Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

“Praktik Ekonomi Islam”

Disusun Oleh :
A Ariefin
Akmal Fajri N
Caesar Octa K
Fitria R A
Nasywa S F
Restu Amelia Y
Yuniar F W

Jl. Gn. Galuh No.37, Ciamis, Kec. Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat 4621
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani selama ini pasti akan selalu melekat
dengan transaksi jual beli. Banyaknya transaksi jual beli disebabkan karena setiap orang
harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan transaksi jual beli bukan hanya dilakukan
oleh orang-orang dewasa saja, tetapi juga dilakukan anak-anak. Setiap melakukan
transaksi pasti selalu ada penjual dan pembeli. Di dalam Islam terdapat suatu praktik
ekonomi yang sudah ada di dalam Al-Quran, sehingga tidak boleh dilanggar. Dengan kata
lain, setiap transaksi jual beli yang dilakukan oleh umat Islam harus sesuai dengan syariat
Islam. Dalam syariat Islam, hubungan antar manusia ini disebut sebagai muamalah atau
dalam bahasa Arab memiliki arti saling berbuat. Pengertian muamalah menurut istilah
syariat Islam adalah suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan
kegiatan sesama umat manusia. Muamalah ini merujuk kepada pembahasan tentang
ekonomi atau kegiatan jual beli sesuai syariat islam.

1.2 Tujuan

1.2.1 Menjelaskan pengertian mu’amalah menurut fiqh islam


1.2.2 Mengetahui hal-hal yang tidak dipernolehkan dalam praktek ekonomi islam
1.2.3 Menjelaskan pengertian riba
1.2.4 Mengetahui dalil naqli diharamkannya riba
1.2.5 Menjelaskan macam-macam riba
1.2.6 Mengetahui sebab-sebab Allah mengharamkan riba

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi penulis


Makalah ini dapat bermanfaat bagi siswa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki khususnya mengenai praktik ekonomi islam.
Bagi pembaca
Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan
sebagai pedoman untuk menangani praktik ekonomi islam.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mu’amalah


Mu 'ämalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan
kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb). Sementara dalam fiqh Islam berarti tukar-
menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya,
seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok
tanam, berserikat, dan usaha lainnya.

2.2 Hal-hal yang Tidak Diperbolehkan Dalam Praktik Ekonomi Islam


1. Riba
Menurut segi bahasa, riba adalah sesuatu yang lebih, bertambah dan berkembang. Dalam
bisnis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Contoh
Andi meminjam uang kepada Budi sebesar Rp1000.000 kemudian B mensyaratkan uang
tersebut harus dikembalikan dalam jumlah Rp1100.000. Transaksi ini kelebihan Rp100.000
yang termasuk riba.

2. Maysir
Secara bahasa maysir berarti memperoleh sesuatu/keuntungan dengan sangat mudah
tanpa kerja keras. Maysir dapat berbentuk aktivitas spekulasi, judi, dan untung-untungan di
dalam suatu transaksi keuangan sehingga memungkinkan diperolehnya keuntungan dengan
adanya salah satu pihak yang dirugikan. Contoh Cepi dan Bani menonton pertandingan sepak
bola lantas saling memasang taruhan. Bila tim favorit Cepi menang, Bani harus membayar
sejumlah uang. Demikian pula sebaliknya bila tim favorit Bani menang, Cepi harus
membayar sejumlah uang.
  3. Gharar
Secara bahasa, Gharar berarti penipuan, ketidakjelasan atau risiko. Gharar adalah
transaksi yang mengandung tipuan atau ketidakjelasan dari salah satu pihak sehingga pihak
lain dirugikan. Dalam transaksi keuangan syariah, tidak boleh ada unsur ketidakjelasan atau
ketidakpastian yang berlebihan antara lain terkait akad, obyek akad, cara penyerahan,
maupun cara pembayaran. Hal ini untuk menjamin asas transparansi dan keadilan bagi pihak-
pihak yang bertransaksi, agar tidak ada yang terzalimi maupun menzalimi. Contoh Eri
memiliki sapi yang sedang hamil. Eri lantas menjual anak sapi yang masih dalam kandungan
tersebut kepada Fulan. Jual beli semacam itu dilarang dalam islam karena kondisi anak sapi
dalam kandungan tidak jelas. Bisa jadi ketika dilahirkan cacat atau mati yang dapat
menimbulkan perselisihan.
 

