Anda di halaman 1dari 18

Kaidah Fiqih Ke

Empat
َُ ‫ضر ُريُزا‬
‫ل‬ َّ ‫اَل‬
Kemadharatan Harus di Hilangkan

Kelompok 4 :
1. AvinatuN Nisa (4120061)
2. Riska Alinda (4120177)
3. Sobrina SifdaSani (4120179)
Point
1 3

Makna Implementasi
Urgensi Kaidah
Kaidah kaidah di
5 bidang ibadah
dan muamalah
2 4

Sumber Kaidah-kaidah
Kaidah Cabang
1
Makna Kaidah
َ‫ضر ُريُزا ُل‬
َّ ‫ال‬
Kemadharatan Harus di Hilangkan
Makna Kaidah َ‫ضر ُريُزا ُل‬
َّ ‫اَل‬
Kemadharatan Harus di Hilangkan

● Dharar (Kemudharatan) secara etimologi berasal dari kalimat “adh Dharar”


yang berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya.
● Asal dari kaidah hadis Nabi: La darar wa La Dirar "َ‫ضرار‬
ِ ‫ "َلضر َُر وَل‬. Dharar adalah
menimbulkan kerusakan kepada orang lain secara mutlak. Dirar adalah
membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan
pada orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan.
● Dalam al-Quran, seluruh ayat yang mengandung kata “dharar” menyuruh
mengusahakan kebaikan dan melarang tindakan merugikan. Menurut para
ulama, dharar adalah kesulitan yang sangat mementukan eksistensi manusia,
karena jika tidak diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa, nasab harta
serta kehormatan manusia.
● kaidah “ad-Dhararu yuzalu” adalah kemudharatan/kesulitan harus dihilangkan.
Jadi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus dijauhkan
dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh dirinya maupun orang lain, dan tidak
semestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain.
2
Sumber Kaidah
َ‫ضر ُريُزا ُل‬
َّ ‫ال‬
Kemadharatan Harus di Hilangkan
1. Al-Qur’an

● QS. Al-Baqarah 2: Ayat 195

َ ِ‫ّللا ي ُ ِحبَ الْ ُم ْحسَِن‬


َ‫ين‬ َََ ‫ن‬ََ ِ ‫ل تُلْقُوا ِبأَيْدِيكُ َْم ِإلَى الت َ ْهَل ُ َك َِِ َۛ َوأ َ ْحسِ ن ُ ٓوا َۛ إ‬
َ َ ‫ّللا َو‬ َِ ‫َوَأ َنْ ِفقُوا فِى َس ِب‬
ََِ ‫يل‬
"Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan

(diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan

berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang orang yang berbuat baik.“

● QS. Al-Baqarah 2: Ayat 231


…… ‫وهن ِضَر ًارا لَِت ْعَت مدوا‬ ِ
‫…… ۚ َوَل مُتْس مك م‬
"... Janganlah kamu rujuki mereka untukmemberi kemudharatan,
karena dengan demikian kamu menganiaya mereka...”
• QS. Al-Baqarah 2: Ayat 233

َِِ‫ارَوا ِلدةٌَ ِبولدِهاَوَلَم ْولُودٌَلهََُِبول ِد‬


َّ ‫… َلَتُض‬
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.

•QS. At-Talaq 65: Ayat 6


 ‫… وَلَتُضا ٓ ُّروهُ َّنَ ِلتُضيِقُواَعل ْي ِه َّن‬..
“... Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka...”

•QS. Al -A’raf: 56

ََّ ‫ص ٰل ِحهاَوا ْدعُوَِ ُ خ ْوفًاَوطمعًا  ۚ إ ِ َّنَر ْحمت‬


ِ‫َّللا‬ ْ ِ‫ضَبعْدَإ‬ ْ ِ‫وَلَتُفْ ِسدُواَف‬
ِ ‫ىَاْل ْر‬
َ‫َمنَالْ ُم ْح ِسنِين‬
ِ ‫يب‬
ٌ ‫ق ِر‬
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan)
dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh
harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang
berbuat kebaikan."(QS. Al-A'raf 7: Ayat 56)
QS. Al - Qashash: 77

