Anda di halaman 1dari 18

Akad Salam ,

Istishna Dan implementasi


dalam Lembaga Keuangan Syari'ah

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

FIKIH MUAMALAH KONTEMPORER

Dosen pengampu : Fitri faa’izah,M.H

Disusun oleh :

Noorsaniah

(2114140289)

Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Jurusan Akuntansi Syari’ah
Tahun 2022/2023
A.Pengertian akad salam,dan istishna

Akad Salam adalah salah satu bentuk transaksi jual beli di dalam syariah Islam. Dalam
akad ini, penjual menyerahkan suatu barang kepada pembeli dengan kesepakatan bahwa pembeli
akan membayar harga pada saat yang sudah ditentukan di masa yang akan datang. Pembeli dapat
meminta penjual untuk menyerahkan barang pada waktu tertentu yang telah disepakati. Akad
Salam biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak, seperti misalnya memenuhi
kebutuhan pangan, Akad salam adalah akad pemesanan suatu barang dengan kriteria
yangtelahdisepakati dan dengan pembayaran kontan pada saat terjainya akad. Secara bahasaas-
salam atau as-salaf berarti pesanan. Secara terminologis para ulamamendefinisikannya dengan:
“Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya
jelas dengan pembayaran model lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari”.1

Sedangkan Istihna' adalah suatu perjanjian antara pemesan dengan pembuat barang atau
jasa untuk membuatkan barang atau jasa tertentu dengan spesifikasi yang sudah disepakati dan
harga yang sudah ditentukan. Pada dasarnya, Istihna' merupakan bentuk kontrak yang mengikat
antara pemesan dengan pembuat barang atau jasa. Pembuat barang atau jasa dalam hal ini
berkewajiban untuk membuatkan barang atau jasa yang dipesan oleh pemesan dengan spesifikasi
yang sudah disepakati dalam waktu yang telah ditentukan. Istihna' seringkali digunakan untuk
pemesanan barang atau jasa yang bersifat khusus dan tidak tersedia di pasaran secara umum,
Istishna’ adalah perjanjian dimana salah satu pihak membayar untuk barang yang akan diproduksi
atau membayar sesuatu yang akan dibangun. Sebagai aturan umum pengguna utama akan
membuat angsuran periodik sesuai dengan perkembangan aktual dalam konstruksi atau
manufaktur. Dalam akad bai’ alistishna', pembeli memperbolehkan pembuat untuk menggunakan
pihak lain (pihak ketiga) atau subkontraktor kontrak tersebut. Dengan begitu, pembuat akan
membuat kontrak istishna' kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama yang
disebut dengan istishna.2

1
Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab karya Imam An-Nawawi.
2
Ensiklopedia Ekonomi Syariah karya Muhammad Ariff bin Ahmad
B.Dasar Hukum Dari akad salam dan istihna
Akad salam dan istihna memiliki dasar hukum dalam Islam.

1.Akad Salam
Akad salam memiliki dasar hukum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melakukan transaksi salam dengan para
sahabatnya. Hadis tersebut menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa
yang memberikan uang dimuka untuk membeli barang tertentu, maka ia harus menentukan jumlah
uang yang dibayarkan dimuka, dan menentukan barang yang dibeli dan jumlahnya, serta
menentukan jangka waktu pengiriman barang tersebut.”

2.Akad Istihna
Akad istihna memiliki dasar hukum dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 282 yang berbicara
tentang transaksi jual beli. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa para pihak yang melakukan
transaksi jual beli harus menuliskan kesepakatan yang telah disepakati di antara mereka. Salah satu
bentuk kesepakatan tersebut adalah istihna, yaitu kesepakatan untuk menjual barang dengan
menentukan harga pada waktu yang akan datang.

