Anda di halaman 1dari 13

Nama: Rindang Rupa Mawarni NPM: 4221085

RIBA DITINJAU DARI PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADITS

Abstrak

Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan,


dan ketinggian. Sedangkan menurut syara’, riba berarti akad untuk satu
ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat
ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah
satunya. Hukum Riba adalah haram. Dalil dari al-Qur’an:“Hai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
(QS Ali-Imran:130) kemudian surah Al-Baqarah: 275 “Dan Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Dalil dari Hadis: “Dari
Jabir, Rasulullah melaknat riba, yang mewakilkannya, penulisnya dan yang
menyaksikannya.” (HR. Muslim) Gharar adalah apa-apa yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul
adalah yang paling kita takuti (tidak dihendaki). Dalam syari’at Islam, jual-
beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallama dalam hadis Abu Hurairah yang artinya: “Rasulullah melarang
jual-beli al-hashah dan jual beli gharar.” Maisir adalah transaksi yang
digantungkan pada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-
untungan. Al-Maysir (perjudian) terlarang dalam syariat Islam, dengan
dasar al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Dalam alQur’an terdapat firman
Allah yang artinya:“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah:90). Dari as-Sunnah,
terdapat sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa yang menyatakan kepada
saudaranya, ‘mari aku bertaruh denganmu’ maka hendaklah dia
bersedekah” (HR. Bukhari- Muslim)

Kata kunci: Riba, Al-Qur’an, Hadits


Abstract

Riba literally means addition, growth, increase, and elevation.


Meanwhile, according to syara', usury means a contract for one specific
exchange without knowing the comparison in the Shari'a judgment when
making a contract or together by terminating both substitutes or one of them.
The law of Riba is haram. Evidence from the Qur'an: "O you who believe!
Do not eat usury doubled and fear Allah so that you will be successful.”
(Surah Ali-Imran: 130) then Surah Al-Baqarah: 275 "And Allah has
permitted trading and forbid usury". Evidence from the Hadith: "From Jabir,
the Messenger of Allah cursed usury, who represented it, wrote it and
witnessed it." (Narrated by Muslim) Gharar is anything whose
consequences are hidden from our view and the most likely consequences
are those that we fear the most (unwanted). In Islamic law, buying and
selling gharar is forbidden. Based on the words of the Prophet sallallaahu
'alaihi wa sallama in the hadith of Abu Hurairah which means: "The
Messenger of Allah forbade buying and selling al-hashah and buying and
selling gharar." Maisir is a transaction that is dependent on an uncertain
situation and is chancy. Al-Maysir (gambling) is forbidden in Islamic law,
on the basis of the Qur'an, as-Sunnah and Ijma'. In the Qur'an there is the
word of Allah which means: "O you who believe! Verily (drinking) alcohol,
gambling, (sacrificing for) idols, drawing fate with arrows, are all acts of
the devil. So stay away from these actions so that you will be lucky.” (Surat
al-Maidah: 90). From as-Sunnah, there is a saying of the Prophet SAW
"Whoever says to his brother, 'let me bet with you' then let him give charity"
(Narrated by Bukhari-Muslim)

Keywords: Riba, Al-Qur'an, Hadith


Pendahuluan

Riba merupakan permasalahan klasik yang tidak asing lagi bagi


umat Islam dan juga umat-umat terdahulu. Sedangkan menurut syara’, riba
berarti akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam
penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua
ganti atau salah satunya. Riba dalam jual beli menurutnya ada dua macam:
Nasi'ah (riba dengan penundaan pembayaran) dan Tafadhul (riba dengan
pelebihan pembayaran). Sedangkan riba pada jual beli tanggungan juga
terbagi dua kategori, salah satunya adalah riba Jahiliyah yang telah
disepakati para ulama tentang keharamannya. Ibnu Rusyd mengatakan
bahwa riba terdapat dalam dua perkara, yaitu pada jual beli dan pada jual
beli tanggungan, pinjaman atau lainnya.. Menurut Al-Jaziri, Riba nasiah
adalah riba yang terjadi karena penundaan pembayaran hutang, suatu jenis
riba yang diharamkan karena keharaman jenisnya atau keadaannya sendiri.
Sedangkan riba fadl adalah riba yang diharamkan karena sebab lain, yaitu
riba yang terjadi karena adanya tambahan pada jual beli benda atau bahan
yang sejenis.
Pembahasan

