Anda di halaman 1dari 17

PERLAKUAN TERHADAP BAYI

SEJAK DALAM KANDUNGAN HINGGA LAHIR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja III
Dosen Pengampu : Muhyidin Thohir, M.Pd.I

Disusun Oleh;
Rio Ananda(191270018)
Ayu Astuti (191270004)

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU ( IAIM NU )
METRO LAMPUNG
2021 M/1442 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah “Aswaja III” dengan tepat waktu. Meskipun waktu yang saya miliki dalam
penyelesaian makalah ini dirasa cukup, tetapi pastilah masih terdapat kekurangan dalam
penulisan makalah ini.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Aswaja III yang
membahas khusus mengenai “Perlakuan terhadap Bayi Sejak Dalam Kandungan Sampai
Lahir”. Tersusunnya makalah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan belajar
mahasiswa khususnya kelas reguler A.
Terimakasih kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan
berpartisipasi dalam penulisan makalah ini. Tetapi, saya menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Metro, 4 Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………….
BAB I I PEMBAHASAN
B. Perlakuan Bayi Dalam Kandungan……………………………………..4
C. Perlakuan Bayi Setelah Lahir…………………………………………...9
BAB III PENUTUP
D. Kesimpulan……………………………………………………………...15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….17

3
BAB I

PEMBAHASAN

A. Perlakuan Bayi dalam Kandungan


Di kalangan masyarakat jawa khususnya yang ada di pedesaan masih dilestarikan suatu
tradisi apabila si perempuan hamil maka keluarganya mengadakan selamatan/walimahan,
mereka menyebutnya “tingkepan”, sementara para santri menyebutnya “walimatul hamli”.

Kata tingkepan/tingkep berasal dari bahasa daerah/jawa : sing dienti-enti wis mathuk
jangkep (yang ditunggu-tunggu sudah hampir sempurna). Waktu pelaksanaan selamatan
tingkepan ini antara daerah satu dengan daerah lain tidak sama. Di sebagian daerah
dilaksanakan pada saat usia janin ± empat bulan, sedangkan di daerah lain dilaksanakan pada
saat usia janin tujuh bulan. Dalam upacara tingkepan yang mereka anggap sakral itu
dihidangkan beberapa jenis menu makanan khas, di samping itu disajikan juga secama
sesajen yang beraneka ragam.

Apakah upacara tingkepan (walimatul hamli) ini termasuk salah satu amalan sunnah atau
tidak? Ada dalil dari hadits nabi atau pendapat ulama salaf atau tidak? Persoalan inilah yang
menjadi faktor penyebab timbulnya pro dan kontra antara kelompok muslim yang satu
dengan kelompok muslim yang lain. Sebagian dari kelompok muslim di Indonesia ada yang
apriori, tidak mau malakukan bahkan ada yang bersikap ekstrim menolak dan berusaha untuk
memberantasnya. Mereka berargumentasi bahwa tradisi tersebut termasuk adat istiadat
jahiliyah (salah satu peninggalan Budha klasik). Oleh karena itu tidak pantas hal tersebut
diamalkan oleh umat muslim. Mereka mengemukakan sebuah dalil berupa hadits Nabi saw. :
‫ رواه البخاري‬.ُ‫ئ ليهريق َد َمه‬ ٍ ِ‫ َو ُم ْبت ٍَغ فِ ْي ْا ِإل ْسالَ ِم ُسنَّةَ ْال َجا ِهلِيَّ ِة َو ُمطَّل‬،‫اس إِلَى هللاِ ثَالَثَةٌ ُم ْل ِح ٌد فِ ْي ْال َح َر ِام‬
ٍ ‫ب َد َم ا ْم ِر‬ ِ َّ‫أَ ْبغَضُ الن‬
5 ‫ اهـ الجامع الصغير ص‬.‫عن ابن عباس‬

Artinya :

“Manusia yang paling dibenci oleh Allah ada tiga :

4
1.  Orang yang melakukan pelanggaran di tanah haram;

2.  Orang yang sudah memeluk Islam, akan tetapi masih mengamalkan tradisi kaum
jahiliyah;

3.  Orang yang menuntut darah orang lain agar orang lain itu dialirkan darahnya (yakni
menuntut hukum bunuh tanpa alasan yang benar)”.

