Anda di halaman 1dari 6

Yunita Ari Sandy/32/XI MIA 7

DALIL-DALIL YANG MENJELASKAN LARANGAN-LARANGAN


DALAM TRANSAKSI EKONOMI
A. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil



Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu
dengan jalan yang batil. Janganlah pula kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 188)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa ayat 29)

Dalam surah An-Nisa ayat 29 tersebut, Allah mengharamkan orang beriman untuk
memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang
lain dengan cara batil yaitu yang tidak dibenarkan oleh syariat. Kita boleh melakukan
transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha dan
saling ikhlas. Dan dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri
sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini, sebagai wujud dari
kasih sayang-Nya, karena Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kita.
Menyadari hal tersebut, maka kita memerlukan dasar keimanan dan keislaman yang
kuat, kita juga perlu menguasai ilmu-ilmu dunia. Karena kemajuan umat ini tergantung pada
pendidikan kita. Maka yang perlu kita waspadai adalah pembodohan terhadap umat Islam,
misalnya kita disibukkan dengan hal-hal yang tidak penting, perbedaan yang tidak berprinsip
dan isu-isu murahan yang sengaja dibuat oleh musuh Islam, sehingga kita dilupakan untuk
memikirkan bagaimana seharusnya mengatur negara, mengusai ekonomi, melestarikan alam
dan sebagainya. Kita menjadi umat yang tidak pernah berpikir bagaimana kita harus bangkit
membangun peradaban dunia. Padahal Allah telah menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. (QS. ar-Ra`d: 11).
B. Tidak boleh melakukan kegiatan riba





Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit jiwa (gila).
Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba (Q.S. Al-Baqarah: 275)



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
(QS. Ali Imron ayat 130)


Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan mengetahui
bahwa itu adalah uang riba dosanya lebih besar dari pada berzina sebanyak 36
kali. (HR. Ahmad dari Abdulloh bin Hanzholah)

Dalam hadits di atas mengatakan bahwa uang riba itu haram meski sangat sedikit
yang diilustrasikan dengan satu dirham. Bahkan meski sedikit, dikatakan lebih besar dosanya
jika dibandingkan dengan berzina bahkan meski berulang kali. Jadi hadits tersebut
menunjukkan bahwa uang riba atau bunga itu tidak ada bedanya baik sedikit apalagi banyak.
Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi mengatakan, Ketahuilah wahai orang yang beriman
bahwa riba yang dipraktekkan oleh bank konvensional pada saat ini itu lebih zalim dan lebih
besar dosanya dari pada jahiliah yang Allah haramkan dalam ayat ini dan beberapa ayat lain
di surat al Baqarah. Hal ini disebabkan riba dalam bank itu buatan orang-orang Yahudi
sedangkan Yahudi adalah orang yang tidak punya kasih sayang dan belas kasihan terhadap
selain mereka.
Buktinya jika bank memberi hutang kepada orang lain sebanyak seribu real maka
seketika itu pula bank menetapkan bahwa kewajiban orang tersebut adalah seribu seratus real.
Jika orang tersebut tidak bisa membayar tepat pada waktunya maka jumlah total yang harus
dibayarkan menjadi bertambah sehingga bisa berlipat-lipat dari jumlah hutang sebenarnya.
C. Tidak boleh melakukan transaksi jual beli barang haram



. . .

Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan


binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah ayat 173)

Dalam hadits Abu Daud :

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan khamer dan hasil penjualannya,


mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya, mengharamkan babi dan hasil
penjualannya. (HR Abu Dawud)


Sesungguhnya jika Allah telah mengharamkan sesuatu, maka Allah juga
mengharamkan hasil penjualannya. (HR Abu Dwud dan Ahmad)

Dari hadits diatas sudah jelas, setiap barang yang telah di haramkan maka haram juga
untuk menjualnya karena mendukung dan menyebabkan sebuah kemudharatan terjadi,
walaupun penjual tidak menggunakan barang haram tersebut. Apa saja yang membawa
kepada perbuatan haram, maka itu adalah haram. (Dr. Syeikh Yusuf Qardhawi). Hal ini
telah di jelaskan dalam sebuah hadits yang membahas bahwasanya orang yang tidak
melakukan aktifitas haram tetapi membantu terlaksananya perbuatan tersebut, maka hal
tersebut disebut haram pula.
Pada zaman modern ini, banyak sekali pedagang yang hanya memikirkan keuntungan
tanpa tahu apakah barang yang Ia jual itu halal atau haram untuk dijual. Dalam
menghadapi permasalahan tersebut, kita sebagai manusia yang tahu mana yang haram dan
halal, sebaiknya mengingatkan jikalau hal tersebut memang salah dan sudah ada di Al-
Quran dan hadist. Selain itu, kita juga harus semakin memperdalam ketaqwaan dan
keimanan kita kepada Allah SWT, agar kita terhindar dari hal-hal yang buruk.
D. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan






Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-
orang yang jika menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi dan jika mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain mereka mengurang. Tidakkah orang-orang itu menyangka
bahwa mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, yaitu hari
saat manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (QS al-Muthaffifin ayat 1-6)


Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu. (QS. Ar-Rahman ayat 9)

Pesan-pesan yang terkandung dari ayat-ayat ini.


1) Haramnya berbuat curang dalam timbangan dan takaran serta ancaman keras kepada
pelakunya. Dalam konteks ayat ini, kata tersebut berarti azab yang pedih di akhirat
atau nama sebuah lembah di neraka. Semua hukuman itu ditimpakan kepada orang-
orang yang melakukan kecurangan dalam timbangan dan takaran.
2) Kepastian manusia dibangkitkan pada Hari Kiamat dan berdiri menghadap Allah
SWT. Ini merupakan perkara akidah yang wajib diimani dan haram diingkari.
3) Keterkaitan iman dan amal. Dalam ayat ini dapat dipahami dengan jelas bahwa
perilaku curang mereka disebabkan karena mereka tidak mengimani Hari Kiamat.
Seandainya mereka beriman dan meyakini bahwa mereka akan dibangkitkan pada
Hari Kiamat, dihisab semua amalnya dan diberi balasan atas semua amalnya, niscaya
mereka tidak akan melakukan perbuatan yang menjerumuskan mereka ke dalam
neraka itu. Jika sudah terlanjur, mereka segera bertobat, berhenti dan tidak akan
mengulangi.

Selain itu, kewajiban memenuhi timbangan dan ancaman keras bagi pelakunya
merupakan salah satu bentuk perlindungan Islam terhadap harta manusia; bahwa harta
kepemilikan tidak boleh diambil secara tidak sah. Jika mengambil hak orang lain dengan
jumlah yang amat sedikit saja seperti itu hukumannya, maka betapa kerasnya siksa yang
diterima oleh orang-orang yang mengambil harta orang lain dengan jumlah yang lebih
banyak.
Kegiatan mempermainkan timbangan, kualitas, serta kehalalan banyak terjadi pada
era globalisasi ini. Hal ini merupakan tanda lemahnya bahkan tiadanya iman pada diri orang
tersebut. Sebaliknya, keimanan yang lemah, atau bahkan tidak ada akan mendorong
pelakunya berbuat maksiat. Bagi mereka yang sudah terlanjur, mereka sebaiknya segera
bertobat, berhenti dan tidak akan mengulanginya lagi.
E. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi atau berjudi






Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (QS. Al-Maidah ayat 90)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa khamr, judi, al anshab, al azlam, telah Allah
haramkan dengan sebab ia adalah amalan setan. Perkara-perkara ini adalah perkara yang
dilakukan setan dan didakwahkan oleh setan untuk melakukannya. Setanlah yang mengajak
membangun berhala-berhala hingga mereka disembah. Setanlah yang mengajak manusia
untuk minum khamr, berjudi serta setanlah yang mengajak mengundi nasib dengan anak
panah.

Maka menjauh dari judi itu lebih selamat, sedangkan mendekat kepada perjudian itu
biasanya menjadi sebab atau sarana terjerumusnya seseorang ke dalamnya. Oleh karena itu
Allah memerintahkan kita untuk tajannub, yaitu menjauhinya. Maka janganlah kita
mendekati tukang judi dan jangan berteman dengannya, jangan membersamainya, jangan
bermuamalah dengannya, jangan mencintainya, jangan duduk bersama dengannya, serta
jangan kasihan padanya. Bahkan seharusnya anda menjauh sejauh-jauhnya sehingga
kehormatanmu, agamamu, akidahmu selamat. Karena kondisi agamamu berada dalam
kekhawatiran jika anda mendekat dengan hal-hal tersebut, atau jika anda duduk bersama
dengan tukang judim atau tukang minum khamr, dan semacamnya. Dan yang semisal mereka,
dikhawatirkan akan mengotori kehormatanmu dan agamamu. Atau bisa jadi anda terjerumus
ke dalamnya walaupun sedikit, atau engkau menyukai sesuatu dari hal-hal tersebut, atau
semisalnya. Inilah sebabnya mengapa Allah Taala memerintahkan kita untuk menjauhinya
dalam firman-Nya (yang artinya) : Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.

Disebutkan bahawa istilah lain dari judi adalah spekulasi. Pada zaman sekarang
biasanya terjadi dalam bursa saham. Setiap menitnya selalu saja terjadi transaksi spekulasi
yang sangat merugikan penerbit saham. Setiap perusahaan yang memiliki right issue selalu
saja didatangi para spekulasi. Ketika harga saham suatu badan usaha sedang jatuh maka
spekulan buru-buru membelinya sedangkan ketika harga naik para spekulan menjualnya
kembali atau melepas ke pasar saham. Hal ini sering membuat indeks harga saham gabungan
menurun dan mempeburukkan perekonomian bangsa.
F. Tidak boleh dengan cara-zara zalim (aniaya)





Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-
orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya (QS. Al-Anfaal ayat 25)

Ayat tersebut berisi peringatan untuk berhati-hati akan azab yang tidak hanya
menimpa yang zalim saja, tetapi menimpa secara umum baik yang zalim maupun yang tidak
zalim. Karena itu secara syari, wajib hukumnya bagi orang yang melihat
kezaliman/kemunkaran dan mempunyai kesanggupan, untuk menghilangkan kemunkaran itu.

Sungguh, Allah telah berfirman, Wahai hamba-Ku, sungguh aku telah


mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan menjadikannya terlarang di antara
kalian, maka janganlah saling menzalimi! (HR. Muslim)

Jelaslah, kezaliman terlarang dalam semua keadaan, dan keadilan adalah wajib dalam
semua keadaan, sehingga dilarang berbuat zalim kepada orang lain, baik muslim atau kafir.

Hal ini karena kezaliman adalah sumber kerusakan dan keadilan adalah sumber
kesuksesan yang menjadi tonggak kemaslahatan hamba di dunia dan akhirat, sehingga
manusia sangat membutuhkannya dalam segala kondisi. Ketika perniagaan dan muamalah
adalah pintu yang besar bagi kezaliman manusia dan pintu untuk memakan harta orang lain
dengan batil, maka larangan zalim dan pengharamannya termasuk maqashid syariah
terpenting dalam muamalah. Kewajiban berbuat adil dan larangan berbuat zalim menjadi
kaidah terpenting dalam muamalah.

Anda mungkin juga menyukai