A. Pengertian Riba
Riba, secara bahasa bermakna bertambah dan tumbuh, bisa juga
diartikan mengembang atau lebih banyak. Menurut syariat, pengertian riba
lebih luas, yaitu penambahan atau penundaan meskipun tidak ada
penambahan. (Ibn Mandzûr, tt). Definisi Malikiyah “Tambahan pada
jumlah atau timbangan, ditentukan atau tidak, dan pada tempo. Maka
menurut mereka, tidak termasuk adanya tambahan pada pertukaran barang
yang sejenis kecuali pada nasî`ah (tempo). Dan termasuk riba dalam satu
jenis dari dua sisi; tambahan dan tempo.” (AlQurthubî, tt). Dari beberapa
pengertian yang dirumuskan oleh para ulama tersebut, secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara
bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah Islam. (Antonio, 2005)
B. Jenis-jenis riba
Sebagaimana definisi riba, jenis-jenis riba pun terjadi perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Secara garis besar Riba yang diharamkan
dalam syari’at Islam dikelompokkan menjadi 2, yaitu riba utang piutang
dan riba jual beli.

1. Riba utang piutang dibagi menjadi dua yaitu:


a. Riba Qard, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
b. Riba Jahiliyah, yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya karena si
peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
2. Riba jual beli dibagi dua yaitu:
a. Riba Fadl yaitu, pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda, sedangkan barang yang diperdagangkan itu
termasuk jenis barang ribawi.
b. Riba Nasi’ah yaitu, penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.
C. Prinsip-prinsip riba
Berangkat dari prinsip-prinsip yang luhur inilah, menurut Wahbah al-
Zuhaili, Allah mengharamkan praktik riba, karena praktik riba akan
melahirkan beberapa kerugian sebagai berikut:
1. Riba akan mencetak manusia yang tidak mau berusaha dan bekerja
keras, seperti berdagang, berindustri, bertani dan pekerjaan-pekerjaan
lain yang dituntut oleh perkembangan zaman, seperti kedokteran,
arsitektur, pharmasi, advokat dan lain-lainya. Riba akan mendorong si
pemraktik riba untuk memeras darah sekelompok orang yang mau
berusaha dan bekerja keras. Dia akan mengarungi kehidupan dengan
bersantai-santai karena selalu berharap dari harta yang dipinjamkan
yang mengandung riba tersebut.
2. Riba adalah usaha cuma-cuma, padahal syara’ mengharamkan
mengambil harta secara aniaya dan tanpa haknya, serta melarang orang
kuat mempersulit orang lemah.
3. Riba menanamkan kedengkian ke dalam hati orang-orang fakir atas
orang-orang kaya melahirkan permusuhan dan kebencian, dan
membangkitkan/menyulut percekcokan dan perselisihan diantara
manusia. Ini karena riba akan menghilangkan sifat kasih sayang dan
tolong menolong dan membuat manusia manjadi hambanya harta. Si
pemraktik riba seolah-olah seekor serigala yang akan merampas apa
yang terdapat di dalam sakunya manusia dengan penampilan yang
tenang, penuh tipuan yang jahat, dengan tidak diketahui si debitor.
4. Riba akan meretakan jalinan silaturahmi manusia, menghapus kebaikan
diantara mereka dengan jalan qirad (pinjam meminjam) yang baik, dan
akan merampas harta si fakir dan orang yang sedang dalam keperluan
mendesak yang ingin memperbaiki usaha dan kehidupannya.
5. Riba akan menghancurkan harga manusia dan melahirkan perselisihan
diantara mereka, selain akan memonopoli perekonomian masyarakat.
Dampak negatif yang khusus adalah lahirnya kehancuran, kefakiran,
dan kerugian, karena Allah akan menghancurkanriba dan menyuburkan