Adapun kelompok sunni (umumnya warga nahdliyin) menyikapi budaya tingkepan


ini dengan fleksibel/lentur, mau menerima tidak apriori mau melakukan bahkan
melestarikannya, namun tidak serta-merta menerimanya secara total, akan tetapi
bertindak selektif, yang dilihat bukan tradisi atau budayanya tetapi nilai-nilai yang
dikandungnya.

Sebagaimana di sebut di awal bahwa dalam upacara tingkepan -biasanya dilakukan


oleh orang awam- itu ada hidangan khusus dan ada lagi sajian lain. Jika hal itu tidak
dipenuhi -menurut kepercayaan mereka- akan timbul dampak negatif bagi ibu yang
sedang hamil atau janin yang dikandungnya. Hidangan atau sajian dimaksud antara lain :

1.  Nasi tumpeng;

2.  Panggang ayam;

3.  Buceng/nasi bucu tujuh buah;

4.  Telur ayam kampung yang direbus tujuh butir;

5.  Takir pontang yang berisi nasi kuning;

6.  Nasi liwet yang masih dalam periok;

7.  Rujak, yang bahannya dari beraneka ragam buah-buahan;

8.  Pasung yang dibungkus daun nangka;

9.  Cengkir (buah kelapa gading yang masih muda).

10.   Sehelai daun talas yang diberi air putih;

5
11.   Seser (alat jaring untuk menangkap ikan);

12.   Sapu lidi;

13.   Pecah kendi di halaman rumah;

14.   Dan lain-lain.

Dengan melihat praktek dalam acara tingkepan yang demikian itu, maka wajarlah
kiranya ada kelompok yang besikeras, seratus persen menolaknya.

Bagi kelompok yang setuju, tidak langsung menolaknya, akan tetapi dengan sikap
selektif dan akomodatif, mereka menerima pelaksanaan acara selamatan tingkepan asalkan
di dalamnya tidak ada hal-hal yang berseberangan dengan syari’at (hal yang haram) dan
tidak pula merusak akidah (berbau syirik).

Shahibul walimah seharusnya mengerti bahwa :

1. Semua yang dihidangkan, baik yang berupa makanan yang dimakan di tempat atau
yang berupa berkatan jangan diniati yang bukan-bukan, akan tetapi berniatlah
menjamu para tamu dan bersedekah dengan harapan semoga dengan wasilah shadaqah
ini, Allah SWT. memberikan keselamatan kepada segenap anggota keluarga,
khususnya janin yang berada dalam kandungan serta sang suami dan isteri yang
sedang mengandung (selameto ingkang dipun kandut, selameto ingkang ngandut lan
selameto ingkang ngandutaken).
Bagi kita semua pasti sudah sama-sama faham bahwa yang namanya shadaqah
dengan segala macam bentuknya asalkan dengan niat yang ikhlas dan bahan-bahannya
halal, secara umum Rasulullah SAW. sangat menganjurkannya dan beliau jelaskan
pula fadlilahnya, sebagaimana sabda beliau :
a. Hadits riwayat Imam Rafi’i :
)264 :‫(الجامع الصغير ص‬  ‫ رواه الرافعي عن ثابت‬.‫ضيَافَ ِة‬
ِّ ‫ْت ال‬ ِ ‫ َوزَ َكاةُ ال َّد‬،ٌ‫لِ ُكلِّ َش ْي ٍء َز َكاة‬
ُ ‫ار بَي‬

Artinya :

6
“Setiap sesuatu itu ada alat pencucinya, pencuci untuk rumah/tempat tinggal
adalah menjamu para tamu”. (HR. Imam Rafi’i).

b. Hadits riwayat Imam Thabarani :


‫ رواه الطبراني‬.‫س ْو ِء‬
ُّ ‫س ْب ِعيْنَ بَابًا ِمنَ ال‬ ُ َ‫ص َدقَةُ ت‬
َ ‫س ُّد‬ َّ ‫ال‬

Artinya :

“Besedekah itu bisa menutup tujuh puluh macam pintu keburukan”. (HR. Imam
Thabarani).

c. Hadits riwayat imam Khatib :


‫ رواه الخطيب‬.‫ص َدقَةُ تَ ْمنَ ُع َس ْب ِع ْينَ نَوْ عًا ِمنَ ْالبَالَ ِء‬
َّ ‫ال‬

Artinya :

“Bersedekah itu bisa menolak tujuh puluh macam mala petaka/bala’”. (HR.
Imam Khatib)

