Oleh ;
Tri Surya Putra : 2386131090
Abdul Baari Al Muthi : 2386131094
Ahmad Al farisi : 2386131097
Abstrak
Makalah ini akan mengulas mengenai Tartib al-Suwar, mulai dari pengertiannya baik
dari segi etimologi dan terminologi menurut para ahli, menyebutkan awal dan akhir
al-Qur’an serta menjelaskan berdasarkan riwayat yang ada serta mentarjihkan riwayat
yang kuat, memaparkan jumlah ayat yang terdapat didalam al-Quran beserta segala
pendapat yang ada dan Diskursus mengenai sistematika penyusunan ayat yang terjadi
pada saat pengumpulan al-Quran. Untuk meneliti itu semua maka penulis akan
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data-data yang
relevan dan objektif sehingga bisa merepresentatifkan apa yang dikemukakan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya.
Abstract
This paper will review the Tartib al-Suwar, starting from its meaning both in terms of
etymology and terminology according to experts, mentioning the beginning and end of
the Qur'an and explaining it based on existing history and interpreting a strong history,
explaining the number of verses contained in it. Al-Quran along with all existing
opinions and discourse regarding the systematic composition of verses that occurred
during the collection of the Al-Quran. To research all of this, the author will use a
descriptive qualitative method by collecting relevant and objective data so that it can
represent what was put forward by previous researchers.
املاخص
سنستعرض يف هذا البحث ترتيب السور ابتداء من معناه سواء من حيث األصل أو الاصطالح عند اخلرباء ،مع ذكر
بداية القرآن وهنايته ورشحه عىل أساس التارخي املوجود وتفسري اترخي قوي ،ورشح عدد اآلايت اليت حيتوي علهيا القرآن
مع مجيع اآلراء واألحاديث املوجودة بشأن الرتكيب املهنجي لآلايت اليت حدثت أثناء مجع القرآن .للبحث يف لك هذا،
سيستخدم املؤلف املهنج الوصفي النوعي من خالل مجع البياانت ذات الصةل واملوضوعية حىت تمتكن من متثيل ما طرحه
.الباحثون السابقون
5
Al-Afriqi, Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzur , “Lisan al-‘Arab” (Bairut: Dar Sadir),
Jilid 1 h. 409
6
Al-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim “Manahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an”,
(Jakarta:Gaya Media Pratama, 2001), h.367
7
Liliek Channa dan Syaiful Hidayat, “Ulumul Qur’an dan Pembelajarannya”,
(Surabaya:Kopertais IV Press,2010), h.234
8
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 35
Maka Tartib al-Suwar adalah urutan surah-surah yang terdapat dalam al-
Qur’an.
﴾ اَّلِذ ي َعَّلَم٣ ﴿ ﴾ اْق َر ْأ َو َر ُّبَك اَأْل ْك َر ُم٢ ﴿ ﴾ َخ َلَق اِإْل ْنَس اَن ِم ْن َعَلٍق١ ﴿ اْق َر ْأ اِب ْس ِم َر ِّب َك اَّلِذ ي َخ َلَق
٥ ﴿ َم ا َلْم َيْع َلْم ﴾ َعَّلَم ا ْنَس ا َن٤ ﴿ ﴾اِب ْلَق َلِم
ِإْل
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. 10
Dasar pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, Imam
Muslim dan Imam Ahmad dari Aisyah mengatakan;
اِهَّلل َص ىَّل اُهَّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل الُّر ْؤ اَي الَّص اِد َقُة َج اَء ُه اْلَم ُكَل َفَقاَل َع ْن َعاِئَش َة َر َيِض اُهَّلل َع َهْنا َأَّو ُل َم ا ُبِد َئ ِبِه َر ُس وُل
اْقَر ْأ َو َر ُّبَك اَأْلْك َر ُم اِذَّل ي َعَمَّل اِب ْلَقِمَل اْقَر ْأ اِب ِمْس َر ِّبَك اِذَّل ي َخ َلَق َخ َلَق ا ْنَس اَن ِم ْن َعَلٍق
ِإْل