sedekah. Kerugiannya tidak hanya bagi si lintah darat, tetapi juga
bagi distributornya. Banyak petani yang terjerat lintah darat harus
menjual tanah-tanah milik mereka untuk menutupi hutang yang
dipinjamnya yang mengandung riba. Semua ini karena bertani atau
berladang banyak memerlukan pembiayaan, padahal usahanya itu
sangat rentan terkena hama, kekeringan, dan paceklik.
D. Larangan Riba dalam Alquran
Riba dalam Islam hukumnya adalah haram. Menurut Antonio (2001)
menyebutkan, larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an melalui
beberapa tahap, yaitu:
Tahap pertama, melalui QS. Ar-Rum ayat 39, yang berisi menolak anggapan
bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya untuk menolong mereka yang
memerlukan sebagai sesuatu perbuatan yang mendekati atau taqarrub
kepada Allah SWT.
QS. Ar-Rum ayat 39,
َّ َ‫ٱَّللِّ ۖ َو َما ٓ َءات َ ْيتُم ِّمن زَ ك ََٰوة ت ُ ِّريد ُونَ َوجْ ه‬
ِّ‫ٱَّلل‬ ۟ ‫اس فَ ََل يَ ْرب‬
َّ َ‫ُوا ِّعند‬ ِّ َّ‫َو َما ٓ َءات َ ْيتُم ِّمن ِّربًا ِّليَ ْرب َُو ۟ا فِّ ٓى أ َ ْم َٰ َو ِّل ٱلن‬
ٓ
َ‫ض ِّعفُون‬ ْ ‫فَأ ُ ۟و َٰ َلئِّكَ ُه ُم ْٱل ُم‬
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). Ayat ini turun di Mekah
yang secara lahiriahnya tidak ada isyarat yang menunjukkan keharaman
riba, tetapi yang ada hanya isyarat bahwa hal seperti itu tidak diridhai di sisi
Allah. Dalam ayat ini Allah menekankan bahwa riba akan mengurangi
rezeki, sebaliknya kedermawanan justru akan melipatgandakannya.
Tahap kedua, melalui QS. An-Nisa’ ayat 160-161, yang berisi pengharaman
riba melalui kecaman Allah SWT terhadap praktik riba yang dilakukan oleh
kaum Yahudi.
QS. An-Nisa’ ayat 160
ً ‫ٱَّللِّ َك ِّث‬
‫يرا‬ َّ ‫سبِّي ِّل‬
َ ‫ص ِّد ِّه ْم َعن‬ ْ َّ‫طيِّ َٰ َبت أ ُ ِّحل‬
َ ِّ‫ت لَ ُه ْم َوب‬ ۟ ‫ظ ْلم ِّمنَ ٱلَّذِّينَ هَاد‬
َ ‫ُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِّه ْم‬ ُ ِّ‫فَب‬
Artinya: Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan
atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
QS. An-Nisa’ ayat 161
‫وا َع ْنهُ َوأ َ ْك ِّل ِّه ْم أ َ ْم َٰ َو َل ٱلنَّا ِّس ِّب ْٱل َٰبَ ِّط ِّل ۚ َوأ َ ْعتَدْنَا ِّل ْل َٰ َك ِّف ِّرينَ ِّم ْن ُه ْم َعذَابًا أ َ ِّلي ًما‬
۟ ‫ٱلربَ َٰو ۟ا َوقَدْ نُ ُه‬
ِّ ‫َوأ َ ْخ ِّذ ِّه ُم‬
Artinya: Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-
orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Ayat tersebut turun di Madinah sebagai pelajaran yang mengisahkan tentang
perilaku orang-orang Yahudi yang dilarang memakan riba, tetapi justru
mereka memakannya, bahkan menghalalkannya, lantaran itu mereka
mendapat laknat dari Allah. Ayat ini menggolongkan mereka yang
memakan riba sama dengan mereka yang mencuri harta dari orang lain, dan
Allah mengancam kedua pelaku tersebut dengan siksa yang pedih.
Tahap ketiga, melalui QS. Ali-Imran ayat 130, yang berisi bahwa riba yang
diharamkan adalah yang bersifat berlipat ganda, dengan praktik
pengambilan bunga (tambahan) dengan tingkat yang cukup tinggi. Kriteria
berlipat ganda dalam ayat ini bukan merupakan syarat terjadinya riba, hal
ini dikarenakan sifat karakteristik dari praktik pembungaan uang pada saat
itu.
QS. Ali-Imran ayat 130
َ‫ٱَّللَ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِّلحُون‬
َّ ‫وا‬۟ ُ‫ض َعفَةً ۖ َوٱتَّق‬ ْ َ ‫ٱلر َب َٰ ٓو ۟ا أ‬
َ َٰ ‫ض َٰ َعفًا ُّم‬ ِّ ‫وا‬ ۟ ُ‫َٰ َٓيأَيُّ َها ٱلَّذِّينَ َءا َمن‬
۟ ُ‫وا ََل ت َأ ْ ُكل‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.
Ayat tersebut memerintahkan kaum muslimin untuk menjauhkan diri dari
