Anda di halaman 1dari 23

Presentasi Ke-12

FIQH RIBA, RENTE DAN BANK

Membahas Terminologi Riba, Dalil, Hukum Riba, Macam-macam Riba, Hikmah dari Pengharaman Riba, Hukum Bunga Bank, Perbandingan Antara Bank Konvensional dan Syariah, Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil.
Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA

Definisi dan Hukum RIBA


Secara etimologi, riba berarti kelebihan atau tambahan. Kata Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa - yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Arti kata riba adalah ziyadah tambahan; adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah SWT QS. Fusshilat: 39 dan QS. Al-Nahl: 92. maka apabila Kami turunkan air di atasnya, bergerak dan (bertambah) subur disebabkan adanya suatu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan lain Adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham. Rib adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjammeminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Riba, hukumnya haram dan termasuk salah satu dosa besar (kabir), berdasar kitabullah, sunnah dan ijma. QS Al-Baqarah: 278-279. QS Al-Baqarah: 275-276. : : . Nabi saw bersabda, Jauhilah tujuh hal yang membinasakan. Para sahabat bertanya, Apa itu, ya Rasulullah? Jawab Beliau, (Pertama) melakukan kemusyrikan kepada Allah, (kedua) sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah haramkan kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan riba, (kelima) makan harta anak yatim, (keenam) melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan (ketujuh) menuduh berzina perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah. . : Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya. Dan Beliau bersabda, Mereka semua sama.

Hikmah Pengharaman Riba


Meskipun praktik riba memberi keuntungan pasti bagi pihak tertentu, namun akibat negatif yang ditimbulkan justru lebih luas. Islam bersikap sangat keras dalam persoalan riba semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlak, sosial masyarakat maupun perekonomiannya. Hikmah pengharaman riba : 1. Riba berarti perbuatan mengambil harta orang lain tanpa hak. Nabi SAW bersabda: "Bahwa kehormatan harta manusia, sama dengan kehormatan darahnya. Oleh karena itu mengambil harta orang lain tanpa hak, sudah pasti haramnya. 2. Riba dapat melemahkan kreatifitas manusia untuk berusaha atau bekerja. Sebab kalau si pemilik uang yakin, bahwa dengan melalui riba dia akan beroleh tambahan uang, baik kontan ataupun berjangka, maka dia akan memudahkan cara mencari penghidupan, tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang dan pekerjaanpekerjaan yang berat. Hal semacam itu akan berakibat terputusnya bahan keperluan masyarakat. Satu hal yang tidak dapat disangkal lagi bahwa kemaslahatan dunia 100% ditentukan oleh jalannya perdagangan, pekerjaan, perusahaan dan pembangunan.(hikmah ini pasti dapat diterima, dipandang dari segi perekonomian). 3. Riba menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam hutang piutang. Keharaman riba membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat. Kalau riba diharamkan, seseorang akan merasa senang meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya satu dirham juga. Tetapi kalau riba itu dihalalkan, maka terputuslah perasaan belas-kasih dan kebaikan. (ini hikmah dari segi etika/akhlak). 4. Pada umumnya pemberi piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah orang yang tidak mampu. Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Padahal tidak layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh rahmat Allah. (ini ditinjau dari segi sosial).

Proses Pengharaman Riba


Allah Swt. menggunakan metode tadarruj fi al-tasyr (proses bertahap dalam penetapan hukum) untuk menjelaskan efek buruk riba hingga pengharamannya. Pada tahap pertama, Al-Quran menjelaskan urgensi menjauhi riba (Surat alRm: 39). Tahap Kedua, Al-Quran Surat al-Nis` ayat 160-161 menceritakan tentang perilaku kaum Yahudi yang memakan riba sehingga dihukum oleh Allah Swt. Ayat yang diturunkan di Madinah ini merupakan sejarah yang menjadi peringatan bagi pelaku riba. Tahap Ketiga, Al-Quran surat li Imrn ayat 130 mulai mengharamkan jenis riba yang bersifat fhisy, yaitu riba jahiliyah yang berlipat ganda. Tahap Keempat, Al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat 278-279 menegaskan kembali pengharaman segala bentuk riba.

Macam-macam RIBA
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Riba utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Sedangkan riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nas`ah. Riba Qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang. Riba Jhiliyyah yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba Fadhl ialah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi (meliputi emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya; serta bahan makanan pokok seperti beras, gandum, jagung, dan bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran, buah-buahan). Riba Nas`ah ialah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nas`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian. Ada beragam kriteria riba yang berkembang di masyarakat. Sebagian berpandangan bahwa yang dimaksud riba adalah dengan kriteria berlipat ganda seperti yang dinukil dalam Al-Quran. Konsekuensinya jika yang diminta hanya kelebihan kecil dari pinjaman yang disalurkan berarti belum masuk kategori riba. Kelompok ini membedakan istilah riba dengan usuri. Ada pula kriteria penggolongan riba berdasarkan tujuan peminjaman. Sebagian masyarakat menganggap, bila peminjaman itu untuk tujuan konsumtif maka pengenaan bunga bisa dikategorikan riba. Namun bila peminjamannya untuk tujuan produktif, pengenaan bunga dikategorikan bukan riba. Sesungguhnya pendapat semacam ini tidak ada dalilnya dalam Islam. Untuk pinjaman produktif, terdapat dua kemungkinan: memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Jika dalam menjalankan bisnisnya peminjam mengalami kerugian atau mungkin sejumlah keuntungan tertentu, dasar apa yang dapat membenarkan kreditor menarik keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam? Kreditor bisa saja menginvestasikan modalnya pada usahausaha yang baik agar ia menuai keuntungan. Bila itu yang menjadi tujuan, cara yang wajar dan praktis baginya adalah dengan kerjasama usaha dan berbagi keuntungan, bukan meminjamkan modal dengan menarik keuntungan tanpa menghiraukan apa yang terjadi di sektor riil.

Hukum Bunga Bank


KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 1 Tahun 2004 Tentang BUNGA (INTEREST/FAIDAH) Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba Bunga (Interest/faidah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yg terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasiah. Kedua : Hukum Bunga (interest) Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni Riba Nasiah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu. Ketiga : Bermuamalah dengan lembaga keuangan konvensional Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syariah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional


Bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain.

1.
2. 3.

4.

5.

Bank syariah Melakukan investasi-investasi yang halal saja. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran serta kebahagian dunia akhirat (falah) Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS)

1.
2. 3. 4. 5.

Bank Konvensional Melakukan investasi yang halal dan haram. Memakai perangkat bunga. Profit oriented Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur. Tidak terdapat dewan sejenis (DPS).

Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil


BUNGA
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dgn asumsi harus selalu untung. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yg dipinjamkan. Pembayaran bunga tetap seperti yg dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yg dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming Eksistensi bunga diragukan --bahkan dilarang-- oleh semua agama termasuk Islam.

BAGI HASIL
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yg diperoleh. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan kebsahan bagi hasil.

Captured from

islamic Banking

Captured from

Instrumen Keuangan Syariah

Produk-produk Bank Syariah (BS)


Produk bank syariah meliputi: Produk di sisi pasiva simpanan, Produk di sisi aktiva pembiayaan, dan Produk Jasa. PRODUK SIMPANAN 1. Giro wadiah. Wadiah adalah prinsip titipan. Ada dua macam wadiah, yaitu: a. wadiah yad amanah, di mana pihak yang dititipi tidak boleh menggunakan barang yang dititipkan untuk kepentingan usahanya, dan harus mengembalikan apabila diminta oleh pemiliknya sewaktu-waktu. b. wadiah yad dhamanah, di mana di mana pihak yang dititipi harus mengembalikan apabila diminta oleh pemiliknya sewaktu-waktu dan boleh menggunakan barang yang dititipkan untuk kepentingan usahanya. Atas penggunaan barang tersebut, apabila mendapatkan keuntungan, pihak yang dititipi boleh memberikan bonus kepada pemilik barang tapi tidak dipersyaratkan di awal akad. Giro wadiah menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah, di mana pihak bank adalah pihak yang dititipi dan nasabah adalah pemilik dana. Pihak bank boleh menggunakan dana yang dititipkan untuk kepentingan usahanya. Apabila untung, dapat memberikan bonus kepada pemilik dana. Sehingga bonus yang diterima pemegang giro wadiah mutlak kewenangan pihak bank. Selain itu, ketentuan giro wadiah seperti halnya giro konvensional. 2. Tabungan wadiah. Menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah. 3. Tabungan mudharabah. Merupakan suatu investasi tidak terikat (ITT) nasabah kepada bank syariah menggunakan skema mudharabah mutlaqah, yaitu nasabah tidak memberikan batasan atau syarat kepada pengelola (bank syariah) mengenai bagaimana dananya harus dikelola atau dalam wilayah usaha tertentu. 4. Deposito mudharabah. Menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, bukan muqayyadah.

PRODUK PEMBIAYAAN 1. Pembiayaan berdasar prinsip bagi hasil musyarakah. Dalam pembiayaan musyarakah, nasabah dan bank sama-sama menyetorkan modal untuk membuat usaha. Tetapi, bank tidak ikut serta dalam kepengelolaan usaha tersebut. Mengenai bagi hasil, ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu profit sharing (bagi laba) dan revenue sharing (bagi pendapatan). Jika BS memakai metode revenue sharing, berarti yang dibagi hasil antara BS dan nasabah pembiayaan adalah pendapatan tanpa dikurangi dengan biaya-biaya. Sedangkan apabila menggunakan metode profit sharing, maka yang dibagi hasil antara BS dan nasabah pembiayaan adalah pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya (laba). 2. Pembiayaan berdasar prinsip bagi hasil mudharabah. BS sebagai pemilik modal 100% dan nasabah sebagai pengelola 100%. Keduanya sepakat untuk bekerja sama membuat suatu usaha. Jika terdapat keuntungan, maka dibagi berdua sesuai nisbah. Jika terjadi kerugian akibat kesalahan pengelola, maka pengelola sendiri yang harus menanggungnya. Tapi jika kesalahan itu bukan karena kesalahan pengelola, maka pemilik dana (BS) yang harus menanggungnya. 3. Pembiayaan berdasar prinsip jual beli murabahah. Murabahah ialah menjual barang sebesar harga pokok ditambah marjin keuntungan, dimana pembayarannya dapat dilakukan secara tunai atau angsuran. Pembeli dan penjual harus sama-sama tahu mengenai harga pokok dan menyepakati marjin. Sekali harga disepakati, harga tersebut yang berlaku sampai akad berakhir, artinya, harga kesepakatan tidak akan berubah sampai akad selesai. Dalam produk ini, BS bertindak sebagai penjual. 4. Pembiayaan berdasar prinsip jual beli salam. Yaitu prinsip jual beli, dimana pembayaran dilakukan di muka, dan barang diserahkan dikemudian hari. Biasanya diaplikasikan dalam sektor pertanian. Dalam salam, spesifikasi barang, kuantifikasi dan kualifikasi barang diketahui dan diukur secara jelas dan spesifik. 5. Pembiayaan berdasar prinsip jual beli istishna. Biasanya ini diaplikasikan dalam sektor manufaktur. Penjual harus terlebih dulu membuat barang yang diinginkan pembeli. Cara pembayaran bisa di muka (seperti salam), bisa diangsur atau ditangguhkan sampai waktu yang ditentukan. Seperti salam, istishna juga dapat dilakukan secara paralel. Yaitu antara nasabah pembuat dengan BS, di sini BS bertindak sebagai pembeli. Dan antara BS dengan nasabah pembeli, di sini BS bertindak sebagai penjual. 6. Pembiayaan berdasar prinsip sewa ijarah. Ijarah adalah prinsip sewa-menyewa barang, dalam jangka waktu tertentu barang harus dikembalikan kepada pemilik dalam keadaan seperti semula. Ada pula ijarah muntahiya bittamlik, yaitu akad sewa yang pada akhir masa sewa, terjadi perpindahan kepemilikan barang. Barang menjadi milik penyewa. Perpindahan ini, dapat dikarenakan hibah atau beli (sewa-beli).

Skema Salam dan Murabahah


BANK (Penjual/Bi dan Muslim)

1b. Negosiasi & Akad 4. Bayar kewajiban

PEMBELI (Nasabah 2) (Musytari)

Teknis Perbankan:

Bank membeli secara salam.


Bank menjual secara murabahah. 1a. Negosiasi & akad salam antara Bank & Petani.

2. Bayar

1b. Negosiasi & akad murabahah antara bank dan Pembeli.


2.
3a. Kirim Barang dan Dokumen

Bank melakukan pembayaran ke petani.

1a. Negosiasi & Akad Salam

3a. Petani kirim barang & dokumen kepada pembeli. 3b. Petani juga kirim dokumen kepada bank. 4. Pembeli membayar kewajibannya kepada bank.

3b. Kirim Dokumen

PETANI (Nasabah 1) (Muslam ilaih)

BARANG PESANAN (Muslam Fihi)

Aplikasi Istishna Paralel


Istishna merupakan fasilitas penyaluran PEMESAN BANK dana untuk pengadaan objek atau barang (Nasabah) (Shani & 1a. Pesan barang investasi yang diberikan berdasarkan (Mustashni) Mustashni) sesuai kriteria pesanan nasabah. Pembiayaan ini memerlukan proses produksi/ 2a. Akad istishna 3b. pembangunan/renovasi. Pihak I produsen/pemasok/kontraktor bisa Bayar 3a. Bayar ditunjuk oleh bank atau nasabah sendiri. 1b. Minta Bank menjual barang yang dipesan membuatkan nasabah sebesar harga pokok plus margin keuntungan. Penyerahan barang kepada barang nasabah dilakukan setelah barang selesai atau sesudah melewati masa proses 2b. Akad 5a. Kirim Mashnu produksi/pembangunan/ renovasi. Setelah istishna II memenuhi prosedur, persyaratan seperti yang telah 5b. Kirim uang muka dan kelayakan mengenai selesai dibuat Dokumen kemampuan angsuran dan lainnya, nasabah sebagai pembeli dapat memanfaatkan fasilitas angsuran untuk jangka waktu tertentu. Keunggulan: Jumlah angsuran tetap tidak 4. Membuat Barang berubah, walaupun terjadi fluktuatif suku bunga. Kewajiban angsuran dapat BARANG PEMASOK dilakukan setelah masa proses produksi. PESANAN
(Shani) (Mashnu)

