Abstract
The universality of Qur’anic messages find its significant in facing diverse realities in Muslim
society. Thus, it is important to find suitable approaches to understand the Qur’an in order that
its messages and values can be actualised in Muslim society. This research describes the
prosedures of textual and contextual approaches in understanding the Qur’an to harmonise the
messages of the Qur’an into human’s life in society. Textual approachfocuses on its text
grammatically and literally. Its process reflected from text to praxis (context). Meanwhile, the
procedure of contextual approach is tracing its significant in context of revelation and thus need
an interdisiplinary study with other sciences.
Abstrak
Pesan-pesan Alquran yang universal seringkali berhadapan dengan realitas kehidupan bermasyarakat yang
beragam. Karenanya diperlukan berbagai pendekatan dalam merefleksikan nilai-nilai Alquran agar aktualisasi nilai-
nilai Alquran di dalam masyarakat berjalan seiring dengan keuniversalannya. Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan kinerja pendekatan tekstual dan kontekstual dalam memahami Alquran, sebagai upaya memahami
teks dengan konteks yang harmoni dengan kehidupan masyarakat. Dalam pendekatan tekstual, praktik tafsir lebih
berorientasi pada teks yang ada dalam dirinya. Sedangkan dalam pendekatan kontekstual melibatkan pemahaman
ekstra-teks bukan intra-teks. Pendekatan tekstual biasanya memfokuskan pembahasannya pada kinerja gramatikal,
melalui pemahaman harfiah, sehingga cenderung menggunakan analisis yang bergerak dari refleksi [teks] ke
praksis [konteks]. Sedangkan kinerja pendekatan kontekstual berusaha memahami suatu teks dengan cara melacak
konteks penggunaannya pada masa ketika teks itu muncul, termasuk situasi dan kondisi di mana ayat Alquran
diturunkan, kemudian dipahami secara interdisiplin dengan ilmu-ilmu yang berkembang saat ini.
Kata Kunci:
Tekstual; Kontekstual; interdisiplin; Penafsiran.
__________________________
A. PENDAHULUAN mufasir. Para mufasir dari kalangan
Penafsiran Alquran pada dasarnya tradisionalis modern, umumnya dapat
dilakukan untuk membuka muatan-muatan dikatakan sebagai mufasir yang memiliki
nilai yang terkandung di dalamnya. Namun kompetensi dan persyaratan sebagai mufasir.
untuk menggali muatan-muatan nilai yang Namun para mufasir dari kalangan
terpendam dalam teks-teks Alquran, tidak tradisionalis pada umumnya masih terjebak
semua orang dapat melakukannya. Karena ada pada pembahasan gramatikal bahasa yang
beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh cenderung penuh kehati-hatian dan terkadang
seorang mufasir, sebagaimana yang kita terkesan kaku. Penafsir pada kelompok ini
ketahui dari kesepakatan ulama tafsir dan seakan tidak memiliki peran sebagai anggota
‘ulūm Al-Qur’ān tentang ketetapan sebuah sistem dari kegiatan penafsiran.
persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang Penafsir hanya bergerak pada muara yang
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
bersifat kearaban yang bermain hanya pada jawaban dan masing-masing pendukung,
ranah teks. Sebagai akibatnya, mutiara namun jumhur ulama kebanyakan berpegang
kandungan Alquran yang terpendam pada pada teori pertama, yaitu teks. Apakah juga
sistem teks-teks Alquran itu sendiri belum mungkin dapat disatukan antara teks dan
tergali secara mendalam, Alquran menjadi konteks dalam memahami dan menafsirkan
belum fungsional --secara optimal-- sebagai Alquran? Bukankah nilai-nilai universal
petunjuk. Sehingga wajar, kalau kemudian Alquran dan nilai-nilai lokal masyarakat
umat jarang yang menjadikan Alquran sebagai memerlukan proses akulturasi? Untuk
dasar pijakan dalam bertindak dan bersikap. menjawab persoalan tersebut dan agar
Tanpa disadari, hal ini akan menjadikan interaksi sebagian umat Islam dengan
Alquran hanya sebagai simbol semata dan Alqurantidak hanya terbatas pada keyakinan,
menjadikannya sebagai barang antic. Padalah membaca, dan mendengarkan, maka penulis
pemahaman terhadap tafsir sangat penting, merasa sangat perlu untuk membahas
seperti tafsir modern yang banyak macam bagaimana ayat-ayat Alquran dapat dipahami
ragamnya itu kontekstual sebagai secara tekstual dan kontekstual.
