PENDAHULUAN
sebab lembaga wakaf dalam ajaran Islam hakikatnya bukan hanya sebagai
kebutuhan sesaat saja,melainkan diharapkan lebih jauh dari itu, yaitu sebagai sub
sistem lembaga baitul mal. Jika dikelola secara profesional dan memadai akan
menjadi sumber dana yang potensial untuk pembangunan umat (bangsa) dan
bahkan negara. Idealnya, kalau bisa krisis yang terjadi pada negara ini tidak usah
wakaf, selain zakat dan infak sebagai lembaga moneter dalam Islam.1
masih sangat aktual. Wakaf sudah mengarah kepada pemikiran yang lebih luas
lembaga keagamaan wakaf dapat berfugsi ganda, baik berfungsi ubudiyah, sosial
1
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, cet. IV, (Depok:
Mumtaz Publishing, 2007), h.73
1
2
merupakan ekspresi keimanan (ﺤﺒﻞ )ﺍﷲ ﻤﻦdan rasa solidaritas sesama manusia (
) ﺍﻠﻨﺎﺱ ﻤﻦ ﺤﺒﻞ.2
Kata “wakaf “ atau “wacf” berasal dari bahasa Arab ‘waqafa” berarti
“menahan” atau “berhenti’ atau “diam di tempat” atau ” tetap berdiri” . kata
manfaatnya.
Tahun 2004 wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
2
Abdullah Syah, Butir – Butir Fiqh Harta, (Medan: Wal Ashri Publishing, 2009), h. 181.
3
Muhammad al- khattib, al-iqna’, ( Bairut :DarulMa’rifah, 1994), h. 26.
4
Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta : Depag RI, 2007), h.1.
3
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
usaha mewujudkan dan memelihara hablun min Allah dan hablun min an-nas.
kehidupan si wakif (orang yang berwakaf) di hari kemudian. Wakaf adalah suatu
bentuk amal yang pahalanya akan terus mengalir selama harta wakaf itu
dimanfaatkan.
berangkat dari fakta sejarah peradaban Islam, wakaf tanah dalam peradaban
Islam telah dibuktikan Umar bin Khattab yang tertulis di dalam hadits yang
َأ ا ُع َأ ًض ا ِبَخ َف َأ َتى الَّنِبَّي َّلى َعل ِه:عن ابن عمر رضي اهلل عنهما ق ا ل
َص ُهلل ْي ْيَبَر َص َب َم َر ْر
ِص ِب ِا ِف
َي ا َرُس ْو َل ُهلل ِّنْي َاَص ْبُت َاْر ًض ا َخ يَبَر َلْم َا ْب م َا َال َق ُّط ُه َو: وسَّلَم َيْس تْأ ُم ُر يَه ا َفَق ا َل
ِم ِع
َأ َّنه َا َال ُتبَا ُع, َاْنَف ُس ْنِد ْي ْنُه َفمَا َتْأ ُمُر ِنْي ِبِه َفقَا َل َرُسْو َل للُهَص َّلى ُهلل َعَلْي ِه َو َس َّلَم
ِف ِف ِب ِف
َقا َل َو َتَص َّد َق َه ا ْي الُفَق َر اء َو ْي الُق ْر َب و ْي الَّر َق ا ِب َو. َو َال ُتْو هُب َو َال ُتْو َر ُث
ِفْي الَس ِبْيِل َو اَلَّض ْيِف َالُج َنا َح َعَلى َمْن َو ِلُّيهَا َأْن َيْأ ُك َل ِم ْنَه ا ِب ا لَم ْع ُر ْو ِف وُيْطِعُم َغْيَرَو ُمَتَم َّو
5
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy- Syaukany, NailulAuthar,
( Bairut :DarulMa’rifah, 1994) jilid VI, h. 24.
4
Dari Ibnu Umar r.a berkata: ”bahwa sahabat Umar ra. memperoleh
sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. Menghadap Rasulullah SAW.
untuk meminta petunjuk. Umar berkata: Hai Rasulullah SAW, saya mendapat
sebidang tanah di khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apa
yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah saw. bersabda: “bila engkau
suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya).
“kemudian Umar menyedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak
dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah )kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu dan tidak dilarang bagi
yang mengelola (Nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik
(sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud
menumpuk harta”. (HR. Muslim).
