Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring upaya perbaikan kualitas pembelajaran ke arah pembelajaran lebih maju, filsafat
konstruktivisme kian populer di bidang pendidikan pada dekade terakhir ini. Pemikiran filsafat
konstruktivisme mengenai hakikat pengetahuan memberikan sumbangan terhadap usaha
mendekonstruksi pembelajaran mekanis. Gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat
dirangkum sebagai pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan
konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep,
dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang.
Struktur konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan
pengalaman-pengalaman seseorang.
Pengetahuan menurut konstruktivisme bersifat subjektif, bukan objektif. Pengetahuan tidak
pernah tunggal. Pengetahuan merupakan realitas plural. Pandangan ini berlawanan dengan
pandangan realisme yang mengatakan bahwa “kebenaran itu ada di luar sana” dan oleh karenanya
orang dapat mengobservasi realitas secara objektif. Realisme memandang bahwa pengetahuan adalah
datum (apa yang ada) et verum (apa yang diketahui) convertuntur (adalah konvertibel satu terhadap
lainnya).
Semua pengetahuan adalah hasil konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang.
Pengetahuan ilmiah berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara,
tidak statis, dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah adalah proses konstruksi dan reorganisasi
secara terus menerus. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada di luar, tetapi ada dalam diri seseorang
yang membentuknya. Setiap pengetahuan mengandaikan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa
interaksi dengan objek, seseorang tidak dapat mengkonstruksi pengetahuan.
Berdasarkan pembentukannya atau pengkonstruksiannya, Piaget mengkategorisasi
pengetahuan menjadi tiga yaitu pengetahuan fisis, pengetahuan matematis-logis, dan pengetahuan
sosial.
Pengetahuan fisis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi langsung terhadap objek
yang dipelajari. Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi
berdasarkan koordinasi, relasi maupun penggunaan objek. Pengetahuan ini dibentuk dari perbuatan
berpikir seseorang terhadap objek yang dipelajari. Pengetahuan yang didapat dapat disimbolkan
menjadi suatu logika matematika murni. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang dibentuk

1
melalui interaksi seseorang dengan orang lain.
Konstruktivisme sosial berasal dari Vygotsky. Asumsi Vygotsky adalah bahasa merupakan
aspek sosial. Menurutnya pembicaraan egosentrik merupakan permulaan dari pembentukan inner
speech (kemampuan bicara yang pokok) yang akan digunakan sebagai alat dalam berpikir. Menurut
Vygotsky, inner speech berperan dalam pembentukan pengertian spontan.
Vygotsky membedakan antara pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan
adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman sehari-hari. Pengertian ini tidak terdefinisikan
dan terangkai secara sistematis logis. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas.
Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefinisikan secara logis dalam suatu sistem yang
lebih luas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian spontan ke ilmiah. Menurut
Vygotsky pengertian ilmiah tidak datang dalam bentuk yang jadi pada seorang anak. Pengertian itu
mengalami perkembangan. Ini tergantung pada tingkat kemampuan anak untuk menangkap suatu
model pengertian yang lebih ilmiah. Dalam proses belajar, kedua pengertian tersebut saling berelasi
dan saling mempengaruhi. Pengertian ilmiah seakan bekerja ke bawah, yaitu menekankan logika
kepada pikiran anak, sehingga pengertian yang spontan diangkat atau dianalisis secara lebih ilmiah.
Sementara, pengertian spontan seakan bekerja ke atas, yaitu berusaha bertemu dengan pengertian
yang lebih ilmiah dan membiarkan diri menerima segi logis formal dari pengertian ilmiah tersebut.
Dengan demikian semakin orang belajar, ia akan semakin mengangkat pengertiannya menjadi
pengertian ilmiah.
Dengan demikian, dalam tugas ini penulis mencoba membahas tentang model pembelajaran
konstruktivisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cooperatif Learning (Model Pembelajaran Kooperatif)


“The cooperative learning model requires student cooperatian and interdependence in
its task, goal, and reward structures.” Arend mengartikan bahwa model pembelajaran
kooperatif membutuhkan kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam mengerjakan
struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan.” (Richard I. Arends: 360)
“Task structures involve the way lessons are organized and the kind of work students
are asked to do. They encompass whether the teacher is working with the whole class or
small groups, what students are expected to accomplish, and the cognitive and social
demands placed on students as they work to accomplish assigned learning tasks. Task
structures differ according to the activities involved in particular lessons” (Richard I. Arends:
360). Artinya, struktur tugas melibatkan mata pelajaran dan kerja siswa dalam
mengerjakannya. Mencakup apakah guru yang mengarahkan siswa dalam mengerjakan tugas
tersebut di dalam kelas dengan kelompok kecil atau keseluruhan, diharapkan siswa dapat
mencapai tujuan, tuntutan kognitif dan sosial ditempatkan pada siswa karena mereka bekerja
sama untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan. struktur tugas berbeda sesuai
dengan kegiatan yang terlibat dalam pelajaran tertentu.
“A lesson’s goal structure refers to the amount of interdependence required of
students as they perform their work. Three types of goal structures have been identified. Goal
structures are individualistic if achievement of the instructional goal requires no interaction
with others and is unrelated to how well others do. Competitive goal structures exist when
students compete with others to achieve their goals. Cooperative goal structures exist when
students can obtain their goal only when other students with whom they are linked can obtain
theirs” (Richard I. Arends: 360). Artinya, Struktur tujuan pelajaran mengacu pada jumlah
saling ketergantungan yang dibutuhkan siswa saat mereka melakukan suatu pekerjaan. Tiga
jenis struktur tujuan telah diidentifikasi. struktur tujuan yang individualistis jika pencapaian
tujuan instruksional tidak memerlukan interaksi dengan orang lain dan tidak berhubungan
dengan seberapa baik orang lain lakukan. struktur tujuan kompetitif ada ketika siswa bersaing
dengan orang lain untuk mencapai tujuan mereka. struktur tujuan kooperatif ketika siswa
dapat memperoleh tujuan mereka hanya ketika siswa pandai bekerjasama dengan siswa yang

3
lain.
“The reward structure for various instructional models can also vary. Just as goal
structures can be individualist, competitive, or cooperative, so, too, can reward structures”
(Richard I. Arends: 360). Artinya, struktur hadiah juga dapat bervariasi. Sama seperti struktur
tujuan yaitu individualis, kompetitif, atau kooperatif, sehingga siswa juga bisa menghargai
makna hadiah tersebut.

Learner outcomes for cooperatif learning

B. Problem Based Learning (model pembelajaran berbasis masalah)


“The essence of PBL involves the presentation of authentic and meaningful situations that
serve as foundations for student investigation and inquiry.” (Richard I. Arends: 397). Artinya,
Inti dari PBL melibatkan presentasi otentik dan situasi bermakna yang berfungsi sebagai dasar
untuk siswa dalam berinvestigasi dan penyelidikan.

Learner outcomes for probelm based learning

4
Hasil belajar dari pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik mempunyai
keterampilan mengatasi masalah, peserta didik mempunyai kemampuan mempelajari peran
orang dewasa, peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan independen (Richard
I. Arends: 398).

C. Classroom Discussion Learning

Trianto Mendefinisikan diskusi dan diskursus sebagai komunikasi seseorang berbicara


satu dengan yang lain, saling berbagi gagasan dan pendapat. Seringkali diskusi disamakan
dengan resitasi. Padahal diskusi merupakan situasi dimana guru dan para siswa, dan antara
siswa dengan siswa lain berbincang satu sama lain dan berbagi gagasan dan pendapat mereka
yang tujuannya untuk merangsang kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Sedangkan resitasi
adalah pertanyaan yang bertukar.

Salah satu aspek diskusi kelas adalah kemampuan untuk mengembangkan


pertumbuhan kognitif. Aspek yang lain adalah kemampuan untuk menghubungkan dan
menyatukan aspek kognitif dan aspek sosial pembelajaran. Diskusi membantu menetapka
pola partisipasi dan secara konsekwen memiliki dampak besar terhadap manajemen kelas.
Pembicaraan antar guru dan apra siswanya menjadikan banyak ikatan sosial sehingga kelas
menjadi hidup.

Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran diskusi adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan untuk diskusi


1. Mempertimbangkan tujuan
Memutuskan bahwa diskusi cocok untuk model pembelajran tertentu merupakan
langkah pertama untuk merencanakan sebuah diskusi.
2. Mempertimbangkan siswa
Dalam merencanakan sebuah diskusi juga harus memperhatikan kemampuan siswanya
antara lain dalam hal pengetahuan awal siswa masing-masing.
3. Memilih pendekatan
Ada 3 pendekatan yang diuraikan disini:
a. Pertukaran resitasi
Tahapan tanya jawab singkat bermanfaatn untuk mengetahui pemahaman siswa.

5
b. Diskusi berdasarkan masalah
Guru mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan mengeneralisasikan data
empiris dan merumuskan teori dan hipotesis untuk menjelaskan situasi yang
menjadi tanda tanya.
c. Diskusi berdasarkan saling berbagi pendapat
Dialog berbagi pendapat dan pengalaman
b. Memilih Strategi Diskusi
1. Berfikir-Berpasangan-Berbagi. Terdapat 3 tahap pada fase ini:
 Berfikir, guru mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan berfikir
kepada siswa untuk menjawab.
 Berpasangan, guru meminta siswa berpasangan untuk menjawab pertanyaan.
 Berbagi, guru meminta siswa untuk menyampaikan jawaban kepada yang lain
2. Kelompok Aktif, guru meminta siswa membentuk kelompok yang terdiri atas 3-6
orang untuk mendiskusikan tentang ide siswa pada materi pelajaran. Seiap
kelompok mendaftar gagasan yang munul pada setiap kelompok. Kemudian guru
meminta siswa untuk aktif menyampaikan hasil diskusi kelompok didepan kelas.
3. Bola Pantai, guru memberika bola kepada salah satu siswa untuk memulai diskusi
dengan pengertian bahwa hanya siswa yang memegang bola yang boleh bicara.
Siswa lain mengangkat tangan agar mendapat bola dan menyampaikan
pendapatnya.

6
Buku Pembanding

A. Cooperatif Learning (Model Pembelajaran Kooperatif)


Ada beberapa istilah dalam menyebutkan model pembelajaran berbasis sosial yaitu
model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran kolaboratif. Panitz membedakan
kedua hal tersebut.
Pembelajaran kolaboratif didefenisikan bahwa peserta didik bertanggung jawab atas
belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Guru bertindak sebagai fasilisator, memberikan
dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan
sebelumnya.
Pembelajaran kooperatif adalah merupakan sebuah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh
guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-
bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu pesera didik menyelesaikan masalah
yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas (Agus
Surijono, 2012: 54).
Namun, agus surijono menganggap pandangan dikotomi tersebut sebagai pernyataan
yang berlebihan. Sebab, dalam praktiknya antara pembelajaran kolaboratif dan kooperatif
merupakan dua hal yang kontinum. Karena kata kooperatif memiliki makna lebih luas yaitu
menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian
kolaboratif.
Roger dan David Johson dalam Agus Suprijono, (2009: 58) mengatakan bahwa tidak
semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang
maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur
tersebut adalah:
1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif).

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung
jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada
kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individual mempelajari bahan
yang ditugaskan tersebut.

7
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan


kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok
menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin
semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.

3. Face to face promotive interaction (Interaksi promotif)

Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri
interaksi promotif adalah (a) saling membantu secara efektif dan efesien; (b) saling memberi
informasi dan sarana yang diperlukan; (c) memproses informasi bersama secara lebih efektif
dan efesien; (d) saling mengingatkan; (e) saling membantu dalam merumuskan dan
mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah
yang dihadapi. (f) saling percaya; (g) saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan
bersama.

4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapian tujuan peserta


didik dalam pencapaian peserta didik harus: (a) saling megenal dan mempercayai; (b) mampu
berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius; (c) saling menerima dan mendukung; (d)
mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

5. Group processing (pemrosesan kelompok)

Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan
kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang
sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah
meningkatkan efektifitas anggota dalam memberikan konstibusi terhadap kegiatan kolaboratif
untuk mencapai tujuan kelompok.

8
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase :

FASE TINGKAH LAKU GURU


Fase 1: Present goals and set Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang
Menyampaikan tujuan ingin dicapai pada mata pelajaran tersebut dan
pembelajaran dan memotivasi memotivasi belajar siswa
siswa
Fase 2: Present information Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan
Menyajikan infornasi jalan demonstrasi atau lewat bahan bacan
Fase 3: Organize students into Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
learning teams membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
kelompok – kelompok belajar
Fase 4: Assist team work and study Guru membimbing kelompok-kelompok belajar siswa
Membimbing kelompok bekerja pada saat mereka mengerjakan tugas
dab belajar
Fase 5: Test on the materials Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
Evaluasi telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Provide recognition Guru mencari cara-cara untuk menghargai siswa, baik
Memberi penghargaan dalam proses maupun hasil secara individual atau
kelompok

B. Problem Based Learning (model pembelajaran berbasis masalah)


Makna yang lebih mudah dimengerti bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah
adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam
kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk
pengetahuan dan pengalaman baru (Agus Suprijono: 70).
Hasil belajar dari pembelajaran berbasis masalah menurut Richard I. Arends ada tiga,
namun dalam buku Agus Suprijono menambahkan satu pendapat lain bahwa hasil belajar dari
pembelajaran berbasis masalah ialah peserta didik juga memiliki keterampilan penyelidikan
9
(Agus Suprijono: 73)
Hal yang tidak kalah esensial dari keempat hasil belajar dari pembelajaran berbasis
masalah di atas adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Resnick ciri-ciri berpikir
tingkat tinggi adalah:
1. Bersifat non-algoritmik, artinya jalur tindakan tidak sepenuhnya ditetapkan sebelumnya
2. Bersifat kompleks, artinya mampu berpikir dalam berbagai perspektif atau mampu
menggunakan sudut padang
3. Banyak solusi, artinya mampu mengemukakan dan menggunakan berbagai solusi dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kelemahan masing-masing
4. Melibatkan interpretasi
5. Melibatkan banyak kriteria, artinya mampu menggunakan berbagai kriteria
6. Melibatkan ketidakpastian, artinya tidak semua yang berhubungan dengan tugas yang
ditangani telah diketahui
7. Melibatkan pengaturan diri proses-proses berpikir.
8. Menentukan makna, menemukan struktur dalam sesuatu yang tampak tidak beraturan.
Mampu mengidentifikasi pola pengetahuan
9. Membutuhkan banyak usaha
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 5 (lima) fase :

Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru


1 Orientasi siswa kepada Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
masalah logistikyang diperlukan, pengajuan masalah,
memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya.
2 Mengorganisasikan siswa Guru membantu siswa mendefenisikan dan
untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3 Membimbing penyelidikan Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
individual maupun yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat
kelompok penjelasan pemecahan masalah.
4 Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,

10
model dan membantu mereka untuk berbagai tugas
dengan kelompoknya.

5 Menganalisa dan Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi


mengevaluasi proses terhadap penyelidikan mereka dalam proses-proses yang
pemecahan masalah mereka gunakan.

C. Classroom Discussion Learning

Diskusi Kelas merupakan prosedur atau strategi mengajar yang bermanfaat dan
banyak dipakai sebagai bagin langkah dari banyak model pembelajaran. Diskusi dan
diskursus merupakan kegiatan saling tukar menukar pendapat secara lisan, teratur dan saling
mengungkapkan pikiran mengenai pokok pembicaraan tertentu (Trianto, 2009: 122)
Dukungan teoritis pembelajaran diskusi kelas berasal dari bidang ilmu bahasa, proses
komunikatif, dan pola pertukaran gagasan. Diskusi memberikan kesempatan kepada siswa
bukan hanya untuk menggunakan pikiran tetapi bila dikerjakan dengan tepat akan membantu
siswa membentuk sikap positif terhadap cara berfikir.

11
BAB III
SIMPULAN

1. Kontruktivisme merupakan teori yang menjadikan siswa harus menemukan dan


mentransformasikan suatu informasi komplek ke situasi lain.
2. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan
kondisi untuk bekerja sama dan saling bergantung satu sama lain dalam mengerjakan suatu
tugas
3. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan
permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa,
sedangkan guru memandu, menguraikan rencana pemecahan masalah
4. Pembelajaran model diskusi kelas digunakan guru untuk mendorong siswa untuk saling tukar
pendapat secara lisan.
5. Tugas guru dalam kontruktivisme adalah memfasilitasi proses belajar dengan menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa menemukan dan
menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Tianto.2011.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana


Suprijono,Agus. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Arends.RRICHARD I. ARENDS

13

Anda mungkin juga menyukai