Anda di halaman 1dari 9

a.

Imam Abu Hanifah


Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si Wakif dalam
rangka memper gunakan manfaatnya untuk kebajikan. Pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si
Wakif, malah dia boleh menariknya kembali. Jika si Wakif meninggal dunia, harta wakaf
diwariskan kepada ahli warisnya. Jadi efek dari wakaf hanyalah 'menyumbangkan manfaatnya'.
b. Imam Malik
Wakaf tetap menjadi milik Wakif, tetapi si Wakif tidak boleh melakukan sesuatu yang
menyebabkan ke- pemilikannya atas harta itu lepas, dan ia tidah boleh menarik kembali
wakafnya, serta ia wajib menyedekahkan manfaat wakaf tersebut.
Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk waktu tertentu, jadi tidak ada
wakaf selama- nya (kekal)
Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan,
tetapi membo- lehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan. sedang benda itu tetap jadi
milik si Wakif.
c. Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakaf, setelah
sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh lagi melakukan apapun terhadap harta yang
diwakafkan. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf alaih (yang
diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana Wakif tidak dapat melarang penyaluran
sumbangannya tersebut.
d. Madzhab Imamiyah
Benda yang diwakafkan menjadi milik mauquf alaih, namun tidak boleh menghibahkan
dan menjualnya.

Keabadian Benda Wakaf


Para imam madzhab, kecuali Imam Maliki, berpendapat bahwa wakaf terjadi jika benda
itu diwakafkan selama-lamanya atau terus menerus. Itu sebabnya wa-kaf disebut sebagai
shadaqah jariyyah.
Sementara pendapat Maliki, wakaf ada jangka waktunya, setelah itu kembali kepada
pemiliknya. Hal ini cukup relevan dengan kondisi saat ini, seperti kita kenal dalam hukum
agraria ada istilah HGB (Hak Guna Bangunan). Hak Pakai, atau sistem kontrak.
Penjualan Benda Wakaf
Tidak terlalu banyak perbedaan di kalangan ulama tentang masalah ini Ada yang sama
sekali melarang menjualnya dan ada pula yang tidak berpendapat.
Secara umum, ketentuannya adalah
a. Masjid
Semua sepakat tidak boleh menjual masjid. Namun Imam Hambali berpendapat bahwa
masjid boleh dijadikan, ketika tidak ada jemaahnya yang shalat di situ lagi atau karena masjid itu
sudah tidak bisa dimanfaatk lagi kecuali dengan cara dijual. Jadi terpaksa banget.
b. Kekayaan masjid
Sebagian ulama membolehkan menjualnya atau mengambil manfaatnya sebagai upah
bagi yang mengurusnya.
c. Wakaf Non Masjid
Sebagian ulama, kecuali Syafi`i membolehkan menjual wakaf non masjid dengan alasan:
1. Bila benda wakaf itu sudah tidak memberi manfaat lagi sesuai dengan peruntukkannya
2. Bila hanya bisa dimanfaatkan dengan menjualnya
3. Bila benda itu sudah rusak atau ambruk
4. Bila disyaratkan atau diizinkan oleh Wakif
5. Bila ada sengketa antara pengurus wakaf
6. Bila benda wakaf itu dijual sehingga hasilnya bisa dipakai untuk memperbaiki bagian lainnya
7. Bila masjidnya ambruk, barang-barang seperti batu bata, papan, pintu, kaca dll penjualannya
dilihat dari kemaslahatannya yang dipandang oleh para pengurus.

Dasar Hukum Wakaf


Tidak ada ayat Al Quran yang secara tegas memerintahkan wakaf. Namun ada ayat yang
difahami ber- kaitan dengan wakaf sebagai amal kebaikan, misalnya: QS Al Hajj 77, Ali Imran
92, dan Al Baqarah 261.
‫هّٰللا‬ ٰ ‫َت َس ْب َع َس=نَابِ َل فِ ْي ُك= ِّل ُس= ۢ ْنبُلَ ٍة ِّماَئةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهّٰللا ُ ي‬
ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُوْ نَ اَ ْم َوالَهُ ْم فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة اَ ۢ ْنبَت‬
ِ ‫ُض= ِعفُ لِ َم ْن ي ََّش= ۤا ُء َۗو ُ َو‬
‫اس= ٌع‬
‫َعلِ ْي ٌم‬
Artinya:
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui, 261

