Anda di halaman 1dari 56

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Perkembangan ekonomi dunia yang pesat mempengaruhi perkembangan perekonomian masyarakat, dimana mereka mengembangkan teori-teori ekonomi maupun praktek untuk memperoleh kegiatan ekonomi yang menguntungkan mereka. Dalam setiap kegiatan ekonomi pasti terdapat kegiatan menjual dan mebeli. Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Allah telah menjelaskan dalam kitabNya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya. Dalam proses menjual dan membeli pasti ada hal-hal yang perlu di perhatikan, mulai dari hukum menjual maupun membeli dan juga prosesnya. Hukum yang mengatur kegiatan jual beli terdapat dalam ilmu ekonomi maupun dalam ilmu agama. Dalam prakteknya seringkali banyak kegiatan ekonomi yang tidak sesuai dengan hukum-hukum yang ada, misalnya saja riba dan sejenisnya. Disini pelaku ekonomi hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan semata tanpa menimbang kerugian pihak lain. Dari sinilah kegiatan ekonomi dunia harus di evaluasi untuk meminimalisir praktek-praktek semacam ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Hukum Jual Beli menurut Islam? 2. Bagaimana Macam Macam Ribah menurut Islam? 3. Bagaimana Hukum Bunga Bank menurut Islam? 4. Bagaimana Hukum Valuta Asing menurut Islam? 5. Bagaimana Hukum Jual Beli Via Kredit menurut Islam? 6. Bagaimana Hukum Jual Beli Via Internet menurut Islam?

C. TUJUAN
1. 2. 3. 4. 5. 6.

Mengetahui Hukum Jual Beli menurut Islam? Mengetahui Macam Macam Ribah menurut Islam? Mengetahui Hukum Bunga Bank menurut Islam? Mengetahui Hukum Valuta Asing menurut Islam? Mengetahui Hukum Jual Beli Via Kredit menurut Islam? Mengetahui Hukum Jual Beli Via Internet menurut Islam?

BAB II PEMBAHASAN

A. HUKUM JUAL BELI Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya. Hukum Jual Beli Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas : Allah Ta'ala berfirman : " Dan Allah menghalalkan jual beli Al Baqarah". Allah Ta'ala berfirman : " tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu " (Al Baqarah : 198). Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886) Dan para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli, karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang

lain, maka jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan yang dikehendaki. Akad Jual Beli : Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan : Bentuk perkataan terdiri dari Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual seperti ucapan " saya jual" dan Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan "saya beli " Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang wajar (telah ditentukan). Dan kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus : Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada beberapa gambaran 1. Penjual hanya melakukan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti ucapan " ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu seperti mengucapkan "ambilah baju ini dengan bajumu", maka kemudian dia mengambilnya. 2. Pembeli mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan). 3. Keduanya tidak mengucapkan lapadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai. Syarat Sah Jual Beli. Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang beraqad dan (barang) yang diaqadi, apabila salah satu dari syarat tersebut hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Adapun syarat tersebut adalah sbb : Bagi yang beraqad : 1. Adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu jual beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa tanpa haq (sesuatu yang diperbolehkan) berdasarkan firman Allah Ta'ala " kecuali

jika jual beli yang saling ridha diantara kalian ", dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "hanya saja jual beli itu terjadi dengan asas keridhan" (HR. Ibnu Hiban, Ibnu Majah, dan selain keduanya), adapun apabila keterpaksaan itu adalah perkara yang haq (dibanarkan syariah), maka sah jual belinya. Sebagaimana seandainya seorang hakim memaksa seseorang untuk menjual barangnya guna membayar hutangnya, maka meskipun itu terpaksa maka sah jual belinya. 2. Yang beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat) untuk melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaf dan orang yang sehat akalnya, maka tidak sah jual beli dari anak kecil, bodoh, gila, hamba sahaya dengan tanpa izin tuannya. (catatan : jual beli yang tidak boleh anak kecil melakukannya transaksi adalah jual beli yang biasa dilakukan oleh orang dewasa seperti jual beli rumah, kendaraan dsb, bukan jual beli yang sifatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil, ini berdasarkan pendapat sebagian dari para ulama pent). 3. Yang beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau menempati posisi sebagai orang yang memiliki (mewakili), berdasarkan sabda Nabi kepada Hakim bin Hazam " Janganlah kau jual apa yang bukan milikmu" (diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya). Artinya jangan engkau menjual seseuatu yang tidak ada dalam kepemilikanmu. Berkata Al Wazir Ibnu Mughirah Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa tidak boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan tidak juga dalam kekuasaanya, kemudian setelah dijual dia beli barang yang lain lagi (yang semisal) dan diberikan kepada pemiliknya, maka jual beli ini bathil Bagi (Barang) yang diaqadi Barang tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya secara mutlaq, maka tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil manfaatnya seperti khomer, alat-alat musik, bangkai berdasarkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam " Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual bangkai, khomer, dan patung (Mutafaq alaihi). Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan " mengharamkan khomer dan harganya, mengharamkan bangkai dan harganya, mengharamkan babi

dan harganya", Tidak sah pula menjual minyak najis atau yang terkena najis, berdasarkan sabda Nabi " Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu (barang) mengharamkan juga harganya ", dan di dalam hadits mutafaq alaihi: disebutkan " bagaimana pendapat engkau tentang lemak bangkai, sesungguhnya lemak itu dipakai untuk memoles perahu, meminyaki (menyamak kulit) dan untuk dijadikan penerangan", maka beliau berata, " tidak karena sesungggnya itu adalah haram.". Yang diaqadi baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk didapatkan (dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat didapatkan (dikuasai) menyerupai sesuatu yang tidak ada, maka tidak sah jual belinya, seperti tidak sah membeli seorang hamba yang melarikan diri, seekor unta yang kabur, dan seekor burung yang terbang di udara, dan tidak sah juga membeli barang curian dari orang yang bukan pencurinya, atau tidak mampu untuk mengambilnya dari pencuri karena yang menguasai barang curian adalah pencurinya sendiri. Barang yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang beraqad, karena ketidaktahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu bentuk penipuan, sedangkan penipuan terlarang, maka tidak sah membeli sesuatu yang dia tidak melihatnya, atau dia melihatnya akan tetapi dia tidak mengetahui (hakikat) nya. Dengan demikian tidak boleh membeli unta yang masih dalam perut, susu dalam kantonggnya. Dan tidak sah juga membeli sesuatu yang hanya sebab menyentuh seperti mengatakan "pakaian mana yang telah engkau pegang, maka itu harus engkau beli dengan (harga) sekian " Dan tidak boleh juga membeli dengam melempar seperti mengatakan "pakaian mana yang engaku lemparkan kepadaku, maka itu (harganya0 sekian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radiallahu anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan hasil memegang dan melempar" (mutafaq alaihi). Dan tidak sah menjual dengan mengundi (dengan krikil) seperti ucapan " lemparkan (kerikil) undian ini, maka apabila mengenai suatu baju, maka bagimu harganya adalah sekian " Sumber : Mulakhos Fiqhy Syaikh Sholeh bin Fauzan AL Fauzan Penerbit Dar Ibnul Jauzi - Saudi Arabia Khiyar (memilih) dalam Jual Beli Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Abdullah Alu Fauzan.

Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan syamil (menyeluruh) meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Termasuk dalam maslahat tersebut adalah sesuatu yang Allah syariatkan dalam jual beli berupa hak memilih bagi orang yang bertransaksi, supaya dia puas dalam urusannya dan dia bisa melihat maslahat dan madharat yang ada dari sebab akad tersebut sehingga dia bisa mendapatkan yang diharapkan dari pilihannya atau membatalkan jual belinya apabila dia melihat tidak ada maslahat padanya. Pengertian Khiyar. Khiyar (memilih) dalam jual beli maknanya adalah memilih yang terbaik dari dua perkara untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiyar terdiri dari delapan macam : 1. Khiyar Masjlis (pilihan majelis) yaitu tempat berlangsungnya jual beli. Maksudnya bagi yang berjual beli mempunyai hak untuk memilih selama keduanya ada di dalam majelis. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shlallalahu alalihi wasaallam. Jika dua orang saling berjual beli, maka masing-masing punya hak untuk memilih selama belum berpisah dan keduanya ada di dalam majelis (Shahih, dalam shahihul Jami : 422), Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata : Dalam penetapan adanya khiyar majelis dalam jual beli oleh Allah dan Rasul-Nya ada hikmah dan maslahat bagi keduanya, yaitu agar terwujud kesempurnaan ridha yang disyaratkan oleh Allah taala dalam jual beli melalui firman-Nya Kecuali saling keridhaan di atara kalian (An Nisa :29) karena sesungguhnya akad jual beli itu sering terjadi dengan tiba-tiba tanpa berfikir panjang dan melihat harga. Maka kebaikan-kebaikan syariat yang sempurna ini mengharuskan adanya sebuah aturan berupa khiyar supaya masing-masing penjual dan pembeli melakukannya dalam keadaan puas dan melihat kembali trasnsksi itu (maslahat dan mandaratnya).Maka masing-masing punya hak untuk memilh sesuai dengan hadits selama keduanya tidak berpisah dari tempat jual beli. Kalau keduanya meniadakan khiyar (hanya asas kepercayaan) yaitu saling berjual beli dengan syarat tidak ada khiyar, atau salah seorang keduanya merelakan