Selain itu, akad istihna juga memiliki dasar hukum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melakukan transaksi
istihna dengan para sahabatnya. Hadis tersebut menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda: “Barang siapa yang melakukan transaksi istihna, maka ia harus menentukan jenis
barang, jumlah barang, harga barang, dan jangka waktu pengiriman barang tersebut.”3

C.Rukun dan Syarat Akad Salam dan Istishna


Akad salam dan istihna adalah jenis transaksi jual beli dalam Islam. Berikut adalah rukun
dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad salam dan istihna:

3
Departemen Agama RI, Al-Qur'an Dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, t.t.)
a.Rukun Akad Salam dan Istihna:

1.Pihak penjual atau produsen.


2.Pihak pembeli atau konsumen.
3.Barang yang akan dijual dan dibeli.
4.Harga jual yang disepakati.
5.Tanggal dan tempat penyerahan barang.

Syarat-syarat Akad Salam dan Istihna:

1.Barang yang akan dijual harus jelas jenis dan kualitasnya.


2.Harga jual harus disepakati pada saat akad.
3.Barang yang dijual belum boleh diterima oleh pembeli saat akad salam.
4.Tanggal dan tempat penyerahan barang harus jelas dan disepakati saat akad.
5.Pembeli harus membayar uang muka atau akad kepada penjual saat akad salam.
6.Penjual atau produsen harus memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas barang yang dijual.
7.Barang yang dijual harus halal dan sesuai dengan syariat Islam.

Selain itu, dalam akad salam dan istihna juga harus memenuhi prinsip-prinsip dalam transaksi jual
beli Islam, seperti tidak boleh ada unsur riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian). Akad
salam dan istihna juga harus dilakukan dengan penuh kejujuran dan kesepakatan bersama antara
kedua belah pihak.

Rukun Akad Salam:

Pihak yang menjual (al-muslam ilaih)


Pihak yang membeli (al-muslim minhu)
Barang yang dijual (al-mabi')
Harga (al-thaman)
Syarat Akad Salam:
Barang yang dijual harus jelas dan spesifik, baik jenis, jumlah, kualitas, dan sifat-sifatnya.
Harga harus disepakati oleh kedua belah pihak saat akad dilakukan.
Barang yang dijual harus diperoleh oleh pihak yang menjual sebelum akad salam berlangsung.
Rukun Akad Istishna':

Pihak yang membeli (mustashni)


Pihak yang menjual (sani')
Barang yang dipesan (ma'kud alaih)
Harga (thaman)

Syarat Akad Istishna':

Spesifikasi barang yang dipesan harus jelas dan dijelaskan secara rinci, baik jenis, jumlah, kualitas,
dan sifat-sifatnya.
Harga harus disepakati oleh kedua belah pihak saat akad dilakukan.
Waktu pengiriman barang dan pembayaran harga harus disepakati oleh kedua belah pihak.
Barang yang dipesan harus dapat diproduksi oleh pihak yang menjual atau melalui pihak ketiga
yang dapat dipercaya.4

D.Aplikasi Akad Salam dan Istishna Paralel dalam Lembaga Keuangan Syariah
Aplikasi akad salam dan istishna paralel dalam lembaga keuangan syariah adalah suatu
metode pembiayaan yang digunakan oleh lembaga keuangan syariah untuk membiayai produk-
produk yang membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses produksinya, seperti produk
pertanian atau produk konstruksi. Metode ini terdiri dari dua akad yaitu akad salam dan istishna.
Akad salam adalah akad jual beli dengan pembayaran sebelum barang diterima, sedangkan istishna
adalah akad pesanan barang dengan pembayaran setelah barang diterima. Dalam aplikasi paralel,
lembaga keuangan syariah akan menjual kontrak salam atau istishna tersebut kepada investor
dengan harga lebih tinggi dari harga pokoknya. Kemudian, investor akan menjual kembali kontrak
tersebut kepada pihak yang membutuhkan dengan harga yang lebih tinggi lagi.