Dengan demikian, hukum wakaf tidaklah besifat statis, tapi cukup terbuka
prinsip dasar. Fenomena masyarakat sekarang banyak kasus benda wakaf yang
benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan. Rosulullah Saw
atau diwariskan.6
untuk berwakaf.7
6
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 483.
7
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, , hlm. 49.
5
memiliki luas wilayah 804,60 Ha. Dengan jumlah penduduk berjumlah 7.530
jiwa. Adapun mengenai hukum pemanfaatan secara pribadi harta benda wakaf
yang terjadi di Desa Sukarame ada seorang warga desa yang rumahnya dekat
dengan mesjid, kebetulan halaman atau pekarangan mesjid luas, banyak tanaman
tanaman yang bisa dimanfaatkan, diantaranya adanya pohon manga dan pohon
sawo yang tumbuh di halaman pekarangan masjid yang berbuah dengan lebat,
setiap kali pohon manga dan pohon sawo itu berbuah tidak jarang warga yang
mesjid, namun ada beberapa jama’ah masjid yang mengutip dengan jumlah yang
cukup banyak untuk diperjual belikan dan hasilnya untuk kepentingan pribadinya
yang notabene mereka adalah pedagang buah yang berjualan di pasar sukaramai,
mengingat mesjid itu adalah mesjid milik desa (umum) jadi tidak ada jama’ah
وإن، وانه لو غرسه لنفسه لم يجز،جواز غرس الشجر في المسجد إذا غرسه لعموم المسلمين
وحيث عمل على أنه لعموم المسلمين فيحتمل جواز بيعه وصرف ثمنه على،لم يضر بالمسجد
8
Sayid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anah AthThalibin, Beruit: Darul Fikr al
Alamiyah, tt, hlm. 124.
6
ويحتمل وجوب صرف ثمنه لمصالح، وإن لم يمكن االنتفاع به جافا،مصالح المسلمين
،خاصة المسجد
tanah yang diwakafkan untuk masjid pada dasarnya boleh apabila untuk
Demikian pula boleh menjual hasil tanamannya jika untuk kepentingan kaum
sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Fiqh Manhaj ala Mazhab As-Syafi’i
karangan Mustafa Al Bugha, mustafa al Khin,dan juga Ali Syarbini, yang mana
mereka merupakan para ulama mazhab syafi’i pada masa kontemporer dari
suriah :
لن, فيصح بيع المالك لمال نفسه وشراؤه به:أن يكون للعا قد سلطا ن عليه بَو لية أو ملك
وكذلك يصح بيع الولي أوالوصي لمال من تحت َو ليته من.الشرع جعل له سلطان على ماله
7
لن لهؤه جميعا سلطانا على, كما يصح بيع الوكيل لمال موكله وشراؤه به,القاصرين وشراؤه به
فأذا تصرف, وإم ا بتسليط نفسه كالوكالء, إم ا بتسليط الش رع كالولياء والوصياء,المال
-وهـو الذي يسمى في ءـرف الفقهاء الفضولي-بالمال بي عا أوشرا ء منَ ل سلطان له عليه
َ"لبيع َإل فيما تملك")أخرجه أبو داود في: لقوله صلى هلال عليه وسلم,كان تصرفه باطال
۳۵۰۳ رقم وكذا الترمذي والنسائي وابن ماجه، في الرجل يبيع ما ليس عنده: باب،البيوع
Kitab mazhab syafi’i diatas di dalamnya terdapat hadis rusulullah Saw, yang
memperkuat pendapat dari mazhab Syafi’I hadis ini merupakan hadis riwayat abu
يا راسول: عن حكيم بن حزام قال, عن يوسف بن ماهك, عن أبي بشر,أوانة, حدثنا مشدد
َ(ل بيع م اليس: أفأبتاعه له من السوق ؟ فقال, يأ تيني الرجل فيريد مني البيع ليس عندي,هلال
عندك
9
Mustafa al-Bugha dkk., Fiqih Manhaj ala Mazhab as-Syafi’i, jilid 6, cet-4, h. 18
8
َآٰيَهُّيا اِذَّل ْيَن ٰا َم ُنْٓوا َاْنِفُقْو ا ِم ْن َط ِّي ٰبِت َم ا َكَس ْبْمُت َو ِم َّم ٓا َاْخ َر ْجَنا َلْمُك ِّم َن اَاْلْر ِض ۗ َو اَل َتَيَّمُم وا اْلَخِب ْيَث
البقرة)ِم ْنُه ُتْنِفُقْو َن َو َلْس ْمُت ٰاِب ِخِذ ْيِه ِآاَّل َاْن ُتْغِم ُض ْو ا ِف ْيِه ۗ َو اْعَلُم ْٓوا َاَّن اَهّٰلل َغٌّيِن ِمَح ْي ٌد/٢٦٧:۱(
