Abstrak: Tulisan ini membahas tentang Sistem Pengajaran al-Qur’an Di Masa Nabi Dan Sahabat,
Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang bersifat kepustakaan, Adapun hasil penelitian
bahwa system pengajaran al-Qur’an di masa Nabi dan Sahabat mentransmisikan al-Quran
dengan membacanya secara langsung kepada sahabat (musyafahah), sahabat pun demikian
dengan metode yang sama mengajarkan al-Quran antar sesama. Pada waktu itu, al-Quran yang
tertulis tidak mempunyai peranan yang signifikan pada proses pembelajaran al-Quran. Dar al-
Arqam dan rumah Nabi menjadi tempat pembelajaran al-Quran pada periode Mekkah,
sedangkan pada periode Madinah terdapat al-kuttab, shuffah, dar al-qurra’ dan masjid sebagai
pusat atau tempat mengaji al-Quran. Beberapa Sahabat ikut serta dan membantu Nabi dalam
Abstract: This paper discusses the al-Qur'an Teaching System at the time of the Prophet and the
Companions, This research method is qualitative in nature, which is literature, The results of the
study are that the al-Qur'an teaching system in the time of the Prophet and Companions
transmitted the al-Quran by reading it directly to friends (musyafahah), friends are the same way
with the same method of teaching the the al-Qur'an among others. At that time, the written the
al-Qur'an did not have a significant role in the learning process of the the al-Qur'an. Dar al-
Arqam and the house of the Prophet became a place for learning the the al-Qur'an in the Mecca
period, while in the Medina period there were al-kuttab, shuffah, dar al-qurra 'and a mosque as a
center or place for reciting the the al-Qur'an. Several Companions participated and assisted the
Prophet in the task of teaching the the al-Qur'an.
keyakinan umat Islam dan diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah. Al-Qur’an adalah
kitab suci yang di dalamnya terdapat firman-firman (wahyu) Allah, yang disampaikan
oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai rasul Allah secara berangsur-
angsur yang bertujuan menjadi petunjuk bagi umat Islam dalam hidup dan
Penekanan materi pendidikan yang dipelajari dan didalami pada masa Nabi
Muhammad adalah Ilmu Alquran. Hal tersebut dapat dipahami karena merupakan tugas
Namun demikian bukan berarti bahwa pengajaran selain Alquran tidak diperintahkan
dilanjutkan dengan menghafalnya. Yang menjadi dasar dari pengajaran tersebut adalah
perintah wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam surat Al-
Alaq 1-5.
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang
mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
1 Ajahari, Ulumul Qur’an, Ilmu-Ilmu Al Qur’an, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo), Cetakan I 2018, hal. 1
diketahuinya”. Perintah itu bukan hanya jatuh kepada diri nabi Muhammad sendiri,
tetapi juga merupakan perintah Nabi kepada para sahabat dan pengikutnya.2
wahyu yang turun kepadanya. Merupakan kebanggaan bagi sahabat lainnya untuk ikut
menyalin tulisan ayat-ayat Alquran tersebut untuk selanjutnya dapat mereka hafalkan
dan ajarkan kepada sahabat lainnya. Berkaitan dengan penulisan wahyu Nabi
Muhammad bersabda kepada para sahabatnya: “Janganlah kamu tulis dari aku; barang
siapa menuliskan aku selain Qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku,
dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku, ia akan
2. METODE PENELITIAN
Metode dan Jenis Penelitian Dalam meneliti dan mengkaji tentang system
pengajaran Al-Qur’an pada masa Nabi dan Sahabat, penulis akan menggunakan metode
semua data yang berasal dari buku-buku, kamus, artikel-artikel terdahulu yang hasilnya
mendekati dengan penelitian ini, dan apabila memungkinkan sumber lain diperlukan,
3. PEMBAHASAN
diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibrail a.s. Al-Quran yang diturunkan dalam
tempoh 23 tahun seiring dengan perkembangan proses pengajaran dan pembelajaran al-
Quran yang menggunakan kaedah talaqqī musyāfahah. Semasa di Mekah Baginda mula
2 Bambang Triyoga & Anjar Sulistyan, “Alquran sebagai Materi Utama Pendidikan Pada Zaman
Rasulullah” dalam Jurnal Sosial dan Budaya Syar-I, Vol. 8 No. 5 2021, hal. 1464
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011) hal. 78.