2. Walimatul hamli/selamatan tingkepan adalah salah satu wujud tahadduts bin ni’mah
yakni memperlihatkan rasa syukur atas kenikmatan/ kegembiraan yang dianugerahkan
oleh Allah SWT. berupa jabang bayi yang berada dalam janin yang selama ini menjadi
dambaan pasangan suami dan isteri.
Ulama’ salaf memfatwakan : setiap ada suatu kenikmatan/kegembiraan disunatkan
mengadakan selamatan/bancaan mengundang sanak tetangga dan teman-teman
sebagaimana yang ditulis oleh syaikh Abd. Rahman Al-Juzairi dalam kitabnya “al-fiqhu
alal madzahibil arba’ah” juz II hal. 33 :

‫َان أَوْ لِ ْلقُ ُدوْ ِم ِمنَ ال َّسفَ ِر‬


ِ ‫س أَوْ لِ ْل ِخت‬
ِ ْ‫ َس َوا ٌء َكانَ لِ ْلعُر‬،‫ث ُسرُوْ ٍر‬
ِ ‫ يُ َس ُّن صُ ْن ُع الطَّ َع ِام َوال َّد ْع َوةُ إِلَ ْي ِه ِع ْن َد ُك ِّل َحا ِد‬:‫ال َّشافِ ِعيَّةُ قَالُوْ ا‬

‫ اهـ‬.‫ك ِم َّما ُذ ِك َر‬


َ ِ‫إِلَى َغي ِْر َذل‬

Artinya :

“Ulama Syafi’iyyah (pengikut madzhab Syafi’i) berpendapat : disunatkan membuat


makanan dan mengundang orang lain untuk makan-makan, sehubungan dengan

7
datangnya suatu kenikmatan/kegembiraan, baik itu acara temantenan, khitanan, datang
dari bepergian dan lain sebagainya”.

Wal-hasil, para warga yang hendak mengadakan walimatul hamli sudah barang tentu
harus menata hatinya dengan niatan yang benar dan mempunyai sikap arif dan bijak
dalam memilih dan memilah di antara beberapa hidangan dan sajian tersebut, mana yang
bisa diselaraskan dengan syari’at dan mana yang tidak, mana yang masih dalam koridor
akidah islamiyah dan mana yang tidak.

8
B. Perlakuan Bayi setelah Lahir
1. Azan dan Iqamah
Anak adalah titipan Ilahi. Anak merupakan amanah yang harus dijaga dengan baik.
Dalam upaya itulah seringkali orang tua berusaha sedemikian rupa agar kelak anak-
anaknya menjadi orang yang shaleh/sholehah berguna bagi masyarakat dan agama. Dalam
hal kesehatan jasmani, semenjak dalam kandungan oang tua telah berusaha menjaga
kesehatannya dengan berbagai macam gizi yang dimakan oleh sang ibu. Begitu juga
kesehatan mentalnya. Semenjak dalam kandungan orang tua selalu rajin berdoa dan
melakukan bentuk ibadah tertentu dengan harapan amal ibadah tersebut mampu menjadi
wasilah kesuksesan calon si bayi.
Oleh karena itu ketika dalam keadaan mengandung pasangan orang tua seringkali
melakukan riyadhoh untuk sang bayi. Misalkan puasa senin-kamis atau membaca surat-
surat tertentu seperti Surat Yusuf, Surat maryam, Waqiah, al-Muluk dan lain sebagainya.
Semuanya dilakukan dengan tujuan tabarrukan dan berdoa semoga si bayi menjadi seperti
Nabi Yusuf bila lahir lelaki. Atau seperti Siti Maryam bila perempuan dengan rizki yang
melimpah dan dihormati orang.
Begitu pula ketika sang bayi telah lahir di dunia, do’a sang Ibu/Bapak tidak pernah
reda. Ketika bayi pertama kali terdengar tangisnya, saat itulah sang ayah akan
membacakannya kalimat adzan di telinga sebelah kanan, dan kalimat iqamat pada telinga
sebelah kiri. Tentunya semua dilakukan dengan tujuan tertentu. 
Lantas bagaimanakah sebenarnya Islam memandang hal-hal seperti ini? Bagaimanakah
hukum mengumandangkan adzan dan iqamah pada telinga bayi yang baru lahir?
berdasarkan sebuah hadits dalam sunan Abu Dawud (444) ulama bersepakatn
menghukumi hal tersebut dengan sunnah :
‫عن عبيد هللا بن أبى رافع عن أبيــه قــال رأيت رســول هللا صــلى هللا عليــه وســلم أذن فى أذن الحســن بن علي حين ولدتــه فاطمــة‬
‫بالصالة‬
(444 ‫(سنن أبي داود رقم‬
Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ r.a Dari ayahnya, ia berkata: aku melihat Rasulullah saw
mengumandangkan adzan di telinga Husain bin Ali ketika Siti Fatimah melahirkannya
(yakni) dengan adzan shalat. (Sunan Abu Dawud: 444)