َ‫َّللاَإِليْك  ۖ وَل َتب ِْغ َاَلْفسادَفِى‬


ُ َّ َ‫َمنَالدُّنْيَا  ۖ  َوأ ْح ِس ْن َكما َٓأ ْحسن‬ ِ ‫صيبك‬ ِ ‫اخرة  ۖ وَل َتنْس َن‬ ْ ‫َّللاَالدَّار‬
ِ ‫َاْل‬ ُ َّ ‫وابْت ِغ َفِيمآَءا ٰتىك‬
َ‫ب َالْ ُمفْ ِسدِين‬ ِ ‫ْاْل ْر‬
َّ ‫ض  ۖ  ِإ َّن‬
ُّ ‫َّللاََل َي ُِح‬
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qasas 28: Ayat 77)

• Hadis
Sabda Rasulullah Saw :
َ‫ق ش َّقَ للاَُ عليْ ِه‬
ََّ ‫ن ش‬
َْ ‫ن ض َّرض َّرَِ ُ للاَُ وم‬
َْ ‫ضرارَ م‬
ِ َ‫َلضررَ وَل‬
.
“Tidak boleh memudharatkan dan di mudaratkan, barang siapa
yangmemudharatkan, maka Allah akan memudharatkannya, dan
barang siapa saja yangmenyusahkan, maka Allah akan
menyusahkannya.” (HR.Imam Malik)
.
3
Urgensi Kaidah
َ‫ضر ُريُزا ُل‬
َّ ‫ال‬
Kemadharatan Harus di Hilangkan
Urgensi kaidah fiqhiyyah yang di ungkap Ali Ahmad An Nadwi dalam kitabnya al Qawaid
al Fiqhiyyah :
1. Kaidah fiqhiyyah mempermudah untuk menguasai fikih Islam, menghimpun
masalah-masalah yang berserakan, dengan jalan menyusun furu‟-furu‟ yang
banyak tersebut dalam satu alur di bawah satu kaidah.
2. Kaidah-kaidah itu membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak
diperdebatkan, dengan cara menjadikan kaidah itu sebagai jalan untuk menghadirkan
hukum.
3. Mempermudah ahli fikih dalam mendekatkan analogi (ilhaq) dan takhrij untuk
mengetahui hukum-hukum, yang belum digariskan dalam fikih.
4. Mempermudah orang yang membahas fikih dalam mengikuti (memahami) bagian-
bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tema tema yang berbeda-beda serta
meringkasnya dalam satu proposisi tertentu.
5. Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan yang menunjukkan bahwa
hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan atau
menegakkan maslahat yang lebih besar
4
Cabang - Cabang Kaidah
َ‫ضر ُريُزا ُل‬
َّ ‫ال‬
Kemadharatan Harus di Hilangkan
1. Kaidah pertama
ِ ‫َخ‬
‫ف‬ َ ‫الضَرمراْألَ َشد يمَزال ِِبلضَرِراْأل‬
“Kemudaratan yang lebih berat dihilangkan dengan
kemudaratan yang lebih ringan”

2. Kaidah Ke dua
‫الضَرمرلَيَ مك ْو من قَ ِدميًا‬
“Kemudaratan itu tidak dapat dibiarakan karena dianggap
telah lama terjadi”
Maksudnya adalah kemudaratan itu harus dihilangkan dan
tidak boleh dibiarkan terus berlangsung dengan alasan
kemudaratan tersebut telah ada sejak dahulu.
3. Kaidah Ke Tiga
ْ َ‫الْحاج َة ُ تمَنزمل َمْن ِزلَ َةالضمرْوَرةِ َعام ًة َكان‬
‫ت أَْو َخاص ًة‬
“Kedudukan kebutuhan itu menempati kedudukan darurat baik umum
maupun khusus”

Al-hajah adalah suatu keadaan yang menghendaki agar seseorang


melakukan suatu perbuatan yang tidak menurut hokum yang seharusnya
berlaku, karena adanya kesukaran dan kesulitan. Perbedaan antara ad-
dharurat dan al-hajah adalah: pertama, di dalam kindiri al dharurat, ada
bahaya yang muncul. Sedangkan dalam kondisi al-hajah, yang ada
hanyalah kesulitan dan kesukaran dalam pelaksanaan hokum. Kedua, di
dalam al-dharurat, yang dilanggar perbuatan yang haram li dzatihi seperti
makan daging babi. Sedangkan dalam al-hajah, yang dilanggar adalah
haram li ghaorihi.
4. Kaidah ke empat
ِ ‫مكل رخص ٍةأمبِيحت للِضرور ِت واحلاج ِةَل تمست َْ قََل وج‬
‫ود َها‬ ‫م ْ َ َ ْ م َ َ َ َ ْ ْ ََ ْ ْ َ م م‬
“Setiap keringanan yang dibolehkan karena darurat atau karena al-hajah, tidak
boleh dilaksanakan sebelum terjadinya kondisi darurat atau al-hajah”

Dhabit di atas di temukan dalam kitab al-Isyaf karya Qadhi Abd al-Wahab al-
Malik. Sedangkan dalam kitab al-Asyabah wa al-Nazha’ir, ada dhabith lain:
‫اع َامت َكالضمرْوَرة‬
َ ‫اجة اََذ‬
َ َ‫اَحل‬
“al-hajah apabila bersifat umum adalah seperti kondisi darurat”
5. Kaidah ke lima
ٍ
‫صالَحاًَمْن ِه َعىعْنُم‬ َ َ‫كُلَُّ تَصمرف َجرفَساًَداأ‬
َ ‫ودفْ َع‬
“Setiap tindakan hokum yang membawa kemafsadahan atau
menolak kemaslahatan adalah dilarang”

Kemadharatan-kemadharatan itu dapat memperbolehkan yang


dilarang (haram), Misal :
a. Boleh makan ketika kelaparan dan tidak ada makanan lain.
b.Boleh membela diri dari serangan orang lain, walau menyebabkan
matinya penyerang tadi.
c. Boleh menggali kubur karena darurat, seperti mayat belum
dimandikan atau mayat tidak menghadap kiblat.
5
Implementasi Kaidah
َ‫ضر ُريُزا ُل‬
َّ ‫ال‬
Kemadharatan Harus di Hilangkan
Implementasi Kaidah dibidang Ibadah dan Muamalah
• Ibadah
Ketika seorang muslim dipaksa untuk mengucapkan kalimat kekafiran dengan ancaman yang nyata. Maka
muslim tersebut boleh mengucapkan kalimat tersebut dan tetap islam selama di dalam hatinya dia tetap yakin
pada ajaran Islam dan keimanannya tidak berubah.
• Muamalah
a. Larangan menimbun barang-barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan tersebut mengakibatkan
kemudharatan bagi rakyat.
b. Mengembalikan barang yang telah dibeli lantaran adanya cacat dalam masa khiyar diperbolehkan. Begitu pula
larangan terhadap mahjur (orang yang dilarang membelanjakan harta kekayaannya), muflis
(yang jatuh pailit, yang safih (orang dungu) untuk bertransaksi. Dasar pertimbangan
diberlakukan ketentuan tersebut untuk menghindarkan sejauh mungkin bahaya yang
merugikan pihak-pihak yang terlibat di dalam transaksi tersebut
c. Jika seseorang meminjam uang dengan kadar tertentu, kemudian uang tersebut tidak berlaku lagi karena
penggantian uang, atau yang lainnya, maka menurut Abu Yusuf (w.182 H) orang tersebut wajib
mengembalikannya sesuai dengan harga uang tersebut, yaitu pada hari akhir berlakunya uang pinjaman
tersebut.
d. Hakim berhak mencegah orang yang berutang untuk bepergian (safar) atas permintaan yang punya piutang
sehingga ia menunjuk seorang wakil yang mewakilinya dan tidak boleh ia memberhentikan wakilnya selama ia
dalam bepergian, untuk menghilangkan mudharatan (bahaya) bagi yang punya piutang.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai