Anda di halaman 1dari 8

MENGENAL JENIS RIBA DALAM ISLAM

Seluruh ulama telah menyepakati bahwa riba hukumnya adalah haram. Masalahnya, manakah jenis transaksi yang
termasuk riba dfan bukan riba, disnilah ulama mulai berbeda pendapat.
Transaksi keuangan merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat salah satu
cara memenuhi kebutuhan harian adalah dengan kegiatan jual beli. Namun, tentu tidak hanya itu. Transaksi pinjam
meminjam pun sering dilakukan bila bujet sedang tipis.
Riba adalah hal yang sering terjadi pada kedua transaksi tersebut. Secara sederhana ada 2 jenis riba, yaitu :
1. Riba Fadhl
Riba Fadhl adalah kegiatan transaksi/pertukaran barang-barang (barter) yang sejenis, namun dengan jumlah atau
takaran berbeda, sehingga menghasilkan riba.
Contoh :
- Penukaran uang Rp100 ribu dengan pecahan Rp 5 ribu, akan tetapi totalnya 19 lembar saja, sehingga jumlah
nominal uang yang diberikan hanya Rp95 ribu. Inilah riba.
Bagaimana caranya supaya tidak jatuh hukum riba? Tukarkan uang Rp100 ribu dengan pecahan Rp 5 ribu totalnya
20 lembar, transaksikan terlebih dahulu. Setelah itu, kasih uang lelah (upah) secara terpisah. Ini bukan riba.
- Penukaran emas 24 karat menjadi 18 karat. Inilah riba.
- Penukaran beras bulog 1 kg dengan beras ramos 0,8 kg. Inilah riba.
- Penukaran kurma azwah 1 kg dengan kurma jenis lain 1,2 kg. Inilah riba.

2. Riba Nasi'ah
Riba Nasi’ah adalah kelebihan yang didapatkan dari proses transaksi pinjaman atau jual-beli dengan jangka waktu
tertentu.
a. Riba pada transaksi pinjaman
Ada 2 jenis pinjaman :
- ‘Ariyah (I’arah), pinjam barang-barang untuk dipergunakan manfaat. Misalnya, pinjam motor untuk
dipergunakan, lalu dikembalikan lagi.
- Qardh, pinjaman uang atau barang (hutang-piutang) untuk dipergunakan habis (konsumsi). Misalnya, pinjam
uang, beras untuk dimakan, dll. Disinillah
b. Riba pada transaksi jual beli.
Transaksi riba pada jual beli tergantung jenis akadnya. Misalnya, Andi hendi beli motor secara kredit.
- Bila pinjam uang di bank untuk beli motor dengan pengembalian tertentu, inilah riba. Transaksinya, pinjam
uang.
- Bila transaksinya dirubah: bank beli motor Rp. 10 juta, lalu dijual kepada Andi seharga Rp. 15 juta secara kredit
dengan mencicil 2 tahun, ini bukan riba. Transaksinya, jual-beli.

MENGENAL 5 JENIS RIBA, CONTOH, DAN HUKUMNYA DALAM ISLAM


25 Nov 2021 Ditulis oleh: Redaksi OCBC NISP

Kenali macam-macam riba agar Anda dapat menghindarinya.


Riba adalah istilah yang mungkin sudah tidak asing lagi di telinga Anda. Dalam transaksi jual beli, tentu sebagai seorang
penjual mengharapkan adanya keuntungan maksimal. Namun, jika jumlahnya melebihi batas, maka akan menjadi haram
hukumnya.
Setidaknya, terdapat berbagai macam riba yang terjadi dalam perdagangan. Oleh karena itu, dalam artikel kali ini, OCBC
NISP akan membahas apa itu riba, jenis, hingga contohnya di kehidupan sehari-hari. Yuk simak!

Apa itu Riba?


Pengertian riba adalah sebuah ketentuan nilai tambahan dengan melebihkan jumlah nominal pinjaman saat dilakukan
pelunasan. Adapun besaran bunga tersebut mengacu pada suatu persentase tertentu yang dibebankan kepada
peminjam.
Secara etimologi (bahasa), dalam bahasa Arab riba adalah kelebihan atau tambahan (az-ziyadah). Adapun kelebihan
tersebut, secara umum mencakup semua tambahan terhadap nilai pokok utang dan kekayaan.
Sementara itu, dari segi terminologi (makna istilah), pengertian riba adalah nilai tambahan atau pembayaran utang yang
melebihi jumlah piutang dan telah ditentukan sebelumnya oleh salah satu pihak.

