manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk, pendidikan, ekonomi, dan lain
sebagainya. Dalam dunia ini tidak ada manusia yang mampu untuk bertahan hidup
dengan hanya seorang diri atau tanpa adanya pertolongan dari orang lain karena
sosial yang mempunyai sifat zone politicon. Dengan kata lain, manusia membutuhkan
budaya, politik sesama manusia dalam kehidupan ini semenjak ia terlahir ke dunia.
Sekian banyak usaha dan hubungan antar sesama manusia, maka jual beli
dalam memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Kegiatan jual beli ini bisa dikatakan
Dari hubungan kebutuhan ini, akan melahirkan perikatan atauperjanjian yang dalam
kebutuhanya, salah satunya adalah jual beli, untuk menukarkan sesuatu yang dimiliki
1
dengan sesuatu yang diinginkan. Transaksi jual beli dilakukan secara sah, apabila
memenuhi rukun dari jual beli, salah satu rukun jual beli yaitu harus adanya aqad,
sebagai kepastian atau kejelasan dari pertukaran tersebut. Dalam Islam jual beli
adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan
pihak lain yang menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan syara' dan di sepakati oleh kedua belah pihak 1(Hendi Suhendi, 2007:68-
69).
oleh ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama.
sebagaimana dikutip oleh 2Nasrun Haroen (2007:112) bahwa jual beli adalah: Saling
menukar harta dengan harta dengan bentuk pemindahan milik dan pemilikan" Mereka
Maksud dari kata milik adalah bahwa harta yang diperjual belikan adalah
milik sah dari penjual dan kata kepemilikan berarti adanya perpindahan milik dari
penjual kepada pembeli setelah pembeli membayar barang. .satu kegiatan yang telah
bermasyarakat di kalangan umat manusia, dan Islam datang memberikan dasar yang
jelas dan tegas. Secara umum, jual beli termasuk masalah muamalah manusia. yang
1
Suhendi, Hendi. (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2007), 68-69.
2
Haroen, Nasrun. (Fiqh Muamalah), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 112.
2
dimaksud yaitu selama tidak ada unsur yang ditetapkan kebathilan dan keharaman.
Jual beli yang dilakukan manusia beragam modelnya dari akad (transaksi)
yang riil dan transparan, melalui alat komunikasi seperti media cetak dan media
elektronik lainya. Bentuk transaksi jual beli yang beragam dan terjadi dimasa
bahwa jual beli dihalalkan dengan syarat. Sesuai dengan ketentuan syara',
Sebagaimana Firman-Nya dalam qur-an surat An- Nisa ayat 29, yaitu:
ِ َيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب
َ اط ِل ِإاَّل َأ ْن تَ ُكونَ تِ َج
ارةً ع َْن
اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما
ٍ ت ََر
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengam jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.
yang mungkin memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil, dan cara-cara
yang mencari keuntungan yang tidak sah menurut syara. Syari'at Islam juga melarang
seperti riba, perjudian, dan yang serupa dengan itu dari macam-macam kecurangan
atau tipu daya yang tampak, seakan-akan sesuai dengan hukum syara. Tetapi Allah
3
mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya kecurangan dari si pełaku untuk
Definisi-definisi jual beli yang telah dijelaskan, dan dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian jual beli adalah tukar menukar barang dengan barang (barter) atau
barang dengan uang yang dalam pelaksanaannya didasari atas kerelaan tanpa paksaan
dan dengan sendirinya menimbulkan suatu perikatan yang berupa kewajiban timbal
balik antara penjual dan pembeli, penjual memindahkan barang pada pembeli dan
hukum yang mengatur tentang jual beli, seperti yang telah diungkapkan oleh
mayoritas fuqaha, baik mengenai syarat,rukun maupun bentuk-bentuk jual beli yang
tidak diperbolehkan. Semua ketentuan tersebut dapat kita jumpai dalam kajian kitab-
kitab fiqh. Oleh karena itu, dalam prakteknya harus dikerjakan secara konsekwen dan
Jual beli merupakan bentuk transaksi yang sangat di ridhai oleh Allah,
kebolehan dari jual beli tersebut ditegaskan dalam firman Alah SWI surat al-Baqarah
ayat 275:
ان ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذل بَِأنَّهُ ْمُ َالَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ الرِّ بَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيط
قَالُوا ِإنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربَا ۗ َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه
ٰ ُأ
ِ َّفَا ْنتَهَ ٰى فَلَهُ َما َسلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَ ولَِئكَ َأصْ َحابُ الن
َار ۖ هُ ْم فِيهَاخَ الِ ُدون
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
4
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
tentang bagaimana cara umat manusia memenuhi kebutuhan hidup dengan aturan
yang telah ditetapkan Allah SWT. Namun adakalanya dalam praktek jual beli masih
sering terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh para pedagang dari aturan hukum
yang telah ditetapkan. Kegiatan jual beli dalam kehidupan sangatlah penting dan
hampir setiap hari manusia melakukan transaksi jual beli, seperti hal nya jual beli
Toko pakaian ini mempunyai kelebihan dari harganya yang lebih murah
dibandingkan dengan toko yang lainnya. Karena toko ini memproduksi baju baju
kaos dengan sendiri atau mempunyai konveksi sendiri dan kualitasnya pun tidak
kalah bagus dengan baju baju kaos yang ada di toko lainnya.