pengembangan setelah memahami makna
tekstual 1. B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam ‘ulūm al-Qur’ān wa Tafsīr banyak 1. Pendekatan Tekstual dalam Penafsiran
diperkenalkan cara untuk memahami dan Alquran
menafsirkan Alquran yang tujuannya untuk Sebagaimana yang dikatakan Paul Ricoeur,
mengungkap pesan-pesan Alquran. Tentu saja bahwa teks2 adalah wacana (discourse)3 yang
cara-cara mendekati dan memahami Alquran disusun dalam tulisan. Dari definisi ini,
itu berbeda-beda, meskipun intinya adalah penyusunan (fiksasi) tulisan bersifat
bagaimana agar semua umat pada semua konstitusi terhadap teks itu sendiri.4
tingkatan memiliki akses yang sama terhadap Pendekatan tekstual dalam studi Tafsir
Alquran. Akan tetapi cara-cara untuk merupakan suatu usaha dalam memahami
memahami dan menafsirkan Alquran makna tekstual dari ayat-ayat Alquran. Pada
sebagaimana yang diperkenalkan oleh para pendekatan tekstual, praktik tafsir lebih
ulama ‘ulūm al-Qur’ān, tidaklah mudah berorientasi pada teks dalam dirinya.
seperti membalikan tangan dalam prakteknya. Kontekstualitas suatu teks lebih dilihat
Siapa pun akan menjumpai kesulitan ketika sebagai posisi suatu wacana internalnya atau
menjelaskan ayat-ayat Alquran, karena pada intra-teks. Bahkan pendekatan tekstual
satu sisi sang penafsir tetap dituntut
memperhatikan teks Alqurandan pada sisi lain 2
Teks merupakan fiksasi atau pelembagaan sebuah
harus menyingkronkan teks itu dengan wacana lisan dalam bentuk tulisan. Penggunaan kata
konteks kehidupan masyarakat yang relatif teks pada al-Qur‟an secara sderhana dapat dipahami
memiliki nuansa yang berbeda. sebagai tulisan yang telah sampai kepada kita sebagai
pembaca; baca mushaf. Permasalahan lebih lanjut
Polemik antara teks dan konteks juga adalah bahwa teks atau kalam Allah tidak terbatas
dikenal dalam ulūm al-Qur’ān. Polemik di pada firman yang telah terekam dan tertulis dalam
sekitar antara teks dan konteks bisa dilihat mushaf saja, melainkan alam raya ini juga merupakan
dari pertanyaan yang sering muncul: Apakah tanda yang jika ditelusuri akan menunjukkan adanya
realitas lain yang tidak hadir. Komarudin Hidayat,
yang harus dipegang adalah teks, konteks, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
atau tujuan shara? variabel-variabel Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 132-135. 2
pertanyaan ini masing-masing memiliki Wacana merupakan media untuk proses dialog
antara berbagai individu untuk memperkaya
pengetahuan dan pemikiran dalam rangka mencari
1
Rosihon Anwar, Dadang Darmawan, and Cucu kebenaran tertinggi. Komaruddin Hidayat, Menafsirkan
Setiawan, “Kajian Kitab Tafsir Dalam Jaringan Kehendak Tuhan (Jakarta: Teraju, 2004), 142. 3
Pesantren Di Jawa Barat,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Paul Ricoeur, Hermeneutics and Human Sciences
Agama Dan Sosial Budaya 1, no. 1 (2016): 57-58. (New York: Cambridge University Press, 1981), 145.
116 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
cenderung menggunakan analisis yang Sebagai contoh, salah satu kitab tafsir
bergerak dari refleksi (teks) ke praksis yang menggunakan pedekatan tekstual, yang
(konteks) yaitu memfokuskan pembahasan berangkat dari refleksi ke praksis adalah
pada gramatikal-tekstual. Praksis yang Tafsir Al-Misbah. Tafsir ini ditulis oleh
menjadi muaranya adalah lebih bersifat Quraish Shihab sekitar bulan Juni 1999 di
kearaban, sehingga pengalaman sejarah dan Kairo. Kitab Tafsir ini belum mewakili
budaya di mana penafsir dengan audiennya berbagai problem yang dihadapi umat Islam
sama sekali tidak punya peran. Teori ini Indonesia. Sebab pada akhir tahun 1990-an,
didukung oleh argumentasi bahwa Alquran Indonesia mengalami perubahan politik dan
sebagai sebuah teks suci telah sempurna pada dinamika pemahaman keagamaan. Misalnya,
dirinya sendiri. Pendekatan dari realitas ke kebutuhan yang sangat mendesak untuk
teks dalam studi Alquran menjadi sebuah kesatuan Indonesia dengan perlunya dibangun
keniscayaan dalam upaya integrasi keilmuan 5 hubungan sosial antara umat beragama.
