Nama Kelompok :
3. Qomarudin : 20194711263
Hadis maudhu’’ atau hadis palsu adalah penyandaran sesuatu kepada Rasulullah saw.,
padahal beliau sendiri tidak pernah mengucapkan, melakukan, atau menetapkannya. Pemalsuan
pembuatan cerita; g) pendekatan pada penguasa; dan h) keinginan berbuat baik tanpa dasar
pengetahuan agama. Adapun ciri hadis maudhu’’ antara lain ada qarinah yang menunjukkan
bahwa periwayat itu tidak ketemu dengan orang yang diakui sebagai guru, terdapat kerancuan
pada matn, maknanya tidak dapat diterima akal serta bertentangan dengan nash al-Qur’an.
Pembahasan tentang hadis maudhu’ sangat penting, oleh karena di samping kegiatan pemalsuan
hadis telah menjadi kenyataan dalam sejarah, juga terutama dalam rangka memelihara kemurnian
hadis Nabi serta menghindarkan umat Islam dari kekeliruan dan terperangkap dalam pengamalan
Ihya’ Ulûmiddîn, sebuah nama kitab yang sangat tenar di tengah kaum Muslimin,
bukan hanya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Ditilik dari makna harfiyah Ihya’ Ulûmiddîn,
kita dapati sebuah makna yang sangat agung. Betapa tidak, Ihya’ Ulûmiddîn yang disematkan
oleh penyusun kitab ini sebagai judul karya tulisnya itu bermakna menghidupkan ilmu-ilmu
agama. Keagungan makna ini tidak diingkari oleh siapapun yang memiliki iman dalam hatinya.
Karena, dengan ilmu-ilmu agama yang diaplikasikan dalam kehidupan nyata, seseorang akan
bisa selamat dari siksa dan murka Allâh Azza wa Jalla serta bisa masuk ke surga-Nya yang
penuh kenikmatan abadi. Namun apakah semua kandungan kitab Ihya’ Ulumiddin itu benar ?
Dalam peribahasa kita, ada ungkapan “Tidak ada gading yang tak retak”. Para Ulama
juga telah menegaskan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak menetapkan keselamatan dari segala
bentuk kesalahan kecuali untuk nabi-Nya dan tidak memberikan jaminan ‘bebas dari kesalahan’
untuk sebuah kitab kecuali untuk kitab-Nya, al-Qur’ân. Kita juga tidak lupa dengan perkataan
Imam Mâlik rahimahullah : “Semua perkataan orang bisa diterima atau ditolak kecuali perkataan
penghuni kuburan ini (sambil memberi isyarat ke arah makam Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ).”
Ini menuntut kita untuk memiliki sifat kritis dan lapang dada. Sifat kritis untuk
menyaring semua info yang masuk ke kita dan sifat lapang dada untuk menerima segala bentuk
Kitab yang sangat masyhur ini, ternyata tidak luput dari kesalahan, bahkan kesalahan
fatal, karena terdapat kesalahan dalam masalah aqidah. Mungkin ada pertanyaan, siapakah kalian
sehingga berani menyalahkan kitab tersohor ini beserta penulisnya yang sangat ternama itu ?
Tentu, jawaban kami, bukan kami yang menyalahkan. Namun para Ulama Islam yang telah
menjelaskan sisi-sisi kekeliruan dan kesalahannya, berdasarkan dalil-dalil al-Qur’ân dan Sunnah
yang mereka kuasai. Itulah pesan yang ingin kami sampaikan agar umat mengetahui kesalahan-
Di antara kesalahan itu, ada yang berawal dari kesalahan dalil, karena ternyata yang
Percakapan dalam masjid akan memakan/menghapus (pahala) kebaikan seperti binatang ternak
yang memakan rumput. [Ihyâ’ Ulûmiddîn, 1/152, cet. Darul Ma’rifah, Beirut]
Hadits ini dihukumi oleh Imam al-‘Irâqi rahimahullah, as-Subki rahimahullah dan al-
Albâni rahimahullah sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits. [Lihat
Taufik yang sedikit lebih baik dari ilmu yang banyak. [Ihyâ’ Ulûmiddîn, 1/31]
Hadits ini juga dihukumi oleh para ulama di atas sebagai sebagai hadits palsu yang
tidak ada asalnya. [Thabaqâtusy Syâfi’iyyatil Kubrâ 6/287 dan Difâ’un ‘anil Hadîtsin Nabawi
hlm. 46]
Ada sebagian orang mengatakan, “Meskipun maudhû’ (palsu) atau dhaîf, bukankah itu
tetap merupakan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .” Ucapan seperti ini
menunjukkan orang yang melontarkannya belum memahami ilmu mustholah hadits dan belum
menyadari bahaya dan ancaman besar akibat membuat atau ikut menyebarkan hadits palsu.
