Anda di halaman 1dari 9

Silsilah Sanad Ulama Al-Qur’an Indonesia

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang dinyatakan sebagai


Hidangan Ilahi, untuk memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang
Islam dan merupakan pelita bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai
persoalan hidup. Allah Swt. menyatakan dengan tegas bahwa Al-Qur’an
sebagai hudan li an-nas (petunjuk bagi seluruh umat manusia), sekaligus
menantang manusia dan jin untuk menyusun semacam Al-Quran. Maka,
Al-Quran berfungsi sebagai mukjizat, yakni bukti kebenaran dan sekaligus
kebenaran itu sendiri.

kemukjizatan/keistimewaan Al-Quran bisa ditemukan dalam tiga hal:

a. Ketelitian dan keindahan redaksinya,

b. Isyarat-isyarat ilmiahnya, dan

c. Pemberitaan hal gaib masa lalu dan yang akan datang.

Isi kandungan Al-Qur’an mencakup tiga hal: Aqidah, Syariah, dan


Akhlak. ketiga tujuan pokok ini dicapai melalui empat cara:

a. Perintah memerhatikan alam raya,

b. Perintah mengamati pertumbuhan dan perkembangan manusia

c. Kisah-kisah, dan

d. Janji serta ancaman duniawi atau ukhrawi.

1
2. Turunnya Al-Qur’an

Ada tiga tahap proses turunnya Al-Qur’an, yaitu:

1) Al-Qur’an diturunkan ke Lauh Mahfuzh


ُْ َ ٌ ٌ ُ َُ َ
ٍ ‫) ِفي ل ْو ٍح َمحف‬21( ‫{ب ْل هو ق ْرآن َم ِجيد‬
]22 ،21 :‫)} [البروج‬22( ‫وظ‬

2) Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bait al-'Izzah di langit


َْ َ َ ْ َْ
dunia ]1 :‫{ ِإ َّنا أن َزل َن ُاه ِفي ل ْيل ِة الق ْد ِر} [القدر‬

3) Al-Qur’an diturunkan dari Bait al-'Izzah kepada Nabi Muhammad


Saw. melalui perantara Malaikat Jibril secara berangsur-angsur
selama 23 tahun
َ ْ ُ ُّ
َ ‫) َع َلى َق ْلب َك ل َت ُكو َن م َن ْاَلُ ْنذر‬193( ‫اْلم ُين‬ َ َ ْ ُ ‫َ{وإ َّن ُه َل َت ْنز‬
192 :‫)} [الشعراء‬194( ‫ين‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ‫الروح‬ ‫) ن َز َل ِب ِه‬192( ‫يل َر ِب ال َع ِاَل َين‬ ِ ِ
]194 -

Al-Qur’an terdiri dari 114 surah yang dimulai dari Al-Fatihah dan
diakhiri dengan Al-Nas. Adapun mengenai jumlah ayatnya, disepakati para
ulama bahwa jumlah ayatnya lebih dari 6000. Mereka berbeda pendapat
mengenai kelebihan dari 6000 tersebut. Sehingga, ada yang berpendapat
jumlah ayatnya adalah 6210 (ulama Madinah), 6204 (ulama Basrah), 6226
(ulama Syam), 6217 (ulama Kufah), dan 6616 (Ibnu Abbas). Perbedaan
jumlah ayat ini tidak mengurangi jumlah ayat Al-Qur’an itu sendiri.
Karena, perbedaan penghitungan ini disebabkan dua hal, yaitu, pertama,
apakah pembuka surah (fawatih al-suwar) termasuk ayat tersendiri atau
tidak, dan kedua, mengenai bacaan waqaf (berhenti) dari Nabi, ada yang
menganggapnya sebagai akhir ayat dan ada yang menganggapnya bukan
sebagai akhir ayat.