Dasar Hukum Riba


Riba adalah salah satu hal yang sangat dilarang pada agama Islam. Di dalam Al-Qur'an dan Hadist sudah ditetapkan
bahwa dasar hukum riba jelas diharamkan. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Islam dengan tegas melarang umatnya untuk melakukan transaksi jual-beli dan hutang piutang jika di dalamnya
mengandung riba. Larangan tersebut juga tertulis dalam beberapa ayat Al-Quran. Diantaranya sebagai berikut.
 Surat Al-Baqarah ayat 276
Dalam surat ini, riba adalah salah satu perbuatan yang dimusnahkan oleh Allah SWT, sebaliknya sedekah sangat
disenangi. Setiap umat akan dibenci oleh Allah SWT jika terus menjadi kafir dan selalu berbuat dosa.
 Surat Al-Baqarah ayat 278
Setiap orang yang beriman, harus bertakwa kepada Allah SWT dan wajib meninggalkan sisa hasil riba yang
belum digunakan.
 Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 161
Pada ayat tersebut, riba adalah kegiatan yang dilarang untuk dimanfaatkan sebagai pembiayaan kehidupan
sehari-hari, karena uang tersebut diperoleh dari jalan batil. Bahkan, Allah SWT juga telah menjanjikan siksaan
pedih bagi orang-orang kafir.

Macam-Macam Riba
Di dalam perdagangan sesuai syariat Islam, riba terbagi menjadi lima jenis, yaitu riba fadhl, riba yad, riba nasi’ah, riba
qardh, dan riba jahilliyah. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
3. Riba Fadhl
Riba adalah kegiatan transaksi jual beli maupun pertukaran barang-barang yang menghasilkan riba, namun
dengan jumlah atau takaran berbeda.
Contoh riba pada jenis ini yaitu penukaran uang Rp100 ribu dengan pecahan Rp2 ribu, akan tetapi totalnya 48
lembar saja, sehingga jumlah nominal uang yang diberikan hanya Rp96 ribu. Selain itu juga penukaran emas 24
karat menjadi 18 karat.
4. Riba Yad
Pada jenis ini, riba adalah hasil transaksi jual-beli dan juga penukaran barang yang menghasilkan riba maupun
non ribawi. Namun, waktu penerimaan serah terima kedua barang tersebut mengalami penundaan.
Contoh riba yad dalam kehidupan sehari-hari yaitu penjualan motor dengan harga Rp12 juta jika dibayar secara
tunai dan Rp15 juta melalui kredit. Baik pembeli maupun penjual tidak menetapkan berapa nominal yang harus
dilunaskan hingga transaksi berakhir.
5. Riba Nasi'ah
Riba adalah kelebihan yang didapatkan dari proses transaksi jual-beli dengan jangka waktu tertentu. Adapun
transaksi tersebut menggunakan dua jenis barang yang sama, namun terdapat waktu penangguhan dalam
pembayarannya.
Contoh riba nasi’ah yaitu penukaran emas 24 karat oleh dua pihak berbeda. Saat pihak pertama telah
menyerahkan emasnya, namun pihak kedua mengatakan akan memberikan emas miliknya dalam waktu satu
bulan lagi. Hal ini menjadi riba karena harga emas dapat berubah kapan saja.
6. Riba Qardh
Pada jenis qardh, riba adalah tambahan nilai yang dihasilkan akibat dilakukannya pengembalian pokok utang
dengan beberapa persyaratan dari pemberi utang. Contoh riba di kehidupan sehari-hari yaitu pemberian utang
Rp100 juta oleh rentenir, namun disertai bunga 20% dalam waktu 6 bulan.
7. Riba Jahilliyah
Riba adalah tambahan atau kelebihan jumlah pelunasan utang yang telah melebihi pokok pinjaman. Biasanya,
hal ini terjadi akibat peminjam tidak dapat membayarnya dengan tepat waktu sesuai perjanjian.
Contoh riba jahilliyah adalah peminjaman uang sebesar Rp20 juta rupiah dengan ketentuan waktu
pengembalian 6 bulan. Jika tidak dapat membayarkan secara tepat waktu, maka akan ada tambahan utang dari
total pinjaman.