Dari latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk meneliti fenomena
tersebut berdasarkan tinjauan Hukum Islam maka Penulis akan mengkajinya dalam
B. Rumusan Masalah
10
Abi Dawud Sulaiman al Asy’ats Al Sajastani, Sunan Abu Dawud. h, 629
9
Syafi’I ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
Mazhab Syafi’i.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis :
10
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan penelusuran penulis, ditemukan beberapa karya ilmiah yang
judulnya relevan dengan penelitian ini. Adapun karyakarya ilmiah tersebut
adalah sebagai berikut :
Muhammad Abdurrohaman UIN Walisongo Semarang dengan skripsinya
yang berjudul “Studi Analisis Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Kebolehan
Menjual Harta Wakaf Berupa Masjid,”Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ibnu
Qudamah membolehkan penjualan barang wakaf dalam bentuk masjid, dan hal
ini tentunya dengan memperhatikan beberapa hal dan pertimbangan. Menurut
beliau, jika masjid yang sudah rusak dan tidak dapat diambil lagi manfaatnya,
apabila hanya dibiarkan saja, justru akan mendatangkan madharat bagi
masyarakat sekitar. Hakekat wakaf adalah kekal, dan kekekalan wakaf menurut
11
Ibnu Qudamah berarti kekekalan/keutuhan dari segi manfaatnya dan juga untuk
kemashlahatan 8 umat, bukan kekekalan wujud barang wakafnya. Dasar hukum
yang digunakan Ibnu Qudamah dalam hal diperbolehkannya menjual harta wakaf
masjid adalah Mashlahah Mursalah (asas kemashlahatan umat). Beliau sangat
memperhatikan aspek kemanfaatan barang dan kemashlahatan umat demi
menjaga eksistensi dan tujuan wakaf.11
Charis Musyafak, Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, dalam
skripsinya yang berjudul Studi Analisis “Pendapat Sayyid Sabiq Tentang
Menjual Benda Wakaf, Pokok permasalahan pada skripsi ini adalah bagaimana
pendapat Sayyid Sabiq mengenai penjualan harta wakaf, apakah boleh atau tidak,
dan relevankah jika diterapkan dengan kondisi saat ini. Hasil analisis adalah
bahwa Sayyid Sabiq membolehkan menjual benda wakaf, dengan alasan untuk
kemaslahatan umum sesuai dengan tujuan wakaf itu sendiri. Sayyid Sabiq
mendasarkan pendapatnya ini dengan metode yang membuang jauh-jauh
fanatisme madzhab, tetapi beliau tidak menjelek -jelekkannya. Beliau berpegang
pada Kitabullah, AsSunah dan Ijma'. Pendapat Sayyid Sabiq juga sangat relevan
apabila diterapkan pada kondisi sekarang, karena untuk mengedepankan
kemaslahatan dan menjauhkan dari menyia-nyiakan harta wakaf.12
F. Kerangka Pemikiran
Kata “wakaf “ atau “wacf” berasal dari bahasa Arab ‘waqafa” berarti
“menahan” atau “berhenti’ atau “diam di tempat” atau ” tetap berdiri” . kata
Kata al- waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian 14:
11
Muhammad Abdurrohaman UIN Walisongo Semarang “Studi Analisis Pendapat Ibnu
Qudamah Tentang Kebolehan Menjual Harta Wakaf Berupa Masjid,”
12
Charis Musyafak, Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, “Pendapat Sayyid Sabiq Tentang
Menjual Benda Wakaf,
13
Muhammad al- khattib, al-iqna’, ( Bairut :DarulMa’rifah, 1994), h. 26.
14
Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta : Depag RI, 2007), h.1.
