Anda di halaman 1dari 9

A.

HADITS I Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, jika dua orang saling berjual-beli, maka masing-masing di antara keduannya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang di antara keduanya membei pilihan kepada yang lain, lalu keduanya menetapkan jual-beli atas dasar pilihan itu, maka jual-beli menjadi wajib. B. HADITS II Ada hadist yang semakna dari hadist Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Dua orang yang berjual beli mempunyai hak pilih selagi belum berpisah, atau beliau bersabda, Hingga keduanya saling berpisah, jika keduannya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka barakah jual beli itu dihapuskan.1 C. MUFRADAT Hadits 1 : pengesahan/penolakan. : Hadits 2 : penjual dan pembeli. : mata pencaharian. D. TERJEMAH / PENJELAS

1 Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah,

2002), Hal. 580

Penjelasan lafazh 1. Bil-Khiyar merupakan masdhar dari ikhtara, dari al-ikhtiyar, berarti meminta yang terbaik dari dua hal, entah berupa pengesahan atau penolakan. 2. Al-Bayyiani, artinya penjual dan pembeli. Makna ini diberikan kepada keduanya, yamg termasuk masalah kebiasaan. Seperti yang sudah dijelaskan, masing-masing dari dua lafazh ini dapat diartikan pula bagi yang lainnya. 3. Muhiqat merupakan mabny lil-majhul, yang artinya, tambahan mata pencaharian dan laba keduanya dihilangkan. 4. Yukhayyiru ahadahuma al-akhara, seperti ucapan, Pilihlah pengesahan jual-beli. Pengertian Jual Beli Al-Buyu jama dari al-bai. Kata ini merupakan mashdar, padahal mashdar tidak dapat di jamakan. Tapi kata ini tetap di jamakan karena jenisnya yang berbeda-beda. Maknanya

menurut bahasa ialah mengambil sesuatu dan memberi sesuatu. Mereka juga mengambil kata ini dari al-bau, satu depan, entah dimaksudkan untuk tepukan atau untuk ikatan harga dan barang yang dihargai menurut persrtujuannnya. Lafazh al-bai juga dapat diartikan membeli,yang termasuk makna kebalikan. Tapi jika diucapkan kata al-bai, maka makna yang langsung bisa ditangkap darinya ialah orang yang mengeluarkan barang dagangan atau penjual. Adapun definisinya menurut syariat ialah tukar-menukar harta dengan harta yang dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan. Pembolehan jual-beli ditetapkan dalam empat sumber dalil, yaitu: 1. Kitab Allah, dalam firman-Nya, Dan, Allah menghalalkan jual-beli (Al-Baqarah: 275). 2. As-Sunnah, dalam sabda beliau Rasulullah SAW, Orang yang berjual-beli menurut pilihannya selagi belum saling berpisah. Banyak disebutkan nash Al-kitab dan Assunnah. 3. Ijma orang-orang Muslim yang membolehkannya.

4. Berdasarkan qiyas, karena kebutuhan kepadanya. Seseorang tidak bisa mendapatkan apa yang dia butuhkan, jika apa yang dia butuhkan itu ada di tangan orang lain, kecuali dengan cara tertentu.2 Syarat Jual Beli adalah Sebagai Berikut: 1. Keadaan bendanya suci. 2. Bendanya dapat diambil manfaatnya sesuai dengan yang dimaksudkan. 3. Bendanya dapat diterimakan atau diserahkan kepada pihak pembeli. Rukun Jual Beli adalah Sebagai Berikut: 1. Barang yang dijual belikan. 2. Orang yang membeli dan menjual barang. 3. Ijab qobul.3 Adapun shighah untuk mengikatnya, yang benar ialah seperti yang dikatakan SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah, bahwa hal itu dapat dilakukan dengan perkataan atau perbuatan macam apa pun, yang memang dianggap manusia sebagai jual-beli, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena Allah tidak bermaksud menjadikan kita sebagai hamba yang melaksanakan ibadah dengan lafazh-lafazh tertentu, tapi yang dimaksudkan adalah apa yang menunjukkan maknanya. Lafazh apa pun yang menunjukkannya, maka tujuan sudah tercapai. Manusia saling berbeda-beda dalam dialog dan istilah yang mereka pergunakan, tergantung kepada perbedaan tempat dan waktu. Setiap zaman dan tempat memiliki bahasa dan istilah-istilah tersendiri, dan yang dimaksudkan dari hal itu adalah makna. Manfaat yang dapat kita ambil dari bab-bab muamalah ini ialah agar kita bisa memahami kaidah yang sangat penting, yang memberi batasan muamalah-muamalah yang diperbolehkan, di samping kita dapat memahami batasan-batasan muamalah yang diharamkan, yang semua bagianbagiannya kembali kesana. Kaidah itu ialah: Dasar hukum dalam muamalah, berbagai jenis
2 Kathur

Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2002), Hal. 57 3 Imron Abu Amar, Edisi Indonesia: Fathul Qarib, (Kudus: Menara Kudus, 1983), Hal. 229

perniagaan dan mata pencaharian ialah halal dan diperbolehkan, tidak ada yang mencegahnya kecuali apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Ini merupakan dasar hukum yang besar, menjadi sandaran dalam muamalah dan tradisi. Siapa yang mengharamkan sesuatu dari hal itu, maka dia dituntut untuk menunjukkan dalil, karena dia berseberang dengan dasar hukum ini. Dengan begitu dapat diketahui keluwesan syariat dan keluasannya, relevansinya untuk setiap waktu dan tempat serta segala perkembangannya, sesuai dengan tuntutan manusia dan kemaslahatannya. Ini merupakan kaidah di tengah-tengah, yang pijakannya adalah keadilan dan memperhatikan kemaslahatan kedua sisi. Berdasarkan prinsip yang agung ini, muamalah tidak dapat dikeluarkan dari mubah kepada haram kecuali jika ada sesuatu yang memang diperingatkan, seperti karena menjurus kepada kezhaliman terhadap salah satu pihak, seperti riba, kedustaan, penipuan, ketidaktahuan dan pengecohan. Inilah beberapa jenis muamalah, yang jika kita perhatikan, hal itu menjurus kepada kezhaliman terhadap salah satu pihak. Muamalahmuamalah yang diharamkan kembali kepada batasan ini, yang tidak diharamkan melainkan karena kerusakan dan kezhalimannya. Pembuat syariat yang Maha bijaksana lagi Maha

Pengasih mendatangkan segala sesuatu yang di dalamnya ada kemaslahatan dan memperingatkan segala hal di dalamnya ada kerusakan. Alhasil, muamalah-muamalah yang diharamkan kembali kepada beberapa batasan, yang paling besar adalah tiga perkara berikut: 1. Riba dengan tiga macamnya, yaitu riba al-fadhl, an-nasiah dan al-qardhu. 2. Ketidaktahuan dan penipuan dengan berbagai macam ragam dan jenisnya. 3. Membohongi dan memperdayai dengan segala ragam dan jenisnya.4 Sebab-sebab Turunnya Hadist Hadist ini dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, dan hadist ini shahih. Hadist tersebut dari Ibnu Umar Ra. Dari Rasulullah Saw yang menjelaskan apabila ada dua orang melakukan
4 Kathur

Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2002), Hal. 579

jual beli maka masing-masing keduamya mempunyai hak khiyar, selama mereka belum berpisah. Dan hadist tersebut ditunjukkan dengan perbuatan Ibnu Umar yang terkenal. Bila kedua pihak semuanya berdiri dan pergi bersama-sama, maka hak khiyar tetap ada. Kemudian Rasulullah SAW menyebutkan sebagian dari sebab-sebab keberkahan dan pertumbuhan, sebagian dari sebab-sebab kerugian dan kerusakan. Sebab-sebab barakah, keuntungan dan pertumbuhan adalah kejujuran dalam muamalah, menjelaskan aib, cacat, dan kekurangan atau sejenisnya dalam barang yang dijual. Adapaun sebab-sebab kerugian dan ketiadaan barakah ialah yang menyembunyikan cacat, dusta dan memalsukan barang dagangan. Yang demikian itu merupakan sebab-sebab yang hakiki tentang keberkahan di dunia, yang memberikan nilai tambah dan ketenaran bagi dirinya, karena dia bermuamalah dengan cara yang baik, sedangkan di akhirat dia mendapatkan pahala dan balasan yang baik. Sementara sifat kedua merupakan hakikat hilangnya mata pencaharian, karena

pelakunya bermuamalah dengan cara yang buruk, sehingga orang lain menghindar darinya dan mencari orang yang lebih dapat dipercaya, sedangkan di akhirat dia mendapatkan kerugian yang lebih besar, karena dia telah menipu manusia. Rasulullah SAW, Siapa yang menipu kami, maka dia bukan termasuk golongan kami.

Kesimpulan Hadits: 1. Penetapan hak pilih di tempat bagi penjual dan pembeli, untuk dilakukan pengesahana jual-beli atau pembatalannya. 2. Temponya ialah semenjak jual beli dilaksanakan hingga keduanya saling berpisahdari tempat itu. 3. Jual-beli mengharuskan pisah badan dari tempat dilaksanakan akad jual-beli. 4. Jika penjual dan pembeli sepakat untuk membatalkan akad setelah akaddisepakati sebelum berpisah, atau keduanya saling melakukan jual-beli tanpa menetapkan hak pilih bagi keduanya, maka akad itu dianggap sah, karena hak itu menjadi milik mereka berdua, bagaimana keduanya membuat kesepakatan, terserah kepada keduanya. 5. Perbedaan antara hak Allah dan yang semata merupakan hak anak Adam, bahwa apa yang menjadi hak Allah, pembolehannya tidak cukup dengan keridhaan anak Adam,

seperti akad riba. Sedangkan yang menjadi hak anak Adam diperbolehkan menurut keridhaannya yang diungkapkan, karena hak itu tidak melanggarnya. 6. Pembuat syariat tidak menetapkan batasan untuk perpisahan. Dasarnya adalah tradisi. Apa yang dikenal manusia sebagai perpisahan, maka itulah ketetapan jual-beli. 7. Para ulama mengharakan penjual atau pembeli meninggalkan tempat (sebelum akad di tetapkan), karena dikhawatirkan akan terjadi pembatalan. 8. Jujur dalam muamalah dan menjelaskan keadaan barang dagangan merupakan sebab barakah di dunia dan akhirat, sebagaimana dusta, bohong dan menutup-nutupi cacat merupakan sebab hilangnya barakah.

Ayat AlQuran yang Berkaitan dengan Jual Beli Jual beli adalah perbuatan yang dihalalkan oleh Allah SWT. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-quran: Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS.Al baqarah ayat 275).5 2.4 Hukum Jual Beli Dari kandungan ayat-ayat dan hadist-hadist yang dikemukakan diatas sebagai dasar jual-bali, para ulama fiqih mengambil suatau kesimpulan, bahwa jual beli itu hukumnya mubah (boleh). Namun, menurut Imam asy-Syatibi (ahli fiqih Madzhab Imam Maliki), hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam situasi tertentu. Sebagai contoh dikemukakannya, bila suatu waktu terjadi
5 AlQuran

dan Terjemahannya

praktek ihtikar, yaitu penimbunan barang,sehingga persediaan hilang dari pasar dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu, maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu.para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah di dalam menentukan harga di pasaran.6

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta yang dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan. Rasulullah menjelaskan bahwa hukum jual beli adalah perbuatan yang dihalalkan selama penjual dan pembeli tidak ada yang dirugikan dan tidak ada penipuan dalam jual beli.

6 Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), Hal. 117

DAFTAR PUSTAKA Abdulllah Abu Ahmad, Umdatul Ahkam, (Jogjakarta: Media Hidayah, 2006) Abu Amar Imron, Edisi Indonesia: Fathul Qarib, (Kudus: Menara Kudus, 1983) AlQuran dan Terjemahannya Hadist Bukhari Muslim Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004) Ismail Yahya, Edisi Indonesia: Asbab Wurud Al-Hadist, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2009) Suhardi Kathur, Edisi Indonesia: Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2002)

[1] Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2002), Hal. 57 [2] [3] [4] [5] Hadits Bukhari Muslim

[6] Yahya Ismail, Edisi Indonesia: Asbab Wurud Al-Hadist, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2009), Hal. 243 [7] [8]

Anda mungkin juga menyukai