4
Kitab Al-Muwatha' - Imam Malik bin Anas
Fiqih Sunnah - Sayyid Sabiq
Dalam aplikasi akad salam dan istishna paralel, lembaga keuangan syariah bertindak sebagai
perantara antara investor dan pihak yang membutuhkan pembiayaan. Lembaga keuangan syariah
akan mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual kontrak salam atau istishna dengan harga
pokoknya, sedangkan investor akan mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual kontrak salam
atau istishna dengan harga yang dibayarkan oleh pihak yang membutuhkan pembiayaan.

Aplikasi akad salam dan istishna paralel dalam lembaga keuangan syariah memiliki beberapa
keuntungan, antara lain:

1.Memungkinkan lembaga keuangan syariah untuk memberikan pembiayaan kepada pihak yang
membutuhkan dengan risiko yang lebih rendah, karena investor yang membeli kontrak salam atau
istishna akan bertanggung jawab atas pembayaran kontrak tersebut.

2.Memungkinkan lembaga keuangan syariah untuk memperoleh pendanaan dengan mudah dan
cepat, karena kontrak salam atau istishna dapat dijual kepada investor dengan harga yang lebih
tinggi dari harga pokoknya.
3.Memberikan kesempatan bagi investor untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dari
investasinya.

Namun, aplikasi akad salam dan istishna paralel juga memiliki beberapa risiko, antara lain:

1.Risiko likuiditas, karena kontrak salam atau istishna yang dibeli oleh investor mungkin sulit
untuk dijual kembali.
2.Risiko kredit, karena pihak yang membutuhkan pembiayaan mungkin tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran kontrak salam atau istishna.
3.Risiko kepatuhan syariah, karena kontrak salam atau istishna yang dijual oleh lembaga keuangan
syariah kepada investor harus memenuhi prinsip-prinsip syariah yang telah ditetapkan.5

5
Abdul Halim, Zulhuda. (2018). Salam and Istisna' Contracts in Islamic Finance. The European Journal of
Comparative Law and Governance,
Bacha, Obiyathulla I. (2008). The Islamic Interbank Money Market and a Dual Banking System
Tahapan pelaksanaan salam dan salam paralel menurut SOP bank syariah
• Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada
bank syariah sebagai penjual.
• Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang
disepakati.
• Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang
disepakati dengan harga yang lebih rendah).
• Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli barang dengan
spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.
• Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya sebelum barang
diterima (atau sisanya disepakati untuk diansur).
• Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli barang dengan
spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditetukan.
• Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli oleh nasabah produsen pada saat
pengikatan dilakukan.
• Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada
waktu yang ditentukan.6

6
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah.
E.Faktor yang Mempengaruhi Kurangnya Penggunaan Akad Salam dan Istishna Pada
Bank Syariah

a.Faktor yang dapat mempengaruhi kurangnya penggunaan akad salam dalam bank
syariah antara lain:

Minimnya Pemahaman Masyarakat: Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami


konsep akad salam dan manfaatnya dalam bank syariah sehingga mereka lebih memilih
menggunakan produk-produk bank konvensional yang lebih familiar.

Keterbatasan Produk: Bank syariah di beberapa negara masih terbatas dalam menawarkan produk-
produk yang menggunakan akad salam sehingga masyarakat sulit menemukan pilihan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka.

Kepercayaan Konsumen: Beberapa konsumen masih meragukan keamanan dan keuntungan dari
produk-produk yang menggunakan akad salam sehingga mereka lebih memilih produk-produk
konvensional yang sudah dikenal luas.

Kurangnya Promosi: Promosi produk-produk bank syariah yang menggunakan akad salam masih
kurang di lakukan. Hal ini membuat masyarakat kurang tahu mengenai produk tersebut.

Kompleksitas: Beberapa produk yang menggunakan akad salam memiliki persyaratan yang lebih
kompleks dan ketat dibandingkan produk konvensional, sehingga membuat beberapa masyarakat
enggan menggunakan produk tersebut.

Persaingan: Persaingan dengan bank konvensional yang memiliki produk-produk yang lebih
familiar dan mudah diakses membuat bank syariah sulit untuk mempromosikan produk-produknya
yang menggunakan akad salam.