Selain itu ada beberapa hadits Nabi saw


Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila anak Adam
(manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali figa perkara: shadaqah jariyyah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya (HR Muslim).
Hadits tersebut dikemukakan dalam bab wakaf. karena para ulama menafsirkan shadaqah
jariyyah dengan wakaf (Imam Muhammad Ismail al Kahlani, tt. 87).
Dari Ibnu Umar ra berkata, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di
Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah saw untuk memohon petunjuk. Umar berkata.
"Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan
harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?"
Rasulullah saw menjawab, "Bila kamu suka, kamu lahan pokoknya (tanahnya) dan kamu
sedekahkan hasinya.
Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijua tidak juga dihibahkan dan tidak juga
diwariskan.
Berkata Ibnu Umar, Umar menyedekahkannya ke pada orang-orang fakir, kaum kerabat,
budak belian sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang
menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya)
atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta (HR Muslim).
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata, Umar mengatakan kepada Nabi saw, saya mempunyai
seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi
seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi saw mengatakan kepada Umar, "Tahanlah
(jangan jual, hibahkan atau wariskan asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk
sabilillah" (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi kalau melihat hukumnya, wakaf termasuk dalam kategori muamalah sunnah yang
segala ketentuannya bersifat ijtihadi, artinya sesuai dengan hasil penggalian hukum-hukum oleh
para ahli fikih. Sehingga hal itu sifatnya fleksibel.
Jelaslah kalau wakaf itu potensinya cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai
kebutuhan zaman, terutama dalam pengembangan ekonomi lemah.
Beda dengan zakat. Kalau zakat kan hukumnya wajib dikeluarkan dengan batas nishab
yang ditentu kan. Ayat-ayat Al Quran yang membahas tentang zakat diantaranya adalah QS At-
Taubah 60 dan Al-Taubah 103.

2. The History of Wakaf


Masa Rasulullah saw
Wakaf disyariatkan setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, yaitu pada tahun 2
Hijriyah. Ada dua pendapat fuqaha (para ahli fikih) tentang siapa yang pertama kali
melaksanakan wakaf.
Sebagian ulama mengatakan, yang pertama melaksanakan wakaf adalah Rasulullah saw
yang mewakafkan tanahnya untuk dibangun masjid. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari 'Amr bin Saad bin Muad.
la berkata, kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam. Orang Muhajirin
mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Anshar mengatakan adalah wakaf
Rasulullah saw (Asy-Syaukani, 129).
Rasulullah saw pada tahun 3 Hijriyyah pernah me wakafkan tujuh kebun kurma di
Madinah, diantaranya adalah kebun A'raf. Shafiyah, Dalal, Bargah dan beberapa kebun lainnya.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakat
adalah Umar bin Khattab ra, sesuai dengan hadits yang sudah kita bahas sebelumnya.
Setelah Umar, syariat wakal dilakukan oleh Abu Thathah yang mewakafkan kebun kurma
kesayangan memberi manfaat bagi masyarakat banyak. Dalam sejarahnya, wakaf terus
berkembang dengan inovasi yang sesuai dengan pergerakan zaman, seperti adanya bentuk wakaf
tunai (uang), wakaf HAKI dll. Di Indonesia, saat ini wakaf juga mendapat perhatian yang lebih
serius dengan dikeluarkannya Undang-Undang Wakaf untuk memayungi berbagai hal yang
terkait dengan wakaf.

3. All About The Book of Wakaf


Nah, sekarang kita mulai sedikit lebih dalam mem- bahas tentang wakaf ini. Biar nggak
pusing, kita bahas sedikit demi sedikit dulu.

Syarat dan Rukun Wakaf


Wakaf dinyatakan sah bila telah dipenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf adalah:
1. Waqif (orang yang mewakafkan harta)
2. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan) 3. Mauquf 'alaih (Pihak yang diberi
wakaf/peruntukan wakaf)
4. Shighat (pernyataan atau ikrar Wakif untuk mewa-
kafkan sebagian hartanya).