riba, jika menginginkan kebahagiaan. Ayat tersebut turun di Madinah dan
merupakan larangan secara tegas, tapi masih bersifat juz’iy (parsial), belum
merupakan pelarangan secara total.
Tahap terakhir, melalui QS. Al-Baqarah ayat 278-279, yang berisi bahwa
Allah SWT mengharamkan dengan jelas segala bentuk tambahan yang
diambil dari pinjaman.
QS. Al-Baqarah ayat 278
َ‫ٱلربَ َٰ ٓو ۟ا ِّإن ُكنتُم ُّمؤْ ِّمنِّين‬ ۟ ۟ ُ‫َٰ ٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِّينَ َءا َمن‬
۟ ُ‫وا ٱتَّق‬
َ ‫ٱَّللَ َوذَ ُروا َما بَ ِّق‬
ِّ َ‫ى ِّمن‬ َّ ‫وا‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman.
QS. Al-Baqarah ayat 279
ْ ُ ‫وس أَ ْم َٰ َو ِّل ُك ْم ََل ت َْظ ِّل ُمونَ َو ََل ت‬
َ‫ظلَ ُمون‬ ُ ‫سو ِّلِّۦه ۖ َو ِّإن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُء‬ ۟ ُ‫وا فَأْذَن‬
َّ َ‫وا ِّب َح ْرب ِّمن‬
ُ ‫ٱَّللِّ َو َر‬ ۟ ُ‫فَإِّن لَّ ْم ت َ ْف َعل‬
Artinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya
Ayat-ayat yang turun pada tahap keempat ini turun di Madinah dan
menegaskan haramnya riba secara total, tidak lagi membedakan banyak atau
sedikit. Ayat ini merupakan tahap terakhir turun tentang diharamkannya
riba dan merupakan larangan tegas. Demikian menurut Al-Shabuniy. 19
Ayat tersebut mengecam keras mereka yang melakukan riba. Ayat ini juga
membuat perbedaan yang jelas antara perdagangan dan riba, dan meminta
kaum muslimin untuk membatalkan semua riba, memerintahkan mereka
untuk hanya mengambil uang pokok dan meninggalkannya, meskipun ini
merupakan satu kerugian dan beban berat bagi yang meminjamkannya.
Memahami suatu ayat sangat erat kaitannya dengan sebab turunnya ayat
tersebut, karena dengan mengetahui asbab nuzul, dapat membantu untuk
memahami ayat, karena sesungguhnya mengetahui sebab menghasilkan
pengetahuan tentang yang disebabkan. Demikian kata Ibn Taimiyah seperti
dikutip Hasbi Ash- Shiddieqy.Karena itu, untuk lebih mendalami ayat-ayat
tersebut, penting untuk mengetahui asbab nuzul-nya.
E. Larangan Riba dalam Al-Hadits
Seperti kita pahami, kegunaan dari hadith adalah menjelaskan secara lebih
terperinci dan mendalam atas ketentuan-ketentuan yang telah digariskan
oleh Al-Quran. Dalam amanat terakhirnya ketika khutbah haji wada’
rasulullah menegaskan bahwa Islam melarang keras praktek riba.
Rasulullah bersabda: “Ingatlah bahwa semua riba yang diamalkan pada
zaman jahiliyyah dihapuskan dari amalan kamu. Kamu berhak mengambil
modal (uang pokok) yang kamu berikan, niscaya kamu tidak menzalami dan
didzalami.”(H.R Muslim) Selain itu masih banyak haditt Rasulullah saw
yang berkaitan dengan pelarangan riba diantaranya:
1. “Jubir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang merima riba
orang yang membayarnya, orang yang mencatatnya dan dua orang saksinya,
kemudian beliau bersabda “Mereka itu semuanya sama” (H.R Muslim)
2. Dari Abu Hurairah r.a, Nabi bersabda, pada malam mi’raj saya telah
bertemuy dengan orang yang perutnya besar seperti rumah, didalamnya
dipenuhi ular-ular yang kelihatan dari luar, lalu saya bertanya kepada Jibril,
siapakah mereka?,Jibril menjawab, mereka orang-orang yang memakan
riba.” (H.R Ibnu Majah).
‫الربَا َو ُمو ِّكلَهُ َوكَاتِّبَهُ َوشَا ِّهدَ ْي ِّه َوقَا َل ُه ْم‬ ُ ‫َع ْن َجا ِّبر قَا َل لَ َعنَ َر‬
َّ ‫سو ُل‬
ِّ ‫ آ ِّك َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِّ‫َّللا‬
‫س َواء‬
َ
Dari Jabir, Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, nasabah riba,
juru tulis dan dua saksi transaksi riba. Nabi bersabda,“Mereka itu
sama[1]” [H.R. Muslim].