Perlu dipahami bahwa penggunaan akad salam di dalam penggunaan bank syariah sangat penting
untuk memastikan keadilan dan keberlangsungan bisnis yang berlandaskan prinsip syariah. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya-upaya dari pihak bank syariah dan pemerintah untuk meningkatkan
pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai produk-produk yang menggunakan akad salam.

b.Beberapa faktor yang mempengaruhi kurangnya penggunaan istihna dalam bank syariah
antara lain:

1.Kurangnya Pemahaman Masyarakat: Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami


konsep istihna dan manfaatnya dalam bank syariah sehingga mereka lebih memilih menggunakan
produk-produk bank konvensional yang lebih familiar.

2.Keterbatasan Produk: Bank syariah di beberapa negara masih terbatas dalam menawarkan
produk-produk yang menggunakan istihna sehingga masyarakat sulit menemukan pilihan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka.

3.Kepercayaan Konsumen: Beberapa konsumen masih meragukan keamanan dan keuntungan dari
produk-produk yang menggunakan istihna sehingga mereka lebih memilih produk-produk
konvensional yang sudah dikenal luas.

4.Kurangnya Promosi: Promosi produk-produk bank syariah yang menggunakan istihna masih
kurang dilakukan. Hal ini membuat masyarakat kurang tahu mengenai produk tersebut.

5.Kompleksitas: Beberapa produk yang menggunakan istihna memiliki persyaratan yang lebih
kompleks dan ketat dibandingkan produk konvensional, sehingga membuat beberapa masyarakat
enggan menggunakan produk tersebut.

6.Persaingan: Persaingan dengan bank konvensional yang memiliki produk-produk yang lebih
familiar dan mudah diakses membuat bank syariah sulit untuk mempromosikan produk-produknya
yang menggunakan istihna.

Perlu dipahami bahwa penggunaan istihna di dalam penggunaan bank syariah sangat penting untuk
memastikan keadilan dan keberlangsungan bisnis yang berlandaskan prinsip syariah. Oleh karena
itu, perlu adanya upaya-upaya dari pihak bank syariah dan pemerintah untuk meningkatkan
pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai produk-produk yang menggunakan istihna.

F.data penggunaan akad salam dan istishna di Bank Syariah


7

7
https://www.bankbsi.co.id/storage/reports/g9daVDCwjKXSgeunaj5bSojqvEnFQhv4x80jNX2h.pdf
G.Solusi dan Saran Penggunaan Akad Salam dan Istishna di Bank Syariah
Berikut adalah solusi dan saran penggunaan akad salam dan istishna di Bank Syariah:
Solusi penggunaan akad salam:
Bank Syariah dapat memanfaatkan akad salam untuk memberikan pembiayaan pada sektor
pertanian, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana petani yang membutuhkan modal
untuk menanam padi, jagung, dan sejenisnya. Dalam akad salam, Bank Syariah dapat
membeli hasil pertanian petani sebelum panen dengan harga yang sudah disepakati
bersama. Hal ini dapat membantu petani memperoleh modal awal dan mencegah
penurunan harga jual hasil pertanian setelah panen.
Saran penggunaan akad istishna:
Bank Syariah dapat memanfaatkan akad istishna untuk memberikan pembiayaan pada
sektor manufaktur, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana pengusaha yang
memproduksi barang dalam jumlah besar. Dalam akad istishna, Bank Syariah dapat
memberikan pembiayaan kepada pengusaha untuk memproduksi barang dengan spesifikasi
tertentu, sehingga pengusaha dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik
dan dapat bersaing dengan produk sejenis yang ada di pasar.
Bank Syariah juga dapat memanfaatkan akad istishna untuk memberikan pembiayaan
kepada pengusaha yang membutuhkan modal untuk membeli mesin dan peralatan
produksi. Dalam hal ini, Bank Syariah dapat melakukan akad istishna dengan spesifikasi
barang berupa mesin atau peralatan produksi yang diinginkan pengusaha, sehingga
pengusaha dapat memperoleh modal awal dan memulai usahanya.
Dalam penggunaan akad salam dan istishna di Bank Syariah, penting untuk memperhatikan
aspek kepatuhan syariah dalam pelaksanaannya, termasuk dalam penetapan harga jual,
penyerahan barang, dan margin yang diperoleh Bank Syariah. Selain itu, Bank Syariah juga
perlu memperhatikan risiko kredit dan risiko usaha dari pihak peminjam dalam
memberikan pembiayaan dengan menggunakan akad salam dan istishna.8