Terdapat pandangan yang lebih maju Tetapi, nampaknya belum terlihat dengan
dalam konteks ini, yaitu bahwa dalam tegas pembahasan persoalan tersebut di dalam
memahami suatu teks, seseorang harus Tafsir Al-Misbah. Sebagai sebuah proses
melacak konteks penggunaannya pada masa di budaya, penafsiran Alquran yang sangat
mana teks itu muncul. Sebagaimana Ahsin dipengaruhi (jika tidak ‚dideterminasi‛)
Muhammad menegaskan bahwa ruang waktu, sangatlah wajar jika melahirkan
kontekstualisasi pemahaman Alquran kera-gaman 8
merupakan upaya penafsir dalam memahami
ayat Alquran bukan melalui harfiah teks, tapi 2. Pendekatan Kontekstual dalam Penafsiran
dari konteks dengan melihat faktor-faktor Alquran
lain, misalnya situasi dan kondisi di mana Perlu diketahui terlebih dahulu apa maksud
ayat Alquran diturunkan. Seperti misalnya dari konteks itu sendiri. Konteks adalah
pengetahuan tentang Gender di dalam al- situasi yang di dalamnya suatu peristiwa
Quran, seperti yang diungkapkan oleh terjadi, atau situasi yang menyertai
Masripah ‚The arguments that we see in the munculnya sebuah teks; sedangkan
Quran and Sunnah generally applicable to kontekstual artinya berkaitan dengan konteks
both men and women, except for the tertentu. Terminologi kontekstual sendiri
distinction with her feminine nature memiliki beberapa definisi yang menurut
backgrounds: in the household, one male and Noeng Muhadjir, setidaknya terdapat tiga
one female.‛6 Oleh karenanya, seorang pengertian berbeda, yaitu: 1) berbagai usaha
penafsir harus memiliki pemikiran yang luas, untuk memahami makna dalam rangka
misalnya mengetahui hukum Islam secara mengantisipasi problem-problem sekarang
rinci, mengetahui kondisi pada waktu hukum yang biasanya muncul; 2) makna yang
itu ditetapkan, mengetahui alasan dari suatu melihat relevansi masa lalu, sekarang dan
hukum yang ditetapkan, dan sebagainya.7 akan datang; di mana sesuatu akan dilihat
dari titik sejarah lampau, makna fungsional
sekarang, dan prediksi makna yang relevan di
5
Syahrullah Iskandar, “Studi Alquran Dan Integrasi masa yang akan datang; dan 3)
Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati
memperlihatkan keterhubungan antara pusat
Bandung,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial
Budaya 1, no. 1 (2016): 87. (central) dan pinggiran (periphery)9, dalam
6
Masripah, “Indonesian Islamic Women Movement
8
(A Case Study of Bkswi West Java),” International Muhammad Solahudin, “Metodologi Dan
Journal of Nusantara Islam 1, no. 2 (2013): 9–21. Karakteristik Penafsiran Dalam Tafsir Al-Kashshaf,”
7
Ahsin Muhammad, “Asbab al-Nuzul dan Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya 1,
Kontekstualisasi Al-Qur‟an”, Makalah, Fakultas no. 1 (2016): 116–117.
9
Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (1992), Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif
7. (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 263-264.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 117
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
arti yang sentral adalah teks Alquran dan yang ayat Alquran. Dimana keterlibatan kondisi-
periferi adalah terapannya. Selain itu, arti kondisi tersebut menjadi titik acuan dalam
periferi ini, juga mengandung arti memahami ayat-ayat Alquran dengan
menundukkan Alquran sebagai sentral menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam
moralitas.10 hal ini, Muhammad Abduh (w. 1905 M.),
Pendekatan kontekstual yang dimaksud seperti dikutip Munawir Sjadjali,
disini adalah pendekatan yang mencoba mengingatkan kepada kita agar berhati-hati
menafsirkan Alquran berdasarkan dalam membaca karya-karya tafsir terdahulu,
pertimbangan analisis bahasa, latar belakang karena penulisannya berlangsung dalam
sejarah, sosiologi, dan antropologi yang suasana dan tingkat intelektual masyarakat
berlaku dalam kehidupan masyarakat Arab yang pasti belum tentu sama dengan zaman
pra-Islam dan selama proses wahyu Alquran sekarang. Oleh sebab itu, Abduh
berlangsung. Selanjutnya, penggalian prinsip- menganjurkan agar mengkaji langsung pesan
prinsip moral yang terkandung dalam berbagai Alquran dan jika memungkinkan membuat
pendekatan. Secara substansial, pendekatan karya tafsir sendiri. Namun bila yang terakhir
kontekstual ini berkaitan dengan pendekatan ini ingin diwujudkan, seseorang harus
hermeneutika, yang merupakan bagian di memiliki kemampuan bahasa yang memadai,
antara pendekatan penafsiran teks yang memahami sejarah Nabi terutama situasi
berangkat dari kajian bahasa, sejarah, kultural masyarakat dimana Alquran
sosiologi, dan filosofis.11 diturunkan, dan menguasai sejarah umat
‚Al-Quran as the first and the foremost manusia secara umum.14 Menurut penulis,
guidance for Muslims‛12. Selain itu, disinilah letak perbedaan antara pendekatan
permasalahan di tengah manusia seperti yang kontekstual dan tematik. Di mana di satu sisi,
diungkapkan Saputra bahwa ‚The spiritual pada metode tematik asbāb al-Nuzūl hanya
crisis of modern human beings here means, dipahami sebagai alat bantu untuk memahami
firstly, that they say people can no more live ayat Alquran . Sementara di sisi lain, pada
in hope of religion as life guidance as it pendekatan kontekstual tidak saja mengkaji
prevent as well as resist progression; and asbāb al-nuzūl, tetapi juga menyelidiki latar
secondly, that it is the believers of religion belakang sosiologis-antropologis masyarakat
who do crime on behalf of God or religious tempat Alquran diturunkan. Dalam hal ini,
teaching13.‛ Sehingga, untuk memahami ayat- Amin al-Khuli (1895-1966 M) dan Fazlur
ayat Alquran sangatlah penting, dan tidak Rahman (1919-1988 M), meski keduanya
hanya dipahami dengan pendekatan tekstual tidak pernah menghasilkan karya tafsir,15
saja, tetapi kondisi-kondisi yang terkait barangkali perlu dicatat sebagai tokoh dari
dengan turunnya ayat juga menjadi sesuatu
yang sangat penting dalam memahami ayat- 14
Munawir Sjadzali, “Ijtihad dan Kemaslahatan
Umat”, dalam Haidar Bagir dan Syafiq Basri (ed.),
10
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Ijtihad dalam Sorotan (Bandung: Mizan, 1988), 121.