mengajarkan al-Quran di rumah Baginda dan kemudian di rumah sahabatnya iaitu al-
kediaman Baginda dan berterusan di Masjid Nabawi. Para sahabat belajar secara
musyāfahah memberi arti perjumpaan secara berhadapan di antara murid dan gurunya
huruf yang keluar dari mulut gurunya bagi mempastikan sebutannya betul dan tepat.
Hasil didikan daripada Baginda ramai sahabat yang belajar menghafaz al-Quran
sehingga lahir golongan ḥuffāẓ dikalangan sahabat. Antara mereka yang menghafaz al-
Quran ialah Abū Bakr, Uthmān b. ‘Affān, ‘Abd Allāh b. Mas‘ūd, ‘Ā’isyah dan Ḥafṣah.4
s.a.w yaitu:
talaqi-musyafahah dengan malaikat Jibrail a.s. Maka dengan cara inilah juga
b. Menerangkan maksud. Hal ini bertujuan untuk memahami apa yang terkandung
dan kulit terdapat juga para sahabat yang menghafal ayat al-Quran.
Cara paling lazim dalam menjaga Al-Qur’an pada masa Nabi dan sahabat ialah
dengan hafalan (al-jam’fi al-shudru). Hal ini selain karena masih banyaknya sahabat
yang buta huruf (ummi), juga karena hafalan orang arab ketika itu terkenal kuat. Bisa
4Syakir & Farid, Kaedah Talaqqī Musyafahah Dalam Tilawah Al-Quran, Jurnal. Pulau Pinang: Universiti Sains
Malaysia. 2021, hal. 156-157
dimaklumi jika pencatatan Al-Qur’an belum merupakan alat pemeliharaan yang handal,
karena dari segi teknis, alat-alat tulis ketika itu masih sangat sederhana dan rawan
terhadap kerusakan. Bahan tempat menulis berasal dari pelepah korma dan tulang-
belulang yang gampang lapuk dan patah, tinta yang mudah luntur, dan kalam (alat
oleh Utsman ibn Affan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Yang terbaik diantara
kamu adalah mereka yang mempelajari Al-Qur’an dan kemudian mengajarkann ya”6
Berdasarkan nama tempat ini, dikenal sebuah istilah bagi periodesasi dakwah
Nabi yang pertama, yakni periode Makkah (al -fatrah almakkiyyah). Periode ini merujuk
kepada aktifitas Nabi Muhammad selama masih berada di Makkah (pra-hijrah) hingga
beliau melaksanakan hijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Periode ini merupakan masa
pembinaan dan pemantapan ke dalam serta penyusunan kekuatan dakwah. Oleh karena
itu, materi-materi dakwah pada periode ini lebih menitikberatkan kepada masalah
aqidah dan keimanan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa ayat-ayat al-Quran yang
secara aktif, di kota Mekkah telah didirikan lembaga pendidikan di mana Rasulullah
pendidikan Islam ialah Dar al-Arqam di Mekkah dan masjid yang terkenal dipergunakan
5 M Quraish Shihab, et.al., Sejarah & Ulum Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011, Cet. 5, Hal. 25.
6 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur'an, dengan kata pengantar M. Quraish Shihab,
FKBA, Yogyakarta, 2001, hal. 129
7 Abdul Jalil, “Sejarah Pembelajaran Al-Qur’an Di Masa Nabi Muhammad Saw”, Jurnal. Insania Vol. 68, hal. 2
untuk kegiatan belajar dan mengajar ialah yang sekarang terkenal dengan masjid al-
dalam “Halaqah” dengan masing–masing gurunya terdiri dari para sahabat Nabi.