“Dari Aisyah radhiallahu'anha. Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada
Rasulullah ﷺadalah Ar Ru`yah Ash Shadiqah (mimpi yang benar). Ketika itu,
malaikat mendatanginya seraya berkata, "IQRA` BISMI RABBIKAL LADZII
KHALAQ, KHALAQAL INSAANA MIN 'ALAQ, IQRA` WARABBUKAL AKRAM
ALLADZII 'ALLAMAL BIL QALAM."11
1995) h. 61
10
“Al-Quran dan Terjemah” (Jakarta : PT. Suara Agung, 2019) h. 597
11
Al-Bukhari al-Jufi, Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah “Al-Jami Al-Musnad As-
Shahih Al-Mukhtadhar Min Umuri Rasulullah Wa Sunnahi Wa Ayyamihi” (Pakistan: al-Busyra
2016) Kitab: Tafsir al-Qur’an. Bab; Surah Al-Alaq ayat 2. N0. 4954
2. Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah ayat
َفَقاَل َأُبو َس َلَم َة َس َأْلُت َج اِبَر ْبَن َع ْب ِد اِهَّلل َأُّي اْلُقْر آِن ُأْنِز َل َأَّو ُل َفَقاَل اَي َأَهُّيا اْلُم َّد ِّثُر َفُقْلُت ُأْنِب ْئُت َأَّنُه اْقَر ْأ اِب ِمْس
َر ِّبَك اِذَّل ي َخ َلَق َفَقاَل اَل ُأْخ ُرِب َك اَّل ِبَم ا َقاَل َر ُس وُل اِهَّلل َص ىَّل اُهَّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل
ِإ
“Maka Abu Salamah pun berkata, Aku pernah bertanya kepada Jabir bin
Abdullah, "Bagian Al-Qur'an yang manakah yang pertama kali turun?" Maka ia
menjawab, "YA `AYYUHAL MUDDATSTSIR." Kukatakan, "Pernah diberitakan
kepadaku, bahwa yang pertama kali turun adalah, 'IQRA` BISMI
RABIKALLADZII KHALAQ.'" Maka ia menjelaskan kembali; Aku tidak akan
mengabarkan kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah dikatakan oleh
Rasulullah ﷺ.13
Hadits Jabir ini dapat dijelaskan bahwa pertanyaan itu mengenai surat
yang diturunkan secara penuh. Jabir menjelaskan bahwa surat al-Muddatstsir-
lah yang turun secara penuh sebelumsurat Iqra’ (al-Alaq) Iqra itu hanya
permulaannya saja.14
Dengan demikian, maka ayat yang al-Qur’an yang pertama kali turun
secara mutlak ialah “Iqra” dan surat yang pertama diturunkan secara lengkap,
dan pertama setelah terhentinya wahyu ialah “ Ya ayyuhal muddatstsir” atau,
bisa juga dikatakan bahwa surat al-Mudatstsir turun sebagai tanda
kerasulannya, sedangkan ayat “Iqra” turun sebagai tanda kenabiannya. 15
Al-Bukhari al-Jufi, Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah “Al-Jami Al-Musnad As-
13
الَّنُّيِب َص ىَّل اُهَّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل َفْمَل َيُقْم َلْي ًةَل َأْو َلْي َلَتِنْي َفَأَتْتُه اْم َر َأٌة َفَقاَلْت اَي َقاَل ِمَس ْع ُت ُج ْنَد اًب َيُقوُل اْش َتىَك
َتَر َكَك َفَأْنَز َل اُهَّلل َع َّز َو َج َّل َو الُّض َح ى َو الَّلْي ِل َذ ا َجَسى َم ا َو َّد َعَك َر ُّبَك َو َم ا َقىَل ُم َح َّم ُد َم ا ُأَر ى َش ْي َط اَنَك اَّل َقْد
ِإ ِإ
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
16
1995) h. 63
17
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 63
18
Ash-Shiddieqy, Hasbi, “Sejarah dan pengantar ilmu Al Qur’an”, (Jakarta: Bulan
Bintang. 1992) h. 41
“Aku mendengar Jundub berkata, Rasulullah ﷺpernah jatuh sakit hingga beliau
tidak bisa bangun selama sehari atau dua hari, maka seorang wanita pun datang
kepada beliau dan berkata, "Wahai Muhammad, tidaklah aku melihat setanmu
itu, kecuali ia telah meninggalkanmu." Maka Allah 'Azza wa Jalla menurunkan
ayat, "WADLDHUHAA WALLAILI IDZAA SAJAA MAA WADDA'AKA RABBUKA
WAMAA QALAA (Demi waktu Dhuha. Dan demi waktu malam ketika tiba.