Barang yang biasanya diperjual belikan oleh toko tersebut bukan hanya baju
kaos saja tetapi banyak juga macam-macam baju dan pakaian lainnya.
Dalam jual beli pakaian yang terjadi di toko Marwah ini ada yang memakai
sistem satuan dan juga sistem kodian. Dalam sistem satuan toko ini menjual baju kaos
polos seharga Rp.30.000/pcs. Dan jika dijual secara kodian seharga Rp.28.000/pcs
5
jadi didalam satu kodi itu terdapat 20 baju kaos di dalamnya dengan harga
Rp.580.000. didalam perjual belian seperti ini tentunya harus ada keterbukaan dari
penjual terhadap barang tersebut, karena terkadang ada penjual yang hanya
memperlihatkan contoh baju satuannya saja, padahal ketika ada konsumen yang
memesan baju secara kodian pihak penjual memberikan baju yang sudah di siapkan
secara kodi tanpa dilihat kembali bagaimana kondisi satu persatu nya baju yang telah
mengalami ketidakpuasan karena menemukan baju yang cacat di dalam baju yang ia
beli dengan cara kodian tersebut dan si pembeli tadi hendak menukarkan kembali
pakaian karena mengetahui bahwa pakaian yang dia beli itu ada yang (cacat), akan
tetapi alasan barang (pakaian) yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan lagi Jual beli
dengan sistem kodian ini, kalau kita teliti lebih dalam banyak Sistem jual beli tersebut
masih tetap berlangsung hingga sekarang, Oleh karena itu agar pelaksanaan jual beli
tidak merugikan kedua belah pihak maka Islam menetapkan adanya hukum khiar.
Kebolehan untuk melakukan khiar dalam jual beli terdapat dalam hadits riwayat
6
3
Kedua belah pihak yang melakukan jual beli mempunyai hak antara
melanjutkan atau membatalkan selama keduanya belum berpisah secara fisik. Dalam
kaitan pengertian berpisah dinilai sesuai dengan situasi dan kondisinya 4(Kamaluddin
A. Marzuki, 1988: 101). Salah satu tujuan dari khiar adalah agar penjual dan pembeli
tidak ada yang merasa dirugikan dikemudian hari, salah satunya adalah kerugian yang
disebabkan adanya kecacatan terhadap barang yang dibeli. Tujuan akhir dari transaksi
jual beli adalah untuk mendapatkan manfaat atas barang yang dibeli, tetapi dalam jual
beli pakaian secara kodian ini pembeli sama sekali tidak boleh mengembalikan
barang yang sudah dibeli apapun resiko yang dideritanya (terdapat cacat), Kecacatan
pada suatu barang mengakibakan hilangnya manfaat pada suatu barang atau barang
tersebut tidak dapat memberikan manfaat sebagaimana mestinya. Hal ini sangat
bertentangan dengan konsep jual beli yang ditetapkan oleh ajaran Islam. Terkait
dengan pembahasan tersebut, penulis mencoba untuk meneliti jenis transaksi jual beli
pakaian secara kodian yang terjadi di Toko Marwah dilihat dari syariat Islam.
Berdasarkan uraian tentang transaksi jual beli tersebut, penulis termotivasi untuk
menganalisis mengenai model transaksi jual beli pakaian secara kodian yang
diterapkan di Toko Marwah. faktor apa sajakah yang melatar belakangi jual beli
3
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 83.
4
Marzuki, A Kamaludin. Fiqh Sunnah, (Bandung: PT. Al-ma’arif, 1988), 101.
