atau tulisan. Secara istilah rasm al-
Qur’an adalah tata cara menuliskan huruf dan kalimat al-Qur’an sesuai dengan
metode yang ditetapkan dalam mushaf utsmani pada masa khalifah Utsman bin
Affan. Istilah rasm al-Quran juga diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang
digunakan Utsman bin Affan dan empat sahabat ketika menulis dan membukukan
al-Qur’an. 1
kata-kata al-Qur’an yang disetujui khalifah Utsman bin Affan dan dipedomani
oleh tim penyalin Al-Qur’an yang dibentuknya dan terdiri atas Zaid ibn Tsabit,
‘Abdullah ibn al-Zubair, Sa’id ibn al-‘Ash, dan ‘Abd al-Rahman ibn al-Harits ibn
Hisyam. 2
Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy telah menempuh suatu metode
khusus dalam penulisan al-Qur’an yang disetujui oleh Utsman. Para ulama
menamakan metode tersebut dengan Ar-Rasm Al-‘Utsmani lil Mushaf (penulisan
Rasm al-Qur’an adalah tata cara menulis al-Qur’an yang ditetapkan pada
masa khalifah Utsman bin Affan. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah
tertentu.4
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Cet. III; Jakarta:
1
3
4
dipahami bahwa rasm al-Qur’an adalah tata cara penulisan kalimat-kalimat dan
huruf-huruf al-Qur’an yang dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan kaidah-
Pada mulanya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya mereka mencatat wahyu al-Qur’an tanpa pola penulisan standar, karena
Tulisan al-Qur’an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah
mushaf dan disimpan di rumah Nabi saw.. Penulisan ini bertujuan untuk
Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan al-Qur’an di zaman Abu Bakar masih
dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur’an.5
Khattab, pada periode inilah mushaf zaman Khalifah Abu Bakar disalin dalam
lembaran (shahifah). Umar tidak menggandakan lagi shahifah yang ada, karena
55
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 2-3. http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/202 (Diakses 1 Mei 2018).
5
sebagai naskah hafalan. Setelah semua rangkaian naskah selesai, naskah tersebut
selain istri Rasulullah, Hafshah juga dikenal sebagai orang yang pandai membaca
dan menulis.6
Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, al-Qur’an disalin lagi ke dalam
beberapa naskah. Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim 4 yang
terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd al-
Rahman Abd al-harits. Dalam kerja penyalinan al-Qur’an ini mereka mengikuti
ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh Khalifah Utsman. Di antara ketentuan-
ketentuan itu adalah bahwa mereka menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir,
mengabaikan ayat-ayat mansukh dan tidak diyakini dibaca kembali di masa hidup
Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun diakomodasi ira’at yang berbeda-
beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk ayat al-
Qur’an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka gunakan
ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf. Karena
cara penulisan disetujui oleh Utsman sehingga sering pula dibangsakan oleh
Utsman. Sehingga mereka sebut rasm Utsmani atau rasm al-Utsmani. Namun
demikian pengertian rasm ini terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman Utsman
dan tidak mencakup rasm Abu Bakar pada zaman Nabi saw. Bahkan, Khalifah
dan menimbulkan perselisihan di kalangan umat Islam. Hal ini nanti membuka
6
Zainal Arifin Madzkur, “Urgensi Rasm Utsmani”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1
(Maret 2011), h. 18. http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download
/176/138 (Diakses 1 Mei 2018).
6
Pada zaman Ali bin Abi Thalib terjadi proses perbaikan rasm Utsmani,
karena seperti yang kita ketahui mushaf atau rasm Utsmani tidak memakai tanda
baca titik dan harakat, karena semata-mata didasarkan atas karakter pembacaan
orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal
dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa Arab mulai mengalami
kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non Arab) maka para
Orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abul Aswad Adalah-Duali
atas permintaan Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, konon abul Aswad Adalah-
rasulahu.
7
Djamilah Usup, “Ilmu Rasm Al-Qur’an”, Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, vol. 5 no. 1 (2007),
h. 3.
8
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 187.
9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Cet. X; Bandung: Diponegoro,
2013), h. 187.