tidak ingin khiyar maka ketika itu harus terjadi jual beli pada keduanya atau terhadap orang yang mengugurkan hak khiyarnya hanya dengan sebatas akad saja. (karena khiyar itu merupakan hak dari orang yang bertransaksi maka hak itu hilang jika yang punya hak membatalkannya-pent). Sebagaimana sabda rasulullah Selama keduanya belum berpisah atau pilihan salah seorang dari keduanya terhadap yang lain(Shahih, dalam Shahih Al Jami: 422). Dan diharamkan bagi salah satu dari kedunya untuk memisahkan saudaranya dengan tujuan untuk menggugurkan hak khiyarnya berdasarkan hadits Amr bin Syuaib yang padanya terdapat perkataan Nabi :Tidak halal baginya untuk memisahkannya karena khawatir dia akan menerima hak khiyar (menggagalkan 2. Khiyar Syarat, Yaitu masing-masing dari keduanya mensyaratkan adanya khiyar ketika melakukan akad atau setelahnya selama khiyar majelis dalam waktu tertenu, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi Wasallam orang-orang muslim itu berada di atas syarat-syarat mereka dan juga karena keumuman firman Allah Taala Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah janji-janji itu (Al Maidah :1.). Dua orang yang bertransaksi sah untuk mensyaratkan khiyar terhadap salah seorang dari keduanya karena khiyar merupakan hak dari keduanya, maka selama keduanya ridho berarti hal itu boleh. 3. Khiyar Ghobn, Yaitu jika seorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan, maka seorang yang tertipu dia diberi pilihan apakah akan melangsungkan transsaksinya atau membatalkannya. Dalilnya sabda rasul Tidak ada madharat dan tidak ada memadharati (Silsilah As Shahihah : 250) dan sabdanya Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan kelapangan darinya (dalam menjualnya) (Irwaul Ghalil : 1761) . Dan orang yang tertipu tidak akan lapang jiwanya denga penipuan, kecuali kalau jual belinya). (Hasan, dalam Irwaul Ghalil : 1211)

penipuan tersebut adalah penipuan ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.

Gambaran Khiyar Ghabn 1 Orang-orang kota menyambut orang-orang yang datang dari pelosok yang datang untuk mengambil (memeberikan) barang dagangan mereka di kota, jika orang-orang kota menyambutnya kemudian membeli dari mereka dalam keadaan jelas orang-orang yang datang dari pelosok itu tertipu dengan penipuan yang besar, maka mereka berhak untuk memilih (khiyar) karena sabda Nabi Shallallahu alaihi Wasallam Jangan kalian sambut orang-orang yang datang itu, maka barang siapa yang menyambutnya dan membeli barangnya, jika kemudian mereka datang ke pasar (ternyata dia mengetahui harganya) maka dia berhak untuk khiyar" (HR. Muslim). Maka Nabi Shallallahu alaihi Wasalam merlarang untuk menyambut merkea di luar pasar yang didalamnya terdapat jual beli barang, dan beliau memerintahkan jika penjual itu datang ke pasar sehingga dia mengetahui hargaharga barang maka penjual tersebut berhak untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata Nabi Shallallahu alaihi Wasalam menetapkan khiyar bagi pendatang jika dia bertemu dengan pembeli (dari kota), karena padanya ada unsur penipuan. Ibnul Qoyim menjelaskan Nabi Shallallahu alaihi Wasalam melarang darinya (melakukan penyambutan untuik membeli, -pent) karena adanya penipuan terhadap penjual yaitu penjual tidak tahu harga, sehingga orang-orang di kota membeli darinya dengan harga minim, oleh karena itu Nabi Shallallahu alaihi Wasalam menetapkan hak khiyar bagi penjual setelah dia memasuki pasar. Adapun tentnag adanya khiyar dalam kodisi tertipu tidak ada pertentangan di kalangan para ulama karena penjual yang datang ke kota jika dia tidak tahu harga, maka dia teranggap tidak tahu terhadap harga-harga yagg semestinya sehingga dengan demikian pembeli telah menipunya. Demikian pula jika penjual menjual sesuatu

kepada pembeli maka bagi pembeli berhak untuk khiyar jika dia masuk pasar dan merasa tertipu dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan. 2 Penipuan yang disebabkan oleh adanya tambahan harga oleh najasy, Najasy yaitu orang yag memberikan tambahan terhadap barang dagangan sedangkan dia sendiri tidak berniat untuk membelinya melainkan hanya sekedar untuk menaikan harga barang terhadap pembeli. Maka ini adalah amalan yang diharamkan, Nabi Shallahllahu alaihi Wasallam telah melarang dengan sabdanya Janganlah kalian saling nerbuatan nasjasy (Shahih dalam Shahih Abu Dawud No 2922, Shahih Ibnu Majah 1767, Shahih Tirmidzi No 1050 dll), karena pada perbuatan ini ada unsur penipuan terhadap pembeli dan ini termasuk ke dalam makna Ghisy. Termasuk ke dalam Najasy yang diharamkan adalah yaitu pemilik barang mengatakan aku berikan kepada orang lain dengan harga sekian padahal dia dusta, atau mengatakan aku tidak akan menjualnya kecuali dnegan harga sekian padahal dia dusta. Gambaran lain dari najasy yang diharamkan adalah pemilik barang mengatakan Tidaklah aku menjual barang ini kecuali dengan harga sekian atau seharga sekian, dengan tujuan supaya pembeli membelinya dengan harga minimal yang dia sebutkan seperti mengatakan terhadap suatu barang harga barang ini lima ribu saya jual dengan harga sepuluh ribu dengan tujuan pembeli membelinya dengan harga yang mendekati nilai sepuluh ribu (padahal dia dusta, -pent) 3 Ghabn Mustarsil. Ibnul Qoyim berkata dalam hadits disebutkan Menipu orang yang mustasrsil adalah riba (Hadits Bathil dalam Silsilah Ad Dhaifah : 668, dan lemah dalam Dhaiful Jami : 2908, Al Albany) . Mustarsil adalah orang yang tidak tahu harga dan tidak bisa menawar bahkan dia percaya sepenuhnya kepada penjual, jika ternyata dia ditipu dengan penipuan yang besar maka dia punya hak untuk khiyar. Ghabn adalah diharamkan karena padanya mengandung unsur penipuan terhadap pembeli. Dan beberapa perkara yang diharamkan dan sering terjadi di pasar-pasar kaum muslimin seperti sebagian orang ketika membawa barang dagangan ke pasar.

10

Orang-orang pasar sepkat untuk tidak menawar barang (dengan harga tinggi), apabila pembeli tidak ada yang bersedia menambah harta pembelian, maka akhirnya penjual terpaksa menjualnya dengan harta murah. Maka ini adalah Ghabn (penipuan) yang dzalim dan diharamkan. Apabila pemilik barang mengetahui bahwa dia telah ditipu maka boleh baginya untuk khiyar dan mengambil kembali barangnya. Maka wajib bagi yang melakukan penipuan seperti ini untuk meninggalkan perbuatan ini dan bertaubat darinya. Dan bagi yang mengetahui hal ini wajib baginya untuk mengingkari orang yang berbuat seperti ini dan menyampaikan kepada pihak yang berwenang untuk ditindak. 4 Khiyar Tadlis yaitu khiyar yang disebabkan oleh adanya tadlis. Tadlis yaitu menampakan barang yang aib (cacat) dalam bentuk yang bagus seakan-akan tidak ada cacat. Kata tadlis diambil dari kata addalah dengan makna ad dzulmah (gelap) yaitu seolah-olah penjual menunjukan barang kepada pembeli yang bagus di kegelapan sehingga barang tersebut tidak terlihat secara sempurna. Dan ini ada dua macam ; Pertama : Menyembunyian cacat barang Kedua : Menghiasi dan memperindahnya dengan sesuatu yang menyebabkan harganya bertambah. Tadlis ini haram, karena dia merasa tertipu dengan membelanjakan hartanya terhadap barang yang ditunjukan oleh penjual dan kalau dia tahu barang yang dibeli itu tidak sesuai dengan harga yang dia berikan maka syariat memperbolehkan bagi pembeli untuk mengembalikan barang pembeliannya. Diantara contoh-contoh tadlis yang ada adalah menahan air susu kambing, sapi dan unta ketika hendak dipajang untuk dijual, sehingga pembeli mengira ternak itu selalu banyak air susunya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda janganlah kalian membiarkan air susu unta dan kambing (sehingga tampak banyak air susunya), maka apabila dia tetap menjualnya maka bagi pembeli berhak untuk khiyar dari dua pilihan apakah dia akan melangsungkan membeli atau mengembalikannya dengan satu sha kurma. (Shahih dalam Shahihul Jami :7347, Al Albany) .