8
Ismail, Perbankan Syariah Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana. 2011)
Binti Nur Asiyah, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia.
KESIMPULAN

Akad Salam adalah akad jual beli di mana pembeli membayar harga jual di awal dan
penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. Akad ini cocok untuk digunakan dalam
pembiayaan sektor pertanian, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana petani yang
membutuhkan modal untuk menanam padi, jagung, dan sejenisnya. Dalam akad salam,
Bank Syariah dapat membeli hasil pertanian petani sebelum panen dengan harga yang
sudah disepakati bersama.
Akad Istishna adalah akad jual beli dengan spesifikasi barang yang belum ada, di mana
pembeli memesan barang dengan spesifikasi tertentu dan penjual (produsen) akan
membuat barang tersebut kemudian menjualkannya kembali kepada pembeli. Akad ini
cocok untuk digunakan dalam pembiayaan sektor manufaktur, terutama untuk memenuhi
kebutuhan dana pengusaha yang memproduksi barang dalam jumlah besar.
Implementasi akad salam dan istishna dalam lembaga keuangan syariah perlu
memperhatikan aspek kepatuhan syariah dalam pelaksanaannya, termasuk dalam
penetapan harga jual, penyerahan barang, dan margin yang diperoleh Bank Syariah. Selain
itu, Bank Syariah juga perlu memperhatikan risiko kredit dan risiko usaha dari pihak
peminjam dalam memberikan pembiayaan dengan menggunakan akad salam dan istishna.
Penggunaan akad salam dan istishna di Bank Syariah dapat membantu lembaga keuangan
syariah dalam memberikan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah dan memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam memperoleh modal usaha. Selain itu, penggunaan akad salam
dan istishna juga dapat membantu meningkatkan kualitas produk dan daya saing industri
di Indonesia.
Dalam rangka memanfaatkan potensi pembiayaan dengan menggunakan akad salam dan
istishna, Bank Syariah perlu melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang
produk pembiayaan yang dapat disediakan dengan menggunakan akad salam dan istishna.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. A., & Alkatiri, F. (2020). The implementation of Islamic finance in Indonesia:
Opportunities and challenges. Journal of Islamic Accounting and Business Research,
11(2), 191-206.

Hasan, Z. (2015). Islamic finance: Principles, performance and prospects. Edward Elgar
Publishing.

Hidayat, N., & Yuniarti, E. (2018). The implementation of salam contract in Islamic
banking: Analysis of profit and loss sharing (PLS) and non-PLS based financing. Banks
and Bank Systems, 13(1), 121-127.

Kamla, R., & Ramjaun, T. (2016). A review of Islamic finance literature: Issues and
challenges. Journal of Economic Surveys, 30(5), 901-921.

Kusnadi, Y. (2019). Istishna financing in Islamic banking: A literature review.


International Journal of Economics, Commerce and Management, 7(1), 1-11.

Othman, A., & Abdul Rahman, R. (2018). Financing agriculture using salam contract in
Malaysia: An analysis of its potential and challenges. Journal of Islamic Accounting and
Business Research, 9(1), 52-63.

Rosly, S. A. (2014). An introduction to Islamic finance: Theory and practice. John Wiley
& Sons.

Warde, I. (2000). Islamic finance in the global economy. Edinburgh University

Anda mungkin juga menyukai