Anda di halaman 1dari 16

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by eJournal of Sunan Gunung Djati State Islamic University (UIN)

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130

PENDEKATAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL


DALAM PENAFSIRAN ALQURAN
M. Solahudin
Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. AH. Nasution 105 Cibiru Bandung
Email: muhammadsolahudin661@yahoo.co.id
_________________________

Abstract
The universality of Qur’anic messages find its significant in facing diverse realities in Muslim
society. Thus, it is important to find suitable approaches to understand the Qur’an in order that
its messages and values can be actualised in Muslim society. This research describes the
prosedures of textual and contextual approaches in understanding the Qur’an to harmonise the
messages of the Qur’an into human’s life in society. Textual approachfocuses on its text
grammatically and literally. Its process reflected from text to praxis (context). Meanwhile, the
procedure of contextual approach is tracing its significant in context of revelation and thus need
an interdisiplinary study with other sciences.

Keywords: textual, contextual, interdisiplinary, interpretation


Keywords:
Text; context; interdiscipline; interpretation.
__________________________

Abstrak
Pesan-pesan Alquran yang universal seringkali berhadapan dengan realitas kehidupan bermasyarakat yang
beragam. Karenanya diperlukan berbagai pendekatan dalam merefleksikan nilai-nilai Alquran agar aktualisasi nilai-
nilai Alquran di dalam masyarakat berjalan seiring dengan keuniversalannya. Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan kinerja pendekatan tekstual dan kontekstual dalam memahami Alquran, sebagai upaya memahami
teks dengan konteks yang harmoni dengan kehidupan masyarakat. Dalam pendekatan tekstual, praktik tafsir lebih
berorientasi pada teks yang ada dalam dirinya. Sedangkan dalam pendekatan kontekstual melibatkan pemahaman
ekstra-teks bukan intra-teks. Pendekatan tekstual biasanya memfokuskan pembahasannya pada kinerja gramatikal,
melalui pemahaman harfiah, sehingga cenderung menggunakan analisis yang bergerak dari refleksi [teks] ke
praksis [konteks]. Sedangkan kinerja pendekatan kontekstual berusaha memahami suatu teks dengan cara melacak
konteks penggunaannya pada masa ketika teks itu muncul, termasuk situasi dan kondisi di mana ayat Alquran
diturunkan, kemudian dipahami secara interdisiplin dengan ilmu-ilmu yang berkembang saat ini.

Kata Kunci:
Tekstual; Kontekstual; interdisiplin; Penafsiran.
__________________________
A. PENDAHULUAN mufasir. Para mufasir dari kalangan
Penafsiran Alquran pada dasarnya tradisionalis modern, umumnya dapat
dilakukan untuk membuka muatan-muatan dikatakan sebagai mufasir yang memiliki
nilai yang terkandung di dalamnya. Namun kompetensi dan persyaratan sebagai mufasir.
untuk menggali muatan-muatan nilai yang Namun para mufasir dari kalangan
terpendam dalam teks-teks Alquran, tidak tradisionalis pada umumnya masih terjebak
semua orang dapat melakukannya. Karena ada pada pembahasan gramatikal bahasa yang
beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh cenderung penuh kehati-hatian dan terkadang
seorang mufasir, sebagaimana yang kita terkesan kaku. Penafsir pada kelompok ini
ketahui dari kesepakatan ulama tafsir dan seakan tidak memiliki peran sebagai anggota
‘ulūm Al-Qur’ān tentang ketetapan sebuah sistem dari kegiatan penafsiran.
persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang Penafsir hanya bergerak pada muara yang
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

bersifat kearaban yang bermain hanya pada jawaban dan masing-masing pendukung,
ranah teks. Sebagai akibatnya, mutiara namun jumhur ulama kebanyakan berpegang
kandungan Alquran yang terpendam pada pada teori pertama, yaitu teks. Apakah juga
sistem teks-teks Alquran itu sendiri belum mungkin dapat disatukan antara teks dan
tergali secara mendalam, Alquran menjadi konteks dalam memahami dan menafsirkan
belum fungsional --secara optimal-- sebagai Alquran? Bukankah nilai-nilai universal
petunjuk. Sehingga wajar, kalau kemudian Alquran dan nilai-nilai lokal masyarakat
umat jarang yang menjadikan Alquran sebagai memerlukan proses akulturasi? Untuk
dasar pijakan dalam bertindak dan bersikap. menjawab persoalan tersebut dan agar
Tanpa disadari, hal ini akan menjadikan interaksi sebagian umat Islam dengan
Alquran hanya sebagai simbol semata dan Alqurantidak hanya terbatas pada keyakinan,
menjadikannya sebagai barang antic. Padalah membaca, dan mendengarkan, maka penulis
pemahaman terhadap tafsir sangat penting, merasa sangat perlu untuk membahas
seperti tafsir modern yang banyak macam bagaimana ayat-ayat Alquran dapat dipahami
ragamnya itu kontekstual sebagai secara tekstual dan kontekstual.
pengembangan setelah memahami makna
tekstual 1. B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam ‘ulūm al-Qur’ān wa Tafsīr banyak 1. Pendekatan Tekstual dalam Penafsiran
diperkenalkan cara untuk memahami dan Alquran
menafsirkan Alquran yang tujuannya untuk Sebagaimana yang dikatakan Paul Ricoeur,
mengungkap pesan-pesan Alquran. Tentu saja bahwa teks2 adalah wacana (discourse)3 yang
cara-cara mendekati dan memahami Alquran disusun dalam tulisan. Dari definisi ini,
itu berbeda-beda, meskipun intinya adalah penyusunan (fiksasi) tulisan bersifat
bagaimana agar semua umat pada semua konstitusi terhadap teks itu sendiri.4
tingkatan memiliki akses yang sama terhadap Pendekatan tekstual dalam studi Tafsir
Alquran. Akan tetapi cara-cara untuk merupakan suatu usaha dalam memahami
memahami dan menafsirkan Alquran makna tekstual dari ayat-ayat Alquran. Pada
sebagaimana yang diperkenalkan oleh para pendekatan tekstual, praktik tafsir lebih
ulama ‘ulūm al-Qur’ān, tidaklah mudah berorientasi pada teks dalam dirinya.
seperti membalikan tangan dalam prakteknya. Kontekstualitas suatu teks lebih dilihat
Siapa pun akan menjumpai kesulitan ketika sebagai posisi suatu wacana internalnya atau
menjelaskan ayat-ayat Alquran, karena pada intra-teks. Bahkan pendekatan tekstual
satu sisi sang penafsir tetap dituntut
memperhatikan teks Alqurandan pada sisi lain 2
Teks merupakan fiksasi atau pelembagaan sebuah
harus menyingkronkan teks itu dengan wacana lisan dalam bentuk tulisan. Penggunaan kata
konteks kehidupan masyarakat yang relatif teks pada al-Qur‟an secara sderhana dapat dipahami
memiliki nuansa yang berbeda. sebagai tulisan yang telah sampai kepada kita sebagai
pembaca; baca mushaf. Permasalahan lebih lanjut
Polemik antara teks dan konteks juga adalah bahwa teks atau kalam Allah tidak terbatas
dikenal dalam ulūm al-Qur’ān. Polemik di pada firman yang telah terekam dan tertulis dalam
sekitar antara teks dan konteks bisa dilihat mushaf saja, melainkan alam raya ini juga merupakan
dari pertanyaan yang sering muncul: Apakah tanda yang jika ditelusuri akan menunjukkan adanya
realitas lain yang tidak hadir. Komarudin Hidayat,
yang harus dipegang adalah teks, konteks, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
atau tujuan shara? variabel-variabel Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 132-135. 2
pertanyaan ini masing-masing memiliki Wacana merupakan media untuk proses dialog
antara berbagai individu untuk memperkaya
pengetahuan dan pemikiran dalam rangka mencari
1
Rosihon Anwar, Dadang Darmawan, and Cucu kebenaran tertinggi. Komaruddin Hidayat, Menafsirkan
Setiawan, “Kajian Kitab Tafsir Dalam Jaringan Kehendak Tuhan (Jakarta: Teraju, 2004), 142. 3
Pesantren Di Jawa Barat,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Paul Ricoeur, Hermeneutics and Human Sciences
Agama Dan Sosial Budaya 1, no. 1 (2016): 57-58. (New York: Cambridge University Press, 1981), 145.

116 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

cenderung menggunakan analisis yang Sebagai contoh, salah satu kitab tafsir
bergerak dari refleksi (teks) ke praksis yang menggunakan pedekatan tekstual, yang
(konteks) yaitu memfokuskan pembahasan berangkat dari refleksi ke praksis adalah
pada gramatikal-tekstual. Praksis yang Tafsir Al-Misbah. Tafsir ini ditulis oleh
menjadi muaranya adalah lebih bersifat Quraish Shihab sekitar bulan Juni 1999 di
kearaban, sehingga pengalaman sejarah dan Kairo. Kitab Tafsir ini belum mewakili
budaya di mana penafsir dengan audiennya berbagai problem yang dihadapi umat Islam
sama sekali tidak punya peran. Teori ini Indonesia. Sebab pada akhir tahun 1990-an,
didukung oleh argumentasi bahwa Alquran Indonesia mengalami perubahan politik dan
sebagai sebuah teks suci telah sempurna pada dinamika pemahaman keagamaan. Misalnya,
dirinya sendiri. Pendekatan dari realitas ke kebutuhan yang sangat mendesak untuk
teks dalam studi Alquran menjadi sebuah kesatuan Indonesia dengan perlunya dibangun
keniscayaan dalam upaya integrasi keilmuan 5 hubungan sosial antara umat beragama.
Terdapat pandangan yang lebih maju Tetapi, nampaknya belum terlihat dengan
dalam konteks ini, yaitu bahwa dalam tegas pembahasan persoalan tersebut di dalam
memahami suatu teks, seseorang harus Tafsir Al-Misbah. Sebagai sebuah proses
melacak konteks penggunaannya pada masa di budaya, penafsiran Alquran yang sangat
mana teks itu muncul. Sebagaimana Ahsin dipengaruhi (jika tidak ‚dideterminasi‛)
Muhammad menegaskan bahwa ruang waktu, sangatlah wajar jika melahirkan
kontekstualisasi pemahaman Alquran kera-gaman 8
merupakan upaya penafsir dalam memahami
ayat Alquran bukan melalui harfiah teks, tapi 2. Pendekatan Kontekstual dalam Penafsiran
dari konteks dengan melihat faktor-faktor Alquran
lain, misalnya situasi dan kondisi di mana Perlu diketahui terlebih dahulu apa maksud
ayat Alquran diturunkan. Seperti misalnya dari konteks itu sendiri. Konteks adalah
pengetahuan tentang Gender di dalam al- situasi yang di dalamnya suatu peristiwa
Quran, seperti yang diungkapkan oleh terjadi, atau situasi yang menyertai
Masripah ‚The arguments that we see in the munculnya sebuah teks; sedangkan
Quran and Sunnah generally applicable to kontekstual artinya berkaitan dengan konteks
both men and women, except for the tertentu. Terminologi kontekstual sendiri
distinction with her feminine nature memiliki beberapa definisi yang menurut
backgrounds: in the household, one male and Noeng Muhadjir, setidaknya terdapat tiga
one female.‛6 Oleh karenanya, seorang pengertian berbeda, yaitu: 1) berbagai usaha
penafsir harus memiliki pemikiran yang luas, untuk memahami makna dalam rangka
misalnya mengetahui hukum Islam secara mengantisipasi problem-problem sekarang
rinci, mengetahui kondisi pada waktu hukum yang biasanya muncul; 2) makna yang
itu ditetapkan, mengetahui alasan dari suatu melihat relevansi masa lalu, sekarang dan
hukum yang ditetapkan, dan sebagainya.7 akan datang; di mana sesuatu akan dilihat
dari titik sejarah lampau, makna fungsional
sekarang, dan prediksi makna yang relevan di
5
Syahrullah Iskandar, “Studi Alquran Dan Integrasi masa yang akan datang; dan 3)
Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati
memperlihatkan keterhubungan antara pusat
Bandung,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial
Budaya 1, no. 1 (2016): 87. (central) dan pinggiran (periphery)9, dalam
6
Masripah, “Indonesian Islamic Women Movement
8
(A Case Study of Bkswi West Java),” International Muhammad Solahudin, “Metodologi Dan
Journal of Nusantara Islam 1, no. 2 (2013): 9–21. Karakteristik Penafsiran Dalam Tafsir Al-Kashshaf,”
7
Ahsin Muhammad, “Asbab al-Nuzul dan Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya 1,
Kontekstualisasi Al-Qur‟an”, Makalah, Fakultas no. 1 (2016): 116–117.
9
Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (1992), Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif
7. (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 263-264.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 117
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

arti yang sentral adalah teks Alquran dan yang ayat Alquran. Dimana keterlibatan kondisi-
periferi adalah terapannya. Selain itu, arti kondisi tersebut menjadi titik acuan dalam
periferi ini, juga mengandung arti memahami ayat-ayat Alquran dengan
menundukkan Alquran sebagai sentral menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam
moralitas.10 hal ini, Muhammad Abduh (w. 1905 M.),
Pendekatan kontekstual yang dimaksud seperti dikutip Munawir Sjadjali,
disini adalah pendekatan yang mencoba mengingatkan kepada kita agar berhati-hati
menafsirkan Alquran berdasarkan dalam membaca karya-karya tafsir terdahulu,
pertimbangan analisis bahasa, latar belakang karena penulisannya berlangsung dalam
sejarah, sosiologi, dan antropologi yang suasana dan tingkat intelektual masyarakat
berlaku dalam kehidupan masyarakat Arab yang pasti belum tentu sama dengan zaman
pra-Islam dan selama proses wahyu Alquran sekarang. Oleh sebab itu, Abduh
berlangsung. Selanjutnya, penggalian prinsip- menganjurkan agar mengkaji langsung pesan
prinsip moral yang terkandung dalam berbagai Alquran dan jika memungkinkan membuat
pendekatan. Secara substansial, pendekatan karya tafsir sendiri. Namun bila yang terakhir
kontekstual ini berkaitan dengan pendekatan ini ingin diwujudkan, seseorang harus
hermeneutika, yang merupakan bagian di memiliki kemampuan bahasa yang memadai,
antara pendekatan penafsiran teks yang memahami sejarah Nabi terutama situasi
berangkat dari kajian bahasa, sejarah, kultural masyarakat dimana Alquran
sosiologi, dan filosofis.11 diturunkan, dan menguasai sejarah umat
‚Al-Quran as the first and the foremost manusia secara umum.14 Menurut penulis,
guidance for Muslims‛12. Selain itu, disinilah letak perbedaan antara pendekatan
permasalahan di tengah manusia seperti yang kontekstual dan tematik. Di mana di satu sisi,
diungkapkan Saputra bahwa ‚The spiritual pada metode tematik asbāb al-Nuzūl hanya
crisis of modern human beings here means, dipahami sebagai alat bantu untuk memahami
firstly, that they say people can no more live ayat Alquran . Sementara di sisi lain, pada
in hope of religion as life guidance as it pendekatan kontekstual tidak saja mengkaji
prevent as well as resist progression; and asbāb al-nuzūl, tetapi juga menyelidiki latar
secondly, that it is the believers of religion belakang sosiologis-antropologis masyarakat
who do crime on behalf of God or religious tempat Alquran diturunkan. Dalam hal ini,
teaching13.‛ Sehingga, untuk memahami ayat- Amin al-Khuli (1895-1966 M) dan Fazlur
ayat Alquran sangatlah penting, dan tidak Rahman (1919-1988 M), meski keduanya
hanya dipahami dengan pendekatan tekstual tidak pernah menghasilkan karya tafsir,15
saja, tetapi kondisi-kondisi yang terkait barangkali perlu dicatat sebagai tokoh dari
dengan turunnya ayat juga menjadi sesuatu
yang sangat penting dalam memahami ayat- 14
Munawir Sjadzali, “Ijtihad dan Kemaslahatan
Umat”, dalam Haidar Bagir dan Syafiq Basri (ed.),
10
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Ijtihad dalam Sorotan (Bandung: Mizan, 1988), 121.
15
Kualitatif......., 263-264. Maksudnya literatur tafsir yang menafsirkan ayat
11
Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation al-Qur‟an, baik berdasarkan urutan surat yang ada
Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and dalam mushaf, maupun surat-surat yang terpisah-pisah
Gadamer (Evanston: Northwestern University Press, sebagaimana ditulis oleh para ulama klasik dan modern.
1969), 34-45. Namun, apabila yang dimaksud adalah menulis tafsir di
12
Fenti Hikmawati, “Islamic Counselling Model to luar pengertian tersebut, maka karya Fazlur Rahman
Increase Religious Commitment (Study of Students at yang berjudul Major Themes of the Qur’an (Tema
the University UIN Bandung),” International Journal of Pokok Al-Qur’an) dapat disebut sebagai karya tafsir,
Nusantara Islam 1, no. 1 (2013): 65–81. dan bahkan M. Quraish Shihab dkk, menempatkan
13
Riki Saputra, “Religion And The Spiritual Crisis karya seperti ini dalam kelompok karya tafsir yang
Of Modern Human Being In The Perspective Of Huston menggunakan metode tematik.M. Quraish Shihab, et.
Smith ` S Perennial Philosophy,” Al-Albab 5, no. 2 al, Sejarah dan ‘Ulūm al-Qur’ān, ed. Azyumardi Azra
(2016): 195–215. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), 194.

118 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

sekian tokoh yang menggagas perlunya M. Quraish Shihab, sikap ini diambil oleh
penafsiran Alquran menggunakan pendekatan Abu Hānifah (w. 150 H.) --yang biasanya
kontekstual. Penggunaan pendekatan sangat bebas dalam pemahamannya-- seperti
kontekstual dalam penafsiran Alquran adalah pada masalah tamattu‘. Beliau menyatakan
upaya untuk memahami ayat-ayat Alquran bahwa denda (dam) tidak boleh dibayar
dengan memperhatikan dan mengkaji konteks dengan uang, tapi harus dibayar dengan darah
atau aspek-aspek di luar teks yang mengalir, sebab dia berfikir bahwa persoalan
dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa atau tersebut bersifat ta‘abbudi.19
keadaan-keadaan yang menyebabkan turunnya Pada dasarnya pendekatan kontekstual ini
suatu ayat, apa latar belakang historis, cenderung menggunakan analisis yang
geografis, sosial budaya, hukum kausalitas, bergerak dari praksis ke refleksi. Analisis ini
dan sebagainya.16 Jadi, kajian ayat-ayat mengandung arti bahwa pemahaman Alquran
Alquran secara kontekstual erat hubungannya secara konteks merupakan usaha dari seorang
dengan pemahaman asbāb nuzūl al-āyat. mufasir dalam memahami ayat-ayat Alquran,
Meskipun pada kenyataannya tidak semua melalui konteks dari ayat-ayat Alquran itu
ayat memiliki asbāb al-nuzūl, yang membuat sendiri, dengan melihat kondisi dan situasi di
status ayat bersifat umum atau bersifat mana dan karena alasan apa ayat-ayat
khusus. Oleh karena itu, dengan mengetahui Alquran itu diturunkan20. Hal yang penting
kondisi yang menyebabkan turunnya ayat diperhatikan juga, ialah harus ditarik ke
Alquran akan dapat menentukan dengan dalam konteks penafsir di mana ia hidup dan
mudah apakah ayat tersebut dapat dipahami berada, dengan pengalaman sejarah, sosial,
dengan pendekatan tekstual ataukah dengan dan budayanya sendiri. Lebih jauh dapat
pendekatan kontekstual. Yang menjadi dikatakan, bahwa hubungan teks dengan
persoalan sekarang adalah bagaimana konteks, sebagaimana yang dinyatakan
menentukan mana yang tekstual dan mana Komarudin Hidayat bahwa bahasa dan
yang kontekstual.17 budaya sesungguhnya tidak bisa dipisahkan.
Aturan yang ditetapkan Allah SWT. pada Setiap teks muncul dalam sebuah wacana
umumnya mudah dipahami dan dijalankan yang memiliki banyak variabel, antara lain
oleh umat Islam yang belatar belakang budaya suasana politis, ekonomis, psikologis dan lain
dan bangsa yang berbeda-beda.18 Sepanjang sebagainya. Sehingga ketika wacana yang
yang diketahui, tidak ada ulama yang bersifat spontan dan dialogis dituliskan dalam
mengatakan bahwa semua ajaran Islam harus teks maka sangat potensial akan melahirkan
dipahami secara kontekstual. Dalam hal ini pemahaman yang salah di kalangan
para ulama telah membagi doktrin Islam pembacanya. Setidaknya, pengetahuan yang
kedalam ma‘qūl al-ma‘na dan ghayr ma‘qūl diperoleh melalui sebuah lisan akan berada
al-ma‘na atau ta‘aqquli dan ta‘abbudi. Pada dari pengetahuan yang didapat melalui
tahapan ini, semua setuju bahwa masalah- bacaan.21 Oleh sebab itu, karya terjemahan
masalah yang ta‘abbudi tidak harus dipahami dan penafsiran yang hanya terpaku pada
secara kontekstual. Sebagaimana dijelaskan gramatikal bahasa akan kehilangan banyak
dimensi teks yang sangat fundamental.
16
Abudin Nata, Peta Keagamaan Pemikiran-
19
Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo M. Quraish Shihab, “Hubungan H{adith dengan
Persada, 2001), 107-110. Al-Qur‟an: Tinjauan Segi Fungsi dan Makna,” dalam
17
Nuraini, Otentisitas Sunnah: Analisis Pemikiran Yunahar Ilyas dan M. Mas„udi (ed.), Pengembangan
Fazlur Rahman (Yogyakarta: AK Group dan Ar-Raniry Pemikiran Terhadap Hadith (Yogyakarta: LPPI, 1996),
Press, 2006), 42. 77.
18 20
Utami, “Community In Dividing The Inheritance Solahudin, “Metodologi Dan Karakteristik
Amicably (Study in Palangka Raya City Jekan Raya Penafsiran Dalam Tafsir Al-Kashshaf.”
21
Districts),” Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat 10, no. Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa
2 (2016): 275–299. Agama......, 17.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 119
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

Salah satu contoh yang dianggap baik memahami kembali ajaran-ajaran kitab
dalam penggunaan pendekatan kontekstual ini sucinya, baik berkenaan dengan moralitas,
adalah Farid Esack. Ia menempatkan education, teologi, dan hukum. Buku tafsir
hermeneutik Alquran dalam ruang sosial di inipun dapat digolongkan sebagai reaksi dan
mana ia berada, sehingga sifatnya bukan lagi refleksi dari keadaan dan carut marutnya
kearaban yang bersifat umum.22 Esack berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa
merumuskan hermeneutik Alquran yang Indonesia. Bagi penulis, buku tafsir tersebut
berporos pada pembebasan dan persamaan patut untuk dijadikan sebagai suatu upaya
dengan mempertimbangkan aspek kontekstual solutif untuk bagaimana suatu ajaran kitab
di mana ia hidup. Menurut Esack, tidak ada suci mampu menuangkan benih-benih kasih
tafsir dan ta’wil yang bebas nilai. Penafsiran sayang dan benih-benih perdamaian di bumi
Alquran, bagaimanapun, adalah eisegesis -- Nusantara ini, bahkan tidak jarang kitab suci
memasukkan wacana asing ke dalam Alquran- hanya dijadikan alat legitimasi tindak
- sebelum exegesis --mengeluarkan wacana kekerasan, anarki, pembenaran kebijakan
dari Alquran .23 yang timpang, dan melanggengkan kekuasaan
Contoh tafsir lainnya adalah Tafsir yang otoriter.
Tematik Alquran Tentang Hubungan Sosial Contoh tafsir yang menggunakan
Antar Umat Beragama karya Majelis Tarjih pendekatan kontekstual selanjutnya adalah
dan Pengembangan Pemikiran Islam PP. buku tafsir karya Syu‘bah Asa yang berjudul
Muhammadiyah. Sebagaimana yang Dalam Cahaya Alquran, Tafsir Ayat-Ayat
dinyatakan oleh Syafi‘i Ma‘arif, bahwa buku Sosial Politik. Karakteristik buku tafsir
tafsir tersebut merupakan bentuk kegelisahan tersebut yaitu pada setiap ayat dikemukakan
dan sumbangan pemikiran bagi bangsa dan digerakan dalam ranah peristiwa, waktu,
Indonesia yang carut marut dalam masalah dan tempat di mana ia berada sebagai bentuk
hubungan antarumat beragama. Dengan respon terhadap peristiwa yang terjadi.25
mengatasnamakan agama, harta benda, Warna lainnya bahwa setiap ayat menurutnya
kehormatan, bahkan nyawa sekalipun sudah merupakan cahaya yang menyoroti kejadian-
banyak berjatuhan.24 kejadian yang sedang terjadi dan populer di
Dalam buku tafsir tersebut digambarkan dalam ruang sosial keindonesiaan. Karenanya
bahwa perbedaan dan keragaman agama Syu‘bah merupakan tokoh pemerhati Islam
merupakan kenyataan dan keniscayaan yang yang berusaha membaca dan mengikuti
mesti terjadi. Lebih lanjut buku tafsir tersebut lajunya zaman --yang terkadang tidak lagi
juga menyatakan bahwa yang harus dimiliki bersahabat-- dari sudut pandang Alquran .
oleh setiap pemeluk masing-masing agama Karenanya Kuntowijoyo, menyebut buku
adalah kesadaran untuk merefleksikan dan tafsir tersebut sebagai tafsir yang sesuai
dengan jiwa-zaman.26
22 Syu‘bah dalam buku tafsir tersebut
Louis Brenner, “Introduction” dalam Louis
Brenner (ed.) Muslim Identity and Social Change in berusaha memosisikan Alquran sebagai kritik
Sub-Saharian Africa (London: Hurs and Company, sosial. Dimana pada saat tafsir tersebut
1993), 5-6.
23
Farid Esack, “Contemporary Religious Thought in
25
South Africa and The Emergence of Qur‟anic Kuntowijoyo dalam kata pengantarnya atas buku
Hermeneutical Notions”, dalam ICMR., Vol. 2, no. 2, Syu„bah ini menyebutnya sebagai tafsir yang
Desember 1991. Secara teoritik dan praktik lihat Farid menggunakan pendekatan historis, yaitu menyatu
Esack, Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic dengan waktu dan tempat. Kuntowijoyo, “Pengantar”
Perspective of Interrelegious Solidarity Againt dalam Syu„bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur’an
Oppression (Oxford: Oneworld, 1997), 49-77. (Jakarta: Gramedia, 2000), ix.
26
24
Tim Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Kuntowijoyo, “Pengantar” dalam Syu„bah Asa,
Islam PP. Muhammadiyah, Tafsir Tematik Al-Qur’an Dalam Cahaya Al-Qur’an (Jakarta: Gramedia, 2000),
Tentang Hubungan Sosial Antar umat Beragama x.
(Yogyakarta: Pustaka SM, 2000), vi.

120 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

ditulis, berbagai tuntutan agar bangsa 3. Nuansa Tafsir


Indonesia berbenah diri, memperbaiki sistem Nuansa tafsir merupakan ruang dominan
ekonomi, pranata sosial, penegakkan hukum, sebagai sudut pandang dari suatu karya tafsir.
pendidikan secara sistemik, dan keadilan. Di antara nuansa tafsir yang penulis ketahui
Tafsir Syu‘bah ini bergerak dari praksis ke adalah nuansa kebahasaan, nuansa teologi,
reflektif. Oleh karena itu, ketika membaca nuansa psikologis, nuansa sosial, dan
tafsir yang menggunakan pendekatan sebagainya.
kontekstual, kita harus teliti mencari hal-hal a. Nuansa Kebahasaan
yang umum dari pernyataan-pernyataan yang Sebagai sebuah kitab teks suci, ketika
khusus. Bila melihat buku tafsir Syu‘bah ini, Alqurandiwahyukan dan dibaca oleh Nabi,
kita bisa saja menuduh bahwa tafsir dengan secara langsung sebenarnya telah
menggunakan pendekatan kontekstual ini tertransformasi dari sebuah teks Ilahi menjadi
sebagai bentuk dari politisasi Alquran . Akan sebuah konsep atau teks insani. Karena secara
tetapi, hal yang sangat mendasar untuk langsung berubah dari wahyu menjadi
dipahami adalah bila setiap kritik sosial yang interpretasi.28 Kemudian makna-makna yang
didasarkan pada ajaran Alquran dianggap dikonsepsikan harus dilihat dari konteks
(diklaim) sebagai politisasi Alquran , tentu bahasa Arab, sebagai bahasa yang digunakan
Alquran hanya akan menjadi kitab dokumen dalam teks Alquran . Dengan demikian,
yang pasif, yang tidak ada hubungannya analisis bahasa menjadi sangat urgen dan
dengan perilaku nyata. Bila direnungkan lebih signifikan.
dalam, justru di sinilah letak kekuatan Sebagai contoh dari nuansa tafsir
Alquran , karena teks Alquran senantiasa kebahasaan, terutama di Indonesia, adalah
valid dan selalu memiliki keselarasan dalam Tafsir Alquran Al-Karim, karya Quraish
kritik sosial, baik secara proses maupun Shihab, merupakan karya tafsir Indonesia
kenyataan akhirnya. Kekuatan nilai-nilai dan yang kuat dan dominan nuansa
ajaran Alqurandapat didekati dengan berbagai kebahasaannya dibandingkan dengan karya
pendekatan, tanpa memilah-milah dan tafsir Indonesia lainnya. Hal itu terbukti dari
memilih-milih siapa yang harus metode penafsirannya, di mana setiap kata
mendekatinya. Alquran sebuah kitab suci dalam ayat Alquran yang akan ditafsirkannya,
yang tidak akan pernah berubah, baik secara dianalisis dari segi kebahasaan: diuraikan
teks maupun secara konteks, meskipun orang asal-usul katanya, keragaman maknanya,
yang mendekatinya dan mempelajarinya serta perubahannya, serta bangunan semantiknya
menafsirkannya memiliki latar belakang dengan kata-kata yang lain. Sebagai contoh
kompetensi dan nuansa keilmuan yang ketika Quraish Shihab menafsirkan ayat 1
beragam. Justru di sinilah letak kekuatan dan surah Al-Fatihah. Rangkaian kata dalam ayat
kemu‘jizatan Alquran , yang tidak akan punah tersebut diuraikannya secara rinci. Mulai dari
dimakan zaman. Hasyim Asy’ari perlu bi (ِ‫ )ب‬yang dimaknainya dengan kata
memberikan penjelasan kepada umat Islam ‚dengan‛, menurut Quraish Shihab terdapat
tentang pentingnya memegang teguh ajaran makna yang tersimpan dari kata yang tidak
agama Islam yang bersumber dari Alquran dan terucapkan tetapi mesti terlintas di dalam
Hadis dan menjauhkan dari perbuatan- benak, ketika mengucapkan bismillah, yaitu
perbuatan yang tidak sesuai dengan sumber kata ‚memulai‛. Sehingga bismillah berarti
ajaran Islam di atas. 27 ‚saya atau kami ‚. Dengan begitu, kalimat
tersebut menjadi semacam do’a atau

27
Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim
Asy’ari Dan Kontribusinya Terhadap Kajian Hadis Di
28
Indonesia,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Abu Zayd, Naqd Al-Khit}ab Al-Dini (Kairo: Sina
Budaya 1, no. 1 (2016): 52. li al-Nas}r, 1992), 126.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 121
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

pernyataan dari si pengucap.29 Kemudian ia a. Nuansa Psikologis


menguraikan kata ism (ٌ‫ )اِسْم‬yang menurutnya Yang dimaksud dengan nuansa psikologis
diambil dari kata al-sumuww ( ّ‫ ) الّسُ ُمو‬yang adalah suatu nuansa tafsir yang analisisnya
berarti ‚tinggi‛ atau al-simah ( ‫ ) الّسِمَة‬yang menekankan pada dimensi psikologi manusia.
berarti ‚tanda‛. Kata ini bisa diterjemahkan Banyak kitab tafsir atau karya buku tafsir
dengan ‚nama‛. Namun disebut ism, karena ia yang mengkaji dan menjelaskan nilai-nilai
seharusnya dijunjung tinggi atau karena ia yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran ,
menjadi tanda bagi sesuatu. Nama adalah dengan menggunakan dimensi psikologi
hakikat sesuatu yang dinamai itu. Bila manusia dalam penafsirannya. Di antara buku
dikatakan ‚dengan nama Allah‛, maka itu tafsir yang termasuk dalam nuansa psikologis
berarti ‚dengan Allah‛.30 terutama tafsir Indonesia adalah Jiwa dalam
Selanjutnya Quraish menjelaskan kata Alqurankarya Mubarok.
Allah sebagai kata yang ketiga dalam ayat 1 Pada awalnya, penulis buku tafsir ini
surah Al-Fatihah, di mana kata Allah ini memusatkan kajiannya pada term nafs dalam
diulang dalam Alquransebanyak 2698 kali, Alqurandengan berbagai variasi dan medan
Quraish Shihab mengurainya dalam beberapa semantiknya. Kata nafs dalam bahasa Arab,
pandangan. Ada yang menganggap kata ini memiliki banyak arti, misalnya ‚ruh, diri
berakar dari kata walaha ( َ‫ ) وَلَه‬yang berarti manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara,
‚mengherankan‛, atau ‚menakjubkan‛. Jadi, kepunyaan kegaiban, jasad, kedekatan, zat,
Tuhan dinamai Allah karena segala kebesaran, dan sebagainya.33 Akan tetapi
perbuatan-Nya akan mengherankan si yang menjadi objek dalam kajian Mubarok
pembahas sendiri, dalam arti hakikat zat-Nya. adalah nafs yang dimaksud dalam Alquran .34
Pendapat lainnya mengatakan bahwa kata Dalam konteks manusia, term nafs oleh
tersebut diambil dari kata aliha-ya’lahu ( ‫اَلِهَ ـ‬ Alquran digunakan untuk menyebut manusia
ُ‫ ) يَألَه‬dalam arti ‚menuju‛ dan ‚bermohon‛. sebagai totalitasnya, baik manusia sebagai
Tuhan dinamai Allah karena seluruh makhluk makhluk yang tinggal di dunia ataupun
menuju serta bermohon kepada-Nya dalam manusia yang nanti hidup di akhirat. Dalam
memenuhi kebutuhannya. Sedangkan QS Al-Ma’idah [5]: 32, misalnya
pendapat lain mengatakan, bahwa kata menggunakan kata nafs untuk menyebut
tersebut pada mulanya berarti ‚menyembah‛ totalitas manusia di dunia, yakni manusia
atau ‚mengabdi‛ sehingga Allah adalah ‚Zat hidup yang bisa dibunuh, tapi dalam QS
yang berhak disembah dan kepada-Nya tertuju Yasin [36]: 54, kata nafs digunakan untuk
segala pengabdian‛.31 menyebut manusia di alam akhirat.35
Dengan dimikian, kata ilah mencakup Sedangkan pengertian lainnya yang
semua objek sesembahan atau semua yang dituangkan Mubarok dalam buku tafsirnya
dianggap sebagai yang menguasai hidup dan adalah nafs sebagai sisi dalam manusia. Hal
mati segala sesuatu. Apabila zat yang itu tersirat dalam QS Al-Ra‘d [13]:10 bahwa
disembah itu merupakan zat yang wajib manusia memiliki sisi-dalam dan sisi-luar.
wujud-Nya, wajib untuk disembah, maka Dia- Jika sisi-luarnya dapat dilihat pada perbuatan
lah yang oleh Alqurandinamai Allah.32 lahirnya, maka sisi-dalamnya, menurut
Alquranberfungsi sebagai penggeraknya.
29 Dalam QS Al-Shams [91]:7 secara tegas
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
Tafsir atas Surat-Surat pendek Berdasarkan Urutan menyebut nafs sebagai jiwa. Dengan
Turunnya Wahyu (Bandung: Putaka Hidayah, 1997), 8.
30 33
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Ibn Manz}ur, Lisan Al-‘Arab (t.tp.: Dar Al-
Tafsir...., 8. Ma„ārif, t.th.), VI, 4500-4501.
31 34
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Al-Qur’an
Tafsir....,12. (Jakarta: Paramadina, 2000), 43.
32 35
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Al-Qur’an.......,
Tafsir....,12. 46.

122 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

demikian, sisi-dalam manusia adalah jiwanya. memikat. Misalnya ketika Jalal menguraikan
Sebagai jiwa inilah dalam konteks nafs diurai surah Al-Fatihah, ia menyampaikan pesan
fungsi-fungsinya, yaitu penggerak tingkah moral Alquranyang terkandung dalam Al-
laku, kapasitasnya, dan kualitasnya.36 Fatihah dengan bahasa yang tegas, dan
b. Nuansa Sosial-Kemasyarakatan menekankan pentingnya melakukan segala
Yang dimaksud Nuansa sosial sesuatu atas dasar nama ‚Allah‛. Lebih lanjut
kemasyarakatan adalah tafsir yang Jalal mengatakan dalam tafsirnya, bahwa
menitikberatkan penjelasan ayat Alqurandari: mengurus orang tua, mengelola upah buruh,
1) ketelitian redaksinya, 2) menyusun menghindari maksiat, dan membaca buku
kandungan ayat-ayat dalam suatu redaksi adalah hal-hal yang biasa. Tapi menurutnya,
dengan tujuan utama memaparkan tujuan- semua perbuatan di atas akan mendatangkan
tujuan Alquran , dan 3) penafsiran ayat kemuliaan apabila dilakukannya atas dasar
dikaitkan dengan sunnatullah yang berlaku nama ‚Allah‛. Inilah pesan moral Al-Fatihah
dalam masyarakat.37 Sebagaimana yang menurutnya.39
dilakukan Muhammad Abduh --yang 4. Pendekatan Interdisipliner sebagai Upaya
menginginkan para pembaca Alquran , Memahami Teks secara Kontekstual
masyarakat awam maupun ulama, menyadari Penafsiran Alquran dengan menggunakan
relevansi terbatas yang dimiliki tafsir-tafsir pendekatan berbagai disiplin ilmu telah
tradisional yang tidak akan memberikan banyak dilakukan oleh para pengkaji Alquran.
pemecahan terhadap masalah-masalah penting Berikut ini akan dikemukakan beberapa
yang mereka hadapi setiap harinya-- bahwa contoh penafsiran Alquran dengan
nuansa tafsir sosial kemasyarakatan ingin menggunakan berbagai pendekatan. Di
menghindari adanya kesan cara penafsiran antaranya :
yang seakan-akan menjadikan Alquran a. Penafsiran yang menggunakan
terlepas dari akar sejarah kehidupan manusia, pendekatan ilmu bahasa
baik secara individu maupun kelompok. Studi Sebagai contoh penafsiran Q.S. al-
Alquran dapat mendukung upaya integrasi Nisa (4): 155;
keilmuan dengan cara akomodasi penemuan ‫فَثًَِا َمْضِهِىْ يِيثَالَهُىْ وَكُفْشِهِىْ تِآيَاخِ انهَهِ وَلَتْهِهِ ُى‬
ilmiah yang sistematis dengan tetap mengacu
pada basis kewahyuan Alquran.38 َ‫انْؤََْثِيَاءَ تِغَيْشِ حَكٍ وَلَىْنِهِىْ لُهُىتَُُا غُهْفٌ َتمْ طَثَع‬
Sebagai contoh dari literatur tafsir yang .‫انهَهُ عَهَيْهَا تِكُفْشِهِىْ فَهَا يُؤْيُُِىٌَ إِنَا لَهِيهًا‬
bernuansa sosial-kemasyarakatan adalah buku Untuk memperoleh pemahaman
Tafsir bi al-Ma’thur yang disusun oleh yang mendalam terhadap ayat ini
Jalaluddin Rahmat. Dengan metode diperlukan perenungan kembali terhadap
riwayatnya, Jalal menampilkan nuansa sosial- kalimat ( ‫)فثًا َمضهى‬, karena pemahaman
kemasyarakatan dalam tafsirnya sangat sepintas secara stailistika akan bertanya,
ekspresif dan memikat. Tanpa terjebak pada
perdebatan pendapat para ulama, yang
terkadang menyulitkan pembaca, Jalal
melakukan sosialisasi pesan-pesan
39
Alqurandengan gaya bahasanya yang Jalaluddin Rahmat, Tafsir bi al-Ma’thur , Pesan
Moral Al-Qur’an I (Bandung: Rosdakarya, 1993), 12.
40
Artinya: “Maka (Kami lakukan terhadap mereka
36
Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Al-Qur’an....53- beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar
58. perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap
37
M. Quraish Shihab, “Metode Penyusunan Tafsir keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh
yang Berorientasi Pada Sastra, Budaya dan nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan:
Kemasyarakatan”, Makalah, 1984, 1. “Hati kami tertutup.” Bahkan, sebenarnya Allah telah
38
Iskandar, “Studi AlQuran Dan Integrasi mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena
Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari
Bandung.”.87-88. mereka.”

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 123
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

kenapa terdapat huruf ‫ يا‬pada kalimat tersebut adalah zâidah , yaitu huruf
tersebut? 41 tambahan yang berfungsi untuk
Sebagian ulama, menurut para menguatkan. Para mufasir berkali-kali
mufasir, telah menyatakan bahwa huruf menyatakan, jangan sekali-kali kita
tersebut adalah tambahan; zâidah , menyatakan bahwa di dalam al-Qur'an
padahal tidak boleh mengatakan bahwa di ada huruf zâidah . Huruf ‫ يا‬pada kalimat
dalam firman Allah (al-Qur'an) terdapat tersebut mengandung makna yang jelas,
huruf zâidah , artinya bahwa makna akan dimana pada ayat yang lain (Q.S. al-
sempurna sekalipun tanpa keberadaan Ma'idah (5): 19) Allah berfirman ‫يَا جَاءَََا‬
huruf tersebut dan huruf itu tidak
memiliki arti dan faidah serta tidak
ٍ‫يٍِْ تَشِيشٍ وَنَا َزِيش‬. Para ulama menyatakan
diperlukan. bahwa asal ungkapannya adalah ‫يَا جَاءَََا‬
Dalam menghadapi ayat seperti itu, ٍ‫تَشِيش‬dan huruf ٍِْ‫ ي‬pada ayat tersebut
jika tidak mampu memahaminya harus adalah zâidah agar ungkapannya menjadi
mengatakan ( ‫أَا نَا أفهى نًارا جاء هزا‬ serasi. Para mufasir mengatakan bahwa
‫;)انحشف‬ aku tidak tahu mengapa ada seandainya ungkapan itu sesuai dengan
huruf ini , khususnya bagi mereka yang apa yang mereka katakan, maka makna
hidup pada zaman dimana bahasa ayat tersebut tidak akan lurus.
dihasilkan dengan cara belajar dan tidak Untuk menjelaskan semua hal
memiliki watak bahasa secara spontan. tersebut, penulis perlu memberikan
Seandainya tidak belajar bahasa Arab contoh sebagai berikut: seseorang disaat
maka siapa pun tidak akan mampu mengatakan ( ‫ )يا عُذي يال‬mengandung
berbahasa Arab. Adapun orang-orang makna bahwa dia tidak mempunyai harta
Arab yang hidup pada waktu meskipun tidak menutup kemungkinan
diturunkannya al-Qur'an, mereka mampu bahwa dia mempunyai harta yang tidak
berbahasa Arab tanpa belajar pada pantas dikatakan harta. Tetapi, jika
seorang guru, mereka tidak belajar bahwa seseorang menyatakan ( ‫)يا عُذي يال‬
fâ'il itu marfû' dan maf'ûl itu manshûb artinya bahwa dia sama sekali tidak
melainkan mereka berbahasa dengan mempunyai harta, dia tidak memiliki
watak dan tabi'atnya. 42 sedikit pun apa yang disebut harta. Jadi
Selanjutnya dapat dijelaskan aspek
ungkapan ( ‫ )يا جاء َا تشيش‬tidak seperti
kebahasaan dari ayat di atas secara rinci,
ungkapan ( ‫)يا جاء َا يٍ تشيش‬, maknanya
bahwa firman Allah ( ‫)فثًا َمضهى‬, menurut
tidak datang kepada mereka sama sekali
sebagian ulama pada asalnya adalah
yang dinamakan Rasul yang memberi
( ‫)تُمضهى انًيثاق‬, mengapa ada huruf ‫?يا‬ kabar baik dan kabar buruk. Jadi
Sebagian ulama mengatakan bahwa ‫يا‬ meskipun firman Allah ( ‫فثًا َمضهى‬
‫ )ييثالهى‬artinya menurut mereka ( ‫تسثة‬
41
42
Al-Sha'rawi, Tafsir al-Sha'rawi, juz V, hal. 2781. ‫ ;)َمض انًيثاق‬dengan sebab membatalkan
Adapun orang yang hidup di zaman yang perjanjian . Mengapa mereka
berbeda, dimana ketidakfasihan menjadi hal yang memfilsafatinya? Apakah karena ada
dominan dan kesalahan bahasa ada dimana -mana
sehingga kita diharuskan untuk belajar kaidah - huruf ‫ يا‬setelah huruf ‫ انثاء‬dan sebelum
kaidah bahasa Arab untuk dapat berbahasa yang
baik. Kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu yang ada
‫انًصذس‬. Padahal huruf ‫يا‬ pada ayat
sekarang diambil dari orang-orang Arab tersebut berarti ‫ استفهاييح‬untuk ‫انتّعجّة‬
terdahulu. Demikian penjelasan al-Sya'râwî ketika Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Alquran yang
memberikan pemahaman terhadap ayat di atas. Al-
Sha'rawi, Tafsir al-Sha'rawi, juz V, hal. 2782. maknanya dalam bentuk apa dari segala

124 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

bentuk pembatalan terhadap janji mereka? Selanjutnya para mufasir menjelaskan


Karena mereka terlalu banyak melanggar bahwa kalimat َ‫ أَنَىْ تَش‬artinya ‫;تشاهذ‬
perjanjian . Jadi mereka membatalkan apakah kamu tidak menyaksikan , karena
perjanjian dengan segala bentuknya. 43 semua orang melihat hujan turun dari
b. Penafsiran yang menggunakan
atas. ‫ انسًاء‬adalah sesuatu yang ada di
pendekatan ilmu pengetahuan alam
Sebagai contoh penafsiran Q.S. Fâthir atas kita dan menaunginya. Terkadang
(35): 27; kalimat َ‫أَنَىْ تَش‬, seperti pada surat al-Fîl
‫أَنَىْ تَشَ أٌََ انهَهَ أََْ َزلَ يٍَِ انسًََاءِ يَاءً فَؤَخْشَجَُْا تِ ِه‬ (105): 1, berarti ‫ أنى تعهى‬dan makna itu
ٌ‫ثًََشَاخٍ ُيخْتَهِفًا أَنْىَاَُهَا وَيٍَِ انْجِثَالِ جُذَدٌ تِيض‬ ditunjukkan bagi sesuatu yang tidak
dilihat oleh Rasulallah. Maka penggunaan
.ٌ‫وَحًُْشٌ يُخْتَهِفٌ أَنْىَاَُهَا وَغَشَاتِيةُ سُىد‬
Dalam menafsirkan ayat di atas, para
khitab dengan kalimat َ‫ أَنَىْ تَش‬dimaksudkan
mufasir menjelaskan bahwa Allah SWT. untuk memberikan pemahaman bahwa
telah mengingatkan kita atas sebagian pemberitaan Allah tentang kejadian itu
nikmat yang telah diberikan-Nya kepada terpercaya dan benar adanya dibanding
kita dan kemudian menyusulnya dengan hanya penglihatan mata saja.
memberikan sebagian tuntutan. Begitulah Yang dimaksud turun hujan dari al-
Allah meyakinkan dan memberikan rasa samâ' adalah dari arahnya, karena hujan
tentram kepada hati kita agar kita dapat itu diturunkan dari awan yang jaraknya
melaksanakan tuntutan tersebut. tidak jauh dari bumi. Proses turun hujan
Pada saat Allah mengingatkan hamba- dari langit nampaknya hanya kejadian
hamba-Nya dengan ayat kauniyah ini, alam biasa, dimana akibat proses
yaitu tentang diturunkannya hujan dari pemanasan air menguap ke atas dan
langit, sebelumnya Allah menjelaskan menjadi gumpalan awan dan akibat berat
terlebih dahulu ancaman bagi orang-orang dayanya air turun ke bumi dengan daya
kafir, seakan-akan Allah ingin tarik bumi. Setelah itu Allah menjelaskan
menyatakan dengan susunan seperti itu ‫فَؤَخْ َشجَُْا تِهِ ثًََشَاخٍ يُخْتَهِفًا أَنْىَاَُهَا‬.
kepada Rasul-Nya: Biarlah kamu jangan Seandainya tetap bahwa proses turun
memikirkan tentang orang-orang kafir hujan dianggap proses alam biasa,
karena Aku berkuasa untuk menyiksa bagaimana dengan proses penyuburan
mereka, tetapi renungkanlah ayat kauniah tanah dan pertumbuhan bermacam-macam
ini : tanaman dan buah-buahan, apakah hal itu
‫أَنَىْ تَشَ أٌََ انهَهَ أََْ َزلَ يٍَِ انسًََاءِ يَاءً فَؤَخْشَجَُْا‬ masih proses alam biasa juga? 45
ٌ‫تِهِ ثًََشَاخٍ يُخْتَهِفًا أَنْىَاَُهَا وَيٍَِ انْجِثَالِ جُذَد‬ Kata ‫أَزل‬, menurut mufasir, hubungan
dengan kalimat sebelumnya, mengandung
ٌ‫تِيضٌ وَحًُْشٌ يُخْتَهِفٌ أَنْىَاَُهَا وَغَشَاتِيةُ سُىد‬. arti tingginya yang menurunkan dan
rendahnya yang diturunkan, meskipun
43
Al-Sha„rawi, Tafsir al-Sha‘rawi, juz V, hal. 2784. teknis kejadiannya terbalik dari bawah ke
44
Artinya: “Tidaklah kamu melihat bahwasanya atas, sebagaimana firman Allah Q.S. al-
Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam Hadîd (57): 25 ٌ‫زنَُْا انْحَذِيذَ فِيهِ تَ ْؤسٌ شَذِيذ‬
َ ََْ‫وَأ‬
jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-
garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
ِ‫وَيََُافِعُ نِهَُاس‬.
Besi pada kenyataannya
dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) dikeluarkan dari perut bumi tetapi
diantara manusia, binatang-binatang melata, dan dinyatakan ‫ ;إَزال‬diturunkan , karena
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
yang dimaksud adalah dilakukan dari atas
Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.
45
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Al-Sha„rawi, Tafsir al-Sha‘rawi, juz XX, hal.
Pengampun.” 12491.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 125
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

ke bawah tanpa melihat arahnya, baik Dalam pandangan para mufasir,


atas maupun bawah. Proses turunnya penafsiran al-Qur'an dari segi ajaran
hujan dari atas ke bawah dapat disaksikan (pendidikan) dapat diambil dari
tetapi tidak bisa menyaksikan proses penjelasan al-Qur'an tentang proses
penguapan air dari laut kemudian naik penciptaan Isa a.s. dimana kelahiran Isa
kelapisan udara di atas dan membentuk a.s. terus menjadi perdebatan,
awan dengan cara penebalan. Tidak ada sekalipun hal itu telah dijelaskan Allah
seorang pun mengetahui tentang proses di dalam al-Qur'an. Hanya saja,
ini meskipun telah majunya ilmu pemahamannya tidak bisa sebatas
pengetahuan dan hanya tahu proses memahami proses penciptaan Isa a.s.
turunnya hujan. 46 melainkan harus dipahami dari proses
Konteks ayat di atas dalam pandangan penciptaan Adam a.s. atau proses
para mufasir dapat dijadikan petunjuk penciptaan manusia, sehingga pada
bahwa Allah ketika menjelaskan tentang akhirnya diperoleh letak ajarannya
turunnya hujan dari langit menggunakan yang dikandungnya.
ungkapan kalimat ‫ أَزل‬dengan dlamir Menurut para mufasir, manusia
ghaib , sedangkan ketika membicarakan pertama yang diciptakan Allah SWT.
tentang mengeluarkan buah-buahan adalah Adam a.s. Ia diciptakan dengan
menggunakan ungkapan kalimat ‫فؤخشجُا‬ kata ٍ‫ ك‬dari Allah. Adam tercipta
dengan menggunakan dlamir jama ' dengan tidak memiliki ayah dan ibu,
karena sebelumnya Allah tidak
mutakallim yang menunjukkan ‫تعظيى‬, menciptakan manusia. Adam langsung
memiliki pengertian bahwa turunnya diciptakan Allah tanpa laki -laki dan
hujan dari langit bukan sesuatu yang tanpa perempuan. Hal ini tentunya
utama dan penting, dengan alasan bahwa menjadi kemu'jizatan pertama dalam
hujan terkadang turun ke tanah yang penciptaan manusia. Sesuai dengan
gersang dan tandus sehingga tidak tujuan penciptaan manusia, untuk
bermanfaat. Adapun proses mengeluarkan melestarikan kehidupan dan
buah-buahan adalah proses yang sangat memperbanyak keturunan, Allah
penting dari tujuan diturunkannya hujan. menciptakan segala sesuatu dari laki -
Oleh sebab itu, menggunakan dlamir laki dan perempuan. Untuk itu, Allah
jama' mutakallim yang menunjukkan terlebih dahulu menciptakan Hawa da ri
‫ تعظيى‬semakna dengan firman Allah tulang rusuk Adam atau dari bagian diri
dalam Q.S. al-Hijr (15): 9; Adam. Hal ini merupakan kemu'jizatan
kedua dalam penciptaan manusia. Yaitu
       
menciptakan manusia dari laki -laki
‫إ‬Penafsiran yang menggunakan tanpa perempuan. Selanjutnya proses
penciptaan manusia terlahir dari hasil
pendekatan ilmu pendidikan
Di antara penafsiran yang berkaitan perkawinan antara laki-laki dan
perempuan. Begitu pula yang terjadi
dengan ilmu pengajaran (ilmu pendidikan)
pada makhluk hidup lainnya seperti
adalah penafsiran Q.S. Ali Imran (3): 59;
hewan yang terlahir dan berkembang
ٍِْ‫إٌَِ يَ َثمَ عِيسًَ عُِْذَ انهَهِ كًََ َثمِ ءَادَوَ خَهَمَهُ ي‬ biak dari hasil perkawinan antara
.ٌُ‫تُشَابٍ ثُىَ لَالَ نَهُ كٍُْ فَيَكُى‬ jantan dan betina, atau tumbuhan yang
tumbuh kembang dari hasil proses
46
Al-Sha„rawi, Tafsir al-Sha‘rawi, juz XX, hal.
12492. menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
47
Artinya: “Sesungguhnya misal (penciptaan) „Isa berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia),
di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah maka jadilah dia.”

126 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

tumpang sari, baik dalam satu bunga dalam Alquran . Kata din memiliki makna
atau melalui angin antara satu bunga kontekstual yang berbeda-beda. Secara
dengan bunga lainnya. Proses ringkas dapat diungkap bahwa pada
penciptaan ini merupakan kemu'jizatan periode Makkah awal, kata din berarti
yang ketiga dalam proses penciptaan pembalasan dan akhirat atau pembalasan
manusia. 48 kelak di akhirat. Makna ini diperkenalkan
Penjelasan tentang proses penciptaan kepada masyarakat Arab yang mengalami
manusia melalui tiga bentuk di atas kemajuan dan kemakmuran dan
dalam pandangan al-Sya'râwî menjadi perdagangan yang aman, tetapi mereka
alasan bagi Allah untuk mempraktekkan ekonomi oligopolis dan
menyempurnakan kemu'jizatannya monopolis serta praktek-praktek ekonomi
dengan membuat penciptaan manusia tak bermoral lainnya. Kehidupan mereka
dengan proses yang berbeda dari sangat sekuler. Orientasi hidupnya hanya
sebelumnya, yaitu menciptakan di dunia. Mereka berorientasi dalam
manusia hanya dari perempuan tanpa bidang ekonomi hanya untuk
laki-laki. Proses ini yang terjadi pada mengumpulkan keuntungan yang
Isa a.s. Penciptaan makhluk adalah hak setinggi-tingginya.
mutlak Allah, tidak disertai oleh Dalam surat al-Ma‘un ini diawali
siapapun. Hal ini menunjukkan bahwa oleh pertanyaan, tetapi pertanyaan
penciptaan manusia, sekalipun melalui tersebut tidak menuntut jawaban. Maksud
proses perkawinan antara laki -laki dan pertanyaan tersebut hanya untuk
perempuan, tetap tunduk kepada menggugah hati dan pikiran teman bicara,
kemutlakan kehendak Allah Swt. ( ‫طاللح‬ agar memperhatikan kandungan
pembicaraan. Inti dalam surat ini adalah
ً‫)انمذسج هلل تعان‬, karena bisa jadi
untuk mengajak manusia agar menyadari
perkawinan laki-laki dan perempuan tidak salah satu bukti utama kesadaran
melahirkan keturunan. beragamanya. Dijelaskan pula dalam
c. Penafsiran yang menggunakan surat ini, bahwa kesadaran dan
pendekatan ilmu sosial keberagamaan seseorang harus dibuktikan
Sebagai contoh penafsiran dengan dengan sikap batin dan lahir yang
menggunakan pendekatan ilmu sosial tereksplor dalam bentuk tindakan nyata.
adalah penafsiran Q.S. Al-Ma‘un Bila tidak terbukti tindakan nyata dalam
(107):1-7; perbuatan, dianggap dan dinilai
       mendustakan agama.
Adapun bukti-bukti kebohongan
keberagamaan seseorang sebagaimana
         yang dijelaskan dalam surat ini adalah
sebagai berikut: Pertama , menghardik
       anak yatim atau mendorong dengan keras,
baik secara fisik maupun mental untuk
       tidak memperdulikan anak-anak terlantar,
anak-anak jalanan, anak-anak yang
  kehilangan kasih sayang orang tuanya,
serta orang-orang lemah (lemah fisik dan
Terdapat 95 kali dalam 38 surat, ekonomi); Kedua , tidak menganjurkan
penyebutan kata din dan derivasinya untuk memberi makan orang miskin.
Maksud dari ayat ini adalah bukan
48
Al-Sha„rawi, Tafsir al-Sha‘rawi, juz III, hal. memberi makan, tetapi menganjurkan
1462.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 127
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

memberi makan. Logikanya, orang yang C. SIMPULAN


tidak memiliki banyak harta dan makanan Dalam melakukan penafsiran terhadap
pun dituntut untuk berperan dalam ayat-ayat Alquran , di satu sisi penafsir
menganjurkan memberi makan. Oleh hendaknya berusaha mendeskripsikan pesan-
karenanya, peran ini bisa dilakukan oleh pesan dari teks atau ayat yang ditafsirkannya,
siapapun. Dengan demikian, inti dari pada berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki
ayat ini adalah mendidik dan mengajarkan oleh bahasa Alquranitu sendiri. Akan tetapi di
kepada setiap orang untuk empati (ikut sisi lain, penafsir juga diperbolehkan untuk
merasakan sebagaimana yang dialami menggunakan berbagai pendekatan keilmuan
penderitanya terhadap orang miskin. yang dijadikan kerangka berfikir dalam
Lebih jauh ayat ini menegaskan bahwa menafsirkan ayat-ayat Alquran , agar pesan-
setiap orang yang menganjurkan dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat
memberi makan tidak merasa bahwa ia Alqurandapat terefleksikan dengan baik pada
telah memberi makan terhadap orang lain umat secara menyeluruh. Baik dengan
yang butuh, sebab ayat ini menggunakan pendekatan ilmu kebahasaan, ilmu alam, ilmu
redaksi to‘am bukan ‘it{ ‘ am. Ini pendidikan, ilmu sosial, dan sebagainya.
menunjukkan bahwa makanan yang Meskipun demikian, berbagai pendekatan dan
diberikan, meskipun dari tempat disiplin ilmu yang digunakan oleh penafsir,
penyimpanan, pada hakekatnya bukan itu tidak boleh keluar dari kerangka sistem
dari miliknya, tetapi merupakan hak bahasa dan apa yang diinginkan oleh pesan-
orang-orang miskin dan butuh. pesan Alquranitu sendiri. Sebab, jika hal itu
Kemudian dijelaskan pada ayat terjadi, maka inti dari pesan-pesan
berikutnya bahwa orang yang wajib Alqurantentu tidak akan sampai sebagai
shalat, tetapi tidak melaksanakannya atau ajaran kebenaran yang universal kepada umat
melakukan shalat tetapi tidak menghayati manusia, sehingga pesan Alquranmenjadi
tujuan shalatnya, maka orang tersebut tergantung pada siapa saja yang ingin
diancam dengan kebinasaan dan menafsirkannya secara personal.
kecelakaan. Banyak orang yang Demikian pembahasan singkat tentang
melakukan shalat, tetapi sedikit orang penafsiran Alqurandengan menggunakan
yang mendirikan shalat. Dalam Alquran , pendekatan interdisiplin ilmu. Dengan segala
orang-orang yanmg seperti itu, kekurangannya, semoga makalah ini dapat
digambarkan sebagai orang yang ‘riya’ bermanfaat. Amin.
yang menghalangi pemberian bantuan.
Hal tersebut sebagai tanda bagi orang
yang tidak menghayati makna dan tujuan DAFTAR PUSTAKA
shalat, karena shalat merupakan refleksi
dan aktualisasi dari sikap lemah dan Anwar, Rosihon, Dadang Darmawan, and
butuhnya manusia kepada Tuhan Cucu Setiawan. ‚Kajian Kitab Tafsir
sekaligus menunjukkan keagungan dan Dalam Jaringan Pesantren Di Jawa Barat.‛
kebesaran-Nya. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial
Dari pemaparan di atas dapat Budaya 1, no. 1 (2016): 56–69.
disimpulkan bahwa pengalaman Brenner, Louis. ‚Introduction‛ dalam Louis
keagamaan tidak selalu bersifat personal, Brenner (ed.). Muslim Identity and Social
tapi juga harus terwujud dalam kehidupan Change in Sub-Saharian Africa. London:
sosial, baik secara individu maupun Hurs and Company, 1993.
kelompok. Esack, Farid. ‚Contemporary Religious
Thought in South Africa and The
Emergence of Qur’anic Hermeneutical

128 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

Notions‛. dalam ICMR. Vol. 2, no. 2. Evanston: Northwestern University Press,


Desember 1991. 1969.
Hidayat, Komarudin. Memahami Bahasa Pluralism: An Islamic Perspective of
Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik. Interrelegious Solidarity Againt
Jakarta: Paramadina, 1996. Oppression. Oxford: Oneworld, 1997.
Hikmawati, Fenti. ‚Islamic Counselling Putra, Afriadi. ‚Pemikiran Hadis KH. M.
Model to Increase Religious Commitment Hasyim Asy’ari Dan Kontribusinya
(Study of Students at the University UIN Terhadap Kajian Hadis Di Indonesia.‛
Bandung).‛ International Journal of Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial
Nusantara Islam 1, no. 1 (2013): 65–81. Budaya 1, no. 1 (2016): 46–55.
Iskandar, Syahrullah. ‚Studi AlQuran Dan Rahmat, Jalaluddin. Tafsir bi al-Ma’thur ,
Integrasi Keilmuan: Studi Kasus UIN Pesan Moral AlquranI. Bandung:
Sunan Gunung Djati Bandung.‛ Wawasan: Rosdakarya, 1993.
Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya 1, Ricoeur, Paul. Hermeneutics and Human
no. 1 (2016): 13–14. Sciences. New York: Cambridge
Kuntowijoyo. ‚Pengantar‛ dalam Syu‘bah University Press, 1981.
Asa. Dalam Cahaya Alquran . Jakarta: Saputra, Riki. ‚Religion And The Spiritual
Gramedia, 2000. Crisis Of Modern Human Being In The
Manzur, Ibn. Lisan Al-‘Arab. t.tp.: Dar Al- Perspective Of Huston Smith ` S Perennial
Ma‘ārif, t.th. VI. Philosophy.‛ Al-Albab 5, no. 2 (2016):
Masripah. ‚Indonesian Islamic Women 195–215.
Movement (A Case Study of Bkswi West Shihab, M. Quraish. Tafsir AlquranAl-Karim
Java).‛ International Journal of Nusantara Tafsir atas Surat-Surat pendek
Islam 1, no. 2 (2013): 9–21. Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu.
Mubarok, Achmad. Jiwa Dalam Alquran Bandung: Putaka Hidayah, 1997.
Jakarta: Paramadina, 2000. .................... ‛Metode Penyusunan Tafsir
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian yang Berorientasi Pada Sastra, Budaya dan
Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, Kemasyarakatan‛. Makalah. 1984.
2000. .................... et. al. Sejarah dan ‘Ulum al-
Muhammad, Ahsin. ‚Asbab al-Nuzul dan Qur’an, ed. Azyumardi Azra. Jakarta:
Kontekstualisasi Alquran ‛. Makalah, Pustaka Firdaus, 1999.
Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga .................... ‚Hubungan H{adith dengan
Yogyakarta, 1992. Alquran : Tinjauan Segi Fungsi dan
Muhammadiyah, Tim Majlis Tarjih dan Makna,‛ dalam Yunahar Ilyas dan M.
Pengembangan Pemikiran Islam PP. Tafsir Mas‘udi (ed.). Pengembangan Pemikiran
Tematik AlquranTentang Hubungan Sosial Terhadap H{adith. Yogyakarta: LPPI,
Antarumat Beragama. Yogyakarta: 1996.
Pustaka SM, 2000. Sjadzali, Munawir. ‚Ijtihad dan
Nata, Abudin. Peta Keagamaan Pemikiran- Kemaslahatan Umat‛, dalam Haidar Bagir
Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta: Raja dan Syafiq Basri (ed.). Ijtihad dalam
Grafindo Persada, 2001. Sorotan. Bandung: Mizan, 1988.
Nuraini. Otentisitas Sunnah: Analisis Solahudin, Muhammad. ‚Metodologi Dan
Pemikiran Fazlur Rahman. Yogyakarta: Karakteristik Penafsiran Dalam Tafsir Al-
AK Group dan Ar-Raniry Press, 2006. Kashshaf.‛ Wawasan: Jurnal Ilmiah
Palmer, Richard E. Hermeneutics: Agama Dan Sosial Budaya 1, no. 1 (2016):
Interpretation Theory in Schleiermacher, 116–26.
Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Utami. ‚Community In Dividing The
Inheritance Amicably (Study in Palangka

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 115-130 129
M. Solahudin Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran
Alquran

Raya City Jekan Raya Districts).‛ Jurnal Zayd, Abu. Naqd Al-Khitab Al-Dini. Kairo:
Studi Agama Dan Masyarakat 10, no. 2 Sina li al-Nasr, 1992.
(2016): 275–99.

130 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 1, 2 (Desember 2016): 11-130

Anda mungkin juga menyukai