Anda di halaman 1dari 6

ILMU LADUNNI / ILMU WAHBI

Ilmu Ladunni / Ilmu Wahbi


Oleh: Faqih Nur Fajry
Posting di Blok Ikatan Alumni PP. Mambaul Ulum Bata Bata
Dewan Pengurus Kecamatan (DPK) Larangan / IKABA Larangan

BAB I
PENDAHULUAN

Dari sudut pandang Epistemologi Ilmu, manusia mendapatkan ilmu melalui dua cara:

1. Dari usaha belajar (observasi empiris dan penalaran rasional)


2. Didapat dengan tanpa usaha belajar (wahbi).
Pembahasan dalam makalah ini fokus pada yang nomor dua yaitu ilmu yang didapat dengan tanpa
usaha belajar, yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut ilmu ladunniy. Laduni juga dapat di sebut ilmu
mukasyafah, ilmu wahbi, ilmu ilham, ilmu ilahi[1] bahkan ada yang menyebutnya sebagai intuisi[2]
Ilmu laduni /ilmu mauhub, menurut Syaikh Maulana Zakariyya dalam kitabnya Fadhilah Al-Qur’an,
merupakan salah satu ilmu yang harus dimiliki oleh orang yang ingin menjadi ahli tafsir Alqur’an.
Disamping harus mengusai 14 cabang ilmu lainnya seperti ilmu lughah, nahwu, saraf, balaghah,
isytiqoqo, ilmu alma’ani, badi’, bayan, fiqh, aqidah, asbabunuzul, nasikh mansukh, ilmu qiraat, ilmu
hadits, usul fiqah ( hukum-hukum furu’) dan ilmu mauhub[3]
Visi baru para ilmuan menemukan bukti porsi intelektualitas manusia hanya merupakan bagian
terkecil dari totalitas kecerdasan manusia. Kalangan ilmuan menemukan tiga bentuk kecerdasan
dalam diri manusia, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan
spiritual (SQ).[4] Dalam hal ini Ilmu ladunniy masuk pada catagori yang ketiga yaitu kecerdasan
spiritual (SQ).

Untuk memudahkan pemahaman, maka rumusan masalah dalam makalah ini berkisar pada
pertanyaan berikut:

1. Adakah dalil Al-Qur’an tentang keberadaan ilmu wahbi/ladunni serta bisa dimiliki
manusia?
2. Apa ilmu wahbi/ladunni itu?.
3. Apa semua intuisi termasuk ilmu wahbi/ladunni dalam perspektif Alqu’ran?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat Dan Terjemah
َ ‫عبْدًا ِمنْ ِعبَا ِدنَا آَتَيْنَاه َر ْح َمةً ِمنْ ِعنْ ِدنَا َو‬
‫علَّ ْمنَاه ِمنْ لَدنَّا ِعلْ ًما‬ َ ‫فَ َو َجدَا‬
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami” (SQ. Al-Kahfi 65)
B. Ma’na Ijmali

Ayat ini memaparkan tentang pertemuan nabi musa (bersama muridnya Yusak) dengan seorang
hamba Allah yaitu nabi khidir, diterangkan dalam ayat ini bahwa nabi khidir adalah seorang hamba
shaleh yang dikaruniai rahmat dan ilmu laduni /ilmu wahbi

C. Makna Tahlili
َ ‫عبْدًا ِمنْ ِعبَا ِدنَا آَتَيْنَاه َر ْح َمةً ِمنْ ِعنْ ِدنَا َو‬
‫علَّ ْمنَاه ِمنْ لَدنَّا ِع ْل ًما‬ َ ‫فَ َو َجدَا‬

Ayat ini merupakan salah satu dalil adanya ilmu wahbi/ladunni. Dalam ayat ini diterangkan, bahwa
hamba yang dianugerahi Ilmu laduni adalah nabi Khidir, sehubungan dengan hal ini, dalam literatur
kitab-kitab salaf ditulis bahwa ilmu ladunniy tidak hanya di peroleh nabi Khidhir saja, akan tetapi
bisa diraih oleh nabi-nabi yang lain, bahkan dapat diperoleh selain para Nabi, baik seorang wali atau
shufi.