Sesungguhnya Tuhan-mu tidaklah meninggalkanmu). (QS. Adhdhuha 1-3).”19
Akan tetapi jika melihat teks hadits dan penjelasan yang terdapat dalam
kitab shohih bukhori, surah ini menceritakan tentang keadaan nabi saat
menerima wahyu, yang terkadang wahyu tersebut tertunda dan kadang lambat
kadang berurutan dan terkadang singkat.20
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan bahwa wahyu
yang pertama turun ialah Surah al-Alaq ayat 1-5, inilah yang paling kuat
hujjahnya, kemudian surah al-Mudatssir yang turun selanjutnya sebagai surah
yang pertama turun secara lengkap.
Yang terakhir kali diturunkan
1. Dikatakan bahwa ayat yang terakhir itu adalah ayat mengenai riba.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu
Abbas;
َقاَل آِخ ُر آَيٍة َنَز َلْت َعىَل الَّنِّيِب َص ىَّل اُهَّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل آَيُة الِّر اَب
ۚ اَي َأ ُّيَها اَّلِذ ي َن آَمُنوا َذ ا َتَد اَيْنُت ْم ِبَد ْي ٍن َلٰى َأ َج ٍل ُم َس ًّم ى َفا ْك ُت ُب وُه
ِإ ِإ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...25
Ketiga riwayat diatas dapat dipadukan, yaitu bahwa ketiga ayat tersebut
diturunkan sekaligus seperti urutan dalam mushaf. Ayat tentang riba, ayat
peliharalah dirimu , dan ayat tentang hutang, karena ayat-ayat ini masih satu
kisah. Setiap perawi mengabarkan bahwa sebagian dari yang diturunkan itu
sebagai terakhir kali. Dan itu memang benar. Dengan demikian, maka ketiga
ayat itu tidak saling bertentangan.26
4. Ada lagi yang berpendapat bahwa yang terakhir kali turun adalah ayat
tentang masalah kalalah.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib,
katanya;
22
“Al-Quran dan Terjemah” (Jakarta : PT. Suara Agung, 2019) h. 47
23
“Al-Quran dan Terjemah” (Jakarta : PT. Suara Agung, 2019) h. 47
24
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 65
25
“Al-Quran dan Terjemah” (Jakarta : PT. Suara Agung, 2019) h. 48
26
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 65
َقاَل آِخ ُر آَيٍة ُأْنِز َلْت ِم ْن اْلُقْر آِن َيْس َتْفُتوَنَك ُقْل اُهَّلل ُيْفِتيْمُك يِف اْلاَلَك ِةَل
“Al Barra' dia berkata, "Ayat Al-Qur'an yang terakhir diturunkan adalah
'YASTAFTUUNAKA QULILLAHU YUFTIIKUM FIL KALAALAH (Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah…) ' (QS. An-Nisa`: 176). 27
Ayat yang turun terakhir menurut hadits al-Barra’ ini, adalah
berhubungan dengan masalah warisan.28
5. Pendapat yang lain mengatakan bahwa surat yang terakhir turun adalah
Surat Bara’ah.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Barra’
َع ْن اْلَرَب اِء َأَّن آِخ َر ُس وَر ٍة ُأْنِز َلْت اَت َّم ًة ُس وَر ُة الَّتْو َبِة
“Dari Barra', bahwa surat terakhir yang diturunkan secara sempurna adalah
surah Al Bara`ah.29
6. Ada juga yang mengatakan bahwa yang terakhir turun adalah surat al-
Maidah.