7
jelasan dan penyimpangan akad jual beli, khususnya jual beli pakaian secara kodian
B. Perumusan Masalah
pelaksanaan jual beli pakaian dengan sistem kodian, maka penulis mengidentifikasi
Ratu
C. Tujuan penelitian
8
a. Untuk mengetahui pelaksanaan akad jual beli pakaian dengan system
D. Kerangka pemikiran
Kajian fiqih muamalah adalah jual beli. Jual beli merupakan akad yang umum
digunakan oleh masyarakat, karena dalam setiap harinya masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad ini Untuk mendapatkan makanan dan minuman
sendirinya, tapi akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga
Sedangkan menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah
5
Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 69.
9
menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan
hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan 6. (Hendi
dengan jual beli. 7Jual beli menurut Nasrun Haroen (2007:111) dalam istilah fiqih
disebut berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan menjual dengan al-
bai' yang lain. Lafal al-ba' dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk ra' (beli).
Dengan demikian, kata al-bai" pengertian lawannya, yakni kata asy-syi berarti jual
ِ َيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب
َ اط ِل ِإاَّل َأ ْن تَ ُكونَ تِ َج
ارةً ع َْن
اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما
ٍ ت ََر
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaanyang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu"
6
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 67.
7
Mas’adi, A Ghufran. Fiqh Muamalah Konstektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 119.
8
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 111.
10
Hukum jual beli berdasarkan surat al-Baqarah ayat 275:
ان ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذل بَِأنَّهُ ْمُ َالَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ الرِّ بَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيط
قَالُوا ِإنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربَا ۗ َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه
ٰ ُأ
ِ َّفَا ْنتَهَ ٰى فَلَهُ َما َسلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَ ولَِئكَ َأصْ َحابُ الن
َار ۖ هُ ْم فِيهَاخَ الِ ُدون
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Maksud dari penjelasan hadist diatas adalah jual beli yang jujur, tanpa diiringi
kecurangan atau penipuan. Adapun salah satu jual beli yang penulis jumpai di Toko
Marwah adalah jual beli pakaian dengan sistem kodian dimana dalam hal ini biasanya
sering terdapat kecacatan barang, misalnya pedagang pakaian mengambil salah satu
sampel atau contoh pakaian yang tidak cacat untuk dilihatkan kepada konsumen dan
meyakinkan ke konsumen kalau pakaian yang dijual secara kodian itu bagus-bagus,
setelah konsumen itu tertarik dan berniat untuk membelinya, maka pedagang tersebut
mengambil duplikat pakaian yang dijadikan sampel yang sudah terbungkus rapi dan
diserahkan kepada konsumen. Dan dianatara pakaian yang terbungkus rapi tersebut
sering kali terdapat pakaian cacat yang sengaja disembunyikan oleh pedagang.
Pembeli pakaian tadi yang hendak menukarkan kembali pakaian setelah mengetahui
11
bahwa pakaian yang dia beli itu ada yang (cacat), akan tetapi pedagang pakaian
tersebut menolak untuk ditukar pakaianya dengan alasan Barang (pakaian) yang
sudah dibeli tidak bias ditukar lagi jual beli itu boleh, adapun masalah teknis jual beli
dalam al-Qur'an tidak dijelaskan, apalagi yang menyangkut culture (adat) yang sudah
mengakar di dalam masyarakat. Seperti halnya praktek jual beli pakaian sistem terjadi
di Toko Baju Marwah di Pasar Pelabuhan Ratu dipenguruhi oleh adat Sehingga wajar
kedudukan penting dalam menentukan status. Islam. Hal ini dijelaskan dalam kaidah
berdasarkan atas nash" (Juhaya S. Praja, 1995: 132) Al-Urf memiliki pengertian
segala sesuatu yang dikenal oleh manusia dan menjadi suatu tradisi bagi mereka, baik
itu ucapan, perbuatan atau pandangan- pandangan, dan disebut juga adat 10. Adat
secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu: 'adat yang benar dan 'adat yang
rusak. Adat yang benar adalah kebiasaan yang dilakukan manusia, tidak bertentangan
dengan dalil syara', tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan
kewajiban. Seperti adat meminta pekerjaan, 'adat membagi maskawin menjadi dua
dan lain-lain. Adapun adat yang rusak adalah kebiasaan yang dilakukan oleh manusia
9
Djajuli, A. Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2006), 9.
10
Praja, S Juhaya, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: LPPM UNISBA, 1995), 132.