9
Begitu pula keterangan yang terdapat dalam Majmu’ fatawi wa Rasail halaman 112.
Di sana diterangkan bahwa: “yang pertama mengumandangkan adzan di telinga kanan
anak yang baru lahir, lalu membacakan iqamah di telinga kiri. Ulama telah menetapkan
bahwa perbuatan ini tergolong sunnah. Mereka telah mengamalkan hal tersebut tanpa
seorangpun mengingkarinya. Perbiatan ini ada relevansi, untuk mengusir syaithan dari
anak yang baru lahir tersebut. Karena syaitan akan lari terbirit-birit ketika mereka
mendengar adzan sebagaimana ada keterangan di dalam hadits. (Sumber; Fiqih Galak
Gampil 2010) .

2. Membersihkan Mulut Bayi


Mulut bagian atas dari dalam disebut al-hanak dan membersihkan mulut bayi itu
disebut Tahnik, artinya membersihkan mulut bagian atas bayi dari dalam dengan kurma
yang telah dimamah sampai benar-benar lumat. Bila tidak ada kurma dapat diganti dengan
buah-buahan manis lainnya. Hal ini mengikuti sunnah Nabi. Mungkin, tujuan dari
membersihkan mulut itu untuk mempersiapkan mulut sang bayi untuk dapat menyusu air
susu ibunya. Demi untuk mendapat keberkahan yang maksimal, sebaiknya seseorang yang
dipilih untuk melakukan tahnik itu adalah seorang yang bertakwa kepada Allah swt.

3. Pelaksanaan Aqiqah disertai Menyukur Rambut dan Pemberian Nama


Ketika Islam mengajarkan kepada kita tentang sesuatu, tentulah tujuan utamanya untuk
kemaslahatan manusia itu sendiri.
a. Mencukur Rambut
Mencukur rambut, diawali dengan membaca Basmalah dan arah mencukur rambut
dari sebelah kanan ke kiri. Rambut harus dicukur bersih, tidak boleh belang-belang.
Seperti sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra. bahwa: “Nabi Muhammad
Saw. Melihat seorang bayi laki-laki yang dicukur sebagian kepalanyadan ditinggalkan
yang lainnya. Maka beliau melarang mereka melakukan hal itu dan bersabda: “cukurlah
olehmu dan tinggalkan seluruhnya.”Hal ini karena Rosulullah Saw. Menginginkan
seorang muslim bisa tampil ditengah-tengah masyarakat dengan penampilan yang
layak. Sedangkan mencukur sebagian rambut dan membiarkan bagian yang lain tumbuh
bertentangan dengan kehormatan dan keindahan penampilan seorang muslim.

10
Rambut hasil cukuran kemudian ditimbang dan berat hasil cukuran yang sudah
ditimbang, beratnya dijadikan sebagai dasar untuk bersedekah berupa emas atau perak.
Nilai tukar emas dan perak tersebut bisa diwujudkan berupa uang sesuai dengan harga
emas dan perak dipasaran. Kemudian disedekahkan kepada fakir miskin atau anak
yatim. Selesai ditimbang rambut tersebut ditanam dalam tanah.
Adapun dalil yang menjadi dasar praktik tersebut adalah:
1) Imam Malik meriwayatkan hadist dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya. Ia
berkata: “Fatimah ra. Menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu
Kultsum, lalu berat timbangan rambut tersebut diganti dengan perak dan
disedekahkan.”
2) Ibnu Ishaq meriwayatkan hadist dari Abdullah bin Abu Bakar, dari Muhammad
bin Ali bin Husain ra., ia berkata: “Rosulullah melaksanakan aqiqah berupa seekor
kambing untuk Hasan. Beliau bersabda “Fatimah cukurlah rambutnya”. Fatimah
kemudian menimbangnya dan timbangannya mencapai ukuran perak seharga satu
dirham atau setengan dirham”.