15
Kualitatif......., 263-264. Maksudnya literatur tafsir yang menafsirkan ayat
11
Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation al-Qur‟an, baik berdasarkan urutan surat yang ada
Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and dalam mushaf, maupun surat-surat yang terpisah-pisah
Gadamer (Evanston: Northwestern University Press, sebagaimana ditulis oleh para ulama klasik dan modern.
1969), 34-45. Namun, apabila yang dimaksud adalah menulis tafsir di
12
Fenti Hikmawati, “Islamic Counselling Model to luar pengertian tersebut, maka karya Fazlur Rahman
Increase Religious Commitment (Study of Students at yang berjudul Major Themes of the Qur’an (Tema
the University UIN Bandung),” International Journal of Pokok Al-Qur’an) dapat disebut sebagai karya tafsir,
Nusantara Islam 1, no. 1 (2013): 65–81. dan bahkan M. Quraish Shihab dkk, menempatkan
13
Riki Saputra, “Religion And The Spiritual Crisis karya seperti ini dalam kelompok karya tafsir yang
Of Modern Human Being In The Perspective Of Huston menggunakan metode tematik.M. Quraish Shihab, et.
Smith ` S Perennial Philosophy,” Al-Albab 5, no. 2 al, Sejarah dan ‘Ulūm al-Qur’ān, ed. Azyumardi Azra
(2016): 195–215. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), 194.
118 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
sekian tokoh yang menggagas perlunya M. Quraish Shihab, sikap ini diambil oleh
penafsiran Alquran menggunakan pendekatan Abu Hānifah (w. 150 H.) --yang biasanya
kontekstual. Penggunaan pendekatan sangat bebas dalam pemahamannya-- seperti
kontekstual dalam penafsiran Alquran adalah pada masalah tamattu‘. Beliau menyatakan
upaya untuk memahami ayat-ayat Alquran bahwa denda (dam) tidak boleh dibayar
dengan memperhatikan dan mengkaji konteks dengan uang, tapi harus dibayar dengan darah
atau aspek-aspek di luar teks yang mengalir, sebab dia berfikir bahwa persoalan
dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa atau tersebut bersifat ta‘abbudi.19
keadaan-keadaan yang menyebabkan turunnya Pada dasarnya pendekatan kontekstual ini
suatu ayat, apa latar belakang historis, cenderung menggunakan analisis yang
geografis, sosial budaya, hukum kausalitas, bergerak dari praksis ke refleksi. Analisis ini
dan sebagainya.16 Jadi, kajian ayat-ayat mengandung arti bahwa pemahaman Alquran
Alquran secara kontekstual erat hubungannya secara konteks merupakan usaha dari seorang
dengan pemahaman asbāb nuzūl al-āyat. mufasir dalam memahami ayat-ayat Alquran,
Meskipun pada kenyataannya tidak semua melalui konteks dari ayat-ayat Alquran itu
ayat memiliki asbāb al-nuzūl, yang membuat sendiri, dengan melihat kondisi dan situasi di
status ayat bersifat umum atau bersifat mana dan karena alasan apa ayat-ayat
khusus. Oleh karena itu, dengan mengetahui Alquran itu diturunkan20. Hal yang penting
kondisi yang menyebabkan turunnya ayat diperhatikan juga, ialah harus ditarik ke
Alquran akan dapat menentukan dengan dalam konteks penafsir di mana ia hidup dan
mudah apakah ayat tersebut dapat dipahami berada, dengan pengalaman sejarah, sosial,
dengan pendekatan tekstual ataukah dengan dan budayanya sendiri. Lebih jauh dapat
pendekatan kontekstual. Yang menjadi dikatakan, bahwa hubungan teks dengan
persoalan sekarang adalah bagaimana konteks, sebagaimana yang dinyatakan
menentukan mana yang tekstual dan mana Komarudin Hidayat bahwa bahasa dan
yang kontekstual.17 budaya sesungguhnya tidak bisa dipisahkan.