12
kewajiban. Seperi kebiasan memakan barang riba dan akad perjudian. (Faiz el
Muttaqin, 2003: 117-118). adat kebiasaan (urf yang digunakan dalam kehidupan
3. Telah berlaku pada umumnya kaum muslimin, dalam arti bukan hanya yang
Dari beberapa persyaratan tersebut maka 'udat kebiasaan tersebut dapat dibagi
unsur manfaat dan tidak ada unsur madharatnya, atau unsur manfaatnya lebih
besar dari unsur madharatnya. 'Adat dalam bentuk ini diterima sepenuhnya
11
Muttaqin, el Faiz. Ushul Fiqh Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,2003), 117-118.
13
Adat dalam bentuk ini dapat diterima dalam Islam namun dalam pelaksanaan
tidak memiliki unsur manfaat, atau ada unsur manfat tetapi nya lebih besar.
'Adat dalam bentuk ini ditolak olch Islam secara mutlak. telah berlangsung
dengan dalil syara' yang datang kemudian, namun secara jelas belum ke dalam
Pada umumnya setiap masalah muamalah atau masalah keduniaan boleh dan
dipandang haram setelah ada dalil yang mengharamkannya bagaimana kaidah figh
Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali
adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi pada dasarnya boleh, seperti jual
beli, sewa menyewa, gadai, kerjasama, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas
Transaksi perdagangan atau jual beli menurut islam bisa dilakukan dengan cara
12
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 369-370.
13
Djajuli, A. Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 130.
14
apapun asal kedua belah pihak menghindari adanya gharar, spekulasi barang yang
diperjualbelikan, dan bukan barang yang dilarang oleh syariat Islam. Dalam jual beli,
penjual dan pembeli haruslah jujur, berterus terang, mengatakan yang sebenarnya dan
jangan berdusta atau berbuat curang. Jual beli ditinjau dari hukum dan sifat jual beli.
Jumhuru membaginya menjadi dua macam jual beli, yaitu jual beli yang
dikatagorikan (sahih dan jual beli yang dikatagorikan tidak sah. Jual beti sahih adalah
jual beli yang memenuhi ketentuan syara' baik rukun maupun syaratnya,sedangkan
jual beli tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan riukurn
schingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal. Jual beli yang rusak fasid atau
batal salah satu jenisnya adalah jual beli yang mengandung unsur kesamaran (gharar)
yaitu kesamaran yang terdapat pada barang yang dijual, kesamaran disebabkan oleh
adanya ketidaktahuan dapat dilihat dari beberapa segi: dari segi ketidaktahuan
terhadap barang yang diakadkan atau penentuan akad itu sendiri, dari segi
ketidaktahuan terhadap keadaan harga dan barang yang dijual, atau terhadap besarnya
harga, atau terhadap masa pembayaran harga. Larangan dari jual beli gharar ini
Selain terhindar dari unsur kesamaran, jual beli juga harus terhindar dari
penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak yang melakukan akad jual beli.
15
Adanya unsur penipuan dapat mengakibatkan hilangnya kerelaan yang dirasakan oleh
salah satu pihak sehingga status jual belinya menjadi batal. Larangan melakukan
penipuan dalam jual beli dijelaskan dalam sabda Rasulullah diriwayatkan oleh
Orang yang akan melaksanakan jual beli dianjurkan untuk mengetahui syarat-
syarat dan rukun-rukunn tersebut sah menurut Islam. Rukun jual beli menurut ulama
hanafiyah hanya satu yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qobul
(ungkapan menjual dari penjual). Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa
14
Sunarto, Achmad. Terjemahan Riyadhus Shalihin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), 469.
16
rukun jual beli itu ada empat, yaitu orang yang berakad (penjual dan pembeli), ada
sighat (ijab dan qobul), barang yang dibeli. dan ada nilai tukar pengganti barang
15
(Nasrun Haroen, 2007: 115).
6. Milik sendiri
7. Diketahui (dilihat)
takarannya, atau ukuran-ukuran yang maka lainnya, tidaklah sah jual beli yang
Selain rukun dan syarat jual beli yang menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi
jual yang patut diperhatikan dan harus asas-asas dilaksanakan. Asas-asas dalam
muamalat ini mengatur lalu lintas hubungan antara asas muamalat tersebut yaitu:
15
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 115.
16
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 71-73.
17
1. Asas Taba 'dalul Mana ', asas Taba'dalul Mana'fi berarti segala bentuk
bidang muamalat yang menghendaki agar harta itu tidak hanya dikuasai oleh
3. Asas 'an tara'din atau suka sama suka, asas ini merupakan kelanjutan dari asas
pemerataan diatas. Asas iri menyatakan bahwa setiap bentuk muamalat antar
Kerelaan disini dapat berarti kerelaan dalam menerima dan atau menyerahkan
4. Asas adamul gurar, asas adamul gurar berarti bahwa setiap bentuk muamalat
tidak boleh ada gharar yaitu tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah
hifangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi
atau perikatan.
termasuk dalam kategori Asas suka sama suka ialah sepanjang bentuk
muamalat dan pertukaran manfat itu dalam rangka pelaksanaan saling tolong
18
6. Asas musyarakah, asas musyarakah menghendaki setiap bentuk muamalat
menguntungkan bukan saj bagi pihak yang terlibat melainkan juga bagi
E. Langkah-langkah penelitian
terjaminnya harta yang dimiliki apakah halal atau haram dan apakah ada pihak lain
yang merasa dirugikan atau tidak. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka
1. Metode Penelitian
(Beni Ahmad Saebani. 2008: 43). Untuk memperoleh data lengkap dalam penelitihan
ini maka metode yang digunakan adalah mctode deskriptif dan analisis. Metode
deskriptif digunakan untuk menjelaskan pelaksanaan jual beli pakaian dengan sistem
kodian di Toko Baju Marwah di Pasar Pelabuhan Ratu, sedangkan metode analisis
digunakan untuk menganalisa pelaksanaan jual beli pakaian dengan sistem kodian
apabila ditinjau dari sudut pandang Fiqh Muamalah. Tujuan dari penelitian deskriptif
ini adalah untuk membuat gambaran yang sistematis, akurat dan aktual mengenai
17
Praja, S Juhaya. Filsafat Hukum Islam, (Bandung: LPPM UNISBA, 1995), 113-114.
18
Saebani. Ahmad Beni, Metode Penelitian, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008), 43.
19
fakta-fakta fenomena yang diteliti yaitu tentang jual beli pakaian dengan sistem
kodian yang berlokasi di Toko Baju Marwah Pasar Pelabuhan Ratu Kabupaten
Sukabumi.
2. Lokasi Penelitian
Sukabumi.
3. Jenis Data
pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang dirumuskan dan pada
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, jenis data tersebut diklasifikasikan
sesuai dengan butir-butir pertanyaan yang diajukan, dan terhindar dari jenis data tidak
pelengkap. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menekankan pada jenis
data kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi atau pengamatan wawancara
langsung kepada informan yang dipilih. Data-data tersebut diperoleh dari lokasi
penelitian yaitu di Toko Baju Marwah di Pasar Pelabuhan Ratu. Adapun jenis data
a. Pelaksanaan akad jual beli pakaian dengan sistem kodian di Toko Baju
20
b. Faktor yang melatar belakangi pelaksanaan jual beli pakaian dengan sistem
c. Tinjauan figh muamalah terhadap Pelaksanan akad jual beli pakaian dengan
4. Sumber Data
Penentuan sumber data didasarkan atas jenis data yang telah ditentukan. Pada
tahapan ini ditentukan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data
primer diperoleh dari para responden yang dijadikan objek penelitian, yaitu penjual
dan pembeli pakaian dengan sistem kodian di Toko Baju Marwah Pasar Pelabuhan
Ratu, Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data lain yang menunjang
sumber data primer, baik yang diperoleh dari dokumen-dokumen. buku-buku atau
cara:
langsung terhadap penjual dan pembeli yang melakukan kegiatan jual beli
system kodian. Tujuan dari observasi ini adalah untuk memperoleh data yang
21
kegiatan transaksi yang dilakukan di Toko Baju Marwah Pasar Pelabuhan
Ratu.
transaksi jual beli pakaian dengan sistem kodian di Toko Baju Marwah Pasar
Pelabuhan Ratu
6. Analisis Data
klasifikasi, perbandingan dan pencarian data secara spesifik adapun teknik yang
a. Pengumpulan dan penyeleksian data yang sesuai dengan masalah yang sedang
dibahas.
22
DAFTAR PUSTAKA
Pelajar.
Mas’udi, A Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Muttaqin, el Faiz. 2003. Ushul Fiqh Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani.
Suhendi, Hendi. 2007. Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Saebani, Ahmad Beni. 2008. Metode Penelitian, Bandung: CV. Pustaka Setia.
23