Syarat Pemberi Wakaf (Wakif)


Orang yang mewakafkan disyaratkan memiliki kecakapan hukum dalam membelanjakan
hartanya. Hal ini mencakup 4 kriteria:
1. Merdeka, bukan budak. Sekarang sudah tidak ada lagi kali ya yang disebut budak?
2. Berakal sehat. Kalau orang tidak berakal sehat, alias gila, maka secara hukum apa yang
dilakukan tidak sah.
3. Dewasa/baligh. Kedewasaan juga menunjukkan ke bebasan kehendak. Anak kecil yang belum
baligh tidak boleh mewakafkan hartanya kecuali didampingi oleh walinya.
4. Tidak berada dalam pengampuan (boros/tabamu)

Syarat Benda Wakaf (Mauquf bih)


Di sini akan berkaitan dengan dua hal yaitu syarat sahnya harta yang diwakafkan, dan
kadar benda yang diwakafkan
Syarat sahnya harta yang diwakafkan:
1. Mulaqawwam (segala sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalam keadaan
normal/bukan dalam keadaan darurat)
2 Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan, sehingga tidak menimbulkan sengketa atau
kebingungan. misainya jangan mewakafkan tanah (sebagian yang mana?)
3. Milk Wakit. Kepemilikannya harus juga sempurna bukan sebagian milik orang lain Contoh,
mewakafkan rumah yang cicilannya belum lunas. Karena kepemilikannya belum sepenuhnya
(sebagian milik pengembang, maka rumah dimaksud balum dapat diwakafkan.
4. Terpisah, bukan milik bersama. Demikian juga, kepemilikan bersama tidak boleh diwakafkan,
wong milik bersama kok. Ya, kalau yang lain semua setuju, tetapi kalau yang lain tidak setuju
bagaimana

Secara umum, syarat benda itu dapat diwakafkan ketika berupa benda yang memiliki
keabadian manfaat yang dapat diambil berulang-ulang. Sifatnya tidak berupa benda yang
langsung habis. Sebagai misal makanan atau minuman. Kedua benda ini tidak bisa diwakafkan
karena sifatnya yang langsung habis ketika dimakan atau diminum.
Lagian nggak mungkin lah orang mewakafkan bakso semangkuk, bakwan sepiring, es
buah sebaskom. minyak wangi sebotol. dan lain sebagainya. Kalau kita memberikan makanan,
minuman, minyak wangi atau benda lain yang sifatnya dapat habis seketika kepada orang lain,
maka disebut sedekah biasa. Sementara kalau wakaf itu, bendanya harus utuh dan manfaatnya
dapat diambil secara berulang-ulang. Dalam undang- undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf
bahwa wakaf itu harus dapat diambil manfaat selamanya atau dalam jangka waktu tertentu.
Bagaimana dengan wakaf uang? Bukankah uang sifatnya lentur, bisa muncul tiba-tiba,
sekaligus bisa hilang dalam sekejab.
Ya memang betul uang itu sifatnya mobile atau lentur. Namun, dalam pelaksanaan wakaf,
uangnya tetap tidak boleh berkurang seperti karakter wakaf lainnya dengan cara memelihara
keabadiaan nilal nominalnya. Oleh karena itu, wakaf uang harus dikelola secara transparan untuk
dinvestasikan pada produk-produk LKS dan/atau instrumen Syariah. (PP No. 42 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Waket Pasal 48 ayat (2)).
Bagaimana jika dalam pengelolaannya dilakak di luar bank Syariah dan terjadi lost atau
kerugian dalam PP tersebut Pasal 48 ayat (5) telah mengatur bahwa pengelolaan di luar bank
Syariah harus mengasuransikan dengan asuransi Syariah. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya kerugian yang dapat mengurangi, atau bahkan menghilangkan aset wakaf.

Jenis Benda yang diwakafkan:


Benda wakaf tak bergerak:
a Tanah
b. Bangunan
c. pohon untuk diambil buah/hasilnya d. sumur untuk diambil aimya

Benda wakat bergerak:


a. hewan
Dalilnya dari Hadits yang diceritakan Abu Hurairah ra. "Orang yang menahan
(mewakafkan) kuda di jalan Allah, karena imannya kepada Allah dan mengharapkan pahalanya
dari Allah maka makanannya, kotorannya, dan kencingnya dalam penilaian Allah yang
mengandung kebaikan kebaikan" (HR. Bukhari).
b. perlengkapan rumah ibadah
c. senjata
d. pakaian
e. buku
f. mushaf
g. uang, saham, atau surat berharga lainnya. Ini yang sekarang dikenal dengan wakaf tunai.