Cara Menghindari Riba


Riba adalah perbuatan wajib untuk Anda hindari pada kehidupan sehari-hari, khususnya bagi seorang umat muslim.
Berikut ini beberapa tips yang akan membantu Anda dalam mencegah riba.
1. Memahami Bahaya dari Perbuatan Riba
Di dalam Al-Qur’an, yaitu pada surat An-Nisa ayat 161, telah dijelaskan bahwa Allah SWT akan memberikan
ganjaran berupa siksaan yang pedih kepada orang-orang pemakan hasil riba, karena uang tersebut diperoleh
dengan cara tidak baik.
2. Memindahkan Tabungan ke Bank Syariah
Mengalihkan tabungan maupun kredit Anda ke bank syariah yang telah memperoleh fatwa DSN (Dewan Syariah
Nasional) dapat menjadi salah satu cara menghindari riba. Pasalnya, dengan adanya peraturan sesuai syariat
Islam, maka sedikit kemungkinan akan terjadi riba.
3. Selalu Bersyukur
Umumnya, penyebab terjadi riba adalah kurangnya rasa syukur atas apa yang telah dimiliki. Padahal, dengan
menerapkan sifat selalu bersyukur akan menghindari Anda terhadap keinginan hidup mewah dan konsumtif
lewat berhutang atau riba.

Nah, itu dia uraian mengenai pengertian riba, jenis dan hukumnya dalam Islam. Hindari praktik riba dan mulailah
menggunakan lembaga keuangan syariah. Jika Anda tertarik, saat ini OCBC telah menyediakan layanan tabungan Tanda
iB yang akan mengelola keuangan sesuai syariat Islam. Yuk buka rekeningnya sekarang!

