Abstrak
A. Pengertian Riba
Riba, secara bahasa bermakna bertambah dan tumbuh, bisa juga
diartikan mengembang atau lebih banyak. Menurut syariat, pengertian riba
lebih luas, yaitu penambahan atau penundaan meskipun tidak ada
penambahan. (Ibn Mandzûr, tt). Definisi Malikiyah “Tambahan pada
jumlah atau timbangan, ditentukan atau tidak, dan pada tempo. Maka
menurut mereka, tidak termasuk adanya tambahan pada pertukaran barang
yang sejenis kecuali pada nasî`ah (tempo). Dan termasuk riba dalam satu
jenis dari dua sisi; tambahan dan tempo.” (AlQurthubî, tt). Dari beberapa
pengertian yang dirumuskan oleh para ulama tersebut, secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara
bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah Islam. (Antonio, 2005)
B. Jenis-jenis riba
Sebagaimana definisi riba, jenis-jenis riba pun terjadi perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Secara garis besar Riba yang diharamkan
dalam syari’at Islam dikelompokkan menjadi 2, yaitu riba utang piutang
dan riba jual beli.
الربا ثَلثة و سبعون بابا أيسرها مثل أن ينكح: عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال: عن عبد هللا
الرجل أمه
Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi bersabda, “Riba itu memiliki 73 pintu.
Dosa riba yang paling ringan itu semisal dosa menzinai/menyetubuhi ibu
sendiri”
[H.R. Hakim].
ُ « د ِّْر َه ُم ِّربا ً يَأ ْ ُكلُه-صلى هللا عليه وسلم- َِّّللا ُ ظلَةَ َغسِّي ِّل ْال َمَلَئِّ َك ِّة قَا َل قَا َل َر
َّ سو ُل َ َّللاِّ ب ِّْن َح ْن
َّ َع ْن َع ْب ِّد
ًشدُّ ِّم ْن ِّستَّة َوثََلَثِّينَ زَ ْنيَة
َ َالر ُج ُل َوه َُو يَ ْعلَ ُم أ
َّ
صاع َوَلَ د ِّْره ََم ِّبد ِّْر َه َمي ِّْن َ صا َع ْي ِّح ْن
َ طة ِّب َ َصاع َوَل َ ََل.
َ صا َع ْي ت َ ْمر ِّب
“Janganlah menjual dua sha’ kurma dengan satu sha’ dan jangan pula
menjual dua sha’ gandum dengan satu sha’ dan jangan pula satu dirham
dengan dua dirham.” [Muttafaq ‘alaih]
Namun jika jenis dari enam benda ribawi ini dibarter dengan yang tidak
sejenis, misalnya emas dengan perak, gandum bur dengan gandum sya’iir,
maka boleh ada selisih takaran/timbangan dengan syarat semuanya harus
diserahkan dalam majelis/kontan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pada hadits ‘Ubadah yang telah lewat: “Jika
benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya sesuka hati kalian asalkan
tunai.”
Hal ini juga karena sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
‘Ubadah yang terdapat dalam riwayat Abu Dawud dan yang lainnya:
،ش ِّعي ِّْر َ ْ َوَلَ بَأ,َ أ َ َّما نَ ِّس ْيئَةُ فََل, يَدًا بِّيَد,ضةُ أ َ ْكث َ ُر ُه َما
َّ س بِّبَيْعِّ ْالب ُِّر بِّال َّ َو ْال ِّف،ض ِّة
َّ ب بِّ ْال ِّف َ ْ َوَلَ بَأ
ِّ س بِّبَيْعِّ الذَّ َه
َ َوأ َ َّما نَ ِّس ْيئَةُ فََل،ش ِّعي ُْر أَ ْكث َ ُر ُه َما يَدًا ِّبيَد
َّ َوال.
“Tidak mengapa menjual emas dengan perak dengan jumlah perak lebih
banyak (apabila) langsung serah terima/kontan, adapun dengan cara
nasi’ah (ditangguhkan serah terimanya), maka tidak boleh. Dan tidak
mengapa menjual gandum bur dengan sya’ir dengan jumlah sya’ir lebih
banyak (apabila) langsung serah terima, adapun dengan cara nasi’ah maka
tidak boleh.” [H.R. Abu Dawud]
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
ُط َعا ًما ِّم ْن َي ُهودِّي ِّإلَى أ َ َجل َو َر َهنَهُ د ِّْر َعه
َ سلَّ َم اِّ ْشت ََرى َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِّه َو َّ أ َ َّن النَّ ِّب.
َ ي
Maka, benda ribawi yang ada dalilnya hanya enam. Menurut pendapat yang
kuat, enam benda ini bisa kita lebarkan kepada yang lain. Untuk kelompok
pertama kita lebarkan kepada mata uang dan masing-masing mata uang itu
jenis sendiri, rupiah sendiri, dolar sendiri. Untuk kelompok yang kedua,
kita lebarkan kepada semua yang dimakan dan cara transaksinya ditakar
atau ditimbang. Maka ponsel, motor, dan sebagainya itu bukan benda
ribawi.
1. Jika satu jenis, maka harus tutup mata dari kualitas, harus sama takaran
dan timbangannya, dan harus saling menyerahkan saat transaksi
dilakukan (tunai). Contoh: beras menthik wangi dengan raja lele, rupiah
dengan rupiah.
2. Lain jenis tapi satu kelompok, maka berbeda takaran tidak mengapa,
tetapi semuanya harus diserahkan saat transaksi berlangsung. Contoh:
rupiah dengan real, rupiah dengan emas, beras dengan jagung.
3. Beda jenis dan antar kelompok, maka tidak harus sama takaran, dan
boleh kredit atau salah satunya tertunda. Contoh: rupiah dengan beras.
Sumber
https://ejournal.iaiskjmalang.ac.id/index.php/nisbah/article/view/105/89
https://jurnal.umt.ac.id/index.php/jieb/article/view/1838/1160
https://sef.feb.ugm.ac.id/mengenal-riba-dan-bahayanya/
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/id/eprint/15699
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/IQT/article/view/137/128
https://ejournal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Religia/article/view/622/915
https://www.jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jei/article/view/138/130
http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/alasas/article/download/1649/1192
https://www.jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/ekspose/article/view/1143
https://www.jes.unisla.ac.id/index.php/jes/article/view/9