Ibnu Hajar al-Haitami menyampaikan bahwa dalam Risalah al-Qusyairiyyah dan Awarif al-Awarif (as-
Suhrawardi) tentang wali yang mendapatkan khabar ghaib sangat banyak . beliau juga menuturkan
bahwa mengetahui ilmu ghaib adalah bagian dari karamah. Mereka dapat memperoleh dengan cara:

1. Di khithab-i (sabda) secara langsung.


2. Di bukakannya hijab (kasyf).
3. Di bukakan kepadanya lauh mahfuzh sehingga dapat mengetahuinya . (Fatawi Haditsiyyah
hlm. 222 ).[5]

Adapaun dalil dan bukti bahwa ilmu tersebut bisa diperoleh oleh hamba yang taat dan bersih adalah:

1. Ayat al-Qur’an surat an-Nisa’ :113 tentang Nabi Muhammad yang menerima ilmu yang
berkaitan dengan hukum-hukum dan hal ghaib.

‫علَّ َمكَ َمالَ ْم تَكُ ْن تَعْلَ ُم‬


َ ‫َو‬

“Dan (Allah) telah mengajari dirimu ilmu yang engkau tidak menegtahuinya”
1. Ayat al-Qur’an surat Yusuf : 68 tentang Nabi Ya’qub yang menerima ilham dari Allah:

َ ‫َو ِإنَّهُ لَذُ ْوعِلْ ٍم ِل َما‬


‫علَّ ْمنا َ ُه‬

“Sungguh Dia (Ya’qub) adalah orang yang mempunyai ilmu, karena Kami telah mengajarinya”
1. Hadits riwayat Muslim dalam Shahih-nya:

ِ ‫سلَّ َم أَنَّهُ كَانَ يَقُو ُل قَدْ كَانَ يَكُو ُن فِي ْاْل ُ َم ِم قَبْلَكُ ْم ُم َحدَّثُونَ فَإِ ْن يَكُ ْن فِي أُ َّمتِي ِمنْ ُه ْم أَ َحدٌ فَإِنَّ عُ َم َر بْنَ الْخَطَّا‬
‫ب ِمنْ ُه ْم قَا َل ابْ ُن‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَيْ ِه َو‬ َ ِ ‫ع ْن النَّبِي‬
َ
ْ ُ ُ ‫ب تَفْس‬
َ‫ِير ُم َحدَّثونَ ُمل َه ُمون‬ ٍ ‫َو ْه‬
“Dari Nabi Muhammad Saw, bahwa beliau bersabda: ‘Di dalam umat-umat sebelum kalian ada para
muhaddatsun, maka jika ada satu dari umatku yang termasuk di dalamnya, maka sesungguhnya
‘Umar bin Khaththab adalah salah satu dari mereka.[6]
’ Ibnu Wahb mengatakan: ‘Tafsir Muhaddatsun adalah orang-orang yang diberi ilham.” Hadits ini
mengantarkan kepada satu pemahaman bahwa ilmu ilham bisa didapatkan oleh selain Nabi Khidhir,
seperti Sayyidina ‘Umar dan lain-lain.[7]
Sebagaimana teks yang ditulis dalam ayat ini memakai kata ‫عبْدًا م ِْن ِع َبا ِدنَا‬ َ (hamba sebagian dari hamba-
hambaku), dan ‫ع َّل ْمنَا ُه م ِْن َلدُ َّنا ع ِْل ًما‬
َ ‫( َو‬Dan Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi kami) dua lafadz yang
berkaitan dalam artian bahwa yang berpotensi mendapatkan ilmu laduniy adalah para hamba dan
kekasih (Auliya) Allah. maka dari pernyataan ini, timbul tiga pertanyaan yang akan menjadi
pembahasan dalam sub bab ini, ketiga pertanyaan itu adalah:
1. Apa itu ilmu ladunniy / ilmu Wahbi?
2. Siapakah yang dimaksud hamba-hamba Allah yang berpotensi mendapatkan ilmu ladunniy?
3. Bagaimana cara meraihnya?
• Ilmu Wahbi / Ilmu Ladunni
Ilmu ladunni adalah ilmu yang muncul di dalam rahasia hati hamba Allah dengan tanpa sebab-sebab
usaha belajar,[8]yang diberikan kepada hamba-hambaNya yang taqwa. Suatu ilmu yang muncul
dalam hati tanpa melalui usaha belajar terbagi menjadi dua:[9]
1. Ilham (khusus para wali Allah)
2. Wahyu (khusus para nabi)
Al-Biqa’i mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata (‫ ) لدن‬ladun untuk sesuatu yang tidak
tampak. Dengan demikian ilmu ladun adalah ilmu batin yang tersembunyi, yang pasti hal tersebut
adalah milik dan berada di sisi Allah semata-mata. Pakar-pakar tasawuf menamai ilmu yang berdasar
mukasyafah (tersingkapnya sesuatu dengan cahaya kalbu), dengan ilmu ladunniy / ilmu wahbi.[10]
• Yang Berpotensi Meraih Ilmu Wahbi
Dalam menafsirkan ayat diatas Al-Biqa’i memaparkan (sebagaimana dikutip M. Qurish Shibab):
Hamba Allah yang tekun dalam pengolahan jiwa dengan memperindah lahiriyahnya dengan ibadah,
sambil menjauhi akhlaq yang buruk, dan menghiasi diri dengan akhlaq yang luhur dan bersungguh-
sungguh mengasah potensi ruhaniyahnya yang diistilahkan oleh al-biqa’i dengan potensi hissiyah,
khayaliyah dan wahmiyah, maka dia akan meraih potensi ‘aqliyah yang sangat jernih lagi kuat. Jiwa
manusia berdasar fitrahnya adalah anugerah Ilahi yang bersifat nuraniyah sehingga sangat kuat
kemampuannya untuk menerima tuntunan dan anugerah Ilahiyah, dan dapat menampung limpahan
cahaya Ilahi dari alam kudus dalam bentuk sempurna. Dan ini pada gilirannya menjadikan ia meraih
ma’rifat dan pengetahuan tanpa fikir. Dan itulah yang dinamai ilmu ladunniy.[11]
Dalam bukunya rakaiz al-Iman, Muhammad al-Ghazali mengemukakan tiga unsur pokok yang
merupakan hakikat seorang hamba:[12]
1. Si pengabdi tidak menganggap apa yang berada dalam genggaman tangannya sebagai
miliknya, karena yang dinamai hamba tidak memiliki sesuatu. Apa yang dimilikinya adalah
milik tuannya
2. Segala usahanya hanya berkisar pada mengindahkan apa yang diperintahkan oleh siapa
yang kepadanya ia mengabdi
3. Tidak memastikan sesuatu untuk dia laksanakan kecuali mengaitkan dengan izin dan restu
siapa yang kepadanya dia mengabdi.
• Cara Meraiah Ilmu Wahbi
Untuk meraih ilmu wahbi sebagaimana telah banyak dikupas diatas, seseorang akan sangat
berpotensi meraih Ilmu Wahbi, apabila dia bisa menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang shaleh
dan taqwa kepadaNya,walau ketaqwaan seorang hamba bukan bertujuan untuk mendapatkan ilmu
wahbi semata-mata akan tetapi yang lebih dari itu adalah untuk mendapat ridloNya. Al-Qur’an
menjelaskan bahwasanya taqwa adalah pembuka hidayat dan kasyfu, yang hal ini merupakan ilmu
yang didapat dengan tanpa belajar[13]
‫علِيم‬
َ ‫ّللا ِبك ِل ش َْيء‬
َّ ‫ّللا َو‬
َّ ‫ّللا َوي َعلِمكم‬
َ َّ ‫َواتَّقوا‬
“Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian, dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. “ (Qs. Al-Baqarah ayat 282)
Tersingkapnya ilmu suatu hal dan penuhnya nur keilmuan dalam hati para nabi dan auliya, bukan
dikerenakan mereka belajar dan menulis dalam kitab-kitab, tapi hal itu diperoleh karena:[14]
1. Ke-zuhud-an mereka (tidak serakah dengan harta duniawi),
2. Membersihkan diri dari ketergantungan pada hal-hal yang bersifat duniawi,
3. Memberbersihkan hati dari kesibukan duniwi, menghadapkan semua himmah dan
keinginan hanya kepada Allah.

Dalam bahasan diatas telah dijelaskan bahwa ilham dari Allah dikhususkan kepada para kekasihNya
/ auliya’, sebagaiman kita ketahui bahwa ilham adalah merupakan ilmu wahbi. Maka disini
timbullah pertanyaan: Dimanakah korelasi antara wali-wali Allah, taqwa dan ilmu wahbi itu
sendiri?. Pertanyaan itu bisa dijawab dengan argumen dibawah ini, perhatikan ayat ini

‫ الَّذِي َن آَ َمنوا َوكَانوا يَتَّقو َن‬، ‫علَي ِْه ْم َو َل ه ْم يَ ْحزَ نو َن‬ ِ َّ ‫أَ َل إِ َّن أَ ْو ِليَا َء‬
َ ‫ّللا َل َخ ْوف‬
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa. QS. Yunus Ayat 62-63
Dari ayat ini bisa diambil kesimpulan bahwasanya para wali Allah adalah orang orang yang beriman
dan selalu bertaqwa, dan dalam surah Al-Baqarah ayat 282, Allah berjanji akan memberikan ilmu
kepada orang-orang yang taqwa. Jelaslah bagi kita bahwa orang orang yang mendapatkan ilmu
wahbi itu adalah para hamba Allah yang shaleh yaitu para wali Allah yang selalu taqwa kepadaNya.
Pembenaran dari Al-Qur’an bahwa Ilwu wahbi/ Ilham (‫ من لدنه‬/ yang dari sisinya) khusus hanya bisa
diraih oleh hamba-hamba Allah yang taqwa saja, adalah ayat “Dan Takutlah kepada Allah niscaya
Allah akan mengajari kalian”,kata mengajari kalian,menunjuk pada ilmu wahbi bukan pada ilmu
kasbi, sebab apabila ayat ini menunjuk pada ilmu kasbi maka semua orang di dunia ini akan bodoh
kecuali orang orang yang taqwa. Pada kenyataannya orang fasik bahkan orang kafir banyak yang
pintar-pitar,
• · Intuisi samakah dengan Ladunni?
Dalam memahami intuisi, dalam makalah ini mungkin berbeda dengan yang lain, khususnya dalam
hal persamaan intuisi dengan ladunni, kami berpendapat bahwa intuisi dan ladunni ada sisi
persamaan dan perbedaannya.
Intuisi adalah kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas.
Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya dari dunia lain dan diluar kesadaran[15]. Dengan
mengacu pada definisi ini, semua bisikan/ pengetahun yang timbul dalam hati, baik itu yang
mendorong pada ridho atau murka Allah yang datangnya tanpa melalui penalaran rasional dan
intelektualitas, maka disebut intuisi, Siapapun orangnya, orang taqwa, fasik bahkan kafir
dimungkinkan mendapatkan pengetahuan secara intuitif.
Sedangkan ilmu ladunni / wahbi perspektif Al-Qur’an sebagaimana yang telah dibahas, tidak bisa
didefinikan sama dengan intuisi. Karena ilmu ladunni hanya diberikan pada hamba Allah yang taqwa
dalam rangka mendorang pada kebaikan.
Menurut imam Ghazali, sesuatu yang timbul dalam hati manusia terbagi pada dua bagian, yaitu:[16]
1. Bisikan yang mendorong menuju pada kebaikan / yang bermamfaat dalam rangka
menuju pada kehidupan akhirat, disebut Ilham, yang timbul disebabkan oleh malaikat.
2. Bisikan yang mendorong pada kejelekan / mudharat pada kehidupan dunia dan akhirat,
disebut waswas yang timbul disebabkan syaitan.
Dengan demikian siapapun bisa mendapatkan pengetahuan secara intuitif tapi tidak semua intuisi
yang diperoleh semua orang itu adalah ilmu lanunni/ ilham.
D. Pesan Pilosofi

Hikmah yang dapat kita petik dari ayat ini, ilmu Allah yang diraih kita sebagai manusia tidak sebatas
apa yang kita pelajari dan kita usahakan secara dzahir, melainkan apabila kita termasuk dari orang
orang yang bertaqwa maka kita berpotensi meraih ilmu secara langsung dari sisiNya yang dibisikkan
dalam hati kita, untuk menuntun kita menuju jalan yang diridloiNya .

BAB III
Kesimpulan

Ilmu wahbi/ Ilmu ladunni adalah ilmu yang muncul di dalam rahasia hati hamba Allah dengan tanpa
sebab-sebab usaha belajar, seseorang akan sangat berpotensi meraih ilmu wahbi apabila seseorang
tersebut:

1. Hamba Allah yang shaleh, yang taqwa kepadaNya.


2. Tekun dalam pengolahan jiwa
3. Memperindah lahiriyahnya dengan ibadah,
4. Menjauhi akhlaq yang buruk,
5. Menghiasi diri dengan akhlaq yang luhur
6. Bersungguh-sungguh mengasah potensi ruhaniyahnya yaitu potensi hissiyah, khayaliyah
dan wahmiyah,

Pengetahuan yang didapat dengan intiutif tidak dijamin bahwa itu ilmu ladunni / ilmu wahbi
perspektif Al-Qur’an, sebab syaitan pun bisa menjadi sebab timbulnya intuisi.
Daftar pustaka:

1. Al-Ghazali, ihya’ ulum al-din. Bairut: dar al-fikr


2. Shihab, M. Quraish (2002) tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an.
Jakarta: penerbit Lentera Hati.
3. http://as-salafiyyah.blogspot.com/2011/07/sejumput-tentang-ilmu-laduni-
diskusi_12.html unduhan tanggal 3/6/2012
4. http://yuliaonarchitecture.wordpress.com/2012/05/13/intuisi-dan-ilham/ unduhan
tanggal 3/6/2012
5. www.salafytobat.wordpress.com unduhan tanggal 3/6/2012
6. http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/tasauf/09/02/05/29676-isyarat-
isyarat-iq-eq-dan-sq-dalam-al-qur-an unduhan tanggal 3/6/2012
7. http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/11/intuisi.html unduhan tanggal 3/6/2012

[1] http://as-salafiyyah.blogspot.com/2011/07/sejumput-tentang-ilmu-laduni-diskusi_12.html
[2] http://yuliaonarchitecture.wordpress.com/2012/05/13/intuisi-dan-ilham/
[3] www.salafytobat.wordpress.com
[4] http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/tasauf/09/02/05/29676-isyarat-
isyarat-iq-eq-dan-sq-dalam-al-qur-an unduhan tanggal 3/6/2012
[5] http://as-salafiyyah.blogspot.com/2011/07/sejumput-tentang-ilmu-laduni-diskusi_12.html
[6] http://as-salafiyyah.blogspot.com/2011/07/sejumput-tentang-ilmu-laduni-diskusi_12.html
[7] ibid
[8] Al-Ghazali, ihya’ ulum al-din. Bairut: dar al-fikr juz 3 hal. 27
[9] Ibid. hal. 21
[10] M. Quraish shihab (2002) tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta:
penerbit Lentera Hati. Vol. 8 hal. 95
[11] Ibid.
[12] Ibid. Vol. 7 hal 402
[13] Al-Ghazali, ihya’ ulum al-din. Bairut: dar al-fikr juz 3 hal. 27
[14] Ibid hal. 21
[15] http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/11/intuisi.html
[16] Al-Ghazali, ihya’ ulum al-din. Bairut: dar al-fikr juz 3 hal. 29

Anda mungkin juga menyukai