Kegiatan pembelajaran tersebut dapat berlangsung dengan baik, hingga pada akhirnya
setiap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dicatat dan dilafalkan oleh para
Karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab kepada Nabi pesuruh Allah
dari bangsa Arab juga, sekalipun bacaannya telah diperkenankan dengan tujuh macam
huruf, tetapi semuanya dengan lidah bangsa Arab yang fasih di kala itu, bahasa Arab
adalah yang paling baik. Bangsa Arab pada masa turunnya al- Qur’an mereka berada
dalam budaya Arab yang begitu tinggi dan ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya
Sahabat ‘Abd Allah bin Mas‘ud termasuk orang-orang pertama yang mempelajari
atau membacakan al-Quran dari Rasulullah. Beliau juga adalah sahabat pertama yang
membacakan al-Quran dengan terang-terang di hadapan orang kafir Makkah. Bacaan al-
Quran telah menjadi kunci atau hal yang wajib yang dilakukan Nabi tiap saat, khususnya
untuk aktivitas dakwah. Banyak sahabat yang masuk Islam karena mendengar bacaan
al-Quran. Bahkan kaum kafir Quraisy yang tidak masuk Islam, dalam beberapa
pasti bahwa Nabi membacanya dari hafalan beliau, karena Nabi tidak atau belum bisa
Sahabat sangat jujur dan teliti dalam hal pembacaan atau pengajaran ayat-ayat al-
Quran, hal ini dapat ditemukan pada kisah Ibnu Mas‘ud. Suatu ketika ada kelompok
sahabat yang bertanya tentang surat asySyu‘ara’, Ibnu Mas‘ud menjawab “surat itu tidak
yang mengambilnya dari Rasulullah yaitu Abi ‘Abd Allah Khabbab bin al-Artt (.al-
Asfahani, tt : 143).
Dari riwayat tersebut kita bisa mendapat gambaran tentang sistem transmisi dan
pembelajaran al-Quran, di mana Nabi dan para sahabat yang dijadikan sebagai rujukan
atau sumber utama al-Quran bukan catatan atau tulisan (baca: al-Qur’an al-maktub). Ada
kemungkinan bahwa ayat-ayat yang turun pra-hijrah lebih banyak dijaga dengan hafalan
dalam ingatan dibandingkan dalam catatan, karena kondisi muslimin yang tidak aman,
sering menghadapi banyak tantangan dan problem hingga mereka terpaksa untuk
meninggalkan tanah kelahiran mereka dua kali, ke Habasyah dan ke Madinah, walaupun
ada beberapa riwayat yang membuktikan bahwa kegiatan kitabah al-Qur’an sudah
dimulai di Makkah, seperti yang disebutkan dalam riwayat mengenai ‘Umar masuk
Islam. Orang pertama yang menulis untuk Nabi dari Quraisy adalah ‘Abd Allah bin Sa‘d
bin Abi as-Sarh (al-Balazuri, 2000 : 280), nama lain penulis wahyu periode Makkah adalah
Kegiatan pendidikan dan dakwah Nabi dan sahabat sebelum Nabi hijrah ke
Madinah pun membuahkan hasil. Yakni Alquran telah tersebar dan dihafal oleh
beberapa kabilah yang berasal dari dalam maupun luar kota Mekah. Fakta bahwa jumlah
surat-surat makkiyyah lebih banyak dari surat-surat madaniyyah memberi isyarat atau
menunjukan bahwa sejak periode Mekah sudah banyak sahabat yang memfokuskan
ayat-ayat Alquran.
Keberhasilan itu bukan berarti bebas halangan. Nabi dan para sahabatnya sempat
merasa kesulitan tatkala menghadapi tekanan dan dari kaum Quraisy Mekah. Dan pada
Maka hal ini ada kaitannya yang besar dari para sahabat penghafal al-Qur’an
ketika pemberian metode pembelajaran alQur’an pada zaman Rasulullah. jika ditinjau
dari persepsi hadits, ada berbagai nama-nama sahabat penghafal al-Qur’an yang paling
disebut adalah: Ubay ibn Ka’ab (w.642 H), Mu’adz ibn Jabal (w.639 H), Zayd ibn Tsabit
dan Abu Zayd al-Anshari (w.15 H). Disebutkan pula tujuh nama pengumpul al-Qur’an,
tiga diantaranya sama dengan tiga nama pertama dalam riwayat sebelumnya dan empat
lainnya adalah: Ali ibn Abi Thalib, Sa’ad ibn Ubayd (w.637 H), Abu alDarda (w.652 H),
dan Ubayd ibn Mu’awiyah. Nama-nama lain yang sering muncul dalam riwayat adalah:
Utsman ibn Affan, Tamim alDari (w.660 H), Abdullah ibn Mas’ud (w.625 H), Salim ibn
Ma’qil (w.633 H), Ubadah ibn Shamit, Abu Ayyub (w.672 H) dan Mujammi’ ibn Jariyah.
Pada titik ini, timbul permasalahan apakah tiap-tiap pengumpul al-Qur’an itu
Jika dilihat dari peran tulisan ketika itu, dapat dikemukakan bahwa menghafal al-
Qur’an merupakan tujuan utama yang terpenting, bahkan sepanjang sejarah Islam.
untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pun unit
wahyu yang tidak tersimpan dalam dada atau ingatan para pengumpul al-Qur’an pada
saat itu.
di masa Rasulullah adalah perekaman dalam bentuk tertulis unit-unit wahyu yang
diterima Rasulullah.
Laporan paling awal tentang penyalinan al-Qur’an secara tertulis bisa ditemukan
dalam kisah Umar ibn Khaththab ketika masuk Islam, empat tahun menjelang hijrahnya
Nabi ke Madinah.
Islam, yaitu masyarakat yang menerapkan ajaran-ajaran dan sistem Islam, walaupun di
antara warganya terdapat orang-orang yang bukan Muslim. Meskipun antara periode
Makkah dan Madinah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan,
namun suatu hal yang perlu dicatat di sini adalah bahwa periode Madinah yang masanya
lebih pendek dari pada periode Makkah itu memberikan hasil yang lebih gemilang
lebih efektif dan terorganisir. Hal ini disebabkan karena kondisi di Madinah lebih stabil
kebijakan pertama yang beliau ambil adalah mendirikan Masjid. Masjid inilah yang
Musthafa al-Azami, dalam bukunya yang berjudul The History of The Qur’anic
Text membagi pengajaran Alquran periode Madinah menjadi tiga bagian sebagai
berikut:
Pertama, The Prophet as a Teacher. Nabi Muhammad saw. sebagai al-mu’allim al-
awwal (pengajar pertama) selalu berusaha untuk mengajarkan Alquran kepada sahabat,
masyarakat Madinah, dan orang-orang dari luar daerah. Setiap menerima ayat baru,
Kedua, Dialects Used by the Prophet for Teaching in Madina. Seperti yang telah
diketahui bahwa setiap daerah memiliki dialek yang berbeda-beda, begitu juga di kota
Madinah. Karena dialek yang mereka pakai sudah menjadi kebiasaan dan sulit dirubah,
maka untuk mempermudah adalah dengan membaca Alquran sesuai dengan dialek
masing-masing dengan catatan ada pengklarifikasian dan pembenaran dari Nabi
mengenai bacaan dialeknya. Dialek-dialek yang berbeda inilah yang menjadikan cara
baca Alquran beragam. Ini yang selanjutnya menjadi cikal bakal Ilmu Qiraat.
dibantu oleh para sahabat. Para sahabat berperan penting dalam pengajaran Alquran.
bahkan lebih sedikit dari masyarakat Makkah. Di antara mereka yang bisa menulis ketika
Nabi hijrah adalah Ubay bin Ka‘b, Zaid bin Tsabit, Sa‘d bin ‘Ubadah, Rafi‘ bin Malik.
Orang pertama yang menulis untuk Nabi di Madinah adalah Ubay, ketika Ubay tidak
ada atau berhalangan maka Nabi mengundang Zaid. Selain itu, karena Nabi sendiri tidak
bisa menulis dan sahabat yang mampu menulis pada masa awal Islam hanya berjumlah
sedikit, maka Nabi pun memanfaatkan semua potensi baca-tulis yang mereka miliki
untuk mencatat al-Quran dan hal-hal lain seperti penulisan surat-surat kepada para raja,
kota Madinah;
Pertama, Shuffah. Shuffah merupakan tempat yang digunakan untuk berbagai aktifitas
pendidikan. Biasanya Shuffah juga disediakan sebagai tempat tinggal bagi pendatang
yang membutuhkan. Di sana para sahabat diajarkan cara membaca dan menghafal
Kedua adalah Darr al-Qurra. Dar al-Qurra secara istilah berarti rumah para pembaca
Alquran. Awalnya Dar al-Qurra ini merupakan rumah milik Makhramah bin Naufal,
dilangsungkan. Awalnya Kuttab ini dikhususkan sebagai tempat pendidikan bagi anak-
anak. Ahmad Syalabi kemudian membedakan antara Kuttab yang khusus untuk mengaji
Alquran dan dasar-dasar agama dengan Kuttab yang digunakan untuk mengajar anak-
Keempat adalah masjid. Pada zaman Nabi, masjid sudah menjadi pusat kegiatan dan
informasi berbagai masalah kaum muslimin. Salah satu peranan penting masjid pada
waktu itu adalah sebagai lembaga pendidikan. Ketika ayat Alquran turun, Nabi segera
Kelima adalah rumah para sahabat. Rumah para sahabat terkadang juga digunakan
sebagai tempat belajar dan mengajar. Ketika Nabi kedatangan tamu-tamu dari daerah
sekitar Madinah, mereka menginap di rumah para sahabat. Seraya menginap, mereka
belajar Alquran dan ajaran Islam dari Nabi atau sahabat pemilik rumah.9
Setelah Rasulullah wafat dan Islam berkembang secara luas serta diterima oleh
bangsa-banga di luar Arab, maka kondisi bangsa Arab (Islam) berubah total. Sumber
pengajaran al-Qur’an pada waktu itu adalah para Sahabat dan mereka pula yang
tentang kandungan ayat-ayat al-Qur’an kepada orang-orang yang baru masuk Islam.
Al-Qur’an secara lengkap dan sempurna umumnya telah dipelajari dan dihafal
oleh para Sahabat. Disamping itu, Al-Qur’an masih dalam bentuk tulisan yang
berserakan yang ditulis oleh para Sahabat atas perintah Rasulullah selama masa
Mereka duduk dan berkumpul di rumah Sahabat al-Arqam bin Abi Arqam. Mereka
“Apabila kami mempelajari sepuluh (10) ayat Al-Qur'an dari Nabi saw, kami tidak
berkata, Kami berbicara dengan orang yang membacakan kepada kami dari sahabat
Nabi saw, mereka biasa membacakan sepuluh (10) ayat lainnya sampai mereka tahu ilmu
dan pengamalannya”.
Di kala ummat Islam telah berhijrah ke Madinah, saat Islam telah tersebar ke
seterusnya.
Para sahabat selalu bersegera dalam kebaikan dengan belajar Al-Qur'an dan
Umamah r.a. bahwa seseorang datang kepada Nabi saw. Dan berkata,
“Aku membeli sesuatu dari Bani Fulan dan aku mendapat untung yang banyak.”
“benarkah?” beliau bersabda, “yaitu orang yang belajar sepuluh (10) ayat Al-Qur'an.” Maka ia
pun lantas bersegera mempelajari sepuluh ayat Al-Qur’an. Lalu datang lagi kepada Nabi saw.