2
3. Pengumpulan dan Penulisan Al-Qur’an
Al-Qur’an telah ditulis sejak masa Nabi. Tiap kali turun wahyu, Nabi
langsung memerintahkan sahabat untuk menulisnya. Nabi langsung
memberikan penjelasan mengenai urutan ayat, penamaan surah, adanya
basmalah di awal surah, dan lain-lain. Singkatnya, urutan surah dan ayat
seperti yang dikenal saat ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Nabi. Di
antara para sahabat yang saat itu bertugas menuliskan wahyu (Al-Qur’an)
adalah Abu Bakar al-Shiddiq, 'Umar bin Khaththab, 'Ustman bin Affan,
'Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka'ab, Muadz bin Jabal, dan
Abdullah bin Mas'ud. Saat itu Al-Qur’an belum terkumpul menjadi satu
mushaf. Para sahabat menulisnya pada pelepah kurma, batu-batuan, kulit
binatang, atau kepingan-kepingan tulang. Meskipun tulisan Al-Qur’an
belum menjadi satu, para sahabat menghapal Al-Qur’an seluruhnya (30
juz), dan ada juga yang menghapal sebagian saja.

Pada masa Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq, ada 700 sahabat yang hapal
Al-Qur’an gugur dalam pertempuran melawan Musailamah al-Kadzdzab.
Kemudian 'Umar mengusulkan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan
Al-Qur’an yang masih terpisah-pisah. akhirnya Abu Bakar menyetujui
usulan 'Umar ini dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk memimpin
proses pengumpulan tulisan Al-Qur’an. Kumpulan tulisan Al-Qur’an ini
dinamakan dengan shuhuf atau shahifah dan disimpan oleh 'Umar. Setelah
'Umar meninggal, shuhuf ini disimpan oleh Hafshah, putri 'Umar yang juga
menjadi salah seorang istri Nabi.

Pada masa Khalifah 'Utsman bin Affan timbul perselisihan di antara


umat Islam karena perbedaan qira'ah berdasarkan tulisan yang mereka
miliki. Supaya umat Islam tidak mengalami perpecahan karena perbedaan
tulisan Al-Qur’an yang mereka punyai, maka 'Utsman melakukan

3
penyeragaman tulisan dan membentuk tim yang dipimpin oleh Zaid bin
Tsabit.

Utsman meminta shuhuf yang ada di tangan Hafshah untuk disalin oleh
tim ini menjadi beberapa mushaf. Mushaf yang selesai disalin dari shuhuf
yang ada di tangan Hafshah dinamakan dengan Mushaf al-Imam yang
merupakan mushaf induk. Lalu, mushaf induk ini disalin lagi menjadi
enam mushaf (eksemplar). Keenam mushaf ini dikirim ke Mekkah, Kufah,
Basrah, Syam, Madinah dan sebuah mushaf untuk Utsman.

Umat Islam diperintahkan untuk membaca Al-Qur’an berdasarkan


tulisan dalam mushaf resmi yang dikenal dengan sebutan mushaf Rasm
Utsmaniy.

4. Sanad Al-Qur’an

Sanad secara bahasa adalah sesuatu yang tinggi dari dataran bumi di
antara gunung dan lembah. Juga bisa diartikan sesuatu yang disandarkan.
Adapun yang dimaksud Sanad Al-Qur’an adalah jaringan atau silsilah
guru-guru yang diurutkan dari Nabi Muhammad Saw., para sahabat,
tabi’in, tabi’it tabi’in sampai guru yang terakhir. Silsilah sanad dalam Al-
Qur'an sudah mencapai derajat mutawatir yang tidak diragukan lagi
kebenarannya, karena di setiap generasi diriwayatkan oleh banyak orang
yang tidak mungkin bersepakat untuk berbohong.

Sanad Al-Qur’an diperlukan dalam rangka menjaga kemurnian atau


konsistensi cara baca seseorang sesuai kaidah yang benar, karena membaca
Al-Qur’an tanpa bimbingan dari seorang guru, akan mengakibatkan
kesalahan dalam bacaannya. Allah berfirman dalam Surat Al-Hijr:9
َ ُ َ َ ْ َ ْ َّ َ ُ ْ َ َّ
]9 :‫الذك َر َوِإ َّنا ل ُه ل َحا ِفظون } [الحجر‬
ِ ‫ِ{إنا نحن نزلنا‬

4
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami
(pula) yang memeliharanya.”