7
Rasul-Nya. Hal ini membuat terkejut Abul Aswad, komentarnya “Maha tinggi
tersebut, Abul Aswad bekerja keras dan hasilnya sampai pada pembuatan tanda
fathah berupa titik di atas huruf, tanda kasrah berupa satu titik di bawah huruf,
tanda dhammah berupa satu titik disela-sela huruf dan tanda sukun berupa dua
titik.10
Perbaikan rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal
berupa titik. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari
huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah berupa
tanda garis bujur di atas huruf, kasrah berupa tanda garis bujur di bawah huruf,
dhammah dengan wawu kecil di atas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda
serupa. Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan dengan
warna merah. Hamzah yang dihilangkan dituliskan berupa hamzah dengan warna
merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin sebelum huruf ba diberi tanda iqlab
berwarna merah. Sedang nun dan tanwin sebelum huruf tekak (halaq) diberi tanda
sukun dengan warna merah. Nun dan tanwin tidak diberi tanda apa-apa ketika
idgham dan ikhfa’. Setiap huruf yang harus dibaca sukun (mati) diberi tanda sukun
dan huruf yang diidghamkan tidak diberi tanda sukun tetapi huruf yang
sesudahnya diberi tanda syaddah; kecuali huruf ta sebelum tha maka sukun tetap
dituliskan. 11
10
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 187.
11
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 188.
8
rasm Mushaf. Dan orang pun berlomba-lomba memilih bentuk tulisan yang baik
dan menemukan tanda-tanda yang khas. Mereka memberikan untuk huruf yang
disyaddah sebuah tanda seperti busur. Sedang untuk alif wasal diberi lekuk di
persambungan dan pemisahan (al-washlu wa al-fashlu), dan tulisan atau kata yang
meniadakan huruf. 14
12
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 188.
13
Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Studi Ulumul Quran (Cet. I; Bandung:
Pustaka Setia, 2003), h. 123.
14
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 94.
9
فَأ َ ُواالَى.
d. Menghilangkan huruf lam ( ) ل
Huruf lam ( )لdihilangkan apabila dalam keadaan idgam. Misalnya: اَلَّ ْي ُل
dan اَلَّذِى
Diluar penghilangan empat huruf yang telah dijelaskan sebelumnya, ada
huruf alif pada kata َما ِل ِك ِ اِب َْراhadzf wawu pada empat
dan hadzf ya’ dari kata ه ْي ُم
10
1) Penambahan huruf alif ( )اsesudah wawu ( )وpada akhir setiap isim jama’
(kata benda bentuk jamak) atau yang mempunyai hukum jamak, seperti
yang ditulis di atas rumah wawu), seperti تَاهللِ تَ ْفتَؤُاyang asalnya ُ تَاهللِ تَ ْفتَأ
Demikian juga halnya dengan kata ِمائَةdan ْن ِ ِمائَتَي
b. Penambahan huruf ya ( )يpada kata-kata ن تِ ْلقَائِنَ ْفسِى ْ ِمdan ب ِ ِم ْن َو َرا
ٍ ئ ِح َجا
c. penambahan huruh wawu ( )وpada kata-kata tertentu seperti اُولُو, َولئِك ٰ ُ ا,
اُوالَ ِء, dan ت
ِ َا ُ ْوال.17
3. Al-Hamzah
yang sebelumnya, misalnya اِئْذَ ْن, َاُؤْ ت ُ ِمن kecuali pada beberapa kata yang di
ekspepsikan.
15
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 94-95.
16
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 95.
17
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, h. 33-34.
11
َ اَي ُّْو,
dengan alif, dalam keadaan berharakat fathah atau kasrah, misalnya: ب ا ُ ْو ُل,
ف ْ َ سأ
ُ ص ِر َ , ِ فَبِاَي.
Adapun bila hamzah ( )ءterletak di tengah, maka ia ditulis sesuai dengan
huruf harakatnya. Kalau fathah dengan alif, kalau kasrah dengan ya dan kalau
َ َ سأ
dhammah dengan wawu, misalnya ل َ dan ُتَ ْق َر ُؤه.
َ , سئِ َل
Akan tetapi, apabila huruf yang sebelumnya hamzah itu sukun, maka tidak
ْ 18
ْ ِمdan ال َخبْ َء.
ada tambahan. Misalnya ل ُء
4. Al-Badal
a. Huruf alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata َ الص ٰلوةdan
َكوة َّ serta َ ال َح ٰيوة.