Demikian cara para Sahabat mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an di kala Nabi
masih hidup dan setelah wafat. Guru-guru al-Qur’an di masa itu dinamai Qurra (jamak
Qari‟ artinya ahli baca dan ahli faham, pandai menyebut lafadz, cakap menerangkan
Setelah Umar ibn Khattab menjadi pengikut Nabi Muhammad, maka mereka
kepada para Sahabat untuk selalu membacanya dan menghafal setiap ayat yang baru
diturunkan dan memerintahkannya kepada para Sahabat yang bisa menulis untuk
Pada masa Rasulullah dan para Sahabat masih hidup pengajaran al-Qur’an
dengan cara hafalan dan tidak dengan membaca dan menulis. Hal ini disebabkan karena
mempunyai daya hafalan yang kuat, di samping karena alat-alat tulis waktu itu belum
ada bahkan ketika pemerintahan Islam dipegang oleh Khalifah Umar Ibn Khattab beliau
Beliau itu selalu mengumpulkan kabilah-kabilah Arab untuk diperiksa hafalannya, siapa
saja yang tidak menghafal barang sedikit dari padanya akan didera.13
Abu Darda’ pada tiap-tiap shalat subuh di masjid Jami’ Bani Umayyah di
Qur’an. Mereka disuruh duduk bershaf-shaf, tiap satu shaf terdiri dari sepuluh orang,
dipimpin oleh seorang „Arif (pemimpin shaf). sedangkan Abu Darda’ berdiri tegak di
11 Lihat Majma’uz Zawaid VII: 65, dalam Akhmad Khalil Jum’ah, Al-Qur'an Dalam Pandangan Sahabat
Nabi, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hal. 39-40
12 Ahmad Khalil Jum’ah, sss, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, hal. 39-40
13 Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000,
hal. 53
mihrab memperhatikan bacaan-bacaan tersebut. Bila seseorang di antara pelajar-pelajar
tiada mengetahui lagi, bertanyalah ia kepada pemimpin shafnya. Jika pemimpin tiada
mengetahui barulah Abu Darda’ menjelaskannya. Pada suatu hari Abu Darda’
Pada masa Khalifah Utsman ketika Islam semakin luas ke seluruh penjuru bumi,
(dialek) orang-orang Arab. Orang Arab yang mula-mula menaruh perhatian terhadap
hal ini ialah seorang Sahabat yang bernama Hudzaifah bin Yaman. Ketika beliau ikut
beberapa ayat al-Qur’an, dan pernah juga mendengar perkataan seorang Muslim kepada
Keadaan ini mengagetkan Hudzaifah, maka pada waktu dia telah ke Madinah,
segera ditemuinya Utsman ibn Affan dan kepada beliau diceritakan apa yang dilihatnya
mengenai perbedaan kaum Muslimin tentang bacaan al-Qur’an itu, seraya berkata:
“Susunlah Umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab, sebagaimana
Selanjutnya khalifah Utsman ibn Affan meminta kepada Hafsah binti Umar
lembaran-lembaran al-Qur’an yang ditulis di masa khalifah Abu Bakar dahulu yang
disimpan oleh Hafsah untuk disalin dan khalifah Utsman pun membentuk suatu panitia,
terdiri dari Zaid ibn Tsabit, sebagai ketua, Abdullah ibn Zubair, Sa’id ibn „Ash dan
Tugas panitia ini ialah untuk membukukan al-Qur’an, yakni menyalin dari
14 Ibid, hal. 76
a. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal alQur’an.
b. Kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah
dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab alQur’an itu diturunkan menurut
dialek mereka.
dan setelah tugas itu selesai, maka lembaran-lembaran al-Qur’an yang dipinjam dari
Al-Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan al-Mushaf dan oleh panitia
ditulis lima buah al-Mushaf. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekkah, Syiria, Basrah,
Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula dari masing-masing Mushaf tersebut dan
satu buah ditinggal di Madinah untuk Khalifah Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai
1) Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
2) Menyatukan bacaan meskipun masih ada berlainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak
yang tidak sesuai dengan ejaan mushaf-mushaf Utsman tidak diperbolehkan lagi.