2.3 Pengertian Riba


Riba berasal dari kata "Ar-ribaa" yang artinya tambahan atau kelebihan. Riba
menurut istilah syara' adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang
dibebankan kepada peminjam.
2.4 Dalil Naqli Diharamkannya Riba
Ayat Al-Quran yang menjadi dalil naqli diharamkannya riba antara lain, surat Al-Baqarah
ayat 275 berikut ini;

Artinya; “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat):
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 275)

2.5 Macam-macam Riba


1. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah kegiatan transaksi jual beli maupun pertukaran barang-barang yang
menghasilkan riba, namun dengan jumlah atau takaran berbeda. Contoh riba fadhl
yaitu penukaran uang Rp100 ribu dengan pecahan Rp2 ribu, akan tetapi totalnya 48
lembar saja, sehingga jumlah nominal uang yang diberikan hanya Rp96 ribu. Selain
itu juga penukaran emas 24 karat menjadi 18 karat.
2. Riba Yad
RibaYad adalah hasil transaksi jual-beli dan juga penukaran barang yang
menghasilkan riba maupun non ribawi. Namun, waktu penerimaan serah terima kedua
barang tersebut mengalami penundaan. Contoh riba yad dalam kehidupan sehari-hari
yaitu penjualan motor dengan harga Rp12 juta jika dibayar secara tunai dan Rp15 juta
melalui kredit. Baik pembeli maupun penjual tidak menetapkan berapa nominal yang
harus dilunaskan hingga transaksi berakhir.
3. Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah adalah kelebihan yang didapatkan dari proses transaksi jual-beli dengan
jangka waktu tertentu. Adapun transaksi tersebut menggunakan dua jenis barang yang
sama, namun terdapat waktu penangguhan dalam pembayarannya. Contoh riba
nasi’ah yaitu penukaran emas 24 karat oleh dua pihak berbeda. Saat pihak pertama
telah menyerahkan emasnya, namun pihak kedua mengatakan akan memberikan emas
miliknya dalam waktu satu bulan lagi. Hal ini menjadi riba karena harga emas dapat
berubah kapan saja.
4. Riba Qardh
Riba Qardh adalah tambahan nilai yang dihasilkan akibat dilakukannya pengembalian
pokok utang dengan beberapa persyaratan dari pemberi utang. Contoh riba qardh
yaitu pemberian utang Rp100 juta oleh rentenir, namun disertai bunga 20% dalam
waktu 6 bulan.
5. Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyahadalah tambahan atau kelebihan jumlah pelunasan utang yang telah
melebihi pokok pinjaman. Biasanya, hal ini terjadi akibat peminjam tidak dapat
membayarnya dengan tepat waktu sesuai perjanjian. Contoh riba jahilliyah adalah
peminjaman uang sebesar Rp20 juta rupiah dengan ketentuan waktu pengembalian 6
bulan. Jika tidak dapat membayarkan secara tepat waktu, maka akan ada tambahan
utang dari total pinjaman.

2.6 Sebab-sebab Allah Mengharamkan Riba

1. Termasuk tujuh dosa besar


Riba disebut menjadi salah satu dari tujuh dosa besar yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah SAW. Ada tujuh yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang
diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatin, lari dari
peperangan dan menuduh zina.
2. Diperangi Allah SWT
Jika ada orang yang melakukan riba, maka Allah dan Rasul-Nya akan memeranginya.
Dan dia bukan termasuk kedalam orang-orang yang beriman.
3. Mendapat laknat dari Rasulullah SAW
Allah SWT telah memberikan perumpamaan kepada orang-orang semacam ini dengan
perumpamaan yang mengerikan. Siapa saja yang memakan riba seperti orang yang
kerasukan setan yang terkena penyakit gila.
BAB III
PENUTUP

2.7 Kesimpulan
Dari berbagai uraian di atas, dapat kami simpulkan bahwa menjalankan syariat-syariat islam
terutama pada sistem perekonomian yang sudah dijadikan sebagai landasan dasar dalam
setiap hukum dan aktivitas yang berlaku di dalamnya. setiap muslim baik individu maupun
kelompok berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak melewati batas agar
tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua orang.

2.8 Saran
Semua proses transaksi dan produk yang ditawarkan harus sesuai dengan ketentuan hukum
Islam. Apa yang diatur dalam hukum syariat Islam tidak lain adalah demi kepentingan umat
muslim itu sendiri. Sehingga sebagai muslim yang taat dan patuh, maka harus mendukung
penuh dengan melaksanakan prinsip dan praktik ekonomi Islam secara utuh. Dengan kita
mempelajari praktik ekonomi islam ini diharapkan menambah khasanah keilmuan dalam
rancangan peraturan sebuah kebijakan yang didalamnya terdapat prinsip akan etika bisnis
islam.Terlebih dalam penerapan etika bisnis islam dalam prakteknya diseluruh kegiatan
perekonomian yang menggunakan atau dapat diwacanakan penerapan prinsip ekonomi islam.

Anda mungkin juga menyukai