11

Contoh lain adalah menghiasi rumah yang cacat untuk menipu pembeli atau penyewa, menghiasi mobil-mobil sampai nampak seperti belum pernah dipakai dengan maksud untuk menipu pembeli serta contoh-contoh lainnya dari bentuk penipuan. Maka wajib bagi seorang muslim untuk berlaku jujur serta menjelaskan hakikat dari barang-barang yang akan dijual, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam Dua orang penjual dan pembeli berhak untuk khiyar selama keduanya tidak berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (hakikat dari barang-barangnya), maka berkah bagi keduanya dalam jual beli.. Akan tetapi apabila keduanya dusta dan menyembunyikan aib barangnya, maka terhapuslah berkah jual belinya." (Shahihdalam Shahihul Jami :2897, Al Albany) Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mengabarkan bahwa Jujur dalam menjual dan membeli adalah dari sebab berkah, dan sesungguhnya dusta adalah penyebab hilangnya berkah. Maka harga (nilai uang) meskipun sedikit apabila disertai dengan kejujuran maka Allah akan memberikan berkah padanya, dan sebaliknya banyak akan tetapi disertai dengan kedustaan maka hal itu akan mengapuskan berkah dan tidak ada kebaikan padanya. 5 Khiyar Aib yaitu khiyar bagi pembeli yang disebabkan adanya aib dalam suatu barang yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahui olehnya, akan tetapi jelas aib itu ada dalam barang dagangan sebelum dijual. Adapun ketentuan aib yang memperbolehkan adanya khiyar adalah dengan adanya aib itu biasanya menyebabkan nilai barang berkurang, atau mengurangi harga barang itu sendri.. Adapun landasan untuk mengetahui hal ini kembali kepada bentuk perniagaan yang sudah terpandang, kalau mereka menganggapnya sebagai aib maka boleh adanya khiyar, dan kalau mereka tidak menganggapnya sebagai suatu aib yang dengannya dapat mengurangi nilai barang atau harga barang itu sendiri maka tidak teranggap adanya khiyar. Apabila pembeli mengetahui aib setelah akad, maka baginya berhak khiyar untuk melanjutkan membeli dan mengambil ganti rugi seukuran perbedaan antara harga barang yang baik dengan yang terdapat aib. Atau boleh baginya untuk membatalkan pembelian dengan mengembalikan barang dan meminta kembali uang yang telah dia berikan.

12

6 Khiyar Takhbir Bitsaman menjual barang dengan harga pembelian, kemudian dia mengkhabarkan kadar barang tersebut yang ternyata tidak sesuai dengan hakikat dari barang tersebut.seperti harga itu lebih banyak atau lebih sedikit dari yang dia sebutkan, atau dia berkata Aku sertakan engkau dengan modalku di dalam barang ini atau dia mengatkaan Aku jual kepadamu barang ini dengan laba sekian dari modalku atau dia mengatkaan Aku jual barang ini kepadamu kurang sekian dari harga yang aku beli. Dari keempat gambaran ini jika ternyata modalnya lebih dari yang dia khabarkan , maka bagi pembeli boleh untuk memilih antara tetap membeli atau mengembalikannya menurut pendapat suatu madzhab. Menurut pendapat yang kedua dalam kodisi seperti ini tidak ada khiyar bagi pembeli, dan hukum berlaku bagi harga yang hakiki, sedang tambahan itu akan jatuh darinya (tidak bermakna). Wallahu alam 7 Khiyar bisababi takhaluf. Khiyar yang terjadi apabila penjual dan pembeli berselisih dalam sebagian perkara, seperti berselisih dalam kadar harga atau dalam barang itu sendiri, atau ukurannya, atau berselisih dalam keadaan tidak ada kejelasan dari keduanya, maka ketika itu terjadi perselisihan. Ketika kedunya saling berbeda terhadap apa yang diinginkan maka keduanya boleh untuk membatalkan jika dia tidak ridha dengan perkataan yang lainnya 8 Khiyar ruyah. Khiyar bagi pembeli jika dia membeli sesuatu barang berdasarkan penglihatan sebelumnya, kemudian ternyata dia mendapati adanya perubahan sifat barang tersebut, maka ketika itu baginya berhak untuk memilih antara melanjutkan pembelian atau membatalkannya. Sumber : Mulakhos Fiqhy Juz II Oleh Syaikh Sholeh Fauzan Al Fauzan (Dikutip dari situs Zisonline, tulisan al Ustadz Qomar Su'aidi, Lc. Diarsipkan al akh Fikri Thalib. Sumber : Diambil dari Mulakhos Fiqhy Juz II Hal 11-13)

B. MACAM MACAM RIBA oleh: Dony Prasetyo Jenis-Jenis Riba (Muslih, Mohammad dan Drs. Nur Hadi Ikhsan. 2007):
13

Riba Fudul

Penukaran dua barang sejenis dalam jumlah yang tidak sama. Contoh : menukar 2 gram emas dengan 2,5 gram emas yang sama. Riba Qardi

Riba dalam bentuk hutang piutang atau pinjaman dengan syarat ada tambahan atau keuntungan bagi yang memberi pinjaman. Contoh : si A memberikan pinjaman uang Rp 10.000 kepada si B dengan syarat si B harus mengembalikan sebesar Rp 11.000. Riba Yad

Riba yang dilakukan dalam transaksi jual beli yang belum diserah terimakan namun oleh si pembeli sudah dijual lagi kepada orang lain. Contoh : si A menjual motor kepada si B tetapi si B belum menerima motor tersebut, tetapi si B sudah menjual motor tersebut kepada si C Riba Nasa (Nasiah)

Riba dengan cara melipat gandakan tambahan karena penundaan waktu pembayaran. Contoh : si A memberikan pinjaman kepada si B sebesar Rp 100.000 dan harus dikembalikan minggu depan, dan ketika sudah jatuh tempo si B tidak bisa mengembalikannya maka si A memperpanjang waktu pembayarannya menjadi satu minggu lagi dengan syarat si B harus mengembalikan sebesar Rp 110.000.

14

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat gand dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran:130)


Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Ar-Rum:39) Hukum Riba Kata Latin, usuria, dari mana "riba" istilah berasal berarti "bunga yang berlebihan." Dalam konteks awal, riba mengacu pada praktik membebankan bunga atas pinjaman. Konsep riba memiliki asal-usul teologis yang kuat, dengan Perjanjian Baru, Taurat, dan Alquran semua riba baik tanpa malu-malu mengutuk atau sangat mengecewakan itu. Konsep berevolusi dari awal agama sebagai negara semakin banyak mulai mengatur tingkat bunga maksimum yang diizinkan kreditur untuk mengisi daya. Saat ini, riba mengacu pada praktek pengisian exorbitantly atau melawan hukum tingginya suku bunga kredit. Riba hukum sekarang ditetapkan oleh pemerintah negara bagian dan memiliki relevansi khusus untuk kartu kredit dan industri pinjaman hari gajian. Peraturan Pemerintah Hukum riba didefinisikan sebagai undang-undang negara yang membatasi suku bunga maksimum di mana pinjaman dapat secara legal dikeluarkan. Sebagai contoh, negara mungkin memberlakukan tingkat suku bunga maksimum 10% pada pinjaman pribadi. Meskipun undang-undang riba dirancang untuk melindungi konsumen, kurangnya keseragaman dan solidaritas di seluruh negara bagian daun beberapa konsumen lebih baik daripada yang lain, tergantung pada keadaan tempat tinggal mereka. Tingkat bunga maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang

15

riba bervariasi oleh negara, yang membuka banyak celah untuk kreditur untuk menghindari hukum sama sekali. Selain itu, bank yang memiliki hubungan federal dikecualikan dari undang-undang negara dan bukannya diatur oleh undang-undang federal riba. Menghindari Hukum Riba Efektivitas hukum riba perusahaan kartu kredit dan pemberi pinjaman hari gajian dipertanyakan, karena kedua industri ini telah berhasil mengesampingkan hukum tersebut di masa lalu. Dua faktor memungkinkan kreditur untuk menghindari hukum riba secara hukum: perbedaan suku bunga maksimum antara negara-negara dan Putusan Mahkamah Agung 1979. Seperti disebutkan sebelumnya, hukum riba negara-negara yang sangat berbeda menetapkan suku bunga maksimum, dan pemberi pinjaman telah berhasil memanfaatkan fakta ini. Para penguasa di Marquette vs Pertama Omaha Corp Layanan perbankan nasional diperbolehkan untuk membebankan suku bunga tertinggi yang diperbolehkan di negara asal mereka, terlepas dari keadaan di mana peminjam berada. Dengan kata lain, bank bisa mendirikan toko di negara hukum riba dengan sangat liberal, menawarkan kredit dengan suku bunga yang tinggi kepada penduduk negara lain, dan pergi dengan tanpa tuntutan hukum. Sebagai contoh, pada tahun 1981, sebelumnya New-York Citibank operasi berbasis pindah kartu kredit ke Dakota Selatan-ramah pemberi pinjaman untuk biaya pelanggan suku bunga yang lebih tinggi. Pemberi pinjaman juga beberapa pelanggar terburuk ketika datang untuk menghindar hukum riba. Di negara-negara di mana pinjaman hari gajian tidak tegas dilarang, pemberi pinjaman gajian dikenakan riba batas suku bunga, yang tentu saja, memiliki sedikit keseragaman nasional. Akibatnya, banyak pemberi pinjaman hari gajian telah mulai menjalin hubungan dengan bank nasional-charter yang berbasis di negara lain tanpa batas riba, seperti Delaware atau South Dakota. Selama bank nasional dengan yang mereka berafiliasi berkantor pusat di negara tanpa langit-langit riba, pemberi pinjaman hari gajian maka dapat mengisi peminjam dari negara apapun tingkat suku bunga tertinggi yang diperbolehkan di negara asal bank. Pengelakan ini hukum riba dikenal sebagai ekspor rate atau

16

pemberi pinjaman / model Penyedia Jasa dan ini sangat umum dalam industri pinjaman hari gajian. (Antonio, Muhammad syafii. 2001.)

C. PENGERTIAN RIBA

17

Oleh : Desman Priaga Menurut bahasa riba berarti tambahan (ziyadah-Arab, addition-Inggris), sedangkan menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok sebagai syarat terjadinya suatu taransaksi. Sedangkan menurut Al Jurjani merumuskan riba sebagai kalebihan / tambahan pembayaran tanpa ada ganti / imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi). Riba yang pertama, al nasiah, merujuk pada selisih waktu; dan riba yang kedua, tafadul atau al-fadl , merujuk pada selisih nilai. Dengan dua jenis sumber riba ini, Ibn Rushd merumuskan adanya empat kemungkinan: 1. Hal-hal yang pada keduanya, baik penundaan maupun perbedaan, dilarang adanya. 2. Hal-hal yang padanya dibolehkan ada perbedaan tetapi dilarang ada penundaan. 3. Hal-hal yang pada keduanya, baik penundaan maupun perbedaan, diperbolehkan adanya.
4. Hal-hal (yang dipertukarkan) yang terdiri atas satu jenis (genus) yang sama

(semisal

pertukaran uang, sewa-menyewa, dan utang-piutang).

Rumusan di atas menunjukkan bahwa istilah penundaan maupun perbedaan nilai (penambahan) digunakan di dalam fikih untuk hal-hal baik yang bisa dibenarkan maupun tidak, tergantung kepada jenis transaksi dan barang yang ditransaksikan. Ini bermakna bahwa:

Dalam suatu transaksi yang mengandung unsur penundaan yang dilarang timbul riba yang termasuk riba al nasiah. Dalam transaksi yang mengandung unsur penambahan yang dilarang timbul riba yang termasuk riba al-fadl. Dalam suatu transaksi yang mengandung keduanya berarti timbul riba yang merupakan riba al-nasiah dan riba al-fadl sekaligus.

(Muslih, Mohammad dan Drs. Nur Hadi Ikhsan. 2007).

18

Transaksi utang-piutang mengandung penundaan (selisih) waktu, tapi tidak ada unsur penambahan. Seseorang meminjamkan uang Rp 1 juta rupiah, dan peminjam melunasinya, setelah tertunda beberapa waktu lamanya, dalam jumlah yang sama, Rp 1 juta. Penundaan waktu dalam utang-piutang ini dibenarkan dan hukumnya halal, tetapi penambahan atasnya tidak dibenarkan dan hukumnya haram. Penambahan dalam utang-piutang adalah riba al-fadl. Transaksi pertukaran tidak melibatkan baik penundaan (selisih) waktu maupun penambahan nilai. Seseorang memberikan sejumlah uang, Rp 1 juta, kepada seseorang yang lain. Tanpa ada selisih waktu, artinya pada saat uang diserahkan, dan tanpa perbedaan nilai, tetap Rp 1 juta, seseorang lain menerimanya, sambil menyerahkan uang yang sama Rp 1 juta. Selisih waktu dalam pertukaran dilarang dan hukumnya haram; demikian juga penambahan di dalam pertukaran dilarang dan hukumnya haram. Kalau penyerahannya (dari salah satu atau kedua belah pihak) ditunda maka yang harus dilakukan adalah menjadikan transaksi tersebut secara jelas sebagai utang-piutang. Utang-piutang tidak boleh disembunyikan sebagai pertukaran. Kalau hal ini terjadi maka timbul riba, dalam hal ini riba al-nasiah
(Siamat, Dahlan. 2001).

Konsep Riba dalam Perspektif Nonmuslim (Zuhdi, Masyfuk. 1994) Riba bukan hanya persoalan dalam masyarakat islam, tetapi berbagai kalangan diluar islam pun memandang serius persoalan ini. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani demikian juga Romawi. Ada beberapa alasanmengapa pandangan dari kalangan nonmuslim tersebut dikaji, alasan tersebut antara lain: 1. Agama islam mengimani dan menghormati Nabi Ibrahim, Ishak, Musa dan Isa. Nabi-nabi tersebut juga diimani oleh Yahudi dan Nasrani. Islam juga mengakui kedua kau ini sebagai Ahli Kitab, karena kaum Yahudi dikaruniai oleh Allah SWT kitab Taurat, sedangkan kaum Kristiani dikaruniai kitab Injil. 2. Pemikiran kaum Yahudi dan Kristiani perlu dikaji karena sangat banyak tulisan mengenai bunga yang dibuat para pemuka agama tersebut.

19

3. Pendapat orang-orang Yahudi dan Romawi juga perlu diperhatikan karena mereka memberikan kontribusi yang besar bagi peradaban umat manusia. Pendapat mereka juga banyak mempengaruhi orang-orang Yahudi dan Kristen serta islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba. Dampak Riba Adapun dampak dari praktek riba antara lain : 1. Menyebabkan eksploitasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si miskin. 2. Modal besar yang dikuasai pemilik modal tidak disalurkan kepada usahausaha yang produktif, tetapi justru disalirkan dalam perkreditan berbunga yang belum produktif. 3. Dapat menyebankan kebangkrutan usaha.

Dalil yang Melarang Riba QS Al Baqarah ayat 275

20


Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah ayat 275) QS Al Baqarah ayat 276


Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (Qs Al Baqarah : 276) QS Al Baqarah ayat 278


21


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs Al Baqarah : 278) Sabda Rasulallah SAW


Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat pemakan riba, yang mewakilinya, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: "Mereka itu sama." (HR Muslim).


Allah mengutuk riba, orang yang memakannya, yang memberikan makanan, penulisnya, yang menyaksikannya, mereka yang mengetahui, orang yang memfasilitasi, orang yang menusuk tubuhnya dengan jarum sehingga hitam bekasnya, yang meminta tusuk dengan jarum (tato), yang mencabut rambut dan meminta dicabutkan rambutnya (HR. Tabrani)

22

D. BUNGA BANK Oleh : Exsan Dwi Cahyono Dalam kehidupan seperti sekarang ini, umat islam hampir tidak bisa menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai sistem bunga itu dalam segala aspek kehidupannya termasuk kehidupan agamanya apalagi dalam kehidupan ekonomi. Tidak bisa dipungkiri negara kita belum bisa lepas dari bank-bank konvensional yang tentunya berorientasi pula pada bank-bank internasional dan tentunya menggunakan suku dalam berbagai transaksi namun para ulama cendikiawan muslim masa kini masih berbeda pendapat tentang hukum bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum bunga bank, yang dikaitkan dengan riba yang diharamkan. 1. Dasar Hukum Al-Quran menjelaskan tentang riba, pada surat Al-baqarah:275 dan ayat inilah yang menjadi hukum mengenai status riba.

23


Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (AlBaqarah:275). Riba itu ada dua yaitu riba nasiah dan riba fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah. Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.


Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (AlBaqarah:276). Maksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah

24

memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya. Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (AlBaqarah:278)


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran:130) Maksud riba di sini ialah riba nasiah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasiah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda.


Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Ar-Rum:39) (Dikutip dari Tim keilmuan lembaga imam dan khatib,piqih praktis,WAMYJakarta) 2. Pendapat para ulama
25

Oleh

: Prof Drs H masjuk zuhdi,masail Fiqhiyah Fatwa ulama Indonesia tentang bunga bank dapat dibedakan menjadi dua:

fatwa yang bersifat individual dan fatwa yang berupa keputusan organisasi sosial Islam. Fatwa ulama tentang bank lebih banyak terfokus pada sistem rente atau bunga yang dianggap sebagai nyawa perbankan konvensial. a) Pendapat Ulama Perorangan tentang Bunga Bank Menurut Ahamd Azhar Basyir, Abu al-A`la al-Maududi dan Muhammad Abdullah al-`Arabi (penasehat hokum Islamic Congress Cairo), keberatan dengan perbankan yang menggunakan bunga; akan tetapi, di sisi lain, perbankan berperan vital dalam perekonomian. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa umat Islam dibolehkan melakukan aktivitas mu`amalah dengan bank-bank konvensional dengan alasan keterpaksaan. Mushthafa Ahmad al-Zarqa berpendapat bahwa: (1) sistem perbankan yang menggunakan bunga sebagai penyimpangan yang bersifat sementara. (2) riba adalah praktek pemerasan dari orang-orang kaya terhadap orangorang miskin. (3) bank-bank yang ada dinasionalisasi sehingga menjadi milik negara untuk menghilangkan unsur-unsur eksploitasi. A. Hassan (ulama Indonesia yang produktif pada zamannya dan dikenal sebagai pendiri Persatuan Islam, Persis), meulis banyak buku dan salah satunya adalah Kitab Riba. Akan tetapi, dari sejumlah buku yang ditulisnya, buku yang paling masyhur di masyarakat adalah Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama yang diterbitkan oleh CV. Diponegoro Bandung. Dalam buku tanya jawab tersebut, A. Hassan ditanya mengenai hukum bunga di bank. A. Hassan berpendapat bahwa bunga bank boleh diambil halal. Abdul Halim Hasan (penulis Tafsir al-Quran al-Karm dari Medan) dan Kaharuddin Yunus (penulis buku Sistim Ekonomi Menurut Islam), berpendapat bahwa bunga bank, baik besar maupun kecil, termasuk riba yang dilarang oleh Allah.

26

b)

Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah tentang Bank Pandangan Majelis Tarjih Muhammadiyah mengenai bunga bank dapat

dilihat dalam keputusannya sebagai berikut: bank dengan sistem riba, hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal.
bunga bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para

nasabah atau sebaliknya, termasuk perkara mutasyabihat. hukum asuransi jiwa yang dilakukan oleh pemerintah

Perum Jasa Raharja Perum Taspen Perum Asabri Perum Astek Perum Husada Bhakti (Askes) adalah boleh (mubah).

hukum asuransi jiwa yang mengandung unsur-unsur riba, ketidak adilan, dan menyalahi hukum kewarisan Islam, adalah haram. Sedangkan hukum asuransi jiwa yang tidak mengandung unsur-unsur tersebut adalah boleh. hukum asuransi jamaah haji adalah boleh apabila : Tidak memberatkan jamaah haji Dikelola oleh pemerintah sendiri (dalam hal ini Departemen Agama) c) Dana yang terkumpul digunakan untuk kemashlahatan umat Pengelolaan dana bersifat terbuka. Fatwa MUI tentang Bunga Bank

27

Ketetapan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang bunga bank terdiri atas tiga bagian: Pertama, pengertian bunga dan riba. Dalam keputusan tersebut dikatakan bahwa bunga bank adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan lamanya peminjaman (durasi), dan diperhitungkan secara pasti di awal berdasarkan prosentase. Selanjutnya, dalam akpeputusan tersaebut dijelaskan bahwa riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Ini adalah riba nasi`at. Kedua, dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad Saw., yakni riba nasi`at. Dengan demikian, praktek pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan haram hukumnya. Terdapat tambahan informasi sebagai lanjutan dari keputusan tersebut, yaitu bahwa praktek pembungaan uang banyak dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya, termasuk juga dilakukan oleh orang-orang tertentu secara perorangan. Ketiga, hukum bermu`amalah dengam bank yang menggunakan sistem bunga (bank konvensional). Dalam keputusan tersebut masih ditetapkan dua hukum mengenai bermu`amalah dengam bank konvensional: bagi penduduk yang tinggal di daerah yang sudah terbentuk Lembaga Keuangan Syari`ah; dan bagi penduduk yang tinggal di daerah yang belum terbentuk Lembaga Keuangan Syari`ah. Umat Islam yang tinggal di suatu daerah yang sudah terbentuk Lembaga Keuangan Syari`ah, tidak diperbolehkan (haram) melakukan transaksi yang didasarkan pada perhitungan bunga. Dengan kata lain, umat Islam yang tinggal di suatu daerah yang sudah terbentuk Lembaga Keuangan Syari`ah, diharamkan melakukan transksi dengan bank konvensional, dan juga diharamkan melakukan transaksi dengan orang lain dengan menggunakan perhitungan bunga seperti yang dilakukan di bank-bank konvensional. Umat Islam yang tinggal di suatu daerah yang belum terbentuk Lembaga Keuangan Syari`ah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional dengan alasan keterpaksaan.

28

E. VALUTA ASING Oleh : Ade Putra Setiwan A. Pengertian

Perdagangan valuta asing akan timbul jika terjadi perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Pendagangan antar negara ini yang bisa berbentuk ekspor maupun impor dan tentu saja membutuhkan suatu alat pembayaran yaitu uang yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda antara negara satu dengan yang lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul perbandingan nilai mata uang antar negara.

Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu bursa atau pasar yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu

29

kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai dengan volume permintaan da penawaranya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang yang secara nyata adalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.

Valuta asing adalah mata uang luar negeri seperti dolar Amerika, Poundsterling Inggris, Euro, dolar Australia, Ringgit Malaysia dan sebagainya. Valuta asing diperlukan ketika terjadi perdagangan intenasional. Setiap negara membutuhkan valuta asing sebagai alat pembayaran luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya saja ketika Indonesia mengekspor barang, maka Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya tersebut. Sebaliknya ketika Indonesia mengimpor barang dari luar negeri, maka Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor barang tersebut. Dengan demikian maka akan timbul suatu permintaan dan penawaran di bursa valuta asing. Setiap negara berwenang penuh dalam menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uang terhadap mata uang asing). Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing. (Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi, MASAIL FIQHIYAH; Kapitalita Selecta Hukum Islam)

B. Hukum Islam dalam Transaksi Valas

1. Ada Ijab-Qobul (ada perjanjian untuk memberi dan menerima)

30

Penjual menyerahkan barang dan kemudian pembeli harus membayar tunai.

Pelaksanaan ijab-qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan, maupun dengan utusan.

Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh dalam melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan berfikir sehat).

2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli Suci barangnya. Dapat dimanfaatkan. Dapat diserahterimakan. Jelas barangnya maupun harganya. Dijual/dibeli oleh pemiliknya sendiri atau oleh kuasanya atas izin pemiliknya. Barang sudah ada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan (sudah melakukan pembayaran). Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa tentang jual beli diperbolehkan dalam agama. Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan.(Hadis Ahmad bin Hambal Al Baihaqi dari Ibnu Masud) Penjualan barang yang tidak ditempat transaksi diperbolehkan dengan syarat barang tersebut harus dijelaskan secara jelas sifat dan ciri-cirinya. Jika barang tesebut sesuai dengan keterangan penjual maka sah jual beli yang

31

dilakukan tersebut, tetapi keterangan penjual tersebut tidak sesuai maka pembeli boleh melakukan khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatakan jual belinya. Ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah: Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya. Untuk barang-barang yang tertutup/terbungkus dan tidak bisa dilihat dari luar seperti makanan kaleng, LPG,dan sejenisnya maka barang-barang tersebut harus diberi label yang menerangkan takaran isinya. Begitu juga dengan barang yang masih terpendam seperti ketela, kentang, bawang dan sejenisnya juga harus diberikan contohnya ketika proses penjualan karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman tersebut. Vide Sabiq, op. cit. hal. 135. Mengenai teks kaidah hukum islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal.55.

C. Fatwa MUI tentang Pedagangan Valas Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no. 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). Menimbang: 1. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan seringkali diperlukan transaksi jual beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis. 2. Bahwa dalam urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.

32

3. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran islam. DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-sharf untuk dijadikan pedoman. Mengingat: 1. Firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah[2]:275

....
...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...

2. Hadis Nabi riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Said al-

Khudri: Rasulullah SAW bersabda,Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)(HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
3. Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibn

Majah, dengan teks Muslim dari Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: (Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum , syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.
4. Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah,

dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: (Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.
5. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Said al-Khudri, Nabi s.a.w

bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama


33

(nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
6. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara bin Azib dan Zaid bin Arqam :

Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf : Perjanjian dapat

dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

D. Ketentuan Transaksi Valas

Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan berikut ini:
1. Tidak bertujuan untuk spekulasi (untung-untungan). 2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).

3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). 4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

E. Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing

34

1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas

yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 224 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwaadah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). 3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka

membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru maisir (spekulasi).