Karena al-Qur’an saat itu ditulis tanpa titik dan harakat, maka banyak orang yang
kesulitan dalam membacanya. Sehingga ketika Gubernur Basrah Ziad Ibn Sumaiyah
Pada mulanya Abu Aswad menolak, namun akhirnya menyanggupi dan hasilnya
lahirlah tanda-tanda A (fathah) dengan titik di atas huruf dan lain-lain. Kemudian tanda-
tanda itu dibubuhkan ke dalam teks al-Qur’an oleh kedua muridnya yakni Nashar ibn
„Ashim atas perintah al-Hallaj, yang kemudian disempurnakan oleh al-Khalil ibn
Ahmad
Al-Khalil mengubah sistem baris Abu Aswad dengan menjadikan alif yang
dibaringkan di atas huruf tanda baris di atas dan yang di bawah huruf tanda baris di
bawah, dan wawu tanpa baris di depan. Beliau jugalah yang membuat tanda mad
waqaf (berhenti) dan ibtida‟ (mulai) serta menerangkan di pangkal- pangkal surat nama
surat dan tempat-tempat turunnya, di Makkah atau di Madinah dan menyebut bilangan
Ada pula riwayat yang menceritakan bahwa yang mula-mula memberi titik dan
baris, ialah Hasan al-Bishry atas perintah khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Abdul
Malik ibn Marwan memerintahkan kepada al-Hallaj sewaktu berada di Wasith, lalu al-
Hallaj menyuruh Hasan dan Yahya ibn Ya’mura, murid Abu Aswad Ad-Dualy.
4. KESIMPULAN
kalam Ilahy diwahyukan kepada Nabi Muhammad selama sekitar 23 tahun secara
berangsur-angsur. Mulai dari wahyu pertama di Makkah, Nabi telah berusaha dan
menyampaikannya kepada sahabatnya dengan sempurna dan benar. Para sahabat juga
membantu dalam proses pembelajaran al-Quran kepada sahabat lain dengan berbagai
cara. Sedangkan tempat yang dijadikan sebagai tempat studi al-Quran dan dasar agama
Dengan kondisi yang stabil dan aman, proses pembelajaran al-Quran di Madinah
berjalan dengan lancar. Shuffah, masjid dan tempat-tempat lain telah menjadi pusat
pendidikan al-Quran dan ilmu keislaman. Para sahabat senior ikut mengajar di sana dan
sebagian lagi dikirim ke beberapa kabilah sebagai da’i dan pengajar. Dengan berbagai
masalah dan terbatasnya sarana pada masa Nabi, mereka (Nabi dan sahabat) sukses
Bentuk pengajaran Rasulullah saw ialah membaca al-quran karim kepada para
sahabat dan menerangi maksud ayatnya supaya dapat difahami dan di hayati serta
diamalkan pada saat itu, juga. Baginda Rasul juga menyuruh para sahabatnya
mengahafal setiap ayat yang telah diajar di samping Rasulullah saw menyeru para
sahabatnya untuk menulis agar dapt sentiasa diulang kaji pada masa yang lain. Adapun
cara pengajarannya sangat sederhana yaitu dengan bertatapan langsung antara pendidik
dan peserta didiknya atau secara berkelompok “Halaqoh”, sehingga pelajaran lebih cepat
dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Jalil, Sejarah Pembelajaran Al-Qur’an Di Masa Nabi Muhammad Saw, Jurnal. Insania Vol. 68
Ajahari, Ulumul Qur’an, Ilmu-Ilmu Al Qur’an, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo), Cetakan I 2018
Bambang Triyoga & Anjar Sulistyan, Alquran sebagai Materi Utama Pendidikan Pada Zaman Rasulullah
Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, PT. Pustaka Rizki Putra, 2000,
hal
M Quraish Shihab, et.al., Sejarah & Ulum Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 5 2011
Majma’uz Zawaid VII: 65, dalam Akhmad Khalil Jum’ah, Al-Qur'an Dalam Pandangan Sahabat
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011
Syakir & Farid, Kaedah Talaqqī Musyafahah Dalam Tilawah Al-Quran, Jurnal. Pulau Pinang: Universiti Sains
Malaysia. 2021
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur'an, dengan kata pengantar M. Quraish Shihab,