Salah satu cara yang dilakukan umat Islam dalam memelihara dan
menjaga keautentikan ayat-ayat Al-Qur'an, adalah dengan menghafal Al-
Qur'an. ketika Nabi Muhammad Saw. mendapat wahyu, Nabi
menyosialisasikan kepada para sahabatnya dan memerintahkan untuk
ditulis serta dihafal. Para sahabat sangat senang menerima perintah itu.
Mereka menulis dan menghafal bunyi wahyu tersebut. Tradisi menulis dan
menghafal Al-Qur'an dilanjutkan oleh para tabi’in dan selanjutnya oleh
umat Islam.

Program menghafal Al-Qur'an telah lama dilakukan di berbagai


daerah di Indonesia. Usaha menghafal Al-Quran pada awalnya dilakukan
oleh para ulama yang belajar di Timur Tengah melalui guru-guru mereka.
Namun pada perkembangan selanjutnya, kecenderungan untuk menghafal
Al-Qur'an mulai banyak diminati masyarakat Indonesia. Untuk
menampung keinginan tersebut, para alumni Timur Tengah membentuk
lembaga-lembaga tahfizul Qur’an dengan mendirikan pondok pesantren
khusus tahfiz, atau melakukan pembelajaran tahfizul Qur’an pada pondok
pesantren yang telah ada.

Para Huffadz Al-Qur'an (ulama penghafal Al-Qur'an) di Indonesia


tersebar di berbagai daerah, mereka sangat berperan dalam merintis
program menghafal Al-Qur'an, sebuah program yang sekaligus menjadi
amaliah ibadah dalam rangka memelihara keautentikan ayat-ayat Al-
Qur'an, yang dibangun atas sebuah harapan besar mendapat syafa’at ketika
kiamat datang.

Program tahfiz Al-Qur'an di Indonesia tumbuh dan berkembang


dalam kultur pesantren setelah adanya kontak langsung antara ulama

5
Nusantara dan ulama Timur Tengah. Kontak langsung inilah yang
kemudian membentuk rangkaian sanad yang terwariskan secara talaqqi
(belajar langsung) dalam pola guru dan murid dari satu generasi ke generasi
berikutnya.

Dedikasi para huffadz dalam menjaga Al-Qur'an tercermin dari


keikhlasan dan kekuatan tekad untuk mempelajari kandungan Al-Qur'an
dan mengajarkannya. Bagi mereka, mengajar dan mengamalkan Al-Qur'an
adalah panggilan jiwa dan tugas mulia. Karenanya, kebanyakan dari
mereka mendirikan pondok pesantren, atau minimal mempunyai pengajian
sebagai sarana ber-talaqqi dengan generasi berikutnya.

Mekanisme pewarisan sanad dari guru kepada murid adalah talaqqi,


demi memastikan bahwa setiap sanad harus sampai kepada Rasulullah
Saw. Proses belajar langsung kepada guru (talaqqi) ini harus berlangsung
sampai sang murid berhasil mengkhatamkan Al-Qur'an, jika dia ingin
mendapatkan ijazah untuk mengajarkannya kepada orang lain. Dari
rangkaian inilah tergambar bahwa sanad para huffaz di Indonesia
mempunyai hubungan yang bersambung dekat dengan para guru di Timur
Tengah.

Tahfidz Al-Qur'an umumnya menjadi program takhassus


(spesialisasi). Metode yang digunakan terbagi menjadi dua, bin-nadzar
(setoran dengan melihat teks Al-Qur'an) dan bil-gaib (setoran tanpa
melihat teks Al-Qur'an). Kedua metode ini merupakan tahapan yang harus
dijalani oleh setiap santri yang akan menghafal Al-Qur'an.

6
5. Huffadz Al-Qur'an di Indonesia dan Sanadnya

Para Huffadz Al-Qur'an sangat banyak jumlahnya di Indonesia,


salah satu dari mereka adalah:

1. KH. Muhammad Mahfudz Termas (1842-1917 M)

Lahir di Desa Tremas, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan,


Jawa Timur, wafat di Mekkah. Nama guru: Syeikh Muhammad Asy-
Syarbini Al-Muqri.