Designed by

Perbankan Syariah

Al-Shulhu (Perdamaian)
Secara bahasa berarti artinya memutus perselisihan Secara istilah syara, dalam kitab Kifayat al-Akhyar Akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang bertengkar (berselisih). Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang perselisihan. Kesimpulan: al-Shulh adalah akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan. Dasar Hukum al-Shulh: QS. Al-Hujurat: 9, al-Nisa: 114 dan 128. Hadis riwayat Ibnu Hibban dan Tirmizi dari Umar bin Auf al-Muzanni
Perdamaian dibolehkan di kalangan muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan orangorang Islam (yang mengadakan perdamaian itu) bergantung pada syarat-syarat mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

Rukun dan Syarat Shulhu


1. 2. 3. 4.

1.
2. 3.

RUKUN SHULHU: Mushalih, yaitu dua belah pihak yang melakukan akad shulhu untuk mengakhiri pertengkaran atau perselisihan. Mushalih anhu, yaitu persoalan yang diperselisihkan. Mushalih bih, sesuatu yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Disebut badal al-shulh. Shighat ijab qabul. Jika akad telah diikrarkan, maka konsekuensinya kedua belah pihak harus melaksanakannya. Masing-masing pihak tidak dibenarkan mengundurkan diri dengan jalan memfasakhnya, kecuali disepakati oleh kedua belah pihak. SYARAT-SYARAT SHULHU: Syarat yang berhubungan dengan mushalih (orang yang berdamai) yaitu disyaratkan mereka adalah orang yang tindakannya dinyatakan sah secara hukum (bukan anak kecil, orang gila, dsb.) Syarat yg berhubungan dengan mushalih bih: (a) berbentuk harta yang dapat dinilai, dapat diserahterimakan, berguna. (b) Diketahui secara jelas sehingga tidak ada kesamaran yang menimbulkan perselisihan. Syarat yang berhubungan dengan mushalih anhu, yaitu sesuatu yang diperkarakan termasuk hak manusia yang boleh di iwadh-kan (diganti). Jika berkaitan dengan hak-hak Allah maka tidak dapat bershulhu.

Macam dan Hikmah Shulhu


1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. Menurut Syafiiyah, shulhu (perdamaian) terbagi menjadi empat: Perdamaian antara muslim dengan kafir, yaitu membuat perjanjian gencatan senjata dalam masa tertentu. Perdamaian antara kepala negara dengan pemberontak Perdamaian antara suami isteri, yaitu membuat perjanjian dan aturan tentang pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan haknya kepada suami manakala terjadi perselisihan. Perdamaian dalam muamalat, seperti hutang-piutang. Dilihat dari cara melakukannya, shulhu terbagi tiga: Shulhu dengan ikrar, yaitu shulhu yang dicapai melalui ikrar. Shulhu dengan ingkar, perdamaian yang dicapai melalui cara menolak. Shulhu dengan sukut (diam), perdamaian yang dicapai dengan diam. Dilihat dari segi keabsahannya, shulhu dapat dibagi dua: Shulhu Ibra, yaitu melepaskan sebagian dari apa yang menjadi haknya. Shulhu Ibra ini tidak terikat oleh syarat. Shulhu muawadah, yaitu berpalingnya seseorang dari haknya kepada orang lain. Hukum yang berlaku pada shulhu ini adalah hukum jual beli. HIKMAH SHULHU: Shulhu merupakan cara yang terpuji untuk menyelesaikan permasalahan. Allah dan rasulNya memerintahkan untuk berdamai jika terjadi perselisihan. Melalui perdamaian semua pihak akan merasa puas, hilang rasa dendam dan sikap egois. Dalam perdamaian tidak ada istilah kalah dan menang. Semuanya menjadi pihak yang berpegang kepada kebenaran yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya. Dengan Shulhu akan terjaga rasa kasih sayang, menjauhkan perpecahan.

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1431 H. Dan Selamat Ujian, Semoga Sukses.

Next Week

Penyerahan Softcopy Kumpulan Materi Makalah dan Presentasi Fiqh Siyasah dan Muamalah dalam format CD (Insya Allah)

Anda mungkin juga menyukai