Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN MODEL PEMBELAJARAN SD

MODEL PEMBELAJARAN IPA SD

“MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF”

DOSEN PENGAMPU : Resti Yektyastuti, M.Pd.

Oleh :

Ajeng Ayunia Syahputri (H. 1910997)

Delia Anisa Fitri Agustin (H. 1910981)

Sonia Tri Pamungkas (H. 1911000)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2021
1. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwasiswa akan lebih
mudah menemukan dan memahamikonsep yang sulit jika mereka saling bekerja
sama, salingberbagi dan berdiskusi dengan temannya. Kooperatif mengandung
pengertian bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Jadi hakikat sosial dan
penggunaaankelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran
kooperatif (Helmiati, 2012: 35-36)
Menurut Prastiyo (2019: 7) kooperatif artinya kerjasama untuk mencapai
tujuan. Belajar kooperatif adalah proses perubahan tingkah laku peserta didik akibat
interaksi antara stimulus dengan respon secara bersama-sama atau berkelompok, baik
kelompok kecil maupun kelompok besar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) merupakan pelajaran yang
menuntut adanya kerjasama antara siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga dalam penyelesaian tugas
kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk saling memahami materi pelajaran atau saling memberikan
pendapat, sehingga setiap murid selain mempunyai tanggung jawab individu juga
mempunyai tanggung jawab kelompok (Putra, 2021: 10)
Menurut Hamdani (dalam Rodliyah, 2020: 21-22) terdapat unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Para siswa harus memilliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama”;
b. Para siswa harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap siswa lain dalam
kelompoknya, selain tanggung jawab diri sendiri dalam materi yang dihadapi;
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama;
d. Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab diantara anggota kelompok;
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh
terhadap evaluasi kelompok;
f. Para siswa berbagi kepemimpinan dan mereka memperoleh keterampilan
bekerjasama selama belajar;
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif
2. Teori Pembelajaran yang Melandasi Model Pembelajaran Kooperatif

2
Teori yang melandasi model pembelajaran kooperatif struktural NHT antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Teori konstruktivis. Hakikat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus
menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Brook, Leinhardt, Brown) yang dikutip
Heryanto (2018). Teori konstruktivis memandang siswa secara terus menerus
memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama
dan memperbaiki jika aturan tersebut tidak sesuai lagi. Teori ini menekankan pada
peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri
dibandingkan dengan apa yang saat ini dilaksanakan pada mayoritas kelas,
sehingga sering disebut pembelajaran berpusat pada siswa (student centered
instruction).
b. Landasan teori berikutnya adalah teori Vygostky, ada empat prinsip penting dalam
teori Vygostky yaitu
(1) penekanan pada hakikat sosio kultural belajar. Vygostky menekankan
pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam
perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia, lebih lanjut menjelaskan
bahwa siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan
teman sebaya yang lebih mampu.
(2) zona perkembangan terdekat (zone of proximal development). Vygostky yakin
bahwa belajar terjadi jika anak belajar menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada pada zona perkembangan
terdekat mereka. Zona perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan
sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini.
(3) pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship), konsep ini mengacu pada
proses seseorang yang sedang belajar secara tahap demi tahap memperoleh
keahlian melalui interaksi dengan seorang pakar. Pakar yang dimaksud adalah
orang yang menguasai permasalahan yang dipelajari, bisa orang dewasa atau
teman sebaya.
(4) perancahan (scaffolding), mengacu kepada bantuan yang diberikan kepada
seorang anak oleh teman sebayanya atau orang dewasa yang lebih
berkompeten.
Menurut Ratumanan dalam Heryanto (2018) menyatakan ada dua implikasi
utama teori Vygostky dalam pendidikan, yaitu:

3
(1) dikehendakinya setting kelas terbentuk pembelajaran kooperatif antar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda. Sehingga siswa
dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam daerah
perkembangan terdekat,
(2) dalam pembelajaran menekankan perancahan, dengan perancahan semakin
lama siswa semakin dapat mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran
sendiri.
c. Teori selanjutnya yang melandasi model pembelajaran kooperatif struktural NHT
adalah teori Piaget. Menurut Piaget, dasar dari belajar adalah aktifitas anak bila ia
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisiknya dikutip Heryanto (2018) dalam
Ratumanan (2002: 33). Piaget adalah seorang tokoh psikolog kognitif, yang
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses, anak secara aktif
membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-
pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.Ini berarti bahwa anak-anak
mengkonstruksi pengetahuan secara terus menerus dengan mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi-informasi baru. Piaget menyatakan bahwa struktur
kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses adaptasi. Adaptasi adalah
proses penyesuaian skema dalam merespons lingkungan melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses mendapat informasi dan pengetahuan baru
yang berlangsung menyatu dengan struktur mental yang telah dimiliki seseorang,
sedangkan akomodasi adalah membentuk kembali skema yang cocok dengan
informasi baru, sehingga cocok dengan informasi yang baru diterimanya. Skema
adalah merupakan abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti
sesuatu atau untuk memecahkan suatu masalah. Implikasi dari teori Piaget dalam
pembelajaran adalah memfokuskan pada proses berpikir anak tidak sekedar pada
produknya, pengakuan terhadap anak atas keterlibatan aktif dalam proses
pembelajaran, dan penerimaan perbedaan individu.
3. Kesesuaian Model Pembelajaran Kooperatif untuk Diterapkan dalam
Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar
melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Wahidin (2006: 22)

4
mengatakan bahwa di dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap, proses atau
metodologi, dan hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Carin dan Sund
(1993) dalam dalam Sulistyowati (2014: 24) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan
yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data
hasil observasi dan eksperimen. IPA memiliki empat unsur utama, yaitu sikap, dimana
IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup,
serta hubungan sebab akibat. Persoalan IPA dapat dipecahkan dengan menggunakan
prosedur yang bersifat open ended; proses, dimana proses pemecahan masalah pada
IPA memungkinkan adanya prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode
ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau
percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; produk, dimana IPA
menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan aplikasi dimana
penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan dilaksanakannya pembelajaran sains di SD/MI pada hakikatnya tidak
hanya untuk menghasilkan siswa yangcerdas dalam memahami materi-materi sains
(prodak sains, berupa scientific knowledge) namun juga terampil dalam menerapkan
langkah-langkah ilmiah (proses sains, atau scienific process skills), serta mampu
mengejewantahkan karakter sikap sainstis (sikap ilmiah, atau scienific attitute) dalam
kegiatan belajarnya tersebut. Dalam pencapaian tujuan di atas, keberhasilan siswa
untuk mempelajari konsep IPA akan lebih mudah terwujud jika siswa terlibat aktif
secara langsung dalam proses pembelajaran. Hal ini juga sekaligus sangat penting
untuk mempertajam pemahaman siswa terkait konsep materi yang dipelajari.
Padahakikatnya pada saat siswa belajar secara aktif, mereka mengembangkan
rasaingin tahunya yang besar terhadap sesuatu, misalnya dengan cara aktif
bertanya,mencari tahu, dan mendiskusikannya dengan teman-temannya.
Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa peran guru adalah sebagai
fasilitator dan pembimbing siswa dalam mendorong siswa untuk belajar dalam
lingkungan kooperatif. Kooperatif ini digunakan untuk meningkatkan pencapaian
akademik melalui kolaborasi kelompok. Memperbaiki relasi antar siswa,
mengembangkan keterampilan-keterampilan pemecahan masalah dalam kelompok
dan memperluas proses demokrasi dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu hasil belajar
siswa harus lebih ditingkatkan. Peneliti memilih pembelajaran tipe ini karena dengan
mengkondisikan situasi belajar siswa dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, maka
diharapkan siswa akan termotivasi untuk ikut berperan serta atau terlibat dalam

5
kegiatan belajar di dalam kelompoknya, dengan cara saling bertukar pendapat,
bekerjasama, dan saling membantu untuk bersama-sama mencapai prestasi yang
tinggi.
Pemilihan metode pembelajaran perlu disesuaikan dengan karakteristik input
yang diperoleh, dan output yang diharapkan. Guru perlu memilih metode berbasis
permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini, permasalahan ada dalam komponen
input. Selanjutnya, setelah mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi, guru perlu
menyesuaikan metode pembelajaran yang dipilih dengan berorientasi pada tujuan
yang hendak dicapai. Tujuan ini termuat dalam komponen output.
Ketertarikan seseorang terhadap sesuatu akan mendorongnya untuk mencari
tahu berbagai informasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Berawal dari rasa ingin
tahu kemudian muncul keinginan untuk mempelajarinya, termasuk belajar yang
dilakukan siswa di sekolah. Di sekolah siswa mendapatkan berbagai ilmu dari mata
pelajaran yang berbeda-beda.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesame siswa
dalam tugastugas yang terstruktur. 24 Model Pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran yang menekankan siswa untuk dapat berinteraksi antara
siswa untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga dalam
proses belajar mengajar tidak terjadi jarak atau jurang pemisah antara siswa yang satu
dengan siswa yang lainnya. Model ini bertumpu pada kerja kelompok kecil,
berlawanan dengan pembelajaran klasikal (satu kelas penuh) dan model pembelajaran
ini terdiri 6 tahapan pokok, yaitu:
a) Menentukan tujuan pembelajaran dan pengaturan pelaksanaan pembelajaran,
b) Memberi informasi kepada siswa melalui presentasi atau teks,
c) Membagi siswa dalam kelompok belajar,
d) Menentukan kelompok dan membantu kelompok belajar,
e) Menguji atau melakukan tes untuk mengetahui keberhasilan dari tugas-tugas
kelompok, dan
f) Memberi penghargaa bbaik terhadap presentasi individu maupun kelompok.
Menurut Romiszowski (1981: 4) dalam Winataputra (2008: 2)
pembelajaran/instruction adalah sebagai proses pembelajaran yakni proses belajar
sesuai dengan rancangan. Unsur kesengajaan dari pihak di luar individu yang
melakukan proses belajar merupakan ciri utama dari konsep instruction. Proses

6
pengajaran ini berpusat pada tujuan atau goal directed teaching process yang dalam
banyak hal dapat direncanakan sebelumnya (pre-planned). Karena sifat dari proses
tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan perilaku dalam
konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah dirancang.
Menurut Budimansyah (2002: 1) pembelajaran adalah sebagai perubahan
dalam kemampuan, sikap, atau perilaku siswa yang relatif permanen sebagai akibat
pengalaman atau pelatihan. Perubahan kemampuan yang hanya berlangsung sekejab
dan kemudian kembali ke perilaku semula menunjukkan belum terjadi peristiwa
pembelajaran.
Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
a. Kelompok dibentuk dari pembelajar yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah
b. Jika memungkinkan, setiap anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
c. Pembelajar belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
d. Penghargaan lebih beorientasi kelompok daripada individual.
4. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi perannannya di masa yang
akan datang” (UU R.I. No. 2 Tahun 1989 I, Pasal 1). Sekolah sebagai suatu lembaga
pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan,
yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta
didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan
belajar, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke
arah pencapaian tujuan yang dicita-citakan. Model kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif, sehingga dapat merangsang siswa lebih
bergairah dalam belajar (Slavin dalam Isjoni, 2016: 15). Menurut Lie (2008),
pembelajaran kooperatif terbukti sangat efektif dalam meningkatkan hubungan antar
siswa. Macpherson dalam Hariyanti (2017: 29), menyatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah suatu proses pembelajaran berpusat pada siswa yang
saling berinteraksi dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran melalui
sebuah media yang telah dirancang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model

7
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengharuskan setiap
siswa untuk bekerja bersama dengan semangat. Senada dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Sudarsana (2018), bahwa model kooperatif berpengaruh terhadap
peningkatan mutu hasil belajar.
Menurut Trianto (2007: 61) TPS (Think Pair Share) merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu
tunggu. Pertama kai dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas
Maryland sesuai yang dikutip Trianto (2007: 61) menyatakan bahwa think pair share
merupakan suatu caryang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think
pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan
saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau
siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Menurut Julianto, dkk.
(2011: 39), dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa dikelompokkan secara
berpasangan. Kelompok berpasangan seperti ini mempunyai kelebihan sebagai
berikut: (1) meningkatkan partisipasi, (3) cocok untuk tugas sederhana, (4) lebih
banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, (5) interaksi
lebih mudah, (6) lebih mudah dan cepat membentuknya.Hasil belajar mempunyai
peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar
dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya
mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari
informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih
lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.Prestasi belajar tidak dapat
dipisahkan dengan semua kegiatan belajar baik di kelas, prasarana sekolah, maupun di
luar sekolah. Gagne (dalam Jufri, 2013: 58) menyatakan hasil belajar adalah
kemampuan yang dapat teramati dalam diri seseorang dan disebut dengan kapabilitas.
Sedangkan menurut Abdurrahman (dalam Jihad & Abdul Haris, 2013:14) hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Juliah
(dalam Jihad & Abdul Haris, 2013:15) juga menjabarkan bahwa hasil belajar adalah
segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang
dilakukannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil
dalam bentuk kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui suatu proses belajar.

8
5. Metode Pembelajaran yang dapat Diterapkan dalam Model Pembelajaran
Kooperatif
a. Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar
kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah
menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen,
terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami
bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi.
Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu
diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak
berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu
melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian
singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa
yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor
sempurna pada kuis-kuis itu.
b. Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang
paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan
pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam
perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan
mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit
daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru. Dalam penerapan investigasi
kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5
atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk
dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam
topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan
dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

9
c. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya.
Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan
ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen
ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti
resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa
memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang
dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam
kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada
penghargaan individual. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan
perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan
keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang
terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together, yang dapat
digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token,
merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan
keterampilan sosial.
d. Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan
teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain
dalam kelompoknya (Arends,1997). Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain (Arends,1997). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka
juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota

10
kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan
yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang
ditugaskan” (Lie, A., 1994). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik
yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain
tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-
siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota
kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada
pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat
kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa
yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga
yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok
ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda
yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang
berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi
dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok
serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah
pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok
asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan
pada saat pertemuan di kelompok ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang
positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir
pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang
telah dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap
anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat
mengerjakan kuis dengan baik.
e. Problem Solving
Problem solving (pembelajaran berbasis masalah) merupakan pendekatan
pembelajaran yang menggiring siswa untuk dapat menyelesaikan masalah
(problem). Masalah dapat diperoleh dari guru atau dari siswa. Dalam proses
pembelajarannya siswa dilatih untuk kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah
serta difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa.
f. Team Games Tournament (TGT)

11
Pada pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta
didik yang masing-masing anggotanya melakukan turnamen pada kelompoknya
masing-masing. Pemenang turnamen adalah peserta didik yang paling banyak
menjawab soal dengan benar dalam waktu yang paling cepat.
6. Evaluasi Pembelajaran yang dapat Diterapkan dalam Model Pembelajaran
Kooperatif
Pengertian evaluasi secara luas adalah suatu proses merencanakan,
memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat
alternatif-alternatif keputusan. Dalam kaitannya dengan sebuah program pengajaran,
evaluasi diartikan sebagai proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat
keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa
(Norman E. Gronlud, dalam Ngalim Purwanto, 1987: 3).
Ada beberapa prosedur dan unsur yang harus diterapkan dalam sistem
pengajaran Cooperative Learning. Diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan
saling ketergantungan yang positif. Dalam penilian, siswa mendapat nilai pribadi dan
nilai kelompok. Siswa bekerja sama dengan metode cooperative learning. Mereka
saling membantu dalam memersiapkan diri untuk tes. Kemudian, masing-masing
mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Nilai kelompok bisa
dibentuk dengan beberapa cara. Pertama, nilai kelompok bisa diambil dari nilai
terendah yang didapat siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok yang bisa
diambil dari rata-rata nilai semua anggota kelompok, dari “sumbangan” setiap
anggota. Kelebihan kedua cara ini adalah semangat gotong royong yang ditanamkan.
Dengan cara ini kelompok bisa berusaha lebih keras untuk membantu semua anggota
dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun, kekurangannya adalah perasaan negatif
dan tidak adil. Siswa yang mampu akan merasa dirugikan oleh nilai rekannya yang
rendah, sedangkan siswa yang lemah mungkin bisa merasa bersalah karena
sumbangan nilainya paling rendah.
Untuk menjaga rasa keadilan ada cara lain yang bisa dipilih. Setiap anggota
menyumbangkan poin diatas milai rata-rata mereka sendiri. Misalnya, nilai rata-rata si
A adalah 60 dan kali ini dia mendapat 65, dia akan menyumbangkan 5 poin untuk
kelompok. Ini berarti setiap siswa, pandai ataupun lamban, mempunyai kesempatan
untuk memberikan kontribusi. Siswa lamban tak merasa minder terhadap rekan-rekan
mereka karena mereka juga bisa memberikan sumbangan. Malahan mereka akan

12
merasa terpacu untuk meningkatkan kontribusi mereka dan dengan demikian
menaikan nilai pribadi mereka sendiri.
7. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif 
Kelebihan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya: 
a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,
akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. 
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide
atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-
ide orang lain. 
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasan serta menerima segala perbedaan. 
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar. 
e. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan social. 
f. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. 
g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan
informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. 
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan member
rangsangan untuk berpikir.
Kekurangan pembelajaran kooperatif diantaranya yaitu: 
a. Bagi siswa yang pandai, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap
kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan yang seperti ini dapat
mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok. 
b. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil kelompok. Namun
yang demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang
diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa. 
c. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran
kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak
mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi
ini. 

13
d. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting
untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang didasarkan kepada
kemampuan secara individu. Oleh karena itu idealnya pembelajaran kooperatif
selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan

14
DAFTAR PUSTAKA
Andriatuti, M. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Sekolah Dasar (Doctoral dissertation, State
University of Surabaya).

Abdullah, R. (2017). Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
mata pelajaran kimia di Madrasah Aliyah. Lantanida journal, 5(1), 13-28.

Fiteriani, I., & Arni, S. (2016). Model Pembelajaran Kooperatif Dan Implikasinya Pada
Pemahaman Belajar Sains di SD/MI (Studi PTK di Kelas III MIN 3 WatesLiwa
Lampung Barat). TERAMPIL: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, 3(2), 94-
115.

Esminarto, Sukowati, & Anam, K. (2016). Implementasi Model STAD dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Siwa. BRILIANT: Jurnal Riset Dan Konseptual, 1(November), 16–23.
Hayati, Sri. (2017). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperative Learning. Magelang:
Graha Cendekia

Helmiati. (2012). Model Pembelajaran. Pekanbaru: Aswaja Pressindo.


Heryanto, H. (2018). PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STRUKTURAL NHT
DAN MODEL PEMBELAJARAN EKSPOSITORI. JURNAL CURERE, 2(1).
Lestari, I. D. (2020). Evaluasi penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
mata kuliah biologi umum. BIODIDAKTIKA: JURNAL BIOLOGI DAN
PEMBELAJARANNYA, 15(2).
Magdalena, I., Ainun, N., Nabila, R. N., & Aziz, M. M. (2020). Penerapan Evaluasi
Pembelajaran dalam Mata Pelajaran IPA Kelas V dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation di SDN Mauk 1 Kecamatan Mauk.
Jurnal Halaqah, 2(4), 447-454.
Prastiyo, Andika. (2019). PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN
MODEL KOOPERATIF Jigsaw PADA MATERI PECAHAN DI KELAS V SDN
SEPANJANG 2. N.p., CV Kekata Group.

Putra Angga. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Sekolah
Dasar. N.p., Jakad Media Publishing.

15
Rodliyah Siti. (2020). Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw Untuk Mengajar Geografi.
N.p., Cipta Gadhing Artha.
Ronawati.2016. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Di Kelas IV SDN 3 Tambun Tolitoli.Jurnal
Kreatif Tadulako.Vol.4.No. 1
Santosa, Donald Samuel Slamet. "Manfaat Pembelajaran Kooperatif Team Games
Tournament (TGT) dalam Pembelajaran." Ecodunamika 1.3 (2018).

Sudana, I. P. A., & Wesnawa, I. G. A. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif


Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 1(1),
1-8.

16

Anda mungkin juga menyukai