Aturan yang ditetapkan Allah SWT. pada Setiap teks muncul dalam sebuah wacana
umumnya mudah dipahami dan dijalankan yang memiliki banyak variabel, antara lain
oleh umat Islam yang belatar belakang budaya suasana politis, ekonomis, psikologis dan lain
dan bangsa yang berbeda-beda.18 Sepanjang sebagainya. Sehingga ketika wacana yang
yang diketahui, tidak ada ulama yang bersifat spontan dan dialogis dituliskan dalam
mengatakan bahwa semua ajaran Islam harus teks maka sangat potensial akan melahirkan
dipahami secara kontekstual. Dalam hal ini pemahaman yang salah di kalangan
para ulama telah membagi doktrin Islam pembacanya. Setidaknya, pengetahuan yang
kedalam ma‘qūl al-ma‘na dan ghayr ma‘qūl diperoleh melalui sebuah lisan akan berada
al-ma‘na atau ta‘aqquli dan ta‘abbudi. Pada dari pengetahuan yang didapat melalui
tahapan ini, semua setuju bahwa masalah- bacaan.21 Oleh sebab itu, karya terjemahan
masalah yang ta‘abbudi tidak harus dipahami dan penafsiran yang hanya terpaku pada
secara kontekstual. Sebagaimana dijelaskan gramatikal bahasa akan kehilangan banyak
dimensi teks yang sangat fundamental.
16
Abudin Nata, Peta Keagamaan Pemikiran-
19
Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo M. Quraish Shihab, “Hubungan H{adith dengan
Persada, 2001), 107-110. Al-Qur‟an: Tinjauan Segi Fungsi dan Makna,” dalam
17
Nuraini, Otentisitas Sunnah: Analisis Pemikiran Yunahar Ilyas dan M. Mas„udi (ed.), Pengembangan
Fazlur Rahman (Yogyakarta: AK Group dan Ar-Raniry Pemikiran Terhadap Hadith (Yogyakarta: LPPI, 1996),
Press, 2006), 42. 77.
18 20
Utami, “Community In Dividing The Inheritance Solahudin, “Metodologi Dan Karakteristik
Amicably (Study in Palangka Raya City Jekan Raya Penafsiran Dalam Tafsir Al-Kashshaf.”
21
Districts),” Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat 10, no. Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa
2 (2016): 275–299. Agama......, 17.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 119
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
Salah satu contoh yang dianggap baik memahami kembali ajaran-ajaran kitab
dalam penggunaan pendekatan kontekstual ini sucinya, baik berkenaan dengan moralitas,
adalah Farid Esack. Ia menempatkan education, teologi, dan hukum. Buku tafsir
hermeneutik Alquran dalam ruang sosial di inipun dapat digolongkan sebagai reaksi dan
mana ia berada, sehingga sifatnya bukan lagi refleksi dari keadaan dan carut marutnya
kearaban yang bersifat umum.22 Esack berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa
merumuskan hermeneutik Alquran yang Indonesia. Bagi penulis, buku tafsir tersebut
berporos pada pembebasan dan persamaan patut untuk dijadikan sebagai suatu upaya
dengan mempertimbangkan aspek kontekstual solutif untuk bagaimana suatu ajaran kitab
di mana ia hidup. Menurut Esack, tidak ada suci mampu menuangkan benih-benih kasih
tafsir dan ta’wil yang bebas nilai. Penafsiran sayang dan benih-benih perdamaian di bumi
Alquran, bagaimanapun, adalah eisegesis -- Nusantara ini, bahkan tidak jarang kitab suci
memasukkan wacana asing ke dalam Alquran- hanya dijadikan alat legitimasi tindak
- sebelum exegesis --mengeluarkan wacana kekerasan, anarki, pembenaran kebijakan
dari Alquran .23 yang timpang, dan melanggengkan kekuasaan
Contoh tafsir lainnya adalah Tafsir yang otoriter.
Tematik Alquran Tentang Hubungan Sosial Contoh tafsir yang menggunakan
Antar Umat Beragama karya Majelis Tarjih pendekatan kontekstual selanjutnya adalah
dan Pengembangan Pemikiran Islam PP. buku tafsir karya Syu‘bah Asa yang berjudul
Muhammadiyah. Sebagaimana yang Dalam Cahaya Alquran, Tafsir Ayat-Ayat
dinyatakan oleh Syafi‘i Ma‘arif, bahwa buku Sosial Politik. Karakteristik buku tafsir
tafsir tersebut merupakan bentuk kegelisahan tersebut yaitu pada setiap ayat dikemukakan
dan sumbangan pemikiran bagi bangsa dan digerakan dalam ranah peristiwa, waktu,
Indonesia yang carut marut dalam masalah dan tempat di mana ia berada sebagai bentuk
hubungan antarumat beragama. Dengan respon terhadap peristiwa yang terjadi.25
mengatasnamakan agama, harta benda, Warna lainnya bahwa setiap ayat menurutnya
kehormatan, bahkan nyawa sekalipun sudah merupakan cahaya yang menyoroti kejadian-
banyak berjatuhan.24 kejadian yang sedang terjadi dan populer di
Dalam buku tafsir tersebut digambarkan dalam ruang sosial keindonesiaan. Karenanya
bahwa perbedaan dan keragaman agama Syu‘bah merupakan tokoh pemerhati Islam
merupakan kenyataan dan keniscayaan yang yang berusaha membaca dan mengikuti
mesti terjadi. Lebih lanjut buku tafsir tersebut lajunya zaman --yang terkadang tidak lagi
juga menyatakan bahwa yang harus dimiliki bersahabat-- dari sudut pandang Alquran .
oleh setiap pemeluk masing-masing agama Karenanya Kuntowijoyo, menyebut buku
adalah kesadaran untuk merefleksikan dan tafsir tersebut sebagai tafsir yang sesuai
dengan jiwa-zaman.26
22 Syu‘bah dalam buku tafsir tersebut
Louis Brenner, “Introduction” dalam Louis
Brenner (ed.) Muslim Identity and Social Change in berusaha memosisikan Alquran sebagai kritik
Sub-Saharian Africa (London: Hurs and Company, sosial. Dimana pada saat tafsir tersebut
1993), 5-6.
23
Farid Esack, “Contemporary Religious Thought in
25
South Africa and The Emergence of Qur‟anic Kuntowijoyo dalam kata pengantarnya atas buku
Hermeneutical Notions”, dalam ICMR., Vol. 2, no. 2, Syu„bah ini menyebutnya sebagai tafsir yang
Desember 1991. Secara teoritik dan praktik lihat Farid menggunakan pendekatan historis, yaitu menyatu
Esack, Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic dengan waktu dan tempat. Kuntowijoyo, “Pengantar”
Perspective of Interrelegious Solidarity Againt dalam Syu„bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur’an
Oppression (Oxford: Oneworld, 1997), 49-77. (Jakarta: Gramedia, 2000), ix.
26
24
Tim Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Kuntowijoyo, “Pengantar” dalam Syu„bah Asa,
Islam PP. Muhammadiyah, Tafsir Tematik Al-Qur’an Dalam Cahaya Al-Qur’an (Jakarta: Gramedia, 2000),
Tentang Hubungan Sosial Antar umat Beragama x.
(Yogyakarta: Pustaka SM, 2000), vi.
120 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
27
Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim
Asy’ari Dan Kontribusinya Terhadap Kajian Hadis Di
28
Indonesia,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Abu Zayd, Naqd Al-Khit}ab Al-Dini (Kairo: Sina
Budaya 1, no. 1 (2016): 52. li al-Nas}r, 1992), 126.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 121
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
122 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
demikian, sisi-dalam manusia adalah jiwanya. memikat. Misalnya ketika Jalal menguraikan
Sebagai jiwa inilah dalam konteks nafs diurai surah Al-Fatihah, ia menyampaikan pesan
fungsi-fungsinya, yaitu penggerak tingkah moral Alquranyang terkandung dalam Al-
laku, kapasitasnya, dan kualitasnya.36 Fatihah dengan bahasa yang tegas, dan
b. Nuansa Sosial-Kemasyarakatan menekankan pentingnya melakukan segala
Yang dimaksud Nuansa sosial sesuatu atas dasar nama ‚Allah‛. Lebih lanjut
kemasyarakatan adalah tafsir yang Jalal mengatakan dalam tafsirnya, bahwa
menitikberatkan penjelasan ayat Alqurandari: mengurus orang tua, mengelola upah buruh,
1) ketelitian redaksinya, 2) menyusun menghindari maksiat, dan membaca buku
kandungan ayat-ayat dalam suatu redaksi adalah hal-hal yang biasa. Tapi menurutnya,
dengan tujuan utama memaparkan tujuan- semua perbuatan di atas akan mendatangkan
tujuan Alquran , dan 3) penafsiran ayat kemuliaan apabila dilakukannya atas dasar
dikaitkan dengan sunnatullah yang berlaku nama ‚Allah‛. Inilah pesan moral Al-Fatihah
dalam masyarakat.37 Sebagaimana yang menurutnya.39
dilakukan Muhammad Abduh --yang 4. Pendekatan Interdisipliner sebagai Upaya
menginginkan para pembaca Alquran , Memahami Teks secara Kontekstual
masyarakat awam maupun ulama, menyadari Penafsiran Alquran dengan menggunakan
relevansi terbatas yang dimiliki tafsir-tafsir pendekatan berbagai disiplin ilmu telah
tradisional yang tidak akan memberikan banyak dilakukan oleh para pengkaji Alquran.
pemecahan terhadap masalah-masalah penting Berikut ini akan dikemukakan beberapa
yang mereka hadapi setiap harinya-- bahwa contoh penafsiran Alquran dengan
nuansa tafsir sosial kemasyarakatan ingin menggunakan berbagai pendekatan. Di
menghindari adanya kesan cara penafsiran antaranya :
yang seakan-akan menjadikan Alquran a. Penafsiran yang menggunakan
terlepas dari akar sejarah kehidupan manusia, pendekatan ilmu bahasa
baik secara individu maupun kelompok. Studi Sebagai contoh penafsiran Q.S. al-
Alquran dapat mendukung upaya integrasi Nisa (4): 155;
keilmuan dengan cara akomodasi penemuan فَثًَِا َمْضِهِىْ يِيثَالَهُىْ وَكُفْشِهِىْ تِآيَاخِ انهَهِ وَلَتْهِهِ ُى
ilmiah yang sistematis dengan tetap mengacu
pada basis kewahyuan Alquran.38 َانْؤََْثِيَاءَ تِغَيْشِ حَكٍ وَلَىْنِهِىْ لُهُىتَُُا غُهْفٌ َتمْ طَثَع
Sebagai contoh dari literatur tafsir yang .انهَهُ عَهَيْهَا تِكُفْشِهِىْ فَهَا يُؤْيُُِىٌَ إِنَا لَهِيهًا
bernuansa sosial-kemasyarakatan adalah buku Untuk memperoleh pemahaman
Tafsir bi al-Ma’thur yang disusun oleh yang mendalam terhadap ayat ini
Jalaluddin Rahmat. Dengan metode diperlukan perenungan kembali terhadap
riwayatnya, Jalal menampilkan nuansa sosial- kalimat ( )فثًا َمضهى, karena pemahaman
kemasyarakatan dalam tafsirnya sangat sepintas secara stailistika akan bertanya,
ekspresif dan memikat. Tanpa terjebak pada
perdebatan pendapat para ulama, yang
terkadang menyulitkan pembaca, Jalal
melakukan sosialisasi pesan-pesan
39
Alqurandengan gaya bahasanya yang Jalaluddin Rahmat, Tafsir bi al-Ma’thur , Pesan
Moral Al-Qur’an I (Bandung: Rosdakarya, 1993), 12.
40
Artinya: “Maka (Kami lakukan terhadap mereka
36
Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Al-Qur’an....53- beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar
58. perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap
37
M. Quraish Shihab, “Metode Penyusunan Tafsir keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh
yang Berorientasi Pada Sastra, Budaya dan nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan:
Kemasyarakatan”, Makalah, 1984, 1. “Hati kami tertutup.” Bahkan, sebenarnya Allah telah
38
Iskandar, “Studi AlQuran Dan Integrasi mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena
Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari
Bandung.”.87-88. mereka.”
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 123
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
kenapa terdapat huruf ياpada kalimat tersebut adalah zâidah , yaitu huruf
tersebut? 41 tambahan yang berfungsi untuk
Sebagian ulama, menurut para menguatkan. Para mufasir berkali-kali
mufasir, telah menyatakan bahwa huruf menyatakan, jangan sekali-kali kita
tersebut adalah tambahan; zâidah , menyatakan bahwa di dalam al-Qur'an
padahal tidak boleh mengatakan bahwa di ada huruf zâidah . Huruf ياpada kalimat
dalam firman Allah (al-Qur'an) terdapat tersebut mengandung makna yang jelas,
huruf zâidah , artinya bahwa makna akan dimana pada ayat yang lain (Q.S. al-
sempurna sekalipun tanpa keberadaan Ma'idah (5): 19) Allah berfirman يَا جَاءَََا
huruf tersebut dan huruf itu tidak
memiliki arti dan faidah serta tidak
ٍيٍِْ تَشِيشٍ وَنَا َزِيش. Para ulama menyatakan
diperlukan. bahwa asal ungkapannya adalah يَا جَاءَََا
Dalam menghadapi ayat seperti itu, ٍتَشِيشdan huruf ٍِْ يpada ayat tersebut
jika tidak mampu memahaminya harus adalah zâidah agar ungkapannya menjadi
mengatakan ( أَا نَا أفهى نًارا جاء هزا serasi. Para mufasir mengatakan bahwa
;)انحشف aku tidak tahu mengapa ada seandainya ungkapan itu sesuai dengan
huruf ini , khususnya bagi mereka yang apa yang mereka katakan, maka makna
hidup pada zaman dimana bahasa ayat tersebut tidak akan lurus.
dihasilkan dengan cara belajar dan tidak Untuk menjelaskan semua hal
memiliki watak bahasa secara spontan. tersebut, penulis perlu memberikan
Seandainya tidak belajar bahasa Arab contoh sebagai berikut: seseorang disaat
maka siapa pun tidak akan mampu mengatakan ( )يا عُذي يالmengandung
berbahasa Arab. Adapun orang-orang makna bahwa dia tidak mempunyai harta
Arab yang hidup pada waktu meskipun tidak menutup kemungkinan
diturunkannya al-Qur'an, mereka mampu bahwa dia mempunyai harta yang tidak
berbahasa Arab tanpa belajar pada pantas dikatakan harta. Tetapi, jika
seorang guru, mereka tidak belajar bahwa seseorang menyatakan ( )يا عُذي يال
fâ'il itu marfû' dan maf'ûl itu manshûb artinya bahwa dia sama sekali tidak
melainkan mereka berbahasa dengan mempunyai harta, dia tidak memiliki
watak dan tabi'atnya. 42 sedikit pun apa yang disebut harta. Jadi
Selanjutnya dapat dijelaskan aspek
ungkapan ( )يا جاء َا تشيشtidak seperti
kebahasaan dari ayat di atas secara rinci,
ungkapan ( )يا جاء َا يٍ تشيش, maknanya