Berhubungan dengan wakaf tunal, ada beberapapendapat yang bisa kita ambil.
1. Imam Bukhari menyebutkan bahwa Imam Azh Zhuhri (wafat 124H) berpendapat boleh
mewakafkan dinar dan dirham. Caranya ialah menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai
modal usaha, kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
2. Dr. Az-Zuhaili juga menyebutkan memperbolehkannya sebagai pengecualian karena sudah
banyak dilakukan masyarakat, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud
ra, yang berbunyi. "Apa yang dipandang kaum muslimin itu baik. dipandang baik juga oleh
Allah"
Syarat Penerima Wakaf (Mauquf 'alaih)
Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat
Islam. Pada dasamya, wakal adalah amal kebaikan yang mendekatkan diri manusia kepada
Tuhannya. Karena itu mauquf 'alaih haruslah pihak yang berbuat kebajikan. Para ulama fikih
sependapat bahwa infaq kepada pihak yang berbuat kebajikan inilah yang membuat wakaf
menjadi ibadah yang mendekatkan manusia kepada Tuhannya.

Pentingnya Pengelola Wakaf (Nazhir)


Nazhir adalah pihak yang diberi kepercayaan mengelola harta wakaf. Para ulama sepakat
bahwa Wakif harus menunjuk Nazhir, baik perseorangan, organiso atau lembaga. Tujuannya agar
harta wakaf tetap ter jaga dan terurus, sehingga harta itu tidak sia-sia. Kala Nazhir nggak mampu
melaksanakan tugasnya, maka pemerintah wajib menggantinya dengan tetap menjelaskan alasan-
alasannya.
Syarat moral Nazhir:
1. Paham tentang hukum wakaf dan ZIS
2. Jujur, amanah dan adil
3. Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha
4. Pilihan sungguh-sungguh dan suka tantangan
5. Cerdas spiritual dan emosional.

Syarat manajemen:
1. Punya jiwa leadership yang OK. Jiwa kepemimpinan itu penting karena terkait dengan
pengelolaan harta umat dan manajemen SDM.
2. Visioner. Maksudnya memiliki konsep untuk pengembangan masa depan.
3. Cerdas intelektual sosial dan pemberdayaan. Tentu kecerdasan sangat penting. karena untuk
meme cahkan berbagai persoalan diperlukan kejelian dan kecepatan peroanganan.
4. Profesional dalam bidang pengelolaan harta. Ya, kalau belum memiliki pengalaman dalam
pengelolaan harta takut amburadul.

Syarat bisnis:
1. Mempunyai keinginan. Tentu keinginan dalam pengelolaan. Bahasa sederhananya memiliki
semangat.
2. Mempunyai pengalaman dan atau siap untuk magang. Pengalaman merupakan salah satu poin
penting. Tanpa pengalaman dikhawatirkan bekerja tidak optimal.
3. Punya ketajaman untuk melihat peluang usaha seperti seorang enterpreneur. Hmm... kira-kira
siap nggak ya jadi Wakif atau Nazhir?

4. The Types of Wakaf


Bila ditinjau dari segi peruntukannya, wakaf dibagi atas dua jenis, yaitu:
1. Wakaf Ahli
Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, satu orang atau lebih, keluarga
si Wakif atau bukan
Dalilnya secara hukum Islam dibenarkan berdasarkan Hadits Nabi saw yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Musim, dari Anas bin Malik ra tentang adanya wakat keluarga Abu Tholhah
terhadap kaum kerabatnya.
Di ujung hadits tersebut dinyatakan sebagai berikut.
Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal sebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu
memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para
keluarganya dan anak-anak pamannya.
Pada perkembangannya, wakaf ahli dinilai kurang bisa dirasakan manfaatnya oleh umum.
Apalagi kadang suka muncul pertentangan antar keluarga. Di Mesir. Turki. Maroko dan Aljazair,
wakaf jenis ini telah dihapuskan. Menurut pertimbangan dari berbagai segi. wakaf dalam bentuk
ini dinilai tidak produktif

2 Wakaf Khairi
Wakaf yang peruntukkannya secara tegas untuk keagamaan dan kepentingan masyarakat
luas. Seperti wakaf yang diserahkan untuk kepentingan pembangunan masjid, sekolah, jembatan,
kuburan, pantiasuhan yatim piatu, dan lain sebagainya yang berupa wakaf konsumtif Sedangkan
yang produktif itu terdiri dari berbagai jenisnya.
Hal yang membedakan dengan yang konsumtif adalah pola pengelolaannya, seperti
wakaf tanah yang dikelola secara produktif, tanah wakaf yang diatasnya dibangun usaha-usaha
produktif, wakaf uang yang dikelola pada produk-produk Syariah dan jenis wakaf produktif
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai