Anda di halaman 1dari 3

Praktik Bisnis Yang Dilarang Dalam Islam

Bisnis yang dilarang adalah binis yang tidak memenuhi salah satu atau semua syarat-
syarat yang ada didalam bisnis yang dibenarkan. Secara umum islam melarang semua bentuk
transaksi yang akan menimbulkan kesulitan atau masalah. Dari bisnis yang tidak dihalalkan
adalah suatu bisnis yang didalamnya mengandung cara konsumsi yang tidak halal, melanggar
atau merampas hak dan kekayaan orang lain. Praktek-pratek bisnis yang seharusnya
dilakukan setiap manusia, menurut ajaran islam telah ditentukan batasan batasannya. Oleh
karena itu, islam memberikan kategorisasi bisnis yang diperbolehkan (halal) dan bisnis yang
dilarang (Haram). Contoh praktik bisnis yang dilarang, diantaranyayaitu:

1. Penimbunan uang (money hoarding)


Menurut al-Ghazali alasan dasar pelarangan menimbun uang karena tindakan tersebut
akan menghilangkan fungsi yang melekat pada uang itu. Sebagaimana disebutkannnya,
tujuan dibuat uang adalah agar beredar dimasyarakat sebagai sarana transaksi dan bukan
untuk dimonopoli oleh golongan tertentu. Bahkan, dampak terburuk dari praktik
menimbun uang adalah inflasi. Menimbun uang sangat tidak dianjurkan dalam alquran.
Sebab jelas bahwa penimbunan uang sangat merugikan karena mempengaruhi perputaran
uang. Dengan dilarangnya penimbunan harta ini, nilai uang akan lebih stabil dan daya beli
masyarakat dapat dipertahankan.
2. Riba (usury loan)
Sebelum kedatangan islam, hal yang paling bias dilakukan dalam pengunaan uang
tabungan yang disimpan masyarakat adalah riba (usury loan) baik untuk perdangangan
atau pun konsumsi. Riba pada saat itu, perdangangan sangat membutuhkan modal
sehingga menciptakan permintaan akan pinjaman. Pada saat terjadinya utang piutang,
kreditur menginginkan pada saat pelunasan uang yang diterima lebih besar dari yang
diutangkan.
Hal ini dilakukan pedagang dengan menukarkan barangnya dengan barang yang sama
dalam jumlah yang lebih sedikit. Dari sudut pandang kaum quraisy, riba adalah jalan
terbaik untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari tabungan yang mereka miliki
karena debitur pada saat itu tidak harus berjalan jauh untuk melakukan transaksi sehingga
mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk itu. Mereka akan mendaptakan keuntungan
yang lebih besar dari transaksi riba tersebut. Karena modal yang ada hanya terbatas pada
kaum Hijaz yang hidupnya nomaden, sementara perdangangan menimbulkan permintaan
modal yang tinggi, keuntungan yang mereka peroleh dari transaksi riba ini sangat besar. 
Mereka tidak perlu menanggung risiko ketika terjadi kerugian dari perdangangan
yang dilakukan debitur. Sekalipun debitur (pedagang) tidak dapat mengembalikan modal
yang dipinjamnya, uang kreditur tetap aman karena mereka dapat menjadikan budak.
Keuntungan lain kreditur, ia tidak perlu mengkhawatirkan keberhasilan atau kegagalan
perdangangan yang dijalankan debitur, dan tidak ada kepentingan untuk menangani para
debitur. Ia tidak perlu mengaudit pemasukan dan pengeluaran untuk menghitung
keuntungan dan bagiannya. Kreditur juga tidak perlu memberikan pelatihan kepada
pedagang tentang bagaimana mengelola dan memasarkan produknya. Dengan keuntungan
dan kemudahan inilah banyak pemilik modal lebih memilih transaksi dengan riba dalam
kerjasamaperdangangannya.
Rasulullah SAW sudah mengutuk riba sejak awal perjalanan dakwahnya dan
melarang kaum muslim mengatasi keuntungan dari kegiatan riba ini. Selama mengajarkan
etika ekonomi dan mengutuk riba, secara perlahan-lahan Rasulullah membatasi penerapan
pribadi masyrakat. Rasulullah melarang compound usury (riba yang diterima secara
keseluruhan, biasanya pada waktu jatuh tempo) dan pada akhir tahun hijrahnya rasul,
seluruh bentuk riba dan transaksi yang ribawi dilarang. Rasulullah menekankan kepada
masyarakat bahwa keuntungan yang didapat dari riba adalah sebuah dosa besar. Akhirnya,
riba dihilangkan dari kegiatan ekonomi pada awal periode keislaman.
3. Jual beli al-Kali bil Kali
Dalam hukum islam, transaksi tunai dan kredit dibolehkan. Dalam transaksi tunai ,
uang dan barang diperuntukan secara silmutan; sementara dalam transaksi kredit barang
diserahkan terlebih dahulu yang diikuti dengan uang pada saat jatuh tempo atau
sebaliknya, uang diserahkan terlebih dahulu kemudian barang diserahkan selang beberapa
waktu berikutnya. Yang tidak dibolehkan dalam islam adalah uang dan barang
diperuntukan selang beberapa waktu setelah kontrak ditandatangani. Praktek ini yang
dinamakan al-kali bil kali.
Jika transaksi semacam ini dibenarakan akan timbul pasar emas, perak dan aset
berharga lainnya dan sebagai tabungan yang dimilki akan dialokasikan untuk transaksi
spekulatif ini dalam hal ini tidak ada nilai tambah untuk perekonomian secara keseluruhan.
Pendapatan hanya dinikmati oleh pemilik modal sehingga menciptakan
ketidakseimbangan arus uang dan barang.Larangan transaksi ini dengan sendirinya akan
mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan tabungan untuk hal-hal selain produksi
barang dan jasa. Yaitu mencegah terciptanya pasar uang, seperti halnya mencegah
terciptanya loan market dengan menghapuskan riba.
4. Gharar (penipuan)
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak
lain. Menurut bahasa arab, makna al-gharar adalah, al-khathr (pertaruhan). Sehingga
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al–gharar adalah yang tidak jelas hasilnya,
sedangkan menurut Syaikh As-sa’di, al–gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-
jahalah (ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian. Dalam sistem jual
beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil.

Referensi:

https://www.slideshare.net/desi_aoi/praktik-bisnis-yang-diperbolehkan-dan-dilarang-dalam-
islam

https://muhammadiyah.or.id/etika-bisnis-dalam-islam/

https://www.kabarbisnis.com/read/2899180/praktik-bisnis-yang-dilarang-oleh-islam-dari-hal-
yang-samar-sampai-mengandung-perjudian

Anda mungkin juga menyukai