Macam-Macam Riba yang Wajib Kamu Ketahui


14 Feb 2022
Macam-macam riba - Riba adalah salah satu perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Tidak hanya satu, tetapi banyak
dasar hukum riba, baik berupa ayat Quran maupun hadis Rasul yang menjelaskan betapa tegas pelarangan riba serta
bahaya jika melakukannya. Riba pada dasarnya memiliki beragam jenis. Lalu, apa saja macam-macam riba?
Yuk dapetin jawabannya di dalam artikel berikut!
Pengertian Riba
Kata riba adalah tambahan dalam bahasa Arab. Asal kata riba adalah robaa-yarbuu yang juga berarti berkembang.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa riba adalah tambahan nominal yang diperoleh pemberi pinjaman dengan cara
melebihkan jumlah angka pinjaman yang harus dikembalikan oleh peminjam.
(Baca juga: Arti Syariah dalam Islam)
Menurut Sayyid Qutb dalam bukunya yang berjudul “Tafsir Ayat-Ayat Riba”, pengertian riba adalah penambahan utang
yang sudah jatuh tempo.
Selain itu, Sayyid Qutb juga mengatakan bahwa sifat alami pada riba adalah berlipat ganda. Oleh sebab itu, meski
tambahan yang dikenakan berjumlah kecil, seiring waktu pasti berlipat jumlahnya.
Macam-Macam Riba
Setelah mengetahui apa itu riba, lanjut bahas jenis-jenis riba yuk. Secara umum, ada 5 macam riba yang seringkali
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai berikut:
1. Riba Nasi’ah
Riba adalah tambahan pada transaksi keuangan. Riba nasi’ah adalah riba yang terjadi apabila melakukan penundaan,
sesuai dengan arti kata nasi’ah itu sendiri.
(Baca juga: Cara Efektif Deteksi Rasa Iri )
Penundaan yang dimaksud yaitu menunda pembayaran dalam jangka waktu yang tidak menentu, ataupun menunda
penyerahaan barang yang ditransaksikan.
Riba nasi’ah adalah riba yang umum terjadi pada aktifitas menukar dua barang sejenis ataupun tidak serta dalam
kegiatan jual beli.
Rasul pun menegaskan larangan melakukan riba nasi’ah melalui hadisnya:“Dari Samurah bin Jundub Ra. sesungguhnya
Nabi telah melarang jual beli binatang yang pembayarannya diakhirkan” (HR. Lima Ahli Hadis).
Contoh riba nasi’ah adalah transaksi jual beli atau tukar menukar hewan ternak.
2. Riba Fadhl
Macam riba kedua adalah riba fadhl. Riba fadhl adalah riba yang terjadi saat adanya tambahan pada transaksi keuangan,
selaras dengan arti kata fadhl itu sendiri.
(Baca juga: Asuransi Syariah 101 )
Tambahan yang dimaksud dalam riba fadhl adalah kelebihan pada kuantitas ukuran masing-masing barang yang
ditransaksikan, meskipun jenis barang yang ditransaksikan sama.
Riba fadhl adalah jenis riba yang contoh pelaksanaannya dijelaskan khusus dalam hadis Rasul: “Emas dijual dengan
emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir,
kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, (tukaran/timbangannya) sama dengan sama dan (dibayar
dengan) kontan. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba.” (HR. Muslim).
Beberapa contoh riba fadhl adalah seperti yang telah disebutkan dalam hadis di atas, yakni emas, perak, serta bahan
pangan.
3. Riba Qardh
Riba adalah kelebihan yang ada pada saat pengembalian utang. Riba qardh adalah riba yang terjadi saat melakukan
aktivitas pinjaman, sesuai dengan arti kata qardh itu sendiri.
Tentu tidak semua pinjaman merupakan riba qardh. Pinjaman yang dimaksud ialah apabila pemberi pinjaman
mensyaratkan jumlah uang yang dikembalikan melebihi jumlah pokok utang.
(Baca juga: Ini Dia yang Buat Asuransi Syariah Halal)
Riba qardh adalah macam riba yang dilarang dalam Islam, sesuai dengan hadis Rasul: “Semua piutang yang menarik
keuntungan termasuk riba,” (HR. Al- Baihaqi).
Contoh riba qardh adalah transaksi yang umum dilakukan oleh lembaga pembiayaan atau pendanaan konvensional.
4. Riba Yad
Dalam macam riba yad, riba adalah kelebihan dalam transaksi yang terjadi akibat adanya penundaan.
Penundaan dalam riba yad adalah penundaan serah terima salah satu atau kedua barang yang ditransaksikan. Transaksi
dapat berupa tukar menukar ataupun jual beli.
Adanya penundaan tersebut, menyebabkan munculnya perubahan nominal harga yang dibayarkan menjadi lebih tinggi.
Contoh riba yad adalah transaksi kendaraan yang harga pembayaran tunainya lebih murah daripada pembayaran cicilan.
(Baca juga: Alasan Kenapa Asuransi Syariah Boleh Sedangkan Asuransi Konvensional Tidak dalam Islam)
5. Riba Jahiliyah
Riba adalah riba yang terjadi pada kegiatan peminjaman. Riba jahiliyah adalah kelebihan pengembalian jumlah pokok
utang yang disebabkan oleh ketidakmampuan peminjam untuk mengembalikan tepat waktu. Riba jahiliyah
Meski sama-sama terjadi pada transaksi peminjaman, perbedaan riba jahiliyah dengan riba qardh terletak pada alasan
lebihnya uang yang harus dikembalikan.
Pada riba jahiliyah, riba hanya terjadi bila peminjam tidak bisa mengembalikan uang sesuai waktu yang telah disepakati.
Sementara pada riba qardh, riba terjadi karena pemberi pinjaman mewajibkan peminjam mengembalikan uangnya lebih
tinggi dari jumlah pokoknya.
Riba jahiliyah adalah macam riba yang umum dilakukan orang-orang pada zaman ==jahiliyah.== sejarah as syariah
Itulah informasi tentang macam-macam riba yaitu riba nasi’ah, riba fadhl, riba yad, riba qardh, dan riba jahiliyah.
Semoga informasinya bermanfaat ya. Untuk kemudahan mendapatkan produk proteksi syariah untuk sahabat,
Wakalahmu sebagai marketplace asuransi khusus syariah pertama di Indonesia hadir menawarkan beragam pilihan
produk yang sesuai dengan kebutuhan sahabat.
Tidak hanya itu, tersedia juga kalkulator zakat untuk bantu Sahabat hitung jumlah zakat yang harus dibayar.
Yuk, cek Wakalahmu sekarang!
Foto: Freepik.com

