Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nathania Elviani

NIM : F0318084
Mata Kuliah : Ekonomi Islam (B)
Rangkuman Mata Kuliah Ekonomi Islam – Pertemuan Keempat
Konsep Riba dalam Perspektif Agama-agama Samawi
1. Pengertian Riba
Riba adalah pemberlakuan bunga atau penambahan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan
kepada peminjam. Secara etimologis, istilah riba berasal dari bahasa Arab yang memiliki
makna ziyadah atau tambahan. Dengan kata lain, arti riba adalah pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara batil, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam
meminjam.
Dalam agama Islam, Riba adalah praktik yang diharamkan. Bagi umat Islam,
pemberlakuan bunga dengan persentase tertentu pada pinjaman Bank Konvensional atau
lembaga keuangan lainnya dianggap sebagai praktik riba. Berikut adalah beberapa pengertian
Riba Menurut Para Ahli Fiqih :
Al-Mali
Menurut Al-Mali pengertian riba adalah akad yang terjadi atas pertukaran barang atau
komoditas tertentu yang tidak diketahui perimbangan menurut syara’, ketika berakad
atau mengakhiri penukaran kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya.
Rahman Al-Jaziri
Menurut Rahman Al-Jaziri arti riba adalah akad yang terjadi dengan pertukaran
tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syara’ atau terlambat salah satunya.
Syeikh Muhammad Abduh
Menurut Syeikh Muhammad Abduh pengertian riba adalah penambahan-penambahan
yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam
hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu
yang telah ditentukan.
2. Dasar Hukum tentang Riba
Seperti yang kita tahu, praktik riba diharamkan dalam Islam. Hal tersebut dijelaskan
dalam Al-Quran berikut ini:
Q.S. Al-Baqarah: 276
ٍ َّ‫ت وهللاُ الَي ُِحبُّ ُك َّل َكف‬
‫ار اَثِيْم‬ Nِ َ‫ق هللاُ الرِّ بَوا َويُرْ بِى الصَّدق‬
ُ ‫يَ ْم َح‬
Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. ” (Q.S.
Al-Baqarah: 276).
Q.S. Al-Baqarah : 275
‫ َع‬NNْ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ ال ِّربَوا اَل يَقُ ُموْ نَ إِاّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبُّطُهُ ال َّش ْيطَنُ ِمنَ ْال َمسِّ َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم قَالُو اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْثل ال ِّربَوا َواَ َح َّل هللاُ ْالبَي‬
‫َو َح َّر َم ال ِّربَوا‬
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit jiwa (gila).
Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba . . . (Q.S. Al-Baqarah: 275).
Q.S. Al-Baqarah : 278
َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو َذرُوا َما بَقِ َي ِمنَ الرِّ بَا ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُم ْؤ ِمنِين‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-
Baqarah : 278).
Q.S Ali ‘Imran : 130
‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا ال ِّربَا‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba…” (Ali
‘Imran/3: 130)”.
Q.S Ar-Ruum 39
ِ َّ‫َو َما آتَ ْيتُ ْم ِم ْن ِربًا لِيَرْ بُ َو فِي أَ ْم َوا ِل الن‬
ِ ‫اس فَاَل يَرْ بُو ِع ْن َد هَّللا‬
Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…” (Ar-Ruum/30: 39).
3. Macam Riba
Secara umum riba dapat dibedakan menjadi dua, yaitu riba hutang-piutang dan riba
jual-beli. Berikut penjelasan mengenai kedua jenis riba tersebut:
Riba Hutang-Piutang
Pengertian riba hutang-piutang adalah tindakan mengambil manfaat tambahan dari
suatu hutang. Riba hutang-piutang dapat dibedakan menjadi :
 Riba Qardh, yaitu mengambil manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
diisyaratkan kepada penerima hutang (muqtaridh).
 Riba Jahiliah, yaitu penambahan hutang lebih dari nilai pokok karena penerima
hutang tidak mampu membayar hutangnya tepat waktu.
Riba Jual-Beli
Riba jual-beli seringkali terjadi ketika konsumen membeli suatu barang dengan cara
mencicil. Penjual menetapkan penambahan nilai barang karena konsumen membelinya
dengan mencicil. Riba jual-beli dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Riba Fadhl, yaitu praktik pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan tersebut masih
termasuk dalam jenis barang ribawi.
 Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan/ penerimaan jenis barang ribawi
yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah terjadi karena
adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara barang yang diserahkan
saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
4. Dampak Riba
Dampak Negatif Bagi Individu
 Riba memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Jika
diperhatikan, maka kita akan menemukan bahwa mereka yang berinteraksi dengan
riba adalah individu yang secara alami memiliki sifat kikir, dada yang sempit,
berhati keras, menyembah harta, tamak akan kemewahan dunia dan sifat-sifat hina
lainnya.
 Riba merupakan akhlak kaum jahiliyah. Barang siapa yang melakukannya, maka
sungguh dia telah menyamakan dirinya dengan mereka.
 Seseorang yang bergelut dan berinteraksi dengan riba berarti secara terang-
terangan mengumumkan dirinya sebagai penentang Allah dan rasul-Nya dan
dirinya layak diperangi oleh Allah dan rasul-Nya.
 Memakan riba menyebabkan pelakunya mendapat laknat dan dijauhkan dari
rahmat Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melaknat pemakan riba,
yang memberi riba, juru tulisnya dan kedua saksinya, beliau berkata, “Mereka
semua sama saja.” (HR. Muslim: 2995)
 Memakan riba merupakan salah satu perbuatan yang dapat menghantarkan kepada
kebinasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh
perkara yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Apa sajakah perkara
tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik, sihir, membunuh jiwa yan
diharamkan Allah kecuali dengan cara yang hak, memakan riba, memakan harta
anak yatim, lari dari medan pertempuran dan menuduh wanita mukminah berzina.”
(HR. Bukhari nomor 2615, Muslim nomor 89)
 Allah tidak akan menerima sedekah yang diperoleh dari riba, karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak
akan menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim 2/3 nomor 1014)
 Pelaku riba biasanya jarang melakukan berbagai kebajikan, karena dirinya tidak
memberikan pinjaman dengan cara yang baik, tidak memperhatikan orang yang
kesulitan, tidak pula meringankan kesulitannya bahkan dirinya mempersulit dengan
pemberian pinjaman yang disertai tambahan bunga.
 Riba melunturkan rasa simpati dan kasih sayang dari diri seseorang. Karena
seorang rentenir tidak akan ragu untuk mengambil seluruh harta orang yang
berhutang kepadanya.
Dampak Negatif Bagi Masyarakat dan Perekonomian
 Riba menimbulkan permusuhan dan kebencian antar individu dan masyarakat serta
menumbuhkembangkan fitnah dan terputusnya jalinan persaudaraan.
 Masyarakat yang berinteraksi dengan riba adalah masyarakat yang miskin, tidak
memiliki rasa simpatik. Mereka tidak akan saling tolong menolong dan membantu
sesama manusia kecuali ada keinginan tertentu yang tersembunyi di balik bantuan
yang mereka berikan. Masyarakat seperti ini tidak akan pernah merasakan
kesejahteraan dan ketenangan. Bahkan kekacauan dan kesenjangan akan senantiasa
terjadi di setiap saat.
 Perbuatan riba mengarahkan ekonomi ke arah yang menyimpang dan hal tersebut
mengakibatkan ishraf (pemborosan).
 Riba mengakibatkan harta kaum muslimin berada dalam genggaman musuh dan
hal ini salah satu musibah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Karena, mereka
telah menitipkan sebagian besar harta mereka kepada bank-bank ribawi yang
terletak di berbagai negara kafir. Hal ini akan melunturkan dan menghilangkan
sifat ulet dan kerajinan dari kaum muslimin serta membantu kaum kuffar atau
pelaku riba dalam melemahkan kaum muslimin dan mengambil manfaat dari harta
mereka.
 Maraknya praktek riba sekaligus menunjukkan rendahnya rasa simpatik antara
sesama muslim, sehingga seorang muslim yang sedang kesulitan dan
membutuhkan lebih “rela” pergi ke lembaga keuangan ribawi karena sulit
menemukan saudara seiman yang dapat membantunya.
 Maraknya praktek riba juga menunjukkan semakin tingginya gaya hidup konsumtif
dan kapitalis di kalangan kaum muslimin, mengingat tidak sedikit kaum muslimin
yang terjerat dengan hutang ribawi disebabkan menuruti hawa nafsu mereka untuk
mendapatkan kebutuhan yang tidak mendesak.
5. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
dengan asumsi harus selalu untung
pada kemungkinan untung rugi
Besarnya persentase berdasarkan pada Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan jumlah keuntungan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti yang
Tergantung pada keuntungan proyek yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek
dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan
yang dijalankan oleh pihak nasabah untung
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
atau rugi
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau
dengan peningkatan jumlah pendapatan.
keadaan ekonomi sedang “booming”
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
dikecam) oleh beberapa kalangan hasil

Anda mungkin juga menyukai