Anda di halaman 1dari 4

BBM Periode Pakde Jokowi

Jum'at, 08 April 2022 08:47 WIB   Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

    Kronologi Kenaikan BBM  Periode Jokowi

 Pada tahun 2014 diawal kepemimpinan BBM naik signifikan termasuk Premium dari Rp 6.500
menjadi Rp 8.500 per liter.

 1 Januari 2015 akibat kenaikan signifikan membuat penjualan Premium turun dari 2,67 juta kl di
November menjadi 1,46 juta kl di Desember (akibat dari hal tersebut penjualan bensin Premium
terus turun sejak 2014 karena banyak masyarakat yang beralih ke Pertalite).

 Pada 1 hingga 28 Maret 2015 naik lagi mulai dari Rp 6.600 menjadi Rp 6.800 per liter dan
kemudian naik lagi menjadi Rp7.400 per liter.

 1 April 2016 turun kembali menjadi Rp 6.550

 Memasuki awal 2017, Jokowi kembali menaikkan harga Pertalite, Pertamax, dan Dexalite, masing-
masing Rp300 per liter.

 Pada akhir 2017, harga Pertamax kembali naik sekitar Rp 300 per liter.

 Ditahun 2018, tercatat selama tahun ini sudah terjadi kenaikan harga sebanyak 3 kali.

 Pada awal Januari 2018 harga dari Rp 7.300 kembali naik Rp 7.500

 Kemudian pada 24 Februari menjadi Rp 8.100.

 Ditahun 2019, dimasa pesta demokrasi PEMILU, Menteri ESDM menyampaikan, sesuai dengan
arahan Presiden, keputusan untuk tidak menaikkan harga listrik dan BBM ini diambil untuk
menjaga daya beli masyarakat agar tidak semakin memberatkan.

 Kemudian pada 1 April BBM (Pertamax) naik dari Rp. 9. 000 sampai Rp. 9.400 menjadi Rp
12.500 sampai Rp 13.000 per liter.

    
     Kenaikan sebesar 3.500 bukanlah kenaikan harga yang kecil bila dikalikan penggunaan dan kebutuhan
terhadap bahan dasar BBM. Kenaikan ini nantinya pun akan berdampak pada kenaikan harga-harga bahan
pokok yang sangat membebani rakyat menengah ke bawah.

      Kenaikan BBM dikhawatirkan juga akan berimbas ke harga BBM bersubisidi. Hal ini bukan tanpa dasar
melainkan melihat kondisi yang terjadi pada tahun 2015 dimana akibat kenaikan signifikan membuat penjualan
Premium turun dari 2,67 juta kl di November menjadi 1,46 juta kl yang berimbas pada banyaknya masyarakat
yang beralih ke Pertalite. 

      Harusnya pemerintah sebagai pemegang saham utama perusahaan Energi yang kepemilikannya 100%
dimiliki oleh negara melalui Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Kuasa
Pemegang Saham mampu menjami kesejahteran rakyatnya sesuai dengan amanat UUD dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial karena sebagai entitas induk tertinggi,
atau ultimate parent entity.

      Apabila melihat kondisi terkini pemerintah sejatinya perlu mempertimbangkan beberapa hal terkait dengan
kebijakan kenaikan bahan bakar. Dimana alasan melonjaknya harga pasar minyak bumi dunia tidak seharusnya
langsung berimbas pada masyarakat. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah yang menjalankan roda
pemerintahan guna menjamin penyelenggaraan kesejahteraan sosial tetap terjaga. 

      Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2021 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan
Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dalam pasal 14 ayat (8) dijelaskan bahwa menteri dapat menetapkan
harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan berbeda dengan perhitungan dengan
mempertimbangkan salah satunya adalah kemampuan daya beli masyarakat; dan/atau ekonomi riil dan
sosial masyarakat. 

      Kini masyarakat telah terpukul dengan sejumlah harga pangan yang masih bertahan di harga tinggi, mulai
dari minyak goreng hingga cabai rawit merah. Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen dan
kenaikan harga Pertamax, serta Solar non subsidi pun terjadi. Bahkan solar subsidi terjadi kelangkaan padahal
BBM ini menjadi andalan transportasi logistik untuk mendistribusi pangan dari sentra produksi ke konsumen.

      Persoalan minyak goreng yang merupakan janji pemerintah untuk menyediakan subsidi dengan harga Rp
14.000 hanya isapan jempol belaka. Minyak goreng curah masih terpantau dengan harga Rp 19.875 per
kilogram. Sedangkan minyak goreng kemasan premium melimpah di pasar dengan harga hingga Rp 50.000
rupiah per 2 liter. (Survey lapangan). 

       Kebijakan pemerintah haruslah pro rakyat. Pemerintah juga harus berani dan punya wibawa di hadapan
oligarki maupun kartel komoditas pokok yang bersentuhan dengan perut rakyat tidak serta merta mengikuti
kenaikan minyak dan gas dunia, karena hal ini sangat mempengaruhi stabilitas ekonomi masyarakat.

Lampiran Sumber Data dan Bahan Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial


2. Peraturan Presiden Republik Indonesta Nomor 69 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014
Tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak
3. Kompas.com - 31/03/2022, 19:52 WIB
Baca: https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/31/195200665/harga-pertamax-diperkirakan-naik-ini-perbandingan-harga-bbm-di-
indonesia?page=all.
Penulis : Alinda Hardiantoro
Editor : Sari Hardiyanto
4. Website resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,Direktoral Jendral Minyak dan Gas Bumi, Senin, 21 Maret 2022. Baca:
https://migas.esdm.go.id/post/read/minyak-dunia-masih-tinggi-berikut-harga-keekonomian-bbm-non-subsidi
5. Akhmad, 2014, Dampak Kompensasi Kenaikan Harga Bbm Terhadap Kemiskinan Di Indonesia, Jurnal Academica, Vol.06 No. 02 Fisip
Untad
6. Sumber: CNBC Indonesia, Kompas.Com, CNN Indonesia, Beritasatu.com
Begini Riwayat Kenaikan Harga BBM, dari Era Soeharto Hingga Jokowi
ECONOMICS

Shifa Nurhaliza

Rabu, 17 November 2021 14:50 WIB

Riwayat kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) di Indonesia telah ditetapkan melalui diskusi panjang oleh
pemerintah.

Begini Riwayat Kenaikan Harga BBM, dari Era Soeharto Hingga Jokowi. (Foto: Riwayat Kenaikan Harga BBM)

IDXChannel – Riwayat kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) di Indonesia telah ditetapkan melalui
diskusi panjang oleh pemerintah, yang juga mensubsidi dan mengatur penjualan bahan bakar seperti bensin,
solar (diesel), dan juga minyak tanah secara eceran melalui Pertamina. 

Bahan bakar minyak atau yang biasa disebut dengan BBM ini sangat dibutuhkan masyarakat larena telah
menjadi salah satu komoditas penting yang digunakan hampir setiap harinya. Namun, harga BBM ini sangat
memengaruhi kinerja ekonomi Indonesia. Dengan demikian, penetapan harga bahan bakar minyak sangat
penting bagi masyarakat. 

BACA JUGA:
Bagaimana Proses Pengolahan Minyak Bumi Jadi BBM? Simak di Sini Yuk

Selain itu, harga bahan bakar minyak juga menjadi penentu bagi besar dan kecilnya defisit anggaran negara.
Dengan naiknya harga BBM tentu akan membebani rakyat miskin, apabila penetapan kenaikan harga tersebut
tergolong tinggi. Maka tak jarang penetapan harga bahan bakar minyak selalu diikuti kenaikan harga-harga
bahan pokok lainnya.

Seperti diketahui, hampir setiap Presiden di Indonesia pernah mengambil keputusan untuk menaikkan harga
BBM, dari ke tujuh orang yang menjabat sebagai Presiden RI, hanya seorang BJ Habibie yang tidak pernah
menaikkan harga BBM dimasa ia menjabat. Sekadar diketahui, pada saat itu BJ Habibie hanya menjabat
sebagai Presiden RI selama 18 bulan.

BACA JUGA:
Cek Perbandingan Harga BBM Pertamina vs Shell, Lebih Mahal Mana?

Saat masa pemerintahan Presiden Soeharto, harga BBM (Bahan Bakar Minyak) mengalami beberapa kali
kenaikan. Seperti halnya di 1991, Presiden Soeharto menaikkan harga BBM dari Rp150 menjadi Rp550 per
liter. Dua tahun kemudian di 1993, Presiden Soeharto kembali menaikkan harga BBM menjadi Rp700 per liter
dan harga BBM naik lagi menjadi Rp1.200 per liter pada 5 Mei 1998 saat Indonesia mengalami krisis ekonomi
98 atau di 1998.

Setelah masa pemerintahan Soeharto usai dan digantikan posisinya oleh BJ Habibie. Dan selama masa
kepemimpinannya, Presiden Habibie malah memberikan kemudahan bagi rakyat Indonesia dengan cara
menurunkan harga BBM dari Rp1.200 menjadi Rp1.000 per liter.

BACA JUGA:
Harga BBM Indonesia Paling Murah di ASEAN, Cek Perbandingannya

Setelah masa kepemimpinan BJ Habibie habis, di awal kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus
Dur tahun 1999 hingga 2001, harga BBM kembali diturunkan menjadi Rp600 per liter. Kemudian naik kembali
pada Oktober 2000 menjadi Rp1.150 per liter, dan naik lagi menjadi Rp1.450 per liter.
Selanjutnya, di masa kepemimpinan putri Bung Karno yakni Megawati Soekarnoputri, harga BBM kembali
naik dari Rp1.450 menjadi menjadi Rp1.550 per liter, dan naik lagi menjadi Rp1.810 per liter di awal Januari
2003 silam.

Kenaikan harga BBM nyatanya terus berlanjut hingga masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) yang tercatat hingga tiga kali mengalami kenaikan dan penurunan harga BBM. Presiden
SBY menaikkan harga BBM menjadi Rp2.400 per liter tepatnya pada Maret 2005, dan kembali naik menjadi
Rp4.500 per liter pada Oktober 2005, dan Rp6.000 per liter pada 23 Mei 2008.

Kemudian, jelang Pemilu 2009 Presiden SBY justru menurunkan harga BBM menjadi Rp5.500 per liter, dan
turun lagi menjadi Rp5.000 per liter pada 15 Desember 2008, juga Rp4.500 per liter pada 15 Januari 2009.
Namun, menjelang satu tahun turunnya masa pimpinan SBY, Pemerintahan SBY kembali menaikkan harga
BBM menjadi Rp6.500 per liter.

Selanjutnya, dimasa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada 1 Januari 2015 Presiden Jokowi
resmi menghapus subsidi BBM dengan jenis Premium, dan sedangkan untuk bahan bakar solar ditetapkan
subsidi tetap sebesar Rp1.000. 

Sejatinya, update terkait harga BBM Premium dan Solar akan diumumkan oleh pemerintah setiap awal bulan.
Adapun cara perhitungan harga BBM menggunakan rumus yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan
mengacu pada harga minyak dunia, kurs Rupiah terhadap Dolar AS, dan tentunya faktor inflasi. 

Seperti halnya untuk Januari 2015, harga bensin jenis Premium turun dari Rp8.500 menjadi Rp7.600,
sedangkan bensin dengan jenis solar turun dari Rp7.500 menjadi Rp7.250 per liter.

Kemudian, jika mundur satu tahun pada 17 November 2014, Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga
BBM dimasa kepemimpinannya. Bensin dengan jenis Premium naik dari Rp6.500 menjadi Rp8.500, sedangkan
jenis solar naik cukup signifikan dari Rp5.500 menjadi Rp7.500 per liter. 

Menurut pemerintah saat itu, pengurangan harga subsidi BBM ini akan memberikan ruang fiskal hingga Rp100
triliun. Dan menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di tahun tersebut, Pemerintah akan terus
memberikan kompensasi berupa bantuan langsung senilai Rp200 ribu per bulan yang akan disalurkan kepada
15,5 juta keluarga. Kenaikan ini terjadi beriringan dengan turunnya harga minyak dunia secara drastis sejak
Juni 2014. (SNP)

Anda mungkin juga menyukai