2. KH. Muhammad Sa’id Isma’il, Madura (1891-1954 M)

Lahir di Mekkah, wafat di Sampang Madura. Nama guru: Syeikh


Abdul Hamid Mirdad bin Abdul Mu’ti

3. KH. Munawwar, Gresik (1884-1944 M)

Lahir dan Wafat di Sidayu Gresik. Nama guru: Syeikh Abdul Karim
bin Umar Al-Badri al-Dimyathi

4. KH. Azra’i Abdur Rauf, Medan (1918-1993 M)

Lahir dan Wafat di Medan Sumatera Utara. Nama guru: Syeikh


Ahmad Hijazi Al-Faqih

5. KH. Muhammad Munawir, Krapyak (1870-1942 M)

Lahir dan Wafat di Yogyakarta. Nama guru: Syeikh Abdul Karim


bin Umar Al-Badri al-Dimyathi dan Syeikh Yusuf Hajar al-Dimyathi.

Setiap Huffadz yang disebut di atas mempunyai guru yang berbeda,


tetapi ketika silsilah sanad mereka diurutkan sampai Rasulullah, maka akan
ditemukan kesamaan mata rantai sanad, sehingga periwayatan Al-Qur’an
mencapai derajat mutawatir.

7
Sanad Al-Qur’an KH. Muhammad Munawir, Krapyak
1. Nabi Muhammad Saw.
2. 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, 'Abd Allah
bin Mas'ud, dan Ubai bin Ka'ab
3. Abu 'Abd al-Rahman al-Sulami
4. 'Ashim bin Abi al-Nujud/Bahdalah
5. Hafsh bin Sulaiman
6. Ubaid bin al-Shabbah
7. Ahmad bin Sahl al-Asynani
8. Ali bin Muhammad bin Shalih al-Hasyimi
9. Thahir bin Ghalbun
10.Abu 'Amr 'Utsman bin Sa'id al-Dani
11.Abu Dawud Sulaiman bin Najah al-Andalusi
12.Abu al-Hasan 'Ali bin Hudzail
13.Al-Qasim bin Firruh al-Syathibi
14.Abu al-Hasan 'Ali bin Syuja' al-'Abbasi
15.Muhammad bin 'Abd al-Khaliq al-Mishri
16.Muhammad bin 'Abd al Rahman bin al-Sha'igh dan atau 'Abd al-
Rahman bin Ahmad al-Baghdadi
17.Ibn al-Jazari
18.Ahmad al-Umyuthi
19.Zakariya al-Anshari
20.Nashir al-Din al-Thabalawi
21.Syahadzah al-Yamani
22.Saif al-Din bin 'Atha' Allah al-Fadlali
23.Sulthan al-Mazzahi
24.'Ali bin Sulaiman al-Manshuri
25.Ahmad Hijazi
26.Mushthafa bin 'Abd al-Rahman al-Azmiri
27.Ahmad al-Rasyidi
28.Isma'il Basytin
29.'Abd al-Karim bin 'Umar al-Badri al-Dimyathi
30.KH. Muhammad Munawwir
31.KH. Muhammad Arwani Amin
32. KH. Abdullah Salam (Kajen Pati), KH. Sya'rani Ahmadi (Kudus), KH.
Nawawi Abdul Aziz (Bantul), KH. Muhammad Marwan (Mranggen
Demak), KH. Abdul Wahab (Benda Bumiayu), KH. Muharror Ali
(Blora), KH. Najib Abdul Qodir (Jogja), KH. Ahmad Hafidz (Mojokerto),
KH. Hasan Mangli (Magelang), KH. Abdullah Umar (Semarang) dan
lain-lain
8
Penulis: M. Alim Najib Lc. M.A.

Daftar Pustaka

 Abul ‘Aliyah Shilahul Hawa Am, Sejarah Mushaf Induk dan Kaidah
Rasm Utsmany, Malang; Pondok Pesantren Roudhotul Qur’an
Singosari Malang, 1997
 Aly As’ad, dkk, KH. M. Moenawir, Yogyakarta; Pondok Krapyak
Yogyakarta, 1975.
 Dr. H. Ahmad Zuhri, Lc. MA., Syekh al-Qurra’ Azra’i Abdurrauf,
Jakarta; Hijri Pustaka Utama, 2009
 Maftuh Basthul Birri, Fudlala’ Ahali Al-Qur’an, Kediri; Pondok
Pesantren Lirboyo, 2012
 Wawan Djunaidi, Sejarah Qira’at Al-Qur’an di Nusantara, Jakarta;
Pustaka STAINU, 2008

Anda mungkin juga menyukai