bahwa firman Allah ( )فثًا َمضهى, menurut
tidak datang kepada mereka sama sekali
sebagian ulama pada asalnya adalah
yang dinamakan Rasul yang memberi
( )تُمضهى انًيثاق, mengapa ada huruf ?يا kabar baik dan kabar buruk. Jadi
Sebagian ulama mengatakan bahwa يا meskipun firman Allah ( فثًا َمضهى
)ييثالهىartinya menurut mereka ( تسثة
41
42
Al-Sha'rawi, Tafsir al-Sha'rawi, juz V, hal. 2781. ;)َمض انًيثاقdengan sebab membatalkan
Adapun orang yang hidup di zaman yang perjanjian . Mengapa mereka
berbeda, dimana ketidakfasihan menjadi hal yang memfilsafatinya? Apakah karena ada
dominan dan kesalahan bahasa ada dimana -mana
sehingga kita diharuskan untuk belajar kaidah - huruf ياsetelah huruf انثاءdan sebelum
kaidah bahasa Arab untuk dapat berbahasa yang
baik. Kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu yang ada
انًصذس. Padahal huruf يا pada ayat
sekarang diambil dari orang-orang Arab tersebut berarti استفهاييحuntuk انتّعجّة
terdahulu. Demikian penjelasan al-Sya'râwî ketika Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Alquran yang
memberikan pemahaman terhadap ayat di atas. Al-
Sha'rawi, Tafsir al-Sha'rawi, juz V, hal. 2782. maknanya dalam bentuk apa dari segala
124 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 125
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
126 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
tumpang sari, baik dalam satu bunga dalam Alquran . Kata din memiliki makna
atau melalui angin antara satu bunga kontekstual yang berbeda-beda. Secara
dengan bunga lainnya. Proses ringkas dapat diungkap bahwa pada
penciptaan ini merupakan kemu'jizatan periode Makkah awal, kata din berarti
yang ketiga dalam proses penciptaan pembalasan dan akhirat atau pembalasan
manusia. 48 kelak di akhirat. Makna ini diperkenalkan
Penjelasan tentang proses penciptaan kepada masyarakat Arab yang mengalami
manusia melalui tiga bentuk di atas kemajuan dan kemakmuran dan
dalam pandangan al-Sya'râwî menjadi perdagangan yang aman, tetapi mereka
alasan bagi Allah untuk mempraktekkan ekonomi oligopolis dan
menyempurnakan kemu'jizatannya monopolis serta praktek-praktek ekonomi
dengan membuat penciptaan manusia tak bermoral lainnya. Kehidupan mereka
dengan proses yang berbeda dari sangat sekuler. Orientasi hidupnya hanya
sebelumnya, yaitu menciptakan di dunia. Mereka berorientasi dalam
manusia hanya dari perempuan tanpa bidang ekonomi hanya untuk
laki-laki. Proses ini yang terjadi pada mengumpulkan keuntungan yang
Isa a.s. Penciptaan makhluk adalah hak setinggi-tingginya.
mutlak Allah, tidak disertai oleh Dalam surat al-Ma‘un ini diawali
siapapun. Hal ini menunjukkan bahwa oleh pertanyaan, tetapi pertanyaan
penciptaan manusia, sekalipun melalui tersebut tidak menuntut jawaban. Maksud
proses perkawinan antara laki -laki dan pertanyaan tersebut hanya untuk
perempuan, tetap tunduk kepada menggugah hati dan pikiran teman bicara,
kemutlakan kehendak Allah Swt. ( طاللح agar memperhatikan kandungan
pembicaraan. Inti dalam surat ini adalah
ً)انمذسج هلل تعان, karena bisa jadi
untuk mengajak manusia agar menyadari
perkawinan laki-laki dan perempuan tidak salah satu bukti utama kesadaran
melahirkan keturunan. beragamanya. Dijelaskan pula dalam
c. Penafsiran yang menggunakan surat ini, bahwa kesadaran dan
pendekatan ilmu sosial keberagamaan seseorang harus dibuktikan
Sebagai contoh penafsiran dengan dengan sikap batin dan lahir yang
menggunakan pendekatan ilmu sosial tereksplor dalam bentuk tindakan nyata.
adalah penafsiran Q.S. Al-Ma‘un Bila tidak terbukti tindakan nyata dalam
(107):1-7; perbuatan, dianggap dan dinilai
mendustakan agama.
Adapun bukti-bukti kebohongan
keberagamaan seseorang sebagaimana
yang dijelaskan dalam surat ini adalah
sebagai berikut: Pertama , menghardik
anak yatim atau mendorong dengan keras,
baik secara fisik maupun mental untuk
tidak memperdulikan anak-anak terlantar,
anak-anak jalanan, anak-anak yang
kehilangan kasih sayang orang tuanya,
serta orang-orang lemah (lemah fisik dan
Terdapat 95 kali dalam 38 surat, ekonomi); Kedua , tidak menganjurkan
penyebutan kata din dan derivasinya untuk memberi makan orang miskin.
Maksud dari ayat ini adalah bukan
48
Al-Sha„rawi, Tafsir al-Sha‘rawi, juz III, hal. memberi makan, tetapi menganjurkan
1462.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 127
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
128 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 129
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran
Raya City Jekan Raya Districts).‛ Jurnal Zayd, Abu. Naqd Al-Khitab Al-Dini. Kairo:
Studi Agama Dan Masyarakat 10, no. 2 Sina li al-Nasr, 1992.
(2016): 275–99.
130 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130