Laknat artinya adalah dijauhkan dari kasih sayang Allah subhanahu


wata’ala (tidak Allah sayangi). Kaidah dalam masalah ini yaitu setiap
perbuatan yang ditakut-takuti/diancam dengan laknat adalah dosa besar.

‫ الربا ثَلثة و سبعون بابا أيسرها مثل أن ينكح‬: ‫ عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال‬: ‫عن عبد هللا‬
‫الرجل أمه‬
Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi bersabda, “Riba itu memiliki 73 pintu.
Dosa riba yang paling ringan itu semisal dosa menzinai/menyetubuhi ibu
sendiri”
[H.R. Hakim].
ُ‫ « د ِّْر َه ُم ِّربا ً يَأ ْ ُكلُه‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِّ‫َّللا‬ ُ ‫ظلَةَ َغسِّي ِّل ْال َمَلَئِّ َك ِّة قَا َل قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬ َ ‫َّللاِّ ب ِّْن َح ْن‬
َّ ‫َع ْن َع ْب ِّد‬
ً‫شدُّ ِّم ْن ِّستَّة َوثََلَثِّينَ زَ ْنيَة‬
َ َ‫الر ُج ُل َوه َُو يَ ْعلَ ُم أ‬
َّ

Dari Abdullah bin Hanzholah[2], Rasulullah bersabda, “Satu


dirham uang riba yang dinikmati seseorang dalam keadaan tahu bahwa
itu riba dosanya lebih jelek dari pada berzina 36 kali” [HR Ahmad].

‫الربَا ِّإ ََّل َكانَ َعاقِّبَةُ أ َ ْم ِّر ِّه ِّإلَى قِّلَّة‬


ِّ ‫سلَّ َم قَا َل َما أ َ َحد أ َ ْكثَ َر ِّم ْن‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِّه َو‬ َ ِّ ‫عن اب ِّْن َم ْسعُود َع ْن النَّ ِّبي‬
ْ

Dari Ibnu Mas’ud, Nabi bersabda, “Tidaklah seorang itu


memperbanyak harta dari riba kecuali kondisi akhirnya adalah
kekurangan/kemiskinan” [H.R. Ibnu Majah].