b. Pemberian Nama
Waktu penamaan anak cukup longgar. Boleh menamainya pada hari kelahirannya
atau pada hari ke tujuh, masing-masing memiliki dasar hukumnya. Imam Al-Bukhari
dan Muslim membawakan suatu hadits dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi, dia berkata.
“Al-Mundzir bin Usaid dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada hari kelahirannya. Rasulullah memangkunya. Sedangkan ayahnya duduk.
Rasulullah memainkan sesuatu di hadapan sang bayi. Abu Usaid meminta orang lain
untuk mengambil Usaid dari pangkuan Rasulullah. Maka diambillah bayi itu dari
pangkuan Rasulullah, Rasulullah bertanya : “Dimana bayinya”. Abu Usaid menjawab :
“Kami pindahkan wahai Rasulullah”. Lalu beliau bertanya : “Siapa namanya?”.
Ayahnya menjawab : “Fulan”. Rasulullah menyanggah : “Tidak, namanya (yang tepat)
Al-Mundzir”.
Sebelum bayi lahir, pada lazimnya kedua orang tua sudah merencanakan beberapa
nama bagi bayi laki-laki atau bayi perempuan mereka. Kadangkala, terjadi

11
ketidaksepakatan sampai bayi sudah lahir beberapa hari, sampai bisa terjadi sianak
menyandang dua nama.
Rasulullah bernama Muhammad yang berarti terpuji oleh mereka yang dilangit dan
dibumi. Ayah beliau bernama Abdullah yang berarti penyembah Allah, Ibu beliau
bernama Aminah yang berarti yang dapat dipercaya. Yang menyusui beliau bernama
Halimah yang berarti sabar bijaksana, dan as-Sadiyah dari keluarga Bani Saad yang
berarti bahagia.
Jadi, seorang yang telah mencapai lima tujuan berikut ini, dialah orang yag paling
mulia.
1) Terpuji dilangit dan dibumi.
2) Penyembah Allah.
3) Jujur, Dapat dipercaya.
4) Sabar, Bijaksana.
5) Bahagia sejahtera.

c. Aqiqah
Pelaksanaan Aqiqah hendaknya dilakukan pada hari ketujuh. Dalam pelaksanaan
itu, orang tua diperintahkan menggunduli rambut bayi dan memberi nama yang baik,
sebagaimana disabdakan Rasulullah saw.

ُ‫ق َر ْأسُـه‬
ُ ‫ُكلُّ ُغالَ ٍم َر ِهيْـنَـةٌ بِـ َعـقِـ ْيقَتِ ِه تُ ْذبَ ُـح عَـ ْنـهُ يَـوْ َم َسابِـ ِعـ ِه َويُـ َسـ َّمى فِيْـ ِه َويُـحْ لَـ‬
“Setiap anak yang lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dan
pada hari itu ia diberi nama dan digunduli rambutnya.” (Hadits Sahih Riwayat
Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).
Arti aqiqah ialah kambing yang dipotong untuk mensyukuri kelahiran bayi yang
dilakukan pada hari ketujuh. Hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah, tetapi Aliman
Allith dan Daud Adhahiri berpendapat wajib. Pelaksanaanya seperti kurban waktu Idul
Adha, tetapi aqiqah tidak boleh secara patungan. Sabda Rasulullah saw. Riwayat
Samirah : “Tiap bayi yang terlahir tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih
pada hari ketujuh, lalu dicukur rambutnya dan diberi nama. Lebih afdhal lagi bila
untuk bayi laki-laki dua ekor kambing dan untuk perempuan seekor, meskipun untuk
laki-laki diperbolehkan seekor, sebagaimana Rasulullah menyembelih seekor domba

12
untuk al-Hasan dan seekor untuk al-Husain, cucu-cucu beliau.
Kalau bertemu Hari kurban dengan hari aqiqah, cukup sekali saja penyembelihan
untuk dua keperluan tersebut.
Merupakan satu paket, memberi nama yang baik dan dicukur rambutnya
seluruhnya atau sebagian, lalu ditimbang dengan berat emas atau perak dan
disedekahkan harga atau nilai emas atau perak tersebut, lalu dikhitan.
Aqiqah merupakan petunjuk agama. Selamatan dengan menyembelih domba,
separo dibagikan kepada fakir miskin dan separo dihadiahkan dan dimakan sendiri
(sekeluarga).

4. Khitan
Dasar disyariatkan khitan dalam agama Islam ialah sabda Rasulullah saw. Ibrahim
khalil ar-Rahman melakukan khitan tatkala sudah berusia delapan puluh tahun. Dia
berkhitan dengan menggunakan al-kadum (kampak). Ada yang mengartikan al-
kadum sebagai sebuah tempat atau kota, ada pula yang mengartikannya sebagai
bagian paling depannya (ujung).
Allah dan Rasul-Nya menyuruh umatnya untuk mengikuti jejak agama Ibrahim.
Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad), Ikutilah agama Ibrahim seorang
yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang zagh.
Diantara ajaran Ibrahim adalah khitan. Umat Islam sepakat disyariatkannya khitan,
tetapi berselisih pendapat tentang hukumnya.
a. Imam SyafiI mewajibkan khitan untuk pria dan wanita, juga banyak ulama lain.
b. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah dan lain-lain berpendapat sunnah bagi laki-
laki dan perempuan.
c. Banyak ulama lain berpendapat wajib bagi laki-laki saja dan bagi perempuan
tidak wajib.
d. Banyak ulama berpendapat sunnah untuk laki-laki dan penghormatan untuk
perempuan.
e. Ada yang berpendapat sunnah untuk laki-laki dan pengaiayaan atau kezaliman
bila dilakukan pengurangan bagi perempuan.

13
Waktu khitan adalah dari mulai lahir sampai sebelum balig dan disunnahkan satu
minggu atau empat belas hari atau dua puluh satu setelah lahir.
Dengan khitan, dibuanglah tempat tinggal dan bersembunyinya kotoran agar bersih
suci selamanya.
Menurut para dokter dengan dikhitan, kesehatan akan lebih terpelihara dan lebih
banyak terhindar dari penyakit kanker dan gangguan lainnya. Juga, bersih
penggunaan, yaitu tidak untuk berbuat yang diharamkan oleh Islam.

14
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa,
Adapun kelompok sunni (umumnya warga nahdliyin) menyikapi budaya tingkepan ini dengan
fleksibel/lentur, mau menerima tidak apriori mau melakukan bahkan melestarikannya, namun
tidak serta-merta menerimanya secara total, akan tetapi bertindak selektif, yang dilihat bukan
tradisi atau budayanya tetapi nilai-nilai yang dikandungnya.

Sebagaimana di sebut di awal bahwa dalam upacara tingkepan -biasanya dilakukan oleh
orang awam- itu ada hidangan khusus dan ada lagi sajian lain. Jika hal itu tidak dipenuhi
-menurut kepercayaan mereka- akan timbul dampak negatif bagi ibu yang sedang hamil atau
janin yang dikandungnya.

Ketika sang bayi telah lahir di dunia, do’a sang Ibu/Bapak tidak pernah reda. Ketika bayi

pertama kali terdengar tangisnya, saat itulah sang ayah akan membacakannya kalimat adzan di

telinga sebelah kanan, dan kalimat iqamat pada telinga sebelah kiri. Tentunya semua dilakukan

dengan tujuan tertentu. 

Mulut bagian atas dari dalam disebut al-hanak dan membersihkan mulut bayi itu disebut

Tahnik, artinya membersihkan mulut bagian atas bayi dari dalam dengan kurma yang telah

dimamah sampai benar-benar lumat. Bila tidak ada kurma dapat diganti dengan buah-buahan

manis lainnya. Hal ini mengikuti sunnah Nabi. Mungkin, tujuan dari membersihkan mulut itu

untuk mempersiapkan mulut sang bayi untuk dapat menyusu air susu ibunya.

Kemudian perlakuan terhadap bayi selanjutnya yaitu pelaksanaan aqiqah yang disertai

dengan pemotongan rambut dan pemberian nama sang bayi.

Dan yang terakhir yaitu khittan, waktunya yaitu dari lahir sampai sebelum baligh. Dasar

disyariatkan khitan dalam agama Islam ialah sabda Rasulullah saw. Ibrahim khalil ar-Rahman

15
melakukan khitan tatkala sudah berusia delapan puluh tahun. Dia berkhitan dengan

menggunakan al-kadum (kampak).

16
DAFTAR PUSTAKA

Khoiruon Nahdliyin, Ahlussunah Wal Jamaah. LKPSM. Yogyakarta. 1999

Muhammad Tolhah Hasan, Ahlussunah Waljamaah dalam Persepsi dan Trandisi NU. Lantabora
Press. Jakarta. 2006

http://ahlussunah-wal-jamaah.blogspot.com/2011/08/walimatul-hamli.html

http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/06/makalah-perlakuan-terhadap-bayi-yang.html

17

Anda mungkin juga menyukai