Pengertian Riba dan Macam-Macam Riba


6 Desember 2022
Bagikan
Daftar Isi:
 Pengertian Riba
 Macam-Macam Riba
Pengertian Riba
Ribā adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan makanan,
perak, emas, dan pinjam-meminjam.
Ribā, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam
hadis yang diriwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang mengambil ribā, orang yang mewakilkan, orang yang
mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim). Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba
sekalipun hanya sebagai saksi, terkena dosanya juga.
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan
perak ditetapkan syarat:
a)s ama timbangan ukurannya; atau
b) dilakukan serah terima saat itu juga,
c) secara tunai.
Apabila tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, namun tetap harus secara tunai dan
diserahterimakan saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis dengan perbedaan seperti perak dan beras, dapat
berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang yang lain.
Macam-Macam Riba
a) Ribā Faḍli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Misalnya, cincin emas 22 karat seberat
10 gram ditukar dengan emas 22 karat namun seberat 11 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
b) Ribā Qorḍi, adalah pinjam-meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat mengembalikannya. Misal si A
bersedia meminjami si B uang sebesar Rp100.000,00 asal si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga
pinjaman itulah yang disebut riba.
c) Ribā Yādi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah
sebelum melakukan serah terima. Seperti penjualan kacang, ketela yang masih di dalam tanah.
d) Ribā Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian. Misalnya, membeli buah-
buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar-besar atau setelah layak dipetik. Atau,
membeli padi di musim kemarau, tetapi diserahkan setelah panen.

‘ARIYAH (I’ARAH) DAN QARDH

Kita sebagai makhluk sosial sudah pasti mengenal yang namanya pinjam meminjam dan utang piutang. Sudah barang
tentu, kita sendiri sering bermuamalah yang seperti ini. Kegiatan ini, seperti pinjam meminjam dari anak SD juga sudah
ada yang pernah melakukannya. Seperti meminjam pulpen, meminjam buku, dan barang lainnya. Tapi masih banyak
orang tidak tahu istilah dalam Islam tentang pinjam meminjam dan utang piutang. Seperti yang kita lihat, di antara
keduanya seperti tidak ada perbedaan antara arti utang piutang dengan pinjam meminjam.
Tapi, sebenarnya dalam istilah dan pengertiannya dari keduanya itu sangat berbeda. Dalam kitab-kitab fikih seperti kitab
Yaqut an-Nafis, Fath al-Qarib dan yang lainnya, dikatakan bahwa istilah yang cocok untuk akad pinjam meminjam sering
disebut ‘ariyah, sedangkan istilah yang cocok disematkan untuk akad utang piutang adalah qardh.
‘Ariyah merupakan kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain
dengan dengan cuma-cuma dalam artian lain gratis.
Pengertian ‘ariyah secara bahasa yang termaktub dalam kitab lain seperti dalam kitab Fath al-Mu’in dan kitab Fath al-
Qarib berasal dari kata ‫ َعاَر‬yang artinya sesuatu yang pergi dan datang kembali dengan cepat, bukan dari kata ‫ الَع ار‬yang
artinya cacat. Sedangkan menurut istilah pengertian ‘ariyah adalah akad yang memberikan wewenang untuk mengambil
manfaat sesuatu yang halal, dan saat pengembalian barang masih tetap utuh. Sedangkan pengertian qardh adalah
memberikan kepemilikan sesuatu dan jika sudah saatnya dikembalikan, itu disebut sebagai gantian.
Masalah hukum pinjam meminjam (‘ariyah), mayoritas para ulama fikih mengatakan sunnah. Dikatakan sunnah karena
mengacu pada potongan ayat dari QS. al-Ma’idah: 2, artinya “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong menolong kalian dalam perbuatan dosa.”
Sedangkan dalam hukum utang piutang (qardh) hukumnya wajib jika keadaan terdesak. Ini mengacu pada potongan
ayat QS. Al-Baqarah: 245 yang artinya, “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahi hartanya di jalan Allah maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.
Selain di dalam al-Qur’an, hadis yang diriwatkan oleh Ibnu Majjah juga menyebutkan bahwa siapa yang memberi
pinjaman kepada sesamanya, maka akan diganti dengan ganti dua kali lipat dari apa yang dipinjamkannya. “ Setiap
muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka itu seperti sedekah dua kali” (H.R Ibnu Majah).
Adapun rukun dari ‘ariyah di antaranya sebagai berikut :
1. Mu’ir (orang yang meminjamkan)
2. Musta’ir (orang yang diberi pinjaman)
3. Mu’aar (barang yang dipinjamkan)
4. Shigat (Ijab qabul)
Rukun dari ‘ariyah ini seperti simpel sekali. Tetapi di balik rukun yang simple seperti ini juga terdapat syarat-syarat
tersendiri baik bagi mu’ir, musta’ir, dan mu’ar. Di antara uraian syarat bagi mu’ir kami menemukan beberapa perbedaan
seperti dalam kitab Yakut an-Nafis dan Fath al-Qarib, ada tiga syarat bagi mu’ir, sedangkan dalam buku Fiqih Islam karya
H. Sulaiman Rasjid terdapat dua syarat bagi mu’ir. Adapun syarat bagi mu’ir di antaranya :
1. Ikhtiyar (orang yang bebas memilih) bukanlah anak kecil, budak, maupun orang gila.
2. Mampu mengalokasikan barangnya.
3. Pemilik dari manfaat barang, yaitu barang tersebut manfaatnya benar-benar dimiliki oleh orang yang
meminjamkan, sekalipun dengan jalan wakaf dan sebagainya. Karena meminjamkan itu hanya bersangkutan
dengan manfaat, bukan zatnya suatu benda yang dipinjamkan, sehingga orang yang tidak memiliki manfaat
barang tersebut hukumnya tidak sah meminjamkan suatu barang.
Adapun syarat bagi mu’ir yakni orang yang diberi pinjaman itu ada dua :
 Dia orang yang sangat membutuhkan akan pinjaman.
 Orang yang bebas khiyar.
Selain kedua orang yang berakad dalam ‘ariyah memilki syarat tertentu, begitu pula dengan barang yang akan
dipinjamkan dalam muamalah ‘ariyah tersebut.
Di antara syarat bagi barang yang dipinjamkan (mu’ar) yaitu :
1. Barang tersebut memiliki manfaat dan tidak bertentangan dengan syara’.
2. Barang yang dipinjamkan tidak berkurang atau utuh saat dikembalikan, sehingga apabila terdapat kekurangan
pada barang tersebut dan di luar izin orang yang meminjamkan, maka musta’ir harus mengganti barang
tersebut atau memperbaiki kerusakan barang tersebut. Di antara macam pinjaman bisa terjadi pada rumah,
tanah, hewan dan semua barang yang diketahui bendanya dan memiliki manfaat.
Sedangkan dalam kitab Yakut an-Nafis ada tambahannya di antaranya :
1. Barang tersebut boleh dipinjamkan.
2. Barang tersebut sesuai apa yang dibutuhkan oleh peminjam.
Rukun utang piutang atau qardh itu sama seperti rukun ‘ariyah yakni :
1. Adanya dua orang yang berakad yakni muqarridh dan muqtarid
2. Uang atau barang yang mau diutangi ma’qud alaih
3. Adanya ijab qobul atau shigot
Dalam hal utang piutang agama Islam menyuruh umatnya agar semaksimal mungkin untuk menghindari kegiatan ini,
jika ia masih mampu membeli atau tidak dalam keadaan keadaan terdesak. Karena utang merupakan penyebab
kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Anggapan ini terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim yang menggambarkan betapa beratnya tanggung jawab dalam utang piutang. Adapun isi hadits tersebut
ialah akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya.
Karena keumuman sering kali kita memberikan utang kepada orang lain tanpa tahu untuk apa harta yang kita pinjamkan
kepadanya, maka dari itu ada syarat untuk utang piutang piutang itu menjadi amal shalih di antaranya.:
 Harta yang diutangkan adalah harta yang jelas dan murni kehalalannya.
 Pemberi utang tidak mengungkit-ungkit dan menyakiti penerima utang.
 Pemberi piutang berniat mendekatkan diri kepada Allah swt.
 Pinjaman tersebut tidak mendatangkan tambahan manfaat bagi pemberi utang.
Kesimpulannya antara qardh dan ‘ariyah itu merupakan hal yang berbeda, seperti yang ditulis di atas. Namun, keduanya
juga memiliki perbedaan dan pesaman tersendiri. Adapun dari segi persamaan antara ‘ariyah dan qardh ialah memiliki
manfaat dan waktunya dikembalikan kepada pemiliknya. Sedangkan perbedaan antara ‘ariyah dan qardh terletak pada
barang itu sendiri. Jika pada ‘ariyah barang yang dipinjamkan tidak diganti atau ditukar dengan barang baru, sedangkan
dalam qardh barang itu diganti atau ditukar dengan artian hanya nilai atau sifat yang tetap.

Referensi
Al- Malibari, Zainudin bin Abdul Aziz. 2005.Kitab Fathul Mu’in Jilid Tiga. Lebanon: Darul Fikr
Rasyid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung : Penerbit Sinar Baru Algensindro Badung
As-Satiri, Ahmad Ibnu Umar . Kitab Yaqutun Nafis. Jakarta : Darul Hikmah
Syekh Muhammad bin Qosim. Kitab Fathul Qorib. Jakarta : Pustaka Islamiyah

Anda mungkin juga menyukai