A. Kesimpulan ........................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita telah mengetahui dua kaidah hukum asal dalam syari’ah. Dalam
ibadah, kaidah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali
yang ada ketentuannya berdasarkan al-qur’an dan al-hadis. Sedangkan dalam
urusan muamalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarang. Ini
berarti ketika suatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam
hukum islam, maka transaksi tersebut di anggap dapat diterima, kecuali terdapat
implikasi dari dalil Al-quran dan hadis yang melarangnya, baik secara eksplisit
maupun implisit.
PEMBAHASAN
Dalam Syariah, Nabi telah melarang kita dari beberapa jenis usaha tertentu
karena di dalamnya mengandung dosa dan apa yang di dalamnya terdapat bahaya
bagi manusia dan mengambil harta secara tidak adil. Beberapa jenis transaksi
yang dilarang adalah:
Setiap transaksi dalam islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara
kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang
sama sehingga tidak ada pihak yang merasa di curigai (ditipu) karena terdapat
kondisi di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak
lain. Tadlis dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam: 1) Kuantitas 2)
Kualitas 3) Harga dan 4) Waktu penyerahan.
a) Taghrir (gharar)
Gharar atau disebut juga tagrir adalah situasi di mana terjadi ketidakpastian
dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis, yang terjadi adalah pihak
A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B. Sedangkan dalam taghrir, baik
pihak A maupun pihak B sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu
yang ditransaksikan. Gharar ini terjadi bila kita memperlakukan sesuatu yang
seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti.
b) Rekayasa pasar dalam supply (ikhtikar)
d) Riba
Riba berarti menukarkan suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian.
Allah sendiri telah menjelaskan dalam al Quran Surat Al Baqarah ayat 275 :
بيعEا الEالوا إنمEالذين يأكلون الربا ال يقومون إال كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس ذلك بأنهم ق
ادEEره إلى هللا ومن عEEمثل الربا وأحل هللا البيع وحرم الربا فمن جاءه موعظة من ربه فانتهى فله ما سلف وأم
فأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون
• Riba fadl yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang yang sejenis,
tapi tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya, dan sama
waktu penyerahan barangnya. Pertukaran seperti itu mengandung unsur
ketidakjelasan nilai barang pada masing-masing pihak. Akibatnya, bisa
mendorong orang berbuat zalim.
• Riba nasi’ah atau riba yang muncul akibat utang piutang yang tidak
memenuhi kriteria. Keuntungan muncul tanpa adanya risiko dan hasil usaha
muncul tanpa adanya biaya. Padahal, dalam dunia bisnis kemungkinan untung dan
rugi selalu ada. Memastikan sesuatu di luar wewenang sifatnya zalim.
• Riba jahiliyah atau utang yang dibayar melebihi pokok pinjaman, karena
peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman sesuai waktu yang ditentukan.
Allah swt telah menyinggung praktik suap-menyuap pada sejumlah ayat al-
quran. Diantara firman allah swt:
اإلثم وأنتمEEاس بEEوال النEا من أمEأكلوا فريقEام لتEا إلى الحكEوال تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا به
تعلمون
Suatu transaksi yang tidak masuk dalam kategori haramli dzatihi maupun
haram li ghairihi, belum tentu serta merta menjadi halal. Masih ada kemungkinan
transaksi tersebut menjadi haram bila akad atas transaksi itu tidak sah atau tidak
lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah dan atau tidak lengkap
akadnya, bila terjadi salah satu (atau lebih) faktor-faktor berikut ini:
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary
condition), misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual dan pembeli,
maka jual-beli tidak aka ada. Pada umumnya, rukun dalam muamalah iqtishadiyah
(muamalah dalam bidang ekonomi) ada 3 yaitu: Pelaku, Objek, Ijab-kabul.
Selanjutnya, faktor lainnya yang mutlak harus ada supaya transaksi dapat
tercipta adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
Dalam terminologi fiqih, kesepakatan bersama ini disebut ijab-kabul. Tanpa ijab-
kabul, mustahil pula transaksi akan terjadi. Dalam kaitannya dengan kesepakatan
ini, maka akad dapat menjadi batal bila terdapat :
1. Kesalahan/kekeliruan ojek
2. Paksaan (ikrah)
3. Penipuan (tadlis)
Selain rukun, faktor yang harus ada supaya akad menjadi sah (lengkap)
adalah syarat. Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun.
Syarat bukan rukun, jadi tidak boleh dicampur adukkan. Di lain pihak, keberadaan
syarat tidak boleh:
3. Menggugurkan rukun
2. Ta’alluq
Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan,
maka berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2.
3. Two in one
Two in one adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad
sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang
harus digunakan (berlaku). Dalam terminologi fiqih, kejadian ini disebut dengan
shafqatin fi al-shafqah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli itu sendiri adalah terpuji dan penting, sepanjang tidak melalaikan
ibadah seseorang atau menyebabkan dia menunda pelaksanaan shalat berjama’ah
di masjid. Maka, bersikap jujur dalam dan dalam berdagang adalah cara yang
terbaik untuk memperoleh rezeki. Sebaliknya melakukan bisnis dengan
kebohongan, kecurangan dan tipu muslihat, maka ini merupakan cara memperoleh
rezeki yang paling buruk.
DAFTAR PUSTAKA
http://miftakhulistiqomah.blogspot.co.id/2014/04/makalah-etika-bisnis.html