35

F. HUKUM JUAL BELI KREDIT

Oleh : Alfian Jakfari (100534402735)

A. Pengertian Jual Beli secara kredit

Jual Beli secara istilah pengertiannya adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan. Kredit secara bahasa berarti bagian, jatah atau membagi-bagi. Yang kemudian secara istilah (terminologis) dikatakan : Mengkredit artinya adalah membayar hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada beberapa waktu yang ditentukan. Menjual dengan kredit artinya bahwa seseorang menjual sesuatu (barang) dengan harga tangguh yang dilunasi secara berjangka. Jumhur ulama membolehkan praktik jual beli kredit (bai bit Taqsith) tanpa bunga, diantaranya adalah). Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmuah Fatawa (XXIX/498-500), Imam Syaukani dalam Nailul Authar (V/249-250), Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni dengan menukil pendapat Thawus, Hakam dan Hammad yang membolehkannya (IV/259). Dalil syariah dalam membolehkan akad

36

jual-beli kredit (bai bit taqsith) diambil dari dalil-dalil al-Quran yang menghalalkan praktik bai (jual-beli) secara umum. firman Allah :


orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut: 1. Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.

37

2. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari parktik bai gharar, bisnis penipuan. 3. Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba. 4.Seorang penjual tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai muththarr, jual-beli dengan terpaksa yang dikecam Nabi saw. Kalaupun terpaksa harus membeli secara kredit dari penjual barang yang memberlakukan sistem bunga ini, maka pembeli realitasnya harus yakin mampu mencicil dan melunasinya tepat waktu tanpa harus terjerat pembayaran bunga tunggakan, agar terhindar dari laknat rasulullah karena membayar uang riba. Para ulama membolehkan sistem dan praktik kafalah dalam muamalah berdasarkan dalil al-Quran, Sunnah dan Ijma. Firman Allah swt :


penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata zaim dalam ayat tersebut adalah kafil. Sabda Nabi saw.: az-Zaim Gharim artinya; orang yang menjamin berarti berutang (sebab jaminan tersebut). (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban). Ulama sepakat (ijma) tentang bolehnya praktik kafalah karena lazim dibutuhkan dalam muamalah. (Subulus Salam, III/62, Al-Mabsuth, (XIX/160), Al-Mughni, (IV/534), Mughnil Muhtaj, II/98).

38

Kafalah pada dasarnya adalah akad tabarru (suka rela) yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk kerjasama dalam kebajikan (taawun alal birri), dan penjamin berhak meminta gantinya kembali kepada terutang, sepantasnyalah ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut, agar aman/jauh dari syubhat. Tetapi kalau terutang sendiri yang memberinya sebagai hadiah atau hibah untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, maka sah sah saja. Tetapi jika penjamin sendiri yang mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi kartu kredit dan sebagainya) tersebut dan tidak mau menjamin dengan sukarela, maka dibolehkan bagi pengguna jasa jaminan memenuhi tuntutan tersebut bila diperlukan seperti kebutuhan yang lazim dalam perjalanan studi, bisnis, kegiatan sosial, urusan pribadi dan sebagainya. Hal itu berdasarkan kaedah fiqih: al-Hajah Tunazzal Manzilah AdzDzarurah (kebutuhan dikategorikan sebagai suatu darurat). Bilamana keharusan uang jasa kafalah merupakan suatu kelaziman transaksi bisnis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, maka hal itu dibolehkan sesuai dengan kaedah; Al-Maruf Bainat Tujjar kal Masyruthi bainahum; sesuatu yang lazim dikalangan bisnis merupakan suatu persyaratan yang harus ditepati. (al-Burnu, alWajiz, hlm.306,242). Tetapi bisnis jasa kartu kredit tersebut boleh selama dalam prakteknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak. Disamping itu ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kerdit tertentu. (Lihat, DR. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, vol. V/130-161) Dengan demikian dibolehkan bagi umat Islam untuk menggunakan jasa kartu kredit (credit card) yang tidak memakai sistem bunga. Namun bila terpaksa atau tuntutan kebutuhan mengharuskannya menggunakan kartu kredit biasa yang memakai ketentuan bunga, maka demi kemudahan transaksi dibolehkan memakai semua kartu kredit dengan keyakinan penuh menurut kondisi finansial dan ekonominya mampu membayar utang dan komitmen untuk melunasinya tepat waktu sebelum

39

jatuh

tempo

agar

tidak

membayar

hutang.

Hal itu berdasarkan prinsip fiqih Saddudz Dzariah, artinya sikap dan tindakan prefentif untuk mencegah dari perbuatan dosa. Sebab, hukum pemakan dan pemberi uang riba adalah sama-sama haram berdasarkan riwayat Ibnu Masud bahwa: Rasulullah saw melaknat pemakan harta riba, pembayar riba, saksi transaksi ribawi dan penulisnya. (HR.Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

B. Pendapat yang Melarang Jual beli kredit Dalil madzhab yang pertama adalah zhahir larangan pada hadits-hadits yang telah lalu, karena pada asalnya larangan itu menunjukkan batilnya (perdagangan model itu). Inilah pendapat yang mendekati kebenaran, seandainya tidak ada apa yang nanti disebutkan saat membicarakan dalil bagi pendapat yang ketiga. Sedangkan para pelaku pendapat kedua berargumentasi bahwa larangan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan harga, yaitu : ketidak pastian harga ; apakah harga kontan atau kredit. Al-Khaththabi berkata : "Apabila (pembeli) tidak tahu harga (maka) jual beli itu batal. Adapun apabila dia memastikan pada salah satu dari dua perkara (harga, -pent) itu dalam satu majlis akad, maka (jual-beli) itu sah". Syaikh Al Albani berkata : "Alasan dilarangnya dua (harga) penjualan dalam satu penjualan' disebabkan oleh ketidaktahuan harga, adalah alasan yang tertolak. Karena hal itu semata-mata pendapat yang bertentangan dengan nash yang jelas di dalam hadits Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud bahwa (penyebab larangan) itu adalah riba. Ini dari satu sisi, sedangkan dari sisi lain (yang menjadi pendapat ini tertolak, -pent) ialah karena alasan mereka ini dibangun di atas pendapat wajibnya ijab dan qabul dalam jual beli. Padahal (pendapat) ini tidak ada dalilnya, baik melalui Kitab Allah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan di dalam (jual-beli) itu cukup (dengan) saling rela dan senang hati. Maka selama ada rasa saling rela dan senang hati di dalam jual beli, dan ada petunjuk kearah sana, berarti itu merupakan jual-beli yang syar'i. Itulah yang dikenal oleh sebagian ulama dengan (istilah) jual beli Al-Mu'aathaah [Yaitu akad jual beli yang terjadi tanpa ucapan atau perkataan (ijab qabul) akan tetapi dengan perbuatan saling
40

rela. Seperti pembeli mengambil barang dagangan dan memberikan (uang) harganya kepada penjual ; atau penjual memberikan barang dan pembeli memberikan (uang) harganya tanpa berbicara dan tanpa isyarat, baik barang itu remeh atau berharga. (Lihat "Al-Fihul Islami wa Adillatuhu IV/99 oleh DR Wahbah Az-Zuhaili)], Asy-Syaukani berkata di dalam As-Sail Al-Jarar (III/126) (dikutip pada ; Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq) 1. Jual beli kredit di haramkan

Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama kontemporer adalah Imam Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah (5/419-427) juga murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam Mausuah Al Manahi Asy Syariyah (2/221) dan juga lainnya. Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut : Dari Abu Huroiroh dari Rosululloh bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli. (HR. Turmudli 1331, NasaI 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan) Dalam riwayat lainnya dengan lafadl : Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba. (HR. Abu Dawud 3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan) Mereka menafsirkan hadits Dua transaksi jual beli daam satu transaksi adalah seperti ucapan seorang penjual atau pembeli : Barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu. Dari sini, pendapat ini menyimpulkan bahwa ucapan seseorang : Saya jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya sekian. Adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual beli kredit dan haram hukumnya. Hadits yang senada juga datang dari Abdulloh bin
41

Amr bin Ash dan Abdulloh bin masud dan lainnya . Lihat Irwaul Gholil oleh Imam Al Albani no : 1307. Tafsir dari larangan Rosululloh Dua transaksi jual beli daam satu transaksi adalah ucapan seorang penjual atau pembeli : Barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu. Penafsiran ini datang dari banyak ulama, yaitu : Sammak bin Harb, salah seorang perowi hadits ini, Abdul Wahhab bin Atho, Ibnu Sirin, Thowus, Sufyan Ats Tsauri, Al Auzai, Ibnu Qutaibah, Nasai, Ibnu Hibban. Berkata Syaikh Salim Al Hilali : Penafsiran ini adalah yang paling shohih, karena sebab berikut :

Bahwasanya

tafsir

seorang

perwi

hadits

itu

lebih

didahulukan daripada lainnya.