Selain itu, kalau para ulama ahli hadits sudah menghukumi sebuah hadits sebagai hadits yang
maudhû’ itu artinya berdasarkan penelitian mereka “hadits” itu bukan sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak boleh dinisbatkan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam , sehingga tidak bisa dijadikan sebagai landasan dalam beramal. Barangsiapa berani
menisbatkan hadits maudhû’ kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah
berdusta atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terkena ancaman Rasûlullâh
Jalan mewujudkan penghambaan diri kepada Allâh Azza wa Jalla hendaknya dengan
mencukupkan diri dengan hadits yang shahîh dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Itulah jalan terbaik, Sebagaimana perkataan Imam Nawawi rahimahullah dalam mukaddimah
mengatakan :
“Jalan yang paling benar dan terbaik bagi seorang mukallaf dalam beribadah, suluk terbaik
yang dia lakukan yaitu beradab atau bertingkah laku dengan kandungan (riwayat-riwayat) yang
shahîh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ),
sayyid orang terdahulu dan yang terakhir, manusia termulia pada zaman dahulu dan yang akan
datang”.
Akhirnya, kami berdoa, semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita
ULUMIDDIN
1. Hadits :
Hadits ini dihukumi oleh Imam al-‘Irâqi rahimahullah, as-Subki rahimahullah dan al-
Albâni rahimaullah sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits
[2].
2. Hadits :
Taufik yang sedikit lebih baik dari ilmu yang banyak [3].
ini juga dihukumi oleh para ulama di atas sebagai sebagai hadits palsu yang tidak ada
asalnya [4] .
3. Hadits :
‘Umar bin Shubh al-Khurâsâni. Ibnu Hajar rahimahullah berkata tentangnya[6] : “Dia
adalah perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah), bahkan
4. Hadits :
ِ َّْف بِ ِه أَ ْه ُل الن
ار ُ إِ َّن ْال َعالِ َم يُ َع َّذبُ َع َذابًا يَ ِطي
Sesungguhnya orang yang berilmu akan disiksa (dalam neraka) dengan siksaan yang
Hadits ini dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullah sebagai hadits yang tidak ada
asalnya [9].
5. Hadits :
ِش َرا ُر ْال ُعلَ َما ِء الَّ ِذ ْينَ يَأْتُوْ نَ اأْل ُ َم َرا َء َو ِخيَا ُر اأْل ُ َم َرا ِء الَّ ِذ ْينَ يَأْتُوْ نَ ْال ُعلَ َما َء
Seburuk-buruk ulama adalah yang selalu mendatangi para penguasa (pemerintah) dan
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullah sebagai hadits yang tidak ada
6. Hadits :
berkata: ‘Aku adalah orang yang berilmu’ maka dia adalah orang yang jahil (bodoh)”
[12] .
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullahsebagai hadits yang tidak ada
asalnya [13] dan dinyatakan lemah oleh Imam as-Sakhâwi rahimahullah [14].
7. Hadits :
َ ْس لِ ْل َع ْب ِد ِم ْن
صالَتِ ِه إِالَّ َما َعقَ َل َ لَي
Seorang hamba tidak akan mendapatkan (keutamaan) dari shalatnya kecuali apa yang
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam as-Subki rahimahullah sebagai hadits yang tidak ada
asalnya [16].
8. Hadits :
Sesuatu yang pertama kali Allâh Azza wa Jalla ciptakan adalah akal…[17] .
Hadits ini dihukumi oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah dan Syaikh al-Albâni
9. Hadits :
Hadits ini dihukumi oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah sebagai hadits yang palsu [20] .
10. Hadits :
“Wahai manusia, pahamilah (dengan akal) dari Rabb-mu dan saling berwasiatlah
Hadits ini adalah hadits palsu, diriwayatkan oleh Dâwûd bin al-Muhabbar dalam kitab
al-‘Aql yang dikatakan oleh Ibnu Hajar: “Dia adalah perawi yang matruk (ditinggalkan
riwayatnya karena sangat lemah) dan kitab al-‘Aql yang ditulisnya mayoritas berisi
[4]. Thabaqâtusy Syâfi’iyyatil Kubrâ 6/287 dan Difâ’un ‘anil Hadîtsin Nabawi hlm. 46
[18]. Lihat Lisânul Mîzân 4/314 dan Takhrîju Ahâdîtsil Misykâh no. 5064
DAFTAR PUSTAKA