Berdasarkan hadits Imam at-Tirmidzi dari Abdullah bin Amru;
َقاَل آِخ ُر ُس وَر ٍة ُأْنِز َلْت اْلَم اِئَد ُة
“Dari Abdullah bin 'Amru ia berkata, "Surat yang terakhir diturunkan adalah
surah Al Ma`idah."30 Menurut Syeikh Manna al-Qaththan surat ini adalah surat
yang terakhir kali turun dalam masalah halal dan haram, sehingga tak ada satu
hukum pun yang dihapus didalamnya.31
7. Ada juga mengatakan bahwa yang terakhir turun adalah ayat,
ۖ َفاْس َت َج اَب َلُهْم َر ُّبُهْم َأ ِّن ي اَل ُأ ِض يُع َع َم َل َعاِم ٍل ِم ْن ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َأ ْو ُأ ْنَثٰى ۖ َبْع ُض ُك ْم ِم ْن َبْع ٍض
27
An-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, “Shohih Muslim” (Beirut; Dar Ihya’ at-
Turats al-Arabi. 1991) h. 1234
28
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 65
29
An-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, “Shohih Muslim” (Beirut; Dar Ihya’ at-
Turats al-Arabi. 1991) h. 1236
30
At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah, “Sunan at-Tirmidzi al-Jami al-Kabir”,
(Kairo; Dar at-Tashil 2014) Jilid 4 h. 241
31
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 66
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain.32
Pendapat ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Mardawaih
mealui Mujahid, Ummu Salamah dia berkata, “Ayat yang diturunkan terakhir
kali adalah ayat, “Maka tuhan memperkenankan permohonan mereka,
sesungguhnya aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal
di antara kamu...” sampai akhir ayat tersebut.”33
Sebab wurudnya hadits ini adalah pertanyaan Ummu Salamah, Wahai
Rasulullah, aku melihat Allah menyebutkan kaum lelaki akan tetapi tidak
menyebutkan kaum perempuan, maka turunlah ayat,
ۚ َو اَل َتَت َم َّنْو ا َم ا َفَّض َل الَّلُه ِب ِه َبْع َض ُك ْم َعَلٰى َبْع ٍض
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.”34
Dan turun pula,
َّن اْلُمْس ِل ِم يَن َو اْلُمْس ِل َم اِت َو اْلُم ْؤ ِم ِن يَن َو اْلُم ْؤ ِم َنا ِت َو اْلَق ا ِنِت ي َن َو اْلَق ا ِن َت اِت
ِإ
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,....” 35
Serta turun ayat,
32
“Al-Quran dan Terjemah” (Jakarta : PT. Suara Agung, 2019) h. 76
33
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 66
34
“Al-Quran dan Terjemah” (Jakarta : PT. Suara Agung, 2019) h. 83
35
“Al-Quran dan Terjemah” (Jakarta : PT. Suara Agung, 2019) h. 422
36
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 66
Dari riwayat itu, jelas bahwa ayat tersebut adalah ayat yang terakhir
turun di antara ketiga ayat tersebut, juga yang terakhir turun di antara ayat-
ayat yang di dalamnya disebutkan kaum perempuan.
8. Ada yang berpendapat, ayat yang terakhir turun adalah
﴿ َو َمْن َيْق ُت ْل ُم ْؤ ِم ًنا ُم َتَع ِّم ًد ا َفَج َز اُؤ ُه َج َهَّنُم َخ اِل ًد ا ِف يَها َو َغِض َب الَّلُه َعَلْي ِه َو َلَعَنُه َو َأ َعَّد َلُه َعَذ ااًب َع ِظ يًم ا
٩٣﴾
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya,
dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”37
Ini didasarkan pada hadits;
ىَل اْبِن َع َّباٍس َفَس َأْلُتُه َع َهْنا َفَقاَل َنَز َلْت َه ِذِه اآْلَيُة َو َمْن َيْقُتْل ُمْؤ ِم ًنا ُم َتَع ِّم ًد ا َفَجَز اُؤ ُه َهَجُمَّن َيِه آِخ ُر َم ا َنَز َل َو َم ا
ِإ
َنَس َخَها ْيَش ٌء
“Lalu Ibnu Abbas berkata, Yaitu ayat, "Dan barang siapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah jahanam, kekal ia di
dalamnya dan Allah murka kepadanya." (An Nisa: 93). Ayat ini adalah ayat yang
terakhir turun , tidak ada yang menghapusnya sedikitpun.” 38
Ungkapan “tidak ada yang menghapusnya oleh apa pun” itu
menunjukkan ayat ini adalah ayat yang terakhir turun dalam masalah hukum
membunuh mukmin dengan sengaja, di dalam penjelasan hadits juga dikatakan
bahwa ayat ini terakhir turun dari surah an-Nisa.
9. Ada juga pendapat yang mengatakan yang terakhir kali turun adalah surah
an-Nashr.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu
Abbas
ُع َبْي ِد اِهَّلل ْبِن َع ْب ِد اِهَّلل ْبِن ُع ْتَبَة َقاَل َقاَل يِل اْبُن َع َّباٍس َتْعُمَل َو َقاَل َه اُر وُن َتْد ِر ي آِخ َر ُس وَر ٍة َنَز َلْت ِم ْن اْلُقْر آِن
َنَز َلْت ِمَج يًع ا ُقْلُت َنَع ْم َذ ا َج اَء َنُرْص اِهَّلل َو اْلَفْتُح َقاَل َص َد ْقَت
ِإ
Al-Bukhari al-Jufi, Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah “Al-Jami Al-Musnad As-
38
Jumlah ayat
Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm az-Zarqâni dalam kitabnya Manâhil al-‘Irfân
fî ‘Ulûm al-Qur’an menyebutkan bahwa para penghitung jumlah ayat-ayat
Al-Qur’an sepakat pada angka 6200, tetapi berbeda pada puluhan dan
satuannya. Menurut hitungan ulama Madinah awal sebanyak 6217 ayat,
demikianlah pendapat Nâfi’. Menurut Ulama Madinah akhir sebanyak 6214
ayat, demikian pendapat Abi Syaibah dan sebanyak 6210 ayat menurut
Abu Ja’far. Menurut hitungan ulama Makkah sebanyak 6220 ayat.
Menurut ulama Kûfah sebanyak 6236 ayat, demikian pendapat Hamzah az-
Ziyât. Ulama Bashrah ada yang berpendapat bahwa ayat al-Qur’an
sebanyak 6204 ayat atau 6205 ayat dan ada juga yang mengatakan
sebanyak 6219 ayat sebagaimana dikatakan oleh Qatâdah. Menurut Ulama
39
An-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, “Shohih Muslim” (Beirut; Dar Ihya’ at-
Turats al-Arabi. 1991) h. 2318
40
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 67
Syâm sebanyak 6226 ayat sebagaimana dikatakan oleh Yahya ibn al-Hârits
adz-Dzumari.41
Sedangkan pada Mushaf al-Qur’an yang diterbitkan di Indonesia, jumlah
ayat al-Qur’an sebanyak 6236 ayat 42. Dengan telah menghitung basmalah
pada surat al-Fatihah sebagai ayat 1. Sedangkan setiap surat, selain surat 9
(At-Taubah), dimulai dengan basmalahtidak dihitung sebagai ayat. Andaikan
basmalahpada awal surat yang lain dihitung sebagai ayat 1 maka jumlah
ayat al-Qur’an ditambah 112 ayat sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 6.348
ayat.
6666 ayat
Angka 6.666 sebagai jumlah ayat Alquran cukup populer karena
memang cukup mudah dihafal. Sekali dengar, hampir dipastikan langsung
ingat dan tidak mudah dilupakan.
Hitungan angka 6.666 dapat ditemukan dalam beberapa keterangan,
antara lain dalam Nihayatuz-Zain fi Irsyadil-Mubtadi’in (Lebanon, t.th. cet. ke-
1/36) karya Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H/1897 M) dan At-Tafsir al-Munir
fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj, (Dar al-Fikr 2003, jilid 1/45) karya
Wahbah az-Zuhaily dalam kitabnya.
Pastinya, hitungan 6.666 tersebut tidak dimaksudkan menunjuk pada
urutan jumlah ayat Alquran. Sebab, jumlah ayat Alquran merujuk pada 7
pendapat di atas. Dalam keterangan Syekh Nawawi dan Syekh Wahbah
diketahui bahwa jumlah 6.666 tersebut dimaksudkan untuk menunjuk
kandungan ayat Alquran.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut; al-amr (perintah) berjumlah
1000, an-nahy (larangan) berjumlah 1000, al-wa’d (janji) berjumlah 1000, al-
wa’id (ancaman) berjumlah 1000, al-qasas wal-akhbar (kisah-kisah dan
informasi) berjumlah 1000, al-ibr wal-amtsal (pelajaran dan perumpamaan)
berjumlah 1000, al-haram wal halal (halal dan haram) berjumlah 500, ad-du’a
41
Al-Zarqâni, Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm, “Manâhil al-‘Irfânfî ‘Ulûm al-Qur’an”(Beirut:
Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi, t.t.) jld I, hlm.. 336.
42
Data jumlah ayat tersebut dihimpun dari Al-Qur’an dan Terjemahnya yang
diadakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama
Islam dan Pembinaan Syariah Departemen Agama Tahun 2007 dan telah ditashhih oleh Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama dan dicetak oleh CV. Nala Dana.
(doa) berjumlah 100, dan an-nasikh wal-mansukh (nasikh mansukh) berjumlah
66.43
Sistematika penyusunan ayat
Berdasarkan Ijma’ sebagian ulama sepakat mengenai penyusunan ayat
al-Quran itu bersifat tauqifi, berbeda dengan penyusunan surah yang memiliki
3 pendapat berbeda yaitu, tauqifi, ijtihadi, dan gabungan keduanya.44
Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan dan Abu Ja'far Ibnu Az-Zubair, dalam
Munasabah-nya, mengatakan, "Tertib ayat-ayat di dalam surat-surat itu
berdasarkan tauqifi dari Rasulullah dan atas perintahnya, tanpa dipersilisihkan
kaum muslimin." As-Suyuthi memastikan hal itu, katanya, "Ijma' dan nash-nash
yang serupa menegaskan, tertib ayat-ayat itu adalah tauqifi, tanpa diragukan
lagi." Jibril menurunkan beberapa ayat kepada Rasulullah dan menunjukkan
kepadanya di mana ayat-ayat itu harus diletakkan dalam surat atau ayat-ayat
yang turun sebelumnya. Lalu Rasulullah memerintahkan kepada para penulis
wahyu untuk menuliskannya di tempat tersebut. Beliau bersabda kepada
mereka, "Letakkanlah ayat-ayat ini pada surat yang di dalamnya disebutkan
begini dan begini, atau letakkanlah ayat ini di tempat anu." Susunan dan
penempatan ayat tersebut adalah sebagaimana yang disampaikan para sahabat
kepada kita.45
Ketika pengumpulan Al-Qur'an, Utsman selalu berada di tempat setiap
kali suatu ayat atau surat akan diletakkan di dalam mushaf, sekalipun ayat itu
telah mansukh hukumnya, tanpa mengubahnya. Ini menunjukkan, penulisan
ayat dengan tertib seperti itu adalah tauqifi.46 Kata Ibnu Az-Zubair, "Aku
mengatakan kepada Utsman bahwa ayat; Dan orang orang yang meninggal
dunia di antara kamu dengan meninggalkan istri istri...' (Al-Baqarah: 234) telah
dimansukh oleh ayat yang lain. Tetapi, mengapa anda menuliskannya atau
43
Az-Zuhaily, Wahbah, “At-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj”
(Damaskus; Dar Fikr, 2009) Jilid 1 h. 45
44
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 133
45
Hanbal, Ahmad bin, “ Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal”, (Lebanon; Dar al-Kotob
al-Ilmiyah 2008
46
membiarkannya dituliskan? Ia menjawab, 'Wahai putra saudaraku, aku tidak
mengubah sesuatu pun dari tempatnya'.47
Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa dari
surat-surat tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat ayat bersifat
tauqifi. Sebab jika susunannya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan
didukung oleh hadits-hadits tersebut. Diriwayatkan dari Abu ad-Darda dalam
hadits marfu’;
َأَّن الَّنَّيِب َص ىَّل اُهَّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل َقاَل َمْن َح ِفَظ َع َرْش آاَي ٍت ِم ْن َأَّو ِل ُس وَر ِة اْلَكْهف ُع ِص َم ِم ْن اَّدل َّج اِل
“Nabi ﷺbersabda, "Siapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal surah Al-Kahfi,
maka ia akan terpelihara dari (kejahatan) Dajjall." 48
Disamping itu, banyak juga riwayat yang menyebutkan bahwa
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca sejumlah surat dengan tertib
ayat-ayatnya dalam shalat atau dalam khutbah Jum'at, seperti surat Al-Baqarah,
Ali Imran dan An-Nisaa'. Juga diriwayatkan secara shahih, bahwa Rasulullah
membaca surat Al-A'raf dalam shalat maghrib. Beliau juga membaca surat Alif
Lam Mim Tanzil (As-Sajdah) dan Hal ata 'alal insan (Ad-Dahr) dalam shalat
subuh di di hari Jum'at. Beliau pun membaca surat Qaf pada waktu khutbah;
surat Al-Jumu'ah dan surat Al-Munafiqun dalam shalat Jum'at.49
Dengan demikian, susunan ayat-ayat Al-Qur'an seperti yang ada dalam
mushaf yang beredar di antara kita adalah tauqifi, tanpa diragukan lagi.
Komentar As-Suyuthi, setelah menyebutkan hadits-hadits berkenaan dengan
surat-surat tertentu, "Pembacaan surat-surat yang dilakukan Nabi di hadapan
para sahabat itu menunjukkan bahwa tertib atau susunan ayat-ayat Al-Qur'an
adalah tauqifi. Maka sampailah susunan ayat seperti demikian kepada tingkat
mutawatir.50
47
Al-Bukhari al-Jufi, Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah “Al-Jami Al-Musnad As-
Shahih Al-Mukhtadhar Min Umuri Rasulullah Wa Sunnahi Wa Ayyamihi” (Pakistan: al-Busyra
2016) h. 1976
48
An-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, “Shohih Muslim” (Beirut; Dar Ihya’ at-
Turats al-Arabi. 1991) h. 555
49
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” , (Kairo; Maktabah Wahbah.
1995) h. 134
50
As-Suyuthi, Jalaluddin, “al-Itqan fi Ulumil Qur’an”, (Saudi; al-Auqos wad Dakwah wal
Irsyad) h. 61
Kesimpulan
Berdasarkan penulisan makalah di atas bahwa kami menyimpulan Ilmu
Tartib al-Suwar adalah ilmu yang membahas tentang mekanisme penyusunan
surah secara tertib. Awal dan akhir al-Quran terdapat banyak sekali pendapat
mengenai hal tersebut, akan tetapi pendapat yang kuat adalah al-Alaq 1-5
sebagai ayat yang turun pertama sedangkan, al-Mudatssir sebagai surah yang
turun pertama secara utuh. Jumlah ayat di dalam al-Qur’an adalah 6200 ayat,
akan tetapi terjadi perbedaan bilangan satuan dan puluhannya berdasarkan
qira’at para imam. Sedangkan sistematika penyusunan ayat disepakati itu
adalah tauqifi dan tidak ada pertentanagn didalamnya berdasarkan hujjah dari
Nabi ﷺ.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Afriqi, Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzur. Lisan al-‘Arab. Beirut:
Dar Sadir.
Al-Bukhari al-Jufi, Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah. Al-Jami Al-
Musnad As-Shahih Al-Mukhtadhar Min Umuri Rasulullah Wa Sunnahi Wa
Ayyamihi. Pakistan: al-Busyra 2016.
Al-Qatthan, Manna Khalil, “Mabahits fi Ulumil Qur’an” . Kairo;
Maktabah Wahbah, 1995.
Al-Quran dan Terjemah. Jakarta: PT. Suara Agung, 2019.
Al-Zarqâni, Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm, Manâhil al-‘Irfânfî ‘Ulûm al-
Qur’an. Beirut: Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi.
An-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim. Beirut: Dar
Ihya’ at-Turats al-Arabi, 1991.
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan pengantar ilmu Al Qur’an. Jakarta:
Bulan Bintang, 1992.
As-Suyuthi, Jalaluddin. al-Itqan fi Ulumil Qur’an. Saudi: al-Auqos wad
Dakwah wal Irsyad.
At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah. Sunan at-Tirmidzi al-Jami
al-Kabir. Kairo: Dar at-Tashil 2014.
Az-Zuhaily, Wahbah, “At-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-
Manhaj. Damaskus: Dar Fikr, 2009.
Hanbal, Ahmad bin, “ Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal”, (Lebanon;
Dar al-Kotob al-Ilmiyah 2008
Ibnu Katsir Abu Fida Ismail ibnu Umar, Tafsir al-Quran al-Adzim.
Beirut-Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1998.
Liliek Channa dan Syaiful Hidayat, Ulumul Qur’an dan Pembelajarannya.
Surabaya: Kopertais IV Press, 2010.