Ini adalah yang difahami oleh kebanyakan ulama dari Ini juga yang difahami oleh para uilama bahasa dan ulama

kalangan ahli hadits.

tabiin. 2. Jual beli kredit di perbolehkan Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara yang berpendapat demikian dikalangan para ulama adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut para ulama yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat tertentu yang insya Alloh kita sebutkan di belakang. Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut yang bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :

42

1. Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda. Firman Allah swt :


43


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang

44

demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. 2 .Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan. Firman Allah swt ;


Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.(QS. An Nisa : 29) Majalah As-Sunnah Edisi 12/Th III/1420-1999, Penjualan Kredit Dengan Tambahan Harga, Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Peneremah Abu Shalihah Muslim Al-Atsari, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah.

45

G. HUKUM JUAL BELI VIA INTERNET Oleh : Ginanjar Adhi P. Transaksi via tulisan (baca: faks atau internet) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan tulisan yang ditujukan kepada orang yang tidak berada di majelis transaksi. Kasus semacam ini dibolehkan oleh mayoritas ulama karena adanya saling rela, meski kerelaan pihak kedua tidak langsung terwujud. Hal ini tidaklah masalah asalkan ada qobul (penyataan menerima dari pihak kedua) pada saat surat sampai kepada pihak kedua. Inilah pendapat mayoritas ulama. Tapi ada sebagian ulama Syafiiyyah yang tidak membolehkannya. Sedangkan transaksi via suara (baca:telepon) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan cara saling berteriak dari jarak yang berjauhan. Andai ada dua orang yang saling berteriak dari kejauhan maka jual beli sah tanpa ada perselisihan. (An Nawawi, al Majmu 9/181). Para ulama mempersyaratkan adanya kesatuan majelis untuk selain transaksi hibah, wasiat dan mewakilkan. Ijab dan qobul disyaratkan harus berturutturut dan tolak ukur berturut-turut adalah kembali pada urf (kebiasaan masyarakat setempat). Menurut mayoritas ulama (selain Syafiiyyah), qobul tidak diharus sesegera mungkin demi mencegah adanya pihak yang dirugikan dan supaya ada kesempatan untuk berpikir. Jika ijab itu via surat maka disyaratkan adanya qobul dari pihak kedua pada saat surat sampai ke tangannya. Demikian pula disyaratkan adanya kesesuaian antara ijab dan qobul serta tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa salah satu

46

pihak yang bertransaksi membatalkan transaksi. Menurut mayoritas ulama pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama) boleh meralat ijabnya.

Pendapat Ulama Kontemporer Banyak ulama kontemporer yang berpendapat bahwa transaksi dengan piranti-piranti modern adalah sah dengan syarat ada kejelasan dalam transaksi tersebut. Di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Bakhit al Muthii, Mushthofa az Zarqa, Wahbah Zuhaili dan Abdullah bin Mani. Alasan beliau-beliau adalah sebagai berikut: 1. Berdasar pendapat banyak ulama di masa silam yang menyatakan sahnya transaksi via surat menyurat dan jika ijab (penyataan pihak pertama) adalah sah setelah sampainya surat ke tangan pihak kedua. Demikian pula mengingat sahnya transaksi dengan cara berteriak. 2. Yang dimaksud dengan disyaratkannya kesatuan majelis transaksi adalah adanya suatu waktu yang pada saat itu dua orang yang mengadakan transaksi sibuk dengan masalah transaksi. Bukanlah yang dimaksudkan adalah adanya dua orang yang bertransaksi dalam satu tempat. Berdasarkan penjelasan tersebut maka majelis akad dalam pembicaraan via telepon adalah waktu komunikasi yang digunakan untuk membicarakan transaksi. Jika transaksi dengan tulisan maka majelis transaksi adalah sampainya surat atau tulisan dari pihak pertama kepada pihak kedua. Jika qobul tertunda dengan pengertian ketika surat sampai belum ada qobul dari pihak kedua maka transaksi tidak sah. Syeikh Muhammad Bakhit al Muthii ditanya tentang hukum mengadakan transaksi dengan telegram. Jawaban beliau, telegram itu seperti hukum surat menyurat. Cuma telegram itu lebih cepat. Akan tetapi mungkin saja terjadi

47

kekeliruan. Oleh karena itu, ada keharusan untuk klarifikasi dengan sarana-sarana yang ada pada saat ini semisal telepon atau yang lainnya. Semisal dengan telegram adalah faks. Untuk sarana-sarana yang lain maka boleh jadi sama dengan telepon dan telegram dalam kecepatan dan kejelasan komunikasi atau lebih baik lagi. Jika sama maka hukumnya juga sama. Jika lebih baik maka tentu lebih layak untuk dibolehkan. Majma Fiqhi Islami di Muktamarnya yang keenam di Jeddah juga menetapkan bolehnya mengadakan transaksi dengan alat-alat komunikasi modern. Transaksi ini dinilai sebagaimana transaksi dua orang yang berada dalam satu tempat asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Akan tetapi tidak diperbolehkan untuk menggunakan sarana-sarana ini itu transaksi sharf/penukaran mata uang karena dalam sharf disyaratkan serah terima secara langsung. Demikian pula transaksi salam karena dalam transaksi salam modal harus segera diserahkan begitu setelah transaksi dilaksanakan. Namun menurut Wahbah Zuhaili, jika terdapat serah terima mata uang dalam transaksi sharf dan modal dalam transaksi salam bisa diserahkan denga menggunakan sarana-sarana komunikasi modern tersebut maka transaksi sah dan hal ini adalah suatu hal yang memungkinkan untuk beberapa model transaksi yang baru. Syarat yang ditetapkam Majma Fiqhi adalah sebagai berikut: 1. Adanya kejelasan tentang siapa pihak-pihak yang mengadakan transaksi supaya tidak ada salah sangka, kerancuan dan pemalsuan dari salah satu pihak atau dari pihak ketiga. 2. Bisa dipastikan bahwa alat-alat yang digunakan memang sedang dipakai oleh orang dimaksudkan. Sehingga semua perkataan dan pernyataan memang berasal dari orang yang diinginkan. 3. Pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama, penjual atau semisalnya) tidak membatalkan transaksi sebelum sampainya qobul dari pihak kedua. Ketentuan ini berlaku untuk alat-alat yang menuntut adanya jeda untuk sampainya qobul.

48

4. Transaksi dengan alat-alat ini tidak menyebabkan tertundanya penyerahan salah satu dari dua mata uang yang ditukarkan karena dalam transaksi sharf/tukar menukar mata uang ada persyaratan bahwa dua mata uang yang dipertukarkan itu telah sama-sama diserahkan sebelum majelis transaksi bubar. Demikian juga tidak menyebabkan tertundanya penyerahan modal dalam transaksi salam karena dalam transaksi salam disyaratkan bahwa modal harus segera diserahkan. 5. Tidak sah akad nikah dengan alat-alat tersebut (hp, internet dll) karena adanya saksi adalah syarat sah akad nikah. Di antara syarat jual beli adalah mengetahui harta dan mengenal barang, sehingga terhindar jahalah (ketidaktahuan, tidak jelas) terhadap pengganti (harga) dan yang diganti (barang). Karena jahalah merupakan penyebab perbedaan dan persengketaan yang merupakan pengaruh yang nampak dalam terjadinya permusuhan di antara kaum muslimin, saling tidak menyapa, putus hubungan dan saling membelakangi yang dilarang Allah subhanahu wa taala. Di mana mengetahui barang tidak bisa terealisasi kecuali dengan melihat, atau adanya sifat yang jelas, maka kami berpendapat hal itu tidak jelas kecuali dengan cara bertatap muka, berbicara, melihat barang yang dijual, mengetahui manfaat dan jenisnya. Terkadang hal itu tidak bisa terwujud secara sempurna bila transaksi dilakukan lewat layar kaca atau pembicaraaan (telp.) yang terlalu gampang menjelaskan, terlalu berlebihan memuji barang, dan menyebutkan kebaikan hasil produksi. Seperti yang nampak dari iklan dan promosi yang disebarluaskan lewat surat kabar dan majalah, sesungguhnya ia tidak terwujud atau sebagian besarnya kecuali saat digunakan. Dalam kondisi apapun, apabila syarat menjelaskan bisa terwujud, mengetahui harga dan jenis barang, serta tidak adanya jahalah, maka boleh melakukan transaksi jual beli lewat telepon, atau layar kaca, atau internet atau berbagai sarana lainnya yang bisa diambil faedah darinya, dan aman dari mafsadah (kerusakan), penipuan, dan mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil. Maka apabila terjadi sesuatu yang dikhawatirkan seperti yang telah di sebutkan diatas niscaya tidak boleh transaksi dengan semua cara ini. Sudah banyak terjadi kerugian dan pailit pada orang yang mempunyai harta atau uang yang disebabkan

49

hal itu, disertai persengketaan dan permusuhan yang terjadi sesudahnya, yang sangat menyibukkan pengadilan dan aparat hukum. Syaikh Ibnu Jibrin dari ucapan dan imla`nya pada tanggal 24/7/1420 H. Selama kesejahteraan yang berhubungan dengan islam diperhatikan, kebutuhan yang berpengaruh pada sektor perdagangan sebagai sumber utama kesehatan dan mesin dalam penggerak ekonomi diperbolehkan. Dalam hal ini Al- Quran memiliki banyak referensi untuk perdangangan dan aktivitas komersial sebagai contoh ayat Al-Quran yang mendukung pernyataan ini adalah: hai orang yang mengurangi ukuran dan bobot pertimbangan mengurangi hak yang lainya (83:1). Hai orang-orang yang beriman jangan menhabiskan barang-barangmu sendiri yang tidak pantas kecuali itu perdangangan diantaramu, yang saling menghimpun dan jangan bunuh dirimu sendiri jangan saling bunuh satu sama lain. Percalah, Allah maha pengasih kepadamu (4:29). Apa yang lebih menjatuhkan/ menyerang bagi wibawa kenabian tidak berlaku kembali selama 14 abad yang lalu, apakah pengajaran islam telah sadar? dari apa yang biasanya diketahui sebagai data pengaturan perdangangan hal ini benarkan oleh kenyataan bahwa agama islam dipecah menjadi 4 bagian utama sesuai hukum, fiqh al-Muamalat diantaranya adalah bisnis transaksi Islam fiqh Muamalat. Hal itu tidak penting untuk berbicara tentang banyaknya ketentuan oleh hukum Islam untuk, perawatan kekayaan yang efisien bagaimanapun juga, penelitian menggambarkan maksud temannya fungsi dari transaksi bisnis dan kegiatan komersil dari perdangangan Islam, lebih khususnya apakah Islam menyediakan layanan jual beli via internet? kebenaran dari semua permulaan, sunnah terkenal kita, perbuatan Nabi, dalam beberapa aspek menasehati beberapa kualitas nilai penawaran oleh jual beli via internet, istemewa, akurat dan jujur, mudah, alat untuk menyenangkan hidup, standar yang diikat, cepat, harga yang effective, dan yang lainnya.

50

Rasulullah SAW. Bersabda: Allah menaburkan kemurahan dan belas kasihan pada orang yang mempunyai toleransi yang lunak, keduanya, ketika membeli dan menjual. Meskipun begitu, sejumlah kekurangan keabsahan yang serius seperti membangun lapangan Jual Beli Via Internet, istimewa, penjualan singkat, dan meniadakan kepastian pengiriman dari tangan ke tangan tidak tentu perlu pembuktian masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum dan banyak lagi. Menurut sebuah analisa, menemukan bahwa Islam menerima pengadaan jual beli via internet sebagai cara baru teknologi untuk menfasilitasi transaksi ekonomi. Berdasarkan pada hukum Islam nilai yang sah, yaitu keharusan, dianjurkan, diperbolehkan patut dicelah/ditinggal, dilarang. Pada wawancara dengan Ustadz Musatafa Omar, beliau mengatakan bahwa Islam melarang jual beli via internet, malahan pada dasarnya Islam mendukung adanya jual beli via internet sebagai salah satu cara baru penciptaan bisnis dia lebih jauh dijelaskan dari tradisional, pengadaan bisnis yang umunya secara tatap muka langsung tapi sekarang banyak orang yang terhubung bersama dalam jaringan komputer. Pada peristiwa seorang terikat dalam bisnis tidak harus bertemu secara langsung, mereka masih butuh melakukan kesepakatan. Bagaimanapun juga, dia menambahkan bahwa apakah banyaknya pemfokusan dalam pengadaan jual beli via internet adalah sudut pandang moral yang memimpin untuk lebih mudah dihitung dan perdagangan yang bertanggung jawab. Seperti, sedikit isu yang mungkin saja menyerahkan ketika membahas hal-hal yang berhubungan dengan perinsip dalam bisinis Islam. Bisnis online sama seperti bisnis offline. Ada yang halal ada yang haram, ada yang legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama seperti akad jual beli dan akad as-salam, ini diperbolehkan dalam Islam. Adapun keharaman bisnis online karena beberapa sebab : 1. Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online)

51

2. Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan. 3. Karena melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan. 4. Dan lainnya yang tidak membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan. Sebagaima telah disebutkan di atas, hukum asal muamalah adalah alibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya. Namun demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya. Sebagai pijakan dalam berbisnis online, kita harus memperhatikan hal-hal di bawah ini : Transaksi online diperbolehkan menurut Islam selama tidak mengandung unsur-unsur yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya. Rukun-rukun jual beli menurut jumhur ulama : 1. Ada penjual. 2. Ada pembeli. 3. Ijab Kabul. 4. Barang yang diakadkan. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 3309) Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan inilah, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan (QS 2 : 275), dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

52

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kegiatan ekonomi merupakan aktifitas mutlak manusia, tanpa kegiatan ekonomi maka pemenuhan kebutuhan manusia juga akan terhambat. Namun ada yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan perekonomian ataupun jual beli yaitu hukum jual beli. Dalam kegiatan perekonomian diharuskan mematuhi hukum, hukum dalam ilmu ekonomi maupun ilmu agama. Hal ini bermaksud untuk memperkecil terjadinya penyelewengan kegiatan jual beli, misalnya riba dan sejenisnya. Telah dijelaskan dalam al-quran dalam QS. Al-Baqarah[2]:275, ...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Dari arti ayat diatas telah dijelaskan bahwa jual beli adalah halal kecuali jika dalam proses jual beli atau pada proses transaksi terjadi riba. Islam memandang bahwa ilmu (sains) maupun pengetahuan (knowledge), keduanya bersumber dari Allah SWT. Tuhan yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Dialah Allah yang mengajarkan pda manusia (dan selain manusia) ilmu pengetahuan (QS Al-Baqarah:32 dan Al-Alaq:5) . Allah menurunkan wahyu (Al-Quran dan Hadits) dan menyediakan alam semesta sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Supaya manusia dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan dari dua sumber ini, maka Allah memberikan panca indera, akal dan hati kepada manusia sebagai sarana mencari ilmu dan pengetahuan.

53

Yang terpenting tujuan dari mempelajari ilmu-ilmu ilmiah , yaitu agar manusia senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT dan mengakui kebesaran Allah SWT

B. Saran Saran dari penulis, yaitu sebaiknya sebelum kita melakukan kegiatan proses jual beli setidaknya kita harus mengetahui syarat, hukum dan rukun jual beli itu sendiri agar kita tidak terjebak pada riba yang nantinya menuntun kita pada dosa. Dengan begitu, kita akan terhindar dari perbuatan - perbuatan yang tercela dan merugikan diri sendiri dan orang lain Dengan pembuktian bahwa Al-Quran merupakan rujukan sumber-sumber ilmiah yang relevan. Maka, saran yang dapat disampaikan penulis adalah kita seharusnya senantisa bertaqwa kepada Allah dan mengakui kebesaran Allah SWT. Sehingga diharapkan kita semua bisa senantiasa mengabdi kepada Allah(sebagai Abd Allah) maupun dalam mengelola dan memakmurkan bumi (sebagai khalifah Allah)

54

DAFTAR RUJUKAN

Muslih, Mohammad dan Drs. Nur Hadi Ikhsan. 2007. Fiqih untuk Kelas IX Madrasah Tsanawiyah. Jakarta : Yudhistira Siamat, Dahlan. 2001. Managemen Lembaga Keuangan (Edisi Ketiga). Jakarta : FEUI Zuhdi, Masyfuk. 1994. Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta : Haji Masagung. http://www.koperasisyariah.com/hukum-riba-menurut-alquran/ http://ikadabandung.wordpress.com/2007/12/03/fatwa-tentang-bunga-bankdi-indonesia/ Prof Drs H masjuk zuhdi,masail Fiqhiyah Tim keilmuan lembaga imam dan khatib,piqih praktis,WAMY-Jakarta http://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_valuta_asing http://www.wikamaha.com/apakah-hukum-forex-trading-valas-halal-

menurut-hukum-islam.html http://de-kill.blogspot.com/2009/01/valuta-asing-dalam-pandangan-

islam.html http://mencariuang.web.id/apakah-hukum-forex-trading-valas-halal-

menurut-hukum-islam.html
55

http://www.forexindo.com/forum/diskusi-pemula/169-forex-trading-

menurut-pandangan-hukum-islam.html

A.W.J. Tupanno, et.al. 1982. Ekonomi dan Koperasi. hal 76-77. Jakarta :

Depdikbud.

www.powerpaydayloan.com/whats-a-usury-law.aspx Muslih, Mohammad dan Drs. Nur Hadi Ikhsan. 2007. Fiqih untuk Kelas IX

Madrasah Tsanawiyah. Jakarta : Yudhistira Antonio, Muhammad syafii. 2001. Bank syariah dari teori ke praktik.

Jakarta: Gema Insani Press

56

Anda mungkin juga menyukai