12
manfaatnya.
tidak diperbolehkan, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Fiqh Manhaj ala
Syarbini, yang mana mereka merupakan para ulama mazhab syafi’i pada masa
لن, فيصح بيع المالك لمال نفسه وشراؤه به:أن يكون للعا قد سلطا ن عليه بَو لية أو ملك
وكذلك يصح بيع الولي أوالوصي لمال من تحت َو ليته من.الشرع جعل له سلطان على ماله
لن لهؤه جميعا سلطانا على, كما يصح بيع الوكيل لمال موكله وشراؤه به,القاصرين وشراؤه به
13
فأذا تصرف, وإم ا بتسليط نفسه كالوكالء, إم ا بتسليط الش رع كالولياء والوصياء,المال
-وهـو الذي يسمى في ءـرف الفقهاء الفضولي-بالمال بي عا أوشرا ء منَ ل سلطان له عليه
َ"لبيع َإل فيما تملك")أخرجه أبو داود في: لقوله صلى هلال عليه وسلم,كان تصرفه باطال
۳۵۰۳ ماجه رقم وكذا الترمذي والنسائي وابن، في الرجل يبيع ما ليس عنده: باب،البيوع
Kitab mazhab syafi’i diatas di dalamnya terdapat hadis rusulullah Saw, yang
memperkuat pendapat dari mazhab Syafi’I hadis ini merupakan hadis riwayat abu
يا راسول: عن حكيم بن حزام قال, عن يوسف بن ماهك, عن أبي بشر,أوانة, حدثنا مشدد
َ(ل بيع م اليس: أفأبتاعه له من السوق ؟ فقال, يأ تيني الرجل فيريد مني البيع ليس عندي,هلال
عندك
15
Mustafa al-Bugha dkk., Fiqih Manhaj ala Mazhab as-Syafi’i, jilid 6, cet-4, h. 18
14
G. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mempunyai hipotesis bahwa
hukum menjual hasil kebun tanah wakaf perspektif mazhab syafi’i (studi kasus
desa sukarame labuhanbatu utara) tidak sah atau batal, dikarenakan tidak
memenuhi salah satu syarat jual beli perspektif mazhab syafi’i, yaitu objek
barang yang di perjual belikan harus milik penjual sepenuhnya atau menjadi
wali. karena penulis berpatokan pada perspektif mazhab syafi’i, yang mana tidak
H. Metode Penelitian
Di dalam penelitian skripsi ini, penulis akan menggunakan cara untuk
memperoleh data-data yang akan dijadikan dasar dalam penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut :
Tipe penelitian hukum yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
yuridis normatif – empiris. Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada
16
Abi Dawud Sulaiman al Asy’ats Al Sajastani, Sunan Abu Dawud. h, 629
15
pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (Field Research) yaitu suatu
penelitian yang menggunakan kenyataan dan realitas lapangan sebagai sumber data
primernya yang objek utamanya yaitu Hukum Menjual Hasil Kebun Tanah Wakaf
Perspektif Mazhab Syafi’i (Studi Kasus Desa Sukaramai Labuhan Batu Utara)
2. Sifat Penelitian.
Penelitian ini bersifat preskriptif analitik, yaitu dengan menilai permasalahan yang
menjadi obyek permasalahan mengenai hukum menjual hasil kebun tanah wakaf
perspektif mazhab syafi’i (studi kasus desa sukaramai labuhan batu utara) dan
selanjutnya dianalisis dengan teori-teori bagi hasil dalam konsep hukum Islam, lantas
diketahui apakah hukum menjual hasil kebun tanah wakaf sejalan dan sesuai dengan
3. Pendekatan Masalah
normatif - empiris, maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan
permasalahan.
4. Bahan Hukum.
Tentang Wakaf dan kitab Sayid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 106.
18
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h.32.
17
penunjang dalam penelitian ini adalah sesuatu yang ada kaitannya dengan
b. Wawancara, adalah salah satu bagian yang terpenting dari setiap survei,
6. Analisis Data.
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif, yaitu
dipisahkan menurut katagori yang ada untuk memperoleh keterangan yang jelas dan
19
Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM, 1984), h. 136.
18
terinci. Dalam cara pengambilan kesimpulan atas data kualitatif tersebut, penyusun
menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang berangkat pada pengetahuan yang
bersifat umum dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu hendak menilai
hal-hal yang bersifat khusus. Dalam hal ini adalah penelitian Hukum Menjual Hasil
Kebun Tanah Wakaf Perspektif Mazhab Syafi’i (Studi Kasus Desa Sukaramai
7. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini akan dilakukan pada masyarakat Desa Sukaramai Labuhan Batu
Utara.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka sistematika
Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
Syafi’i, yang meliputi pengertian jual beli, landasan hukum jual beli, rukun dan
syarat, jenis jenis jual beli, hak dan kewajiban penjual dan pembeli, dan juga