ٰ الز
b. Huruf alif ditulis dengan ya ( )يpada kata-kata berikut: إلَى, َعلَى, أَنَّى, َمتَى,
َبلَى, َحتَّىdan لَدَى.
ْ َ ِإذ.
c. Huruf alif diganti dengan nun pada taukid kahfifah kata ن
d. Huruf Ha’
1) Huruf Ha’ Ta’nits ( )ةdengan Ta’ Maftuhah pada kata: َُر ْح َمت dalam
2) Huruf Ha’ Ta’nits ditulis dengan Ta’ Maftuhah pada kata ُنِ ْع َمت yang
terdapat dalam surah al-baqarah, Ali ‘Imran, al-Maidah, Ibrahi, al-Nahl,
Luqman, Fathir, dan al-Thur. Demikian juga pada ِللا ِ ُم ْعdan ُلَ ْعنَت
ُصيْت
للا
ِ yang terdapat pada surah al-Mujadalah.19
5. Al-Washl wa Al-Fashl (Kaidah Sambung dan pisah)
penyambungan kata (dalam bahasa Arab disebut huruf, jadi penyambungan dua
18
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 96.
19
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 96.
12
menghilangkan huruf nun ( )نsehingga menjadi mimman ِم َّم ْن , bukan min
ْ َم
man ن ِم ْن.
d. ‘An ْ ) َعyang
(ن ْ ) َمditulis bersambung dengan
disusul dengan man (ن
ْ ) َع َّم, bukan ‘an man
menghilangkan nun ( )نsehingga menjadi ‘amman (ن
ْ َم
(ن ) َع ْن, kecuali pada firman Allah yang berbunyi َويَس ِْرفُه َع ْن َم ْن يَشَا ُء.
e. In ( )ا ِْنyang disusul dengan ma ( ) َماditulis bersambung dengan meniadakan
nun ( )نsehingga menjadi imma ()اِ َّم, kecuali firman Allah َعد ُ ْون َ ا ِْن َمات ُ ْو.
f. An (ن ْ َ )اdisusul dengan ma ( ) َماmutlak disambung dan huruf nun ()ن
ditiadakan sehingga tulisannya menjadi amma ()ا َ َّما.
Suatu kata (di dalam bahasa Arab, kata yang kita maksud disebut kalimat)
yang bisa dibaca dua bunyi, penulisannya disesuaikan dengan salah satu
bunyinya. Di dalam Mushaf Utsmani penulisan kata semacam itu ditulis dengan
20
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, h. 35-36.
13
boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga hanya
al-Qur’an.
Para ulama berbeda pendapat tentang status atau kedudukan rasm al-
Qurán atau rasm Utsmani. Perdebatan para ulama tentang ini adalah seputar
hukum rasm al-Qur’an ini apakah dapat dihukumkan tauqifi, yaitu diajarkan
langsung oleh Rasulullah saw., atau ini adalah hasil ijtihad para sahabat terdahulu.
Perbedaan pendapat para ulama ini dibagi kepada tiga golongan antara lain.
1. Golongan Pertama
Para ulama yang mengakui bahwa rasm Utsmani itu bersifat tauqifi
berpendapat, wajib mengikuti rasm Utsmani dalam penulisan al-Qur’an dan tidak
dibolehkan menyalahinya. Pendapat ini diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan
Imam Malik, keduanya mengharamkan penulisan al-Qur’an dengan selain rasm
Utsmani.22
seorang penulis wahyu, “goreskan tinta, tegakkan huruf ya’, bedakan sin, jangan
baguskan Ar-Rahim dan letakkan penamu pada telinga kirimu, karena yang
21
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, h. 97.
22
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, h. 163.
23
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 182-183.
14
dan wajib diikuti. Hal itu adalah pengakuan Rasulullah saw. terhadapnya, perintah
jumlahnya lebih dari dua belas ribu orang dan kesepakatan umat setelah itu pada
2. Golongan Kedua
Para ulama yang menyatakan rasm Utsmani itu bukan tauqifi tentu mereka
berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya
merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan
baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan dan tidak
boleh dilanggar.26
a. Tidak satupun dari dalil al-Qur’an maupun hadis yang secara eksplisit
b. Kondisi kebudayaan bangsa Arab awal Islam masih dalam fase-fase peralihan,
terlihat dari banyakya para sahabat yang tidak memiliki kecakapan menulis
24
Syeikh Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Manahil Al-‘Urfan Fi Ulum Al-Qur’an
(Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 392.
25
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, h. 163.
26
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, h. 184.
15
(ummi) dan hampir mayoritas umat Islam mempelajari al-Qur’an dengan cara
menghafalnya (sima’i).27
Secara teori, pendapat yang dibidani oleh Abdurrahman Ibn Khaldun, Abu
adalah teks yang dimaksudkan telah menyatu dan terintegrasi dengan al-Qur’an,
ia menjadi bagian integral dari suatu teks suci. Artinya, dalam konteks penulisan
teks-teks Arab umum tentu tidak ada masalah dan sah-sah saja, namun bila
pendapat ini diekspor tanpa batas, sehingga orang dengan semaunya sendiri
berganti edisi dalam tiap generasi seiring perkembangan zaman. Lambat laun,
kandungan al-Qur’an yang terintegrasi dalam teks akan muncul sebagai sebuah
kitab suci yang tidak lagi sakral, tak ubahnya seperti buku-buku cetak pada
rasm Utsmani.
3. Golongan Ketiga
ditulis menurut kaidah arabiyyah dan sharfiyah, akan tetapi harus senantiasa ada
Mushaf al-Qur’an yang ditulis dengan khat rasm Utsmani sebagai barang penting
yang harus dipelihara, dijaga dan dilestarikan. Pendapat ini oleh Abu Muhammad
27
Zainal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur’an”, Journal
of Qur’an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012), h. 223-224. http://journal.uinjkt.ac.id/
index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/download/1325/1178 (Diakses 1 Mei 2018).
28
Zainal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur’an”, Journal
of Qur’an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012), h. 224.
16
Syaikh Izzudin bin Abdussalam, kemudian diikuti oleh pengarang kitab al-
Burhandan al-Tibyan. Kemudian diikuti oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dan al-
Azarqani. 29
pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi umat.
Memang tidak ditemukan nash ditemukan nash yang jelas diwajibkan penulisan
al-Qur’an dengan rasm Utsmani. Namun demikian, kesepakatan para penulis al-
sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari masyarakat Islam.
Sementara jumlah umat islam dewasa ini cukup besar dan tidak menguasai rasm
Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah umat Islam yang tidak mampu membaca
aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar
dengan rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan.
Demikian juga tulisan ayat-ayat al-Qur’an dalam karya ilmiah, rasm Utsmani
mutlak diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan
penulisannya tidak mempunyai alasan untuk mengabaikannya. 30
pendapat ini lebih kepada bagaimana yang termudah bagi pembaca tapi rasm
untuk penulisan al-Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mesti
Zainal Arifin Madzkur, “Urgensi Rasm Utsmani”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1
29
1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam
Nabi. Ijla’ sahabat memiliki kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti,
A. Kesimpulan
huruf al-Qur’an yang dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan kaidah-
yang signifikan. Mulai dari masa atau zaman Rasulullah saw. sampai
dengan sekarang ini. Pada masa rasulullah ayat ayat al-Qur’an al-Qur’an
tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan al-Qur’an ini masih
khalifah Abu Bakar, al-Qur’an di zaman Abu Bakar masih dalam rangka
pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur’an. Pada
masa khalifah Umar bin Khattab, hanya meneruskan bagaimana
luar Arab. Pada masa Ali bin Abi Thalib terjadi perbaikan Al-Qur’an
17
18
berupa tanda-tanda baca yang dikenal saat ini, guna memudahkan umat
4. Para ulama berbeda pendapat tentang status atau kedudukan rasm al-
Qurán atau rasm Utsmani. Perdebatan para ulama tentang ini adalah
seputar hukum rasm al-Qur’an ini apakah dapat dihukumkan tauqifi,
yaitu diajarkan langsung oleh Rasulullah saw., atau ini adalah hasil ijtihad
para sahabat terdahulu. Perbedaan pendapat para ulama ini dibagi kepada
tiga golongan.
tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang
dibutuhkan.
B. Implikasi
antaranya adalah:
19