َ‫َّللاِّ – صلى هللا عليه وسلم – قَا َل َل‬


َّ ‫سو ُل‬ َ ‫َع ْن أَبِّى‬
َّ – ‫س ِّعيد ال ُخدري – رضى هللا عنه‬
ُ ‫أن َر‬
‫ق إِّ ََّل‬ َ ‫ َوَلَ ت َ ِّبيعُوا‬،‫ض َها َعلَى بَ ْعض‬
ِّ ‫الو ِّرقَ بِّا َلو ِّر‬ َ ‫ َوَلَ ت ُ ِّشفُّوا َب ْع‬،‫ب إِّ ََّل ِّمثْ ًَل بِّ ِّمثْل‬
ِّ ‫َب بِّالذَّ َه‬
َ ‫تَبِّيعُوا الذَّه‬
‫َاجز‬ِّ ‫ َوَلَ تَبِّيعُوا ِّم ْن َها غَائِّبًا بِّن‬،‫ض َها َعلَى بَ ْعض‬ َ ‫ َوَلَ ت ُ ِّش ُّفوا َب ْع‬،‫ِّمثْ ًَل ِّب ِّمثْل‬

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menjual emas
dengan emas, kecuali beratnya sama (semisal dengan semisal). Jangan
melebihkan berat yang satu melebihi berat lainnya. Janganlah kalian
menjual perak dengan perak, kecuali beratnya sama. Jangan melebihkan
berat yang satu melebihi berat lainnya. Dan janganlah menukar emas-
perak yang satu tunai sementara yang satu terutang/tertunda.” [HR.
Bukhari].

‫ب ِّربًا ِّإ ََّل هَا َء َوهَا َء ْالب ُُّر‬


ِّ ‫ الذَّهَبُ ِّبالذَّ َه‬:َ‫سلَّ َم قَال‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِّه َو‬ َ ِّ ‫َّللاُ َع ْن ُه َما َع ْن النَّ ِّبي‬
َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِّ ‫ع َم َر َر‬ ُ ‫َع ْن‬
‫ير ِّربًا ِّإ ََّل َها َء َوهَا َء َوالت َّ ْم ُر ِّبالت َّ ْم ِّر ِّربًا ِّإ ََّل هَا َء َوهَا َء‬ َّ ‫ير ِّبال‬
ِّ ‫ش ِّع‬ َّ ‫ِّب ْالب ُِّر ِّربًا ِّإ ََّل هَا َء َوهَا َء َوال‬
ُ ‫ش ِّع‬

Dari ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa


sallam bersabda: “Emas ditukar dengan emas adalah riba kecuali dengan
kontan, gandum bur ditukar dengan gandum bur adalah riba kecuali secara
kontan, gandum sya’iir/jewawut ditukar dengan gandum sya’iir adalah riba
kecuali secara kontan, dan kurma ditukar dengan krma adalah riba kecuali
secara kontan” [Muttafaq ‘alaih].

Dari Abu Sa’id, ia berkata, “Pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam kami pernah diberi kurma jama’ (yaitu) kurma campuran (antara
yang bagus dengan yang jelek), maka kami menjualnya dua sha’ dengan
satu sha’. Berita tersebut sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka beliau bersabda:

‫صاع َوَلَ د ِّْره ََم ِّبد ِّْر َه َمي ِّْن‬ َ ‫صا َع ْي ِّح ْن‬
َ ‫طة ِّب‬ َ َ‫صاع َوَل‬ َ َ‫َل‬.
َ ‫صا َع ْي ت َ ْمر ِّب‬

“Janganlah menjual dua sha’ kurma dengan satu sha’ dan jangan pula
menjual dua sha’ gandum dengan satu sha’ dan jangan pula satu dirham
dengan dua dirham.” [Muttafaq ‘alaih]

Namun jika jenis dari enam benda ribawi ini dibarter dengan yang tidak
sejenis, misalnya emas dengan perak, gandum bur dengan gandum sya’iir,
maka boleh ada selisih takaran/timbangan dengan syarat semuanya harus
diserahkan dalam majelis/kontan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pada hadits ‘Ubadah yang telah lewat: “Jika
benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya sesuka hati kalian asalkan
tunai.”

Hal ini juga karena sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
‘Ubadah yang terdapat dalam riwayat Abu Dawud dan yang lainnya:

،‫ش ِّعي ِّْر‬ َ ْ ‫ َوَلَ بَأ‬,َ‫ أ َ َّما نَ ِّس ْيئَةُ فََل‬,‫ يَدًا بِّيَد‬,‫ضةُ أ َ ْكث َ ُر ُه َما‬
َّ ‫س بِّبَيْعِّ ْالب ُِّر بِّال‬ َّ ‫ َو ْال ِّف‬،‫ض ِّة‬
َّ ‫ب بِّ ْال ِّف‬ َ ْ ‫َوَلَ بَأ‬
ِّ ‫س بِّبَيْعِّ الذَّ َه‬
َ‫ َوأ َ َّما نَ ِّس ْيئَةُ فََل‬،‫ش ِّعي ُْر أَ ْكث َ ُر ُه َما يَدًا ِّبيَد‬
َّ ‫ َوال‬.

“Tidak mengapa menjual emas dengan perak dengan jumlah perak lebih
banyak (apabila) langsung serah terima/kontan, adapun dengan cara
nasi’ah (ditangguhkan serah terimanya), maka tidak boleh. Dan tidak
mengapa menjual gandum bur dengan sya’ir dengan jumlah sya’ir lebih
banyak (apabila) langsung serah terima, adapun dengan cara nasi’ah maka
tidak boleh.” [H.R. Abu Dawud]
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :

ُ‫ط َعا ًما ِّم ْن َي ُهودِّي ِّإلَى أ َ َجل َو َر َهنَهُ د ِّْر َعه‬
َ ‫سلَّ َم اِّ ْشت ََرى‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫أ َ َّن النَّ ِّب‬.
َ ‫ي‬

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan (yakni


gandum) dari seorang Yahudi dengan (pembayaran) tempo, dan beliau
menggadaikan baju perangnya kepadanya.” [H.R. Bukhari]

Maka, benda ribawi yang ada dalilnya hanya enam. Menurut pendapat yang
kuat, enam benda ini bisa kita lebarkan kepada yang lain. Untuk kelompok
pertama kita lebarkan kepada mata uang dan masing-masing mata uang itu
jenis sendiri, rupiah sendiri, dolar sendiri. Untuk kelompok yang kedua,
kita lebarkan kepada semua yang dimakan dan cara transaksinya ditakar
atau ditimbang. Maka ponsel, motor, dan sebagainya itu bukan benda
ribawi.

Aturan mainnya ada tiga kaidah:

1. Jika satu jenis, maka harus tutup mata dari kualitas, harus sama takaran
dan timbangannya, dan harus saling menyerahkan saat transaksi
dilakukan (tunai). Contoh: beras menthik wangi dengan raja lele, rupiah
dengan rupiah.
2. Lain jenis tapi satu kelompok, maka berbeda takaran tidak mengapa,
tetapi semuanya harus diserahkan saat transaksi berlangsung. Contoh:
rupiah dengan real, rupiah dengan emas, beras dengan jagung.
3. Beda jenis dan antar kelompok, maka tidak harus sama takaran, dan
boleh kredit atau salah satunya tertunda. Contoh: rupiah dengan beras.
Sumber
https://ejournal.iaiskjmalang.ac.id/index.php/nisbah/article/view/105/89
https://jurnal.umt.ac.id/index.php/jieb/article/view/1838/1160
https://sef.feb.ugm.ac.id/mengenal-riba-dan-bahayanya/
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/id/eprint/15699
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/IQT/article/view/137/128
https://ejournal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Religia/article/view/622/915
https://www.jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jei/article/view/138/130
http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/alasas/article/download/1649/1192
https://www.jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/ekspose/article/view/1143
https://www.jes.unisla.ac.id/index.php/jes/article/view/9

Anda mungkin juga menyukai