Anda di halaman 1dari 34

FIQIH IBADAH

SAAT
DARURAT
BERSUCI & SHOLAT
UNTUK
PASIEN COVID DAN PETUGAS
YANG MENGGUNAKAN APD
WUDHU’

Wudhu’  ‫وضوء‬  artinya bersih atau indah.


Wudhu’ menurut syara’ berarti membersihkan anggota-anggota
wudhu’ untuk menghilangkan hadats kecil yakni bersuci dengan air
mengenai muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki
Wudhu’ merupakan syarat sah shalat dan ibadah lainnya.     
Dasar hukumnya QS. Al Maidah : 6, Hadis Nabi saw & Ijma’ Ulama
RUKUN-RUKUN WUDHU’

Rukun adalah : Ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukan suatu pekerjaan
atau ibadah.
1- Niat
2- Membasuh Muka
3- Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
4- Menyapu kepala :
- Menyapu seluruh kepala
- Menyapu hanya pada serban
- Menyapu ubun-ubun serta serban
5- Membasuh kaki dan kedua mata kaki.
6- Berturut-turut.
MANDI
 Yang dimaksud mandi disini ialah mengalirkan air ke seluruh badan
dengan niat.
 Dasar hukumnya adalah firman Allah :
‫وإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَر ُْوا‬
“Dan jika kamu dalam keadaan junub,maka mandilah.” (Al-
Maidah : 6)
 Ayat ini mengandung perintah untuk mensucikan (mandi) seluruh
badan, kecuali sesuatu anggota badan yang sulit untuk
dibersihkannya seperti biji mata, karena dengan membersihkannya
justru akan menimbulkan madhorot.
TAYAMMUM

 Tayammum adalah maksud atau menyengaja,


 Menurut Istilah para ahli fiqih adalah menyengaja tanah untuk
mengusap muka dan kedua tangan dengan maksud dapat
melakukan sholat dan lain-lain sebagai pengganti wudhu’ dan
mandi.
 Dalil hukum : QS. 4: 43
Sebab yang membolehkan Tayammum :

1- Jika seseorang tidak memperoleh air, ada tapi tidak cukup


untuk bersuci.
2- Jika seseorang luka atau sakit.
3- Jika air amat dingin dan dikhawatirkan akan jatuh sakit
karenanya.
4- Jika air berada dekat seseorang tetapi khawatir terhadap
keselamatan dirinya.
Diriwayatkan dari Abu Zar, bahwa Rasulullah saw bersabda :
‫س ِن ْي َن‬
ِ ‫ش َر‬ َ ِّ‫ص ِع ْي َد الطَّي‬
ْ ‫ب طَ ُه ْو ُر ا ْل ُم‬
ْ ‫سلِ ِم َوإِنْ لَ ْم يَ ِج ِد ا ْل َما َء َع‬ َّ ‫إِ َّن ال‬.
“Sesungguhnya tanah yang suci adalah sarana bersuci bagi seorang
muslim. Meskipun ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun.”
[Shahiih Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi, dan Sunan an-Nasa-i dengan lafazh yang
hampir serupa.
SHOLAT
 Etimologi = doa

QS. At-Taubah 103 : 7‫هم‬77‫كنل‬77‫التك س‬77‫نص‬7‫ ا‬7‫وصل عليهم‬

…..dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu


itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
 Terminologi syariah = Suatu perbuatan yang dimulai
dengan Takbir dan diakhiri dengan Salam.
RUKUN SHOLAT
1- Niat 8- Duduk antara dua sujud
2- Takbiratul Ihram (Tahrim) 9- Duduk akhir
3- Berdiri bagi yang kuasa 10- Membaca Tasyahud
4- Membaca al-Fatihah 11- Membaca Shalawat
5- Ruku’ 12- Memberi Salam
6- I’tidal dengan thuma’ninah 13- Tertib
7- Sujud dua kali dan thuma’ninah
FAKTA & REALITA
 Untuk kepentingan Keselamatan, tenaga kesehatan yang
merawat dan menangani pasien COVID-19 harus memakai
alat pelindung diri (APD) sekali pakai selama bekerja,
sehingga sulit untuk berwudhu’ dan tayammum saat akan
mendirikan shalat;
 Tenaga kesehatan terkadang harus menangani pasien dalam
waktu yang panjang, sehingga sangat sulit untuk bersuci &
melaksanakan shalat pada waktunya;
DALIL & KAIDAH FIQIH
DALIL AL QUR’AN
‫اغ َواَل َعا ٍد فَاَل إِ ْث َم َعلَ ْي ِه‬
ٍ َ‫اضطُ َّر َغ ْي َر ب‬
ْ ‫فَ َم ِن‬
“Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah:
173)
ِ ‫َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِي الد‬
‫ِّين ِمنْ َح َرج‬
“Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” (QS al-Hajj: 78)
‫ف إِل ِ ْث ٍم فَإِنَّ هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحيم‬ َ ‫اضطُ َّر فِي َم ْخ َم‬
ٍ ‫ص ٍة َغ ْي َر ُمتَ َجا ِن‬ ْ ‫فَ َم ِن‬
“Siapa yang terpaksa mengkonsumsi (yang diharamkan) karena lapar, bukan
karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS al-Maidah: 3)
DALIL HADITS

ِّ ‫س ُروا َوالَ تُ َع‬


‫س ُروا‬ ِّ َ‫ي‬
“Buatlah mudah, jangan mempersulit”. (HR. Bukhari dan Muslim).
ِ َ‫ض َر َر َوال‬
‫ض َرا َر‬ َ  ‫ال‬
“Tidak boleh mendatangkan bahaya untuk diri sendiri dan orang lain” (HR.
Ibnu Majah).
KAIDAH FIQIH
َ َّ‫ق األم ُر إت‬
‫سع‬ َ ‫ضا‬
َ ‫ إذا‬ 
“Apabila sesuatu itu sempit (sulit), hukumnya menjadi luas (dimudahkan).”
‫ض َر ُر يُ َزال‬
َّ ‫ال‬
“Bahaya harus dihilangkan”
ِ ‫صلَ َحةَ ال َّر‬
‫اج َحة‬ ْ ‫الح ْك ُم يَتَّبِ ُع ا ْل َم‬ 
ُ
“Hukum itu mengikut kemaslahatan yang lebih kuat”
 ‫الح ْك ُم يَ ُدو ُر َم َع ِعلَّتِه‬ 
ُ
“Hukum itu mengikuti  illah (sebab)nya.”
‫درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬  
“Mengelakkan mafsadat didahulukan daripada mengambil maslahat.”
‫المشقة تجلب التيسير‬
Kesukaran membawa kemudahan
‫ات‬7‫الضرورات تبيح المحظور‬
Darurat membolehkan hal-hal yang dilarang
‫الضرورة تقدر بقدرها‬
Darurat disesuaikan dengan kadarnya
‫ما جاز لعذر يبطل بزواله‬
Sesuatu yang dibolehkan karena uzur maka batal setelah
uzur itu tidak ada lagi
‫سور‬
ْ ‫الميسور ال يسقط بالم‬
Yang mudah tidak dijatuhkan dengan adanya
kesusahan
‫االضطرار اليبطل حق الغير‬
Darurat tidak menghilangkan hak orang lain
‫ الخاصة تنزل منزل الضرورة‬/ ‫الحاجة ال ْامة‬
Hajat umum/khusus dapat menempati posisi darurat
KONSEP DARURAT

 Kata Darurat berasal dari kata “dharra, yadhurru,


dharran” yang berarti merusak, atau memberi
mudarat.
 Keadaan sangat merusak atau sangat memaksa,
 Kebutuhan yang amat mendesak dan amat berbahaya
apabila tidak dipenuhi (Mu’jam al-Wasith).
Al-Syatibi :
• Darurat adalah mencakup dua hal yaitu darurat merupakan
keadaan yang terlalu mendesak hingga tidak memungkinkan
seseorang untuk menjaga dan mempertahankan lima perkara
pokok yaitu menjaga agama, nyawa, akal, keturunan (harga
diri) dan harta,
• Darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang berada dalam
suatu batas apabila ia tidak melanggar sesuatu yang diharamkan
maka ia boleh mengalami kematian atau nyaris mati.
Wahbah Zuhaili:
 Darurat adalah datangnya suatu keadaan Bahaya atau Kesulitan yang amat
berat pada diri manusia, yang membuat dirinya khawatir akan terjadi kerusakan
atau sesuatu yang menyakiti jiwa dan anggota tubuh, kehormatan (harga diri),
akal, dan harta.
 Apabila kondisi ini terjadi, maka boleh :
1- Melakukan sesuatu yang diharamkan atau
2- Meninggalkan sesuatu yang diwajibkan atau
3- Menunda waktu perlaksanaannya guna menghindari kemudaratan
yang diperkirakan dapat menimpa dirinya sesuai dengan batasan-batasan yang
ditentukan syara'.
PETUNJUK PELAKSANAAN IBADAH

Berdasarkan sejumlah dalil syar’i dan kaidah fiqhiyah


tersebut, maka pelaksanaan ibadah dalam kondisi khusus
(tersebarnya wabah penyakit) seperti sekarang dapat
dilakukan dengan cara-cara yang Maqdur (dapat
dilakukan) dan Ma’mun (aman secara kesehatan).
WUDHU’
1- Wudhu’ dengan mempergunakan air yang suci lagi mensucikan wajib
dilakukan

dalam kondisi normal & sehat

2- Tayammum bisa dilakukan sebagai pengganti wudhu’ dan mandi apabila


terjadi

penghalang tidak dapat menggunakan air dengan ketentuan syar’i.

3- Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudlu atau tayamum) maka

tetap melaksanakan shalat dengan kondisi yang ada (faqid al-thahurain) dan
SHALAT
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori (1050) dari Imron bin Hushain ra
berkata: “Saya pernah kena wasir, maka saya bertanya kepada Nabi SAW, maka
beliau bersabda:
ٍ ‫ فَإِ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَى َج ْن‬، ‫ فَإِ ْن لَ ْم تَ ْستَ ِط ْع فَقَا ِع ًدا‬، ‫صلِّ قَائِ ًما‬ 
 ‫ب‬ َ
“Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak bisa maka duduklah, dan jika tidak
bisa maka shalat dengan berbaring”.
Nasa’i menambahkan:

‫ ال يكلف هللا نفسا إال وسعها‬، ‫فإن لم تستطع فمستلقيا‬ 


“Jika tidak mampu maka dengan terlentang, Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
ATURAN BAGI ORANG SAKIT DALAM
MELAKSANAKAN SHOLAT
1.a. Berdiri Jika Mampu
Bila mampu melaksanakan dengan berdiri, maka lebih utama berdciri.
Boleh dilakukan dengan cara bersandar bila harus bersandar. Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Qais ra :
َ ‫ َذ َع ُمو ًدا فِي ُم‬7‫ َم اتَّ َخ‬7‫س َّن َو َح َم َل اللَّ ْح‬
ُ‫صاَّل ه‬ َ َ‫سلَّ َم لَ َّما أ‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫أَ َّن َر‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬
‫يَ ْعتَ ِم ُد َعلَ ْي ِه‬
Sesungguhnya Rasulullah saw ketika berusia lanjut dan lemah maka
beliau memasang tiang di tempat sholatnya untuk menjadi sandaran.
(HR Abu Daud 948, At Thabrani 25/177) no. 434, Al Hakim 975, lafadznya dari
Abu Daud)
1.b. Jika Tidak Mampu Berdiri Maka Sholat Dengan Duduk
Cara duduk yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah adalah dengan cara bersila,
seperti dalil dari ‘Aisyah :

‫رأيتُ النب َّي صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم يُصلِّي ُمتَ َربِّ ًعا‬
“ Saya telah melihat Nabi SAW melaksanakan shalat dengan duduk tarabbu’ (bersila)”.
(HR An Nasai 1661,Ibnu Khuzaimah 1238, At Thahawi dalam Syarh Musykil al-Atsar
5235)
 Jika duduk tarabbu’ (bersila) tidak bisa dilaksanakan, maka duduk dengan cara iftirasy.
Hadits Wail bin Hujr ra bahwa beliau berkata:

َ ‫صالَ ِة ا ْفتَ َر‬


ْ ُ‫ش ِر ْجلَهُ ْالي‬
‫س َرى‬ َ َ‫سلَّ َم ِح ْي َن َجل‬
َّ ‫س فِ ْي ال‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫َرأَ ْيتُ َر‬
ِ ‫س ْو َل‬
‫ص َب ِر ْجلَهُ ْاليُ ْمنَى‬
َ َ‫َون‬
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika duduk dalam

shalat, beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya


(duduk iftirasy).” (HR. Ibnu Khuzaimah no 691)
1.c. Jika Tidak Mampu Duduk Maka Boleh Berbaring miring di atas janbin
(sisi/samping)
Diutamakan adalah berbaring ke samping (miring). Hal ini dapat menjadikan orang yang
sakit tersebut bisa menghadap ke kiblat. Seperti halnya mayat yang dibaringkan di liang
kubur, dimiringkan menghadap ke arah kiblat.

Bila tidak bisa tidur miring, maka kakinya yang diselonjorkan ke arah kiblat sehingga
tubuhnya mengarah ke kiblat.
Jika itu pun tidak bisa dilakukan krn kesulitan menggeser tempat tidur maupun
menggeser orangnya, maka tidak masalah menghadap ke mana saja. Sesuai firman Allah
:

ْ ‫فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا‬


‫ستَطَ ْعتُ ْم‬
Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-
Taghaabun/64:16)
2. Sholat di atas bumi jika masih mampu, berdasarkan hadits dari Jâbir :
‫ فَأ َ َخ َذ‬،‫سا َد ٍة فَأ َ َخ َذ َها فَ َر َمى بِ َها‬ َ ‫صلِّي َعلَى ِو‬ َ ُ‫ضا فَ َرآهُ ي‬
ً ‫هللا صلى هللا عليه و سلم َعا َد َم ِر ْي‬ ِ ‫س ْو َل‬ ُ ‫أَنَّ َر‬
‫اج َع ْل‬ْ ‫ط ْع َت َوإِالَّ فَأ َ ْو ِم إِ ْي َما ًء َو‬َ َ ‫ست‬
ْ ‫ض إِ ِن ا‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى األَ ْر‬ َ :‫ قَا َل‬،‫صلِّي َعلَ ْي ِه فَأ َ َخ َذهُ فَ َر َمى بِ ِه‬
َ ُ‫ُع ْو ًدا لِي‬
‫ض ِمنْ ُر ُك ْو ِع َك‬ َ َ‫س ُج ْو َد َك أَ ْخف‬
ُ
Rasulullah SAW menjenguk orang sakit lalu melihatnya sholat di atas (bertelekan) bantal,
lalu beliau mengambilnya dan melemparnya. Lalu ia mengambil kayu untuk dijadikan alas
sholatnya, lalu beliau SAW mengambilnya dan melemparnya dan bersabda: “Sholatlah di
atas tanah apabila ia mampu dan bila tidak maka dengan isyarat dengan menunduk (al-
Imâ’) dan menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.”
(HR Al Bazzar dalam Kasyful Astar 1/275, Al Bayhaqi dalam As Sunan AL Kabir 2/306, Abu Na’im dalam
Hilyatul Awliyaa’ 7/92)
Usahakan tubuh langsung duduk di atas bumi, di lantai atau tempat sujud.
Kecuali jika memang tidak mampu untuk duduk di bumi secara langsung, maka
diperbolehkan menggunakan alat untuk tempat sholatnya.
 Jika orang yang sakit masih bisa sujud, maka dia harus sujud seperti yang disyariatkan. Yakni
syariat sujud yang berdasarkan hadits Ibnu Abas Ra :

َ َ‫س ْب َع ِة أَ ْعظُ ٍم ا ْل َج ْب َه ِة َوأ‬


‫شا َر‬ َ ‫س ُج َد َعلَى‬ ْ َ‫سلَّ َم قَا َل أُ ِم ْرتُ أَنْ أ‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫أَ َّن َر‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬
ِ ‫بِيَ ِد ِه َعلَى أَ ْنفِ ِه َوا ْليَ َد ْي ِن َوال ِّر ْجلَ ْي ِن َوأَ ْط َر‬
‫اف ا ْلقَ َد َم ْي ِن‬
Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud pada tujuh
anggota badan: kening -dan beliau menunjuk dengan tangannya pada hidungnya-,
kedua tangannya, dan kedua kakinya, serta ujung kedua kedua telapak kakinya.
(HR Al Bukhori 812, Muslim 490, An Nasai 1097, At Tirmidzi 273, Ibnu Majah 883, Ahmad 2777,
lafadznya dari Muslim)

Jika tidak mampu sujud dengan sempurna, maka sujud menggunakan isyarat.
Yakni isyarat dengan menunduk dan menjadikan sujudnya lebih rendah dari
ruku’nya.
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
NOMOR: 17 TAHUN 2020 TENTANG

PEDOMAN KAIFIAT SHALAT BAGI


TENAGA KESEHATAN YANG MEMAKAI
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SAAT
MERAWAT DAN MENANGANI PASIEN
COVID-19
KETENTUAN HUKUM
1- Tenaga kesehatan muslim yang bertugas merawat pasien
COVID-19 dengan memakai APD tetap wajib melaksanakan
shalat fardhu dengan berbagai kondisinya sesuai dengan
kemampuannya.

2- Dalam kondisi ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum


mulai kerja ia masih mendapati waktu shalat, maka wajib
melaksanakan shalat fardlu sebagaimana mestinya.
3- Dalam kondisi ia bertugas mulai sebelum masuk waktu
zhuhur atau maghrib dan berakhir masih berada di waktu shalat
ashar atau isya’ maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’
ta’khir.

4- Dalam kondisi ia bertugas mulai saat waktu zhuhur atau


maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan shalat
ashar atau isya maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’
taqdim.
5. Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu
dua shalat yang bisa dijamak (zhuhur dan ashar serta maghrib dan
isya’), maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama’.

6. Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu


shalat dan ia memiliki wudlu maka ia boleh melaksanakan shalat
dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD
yang ada.

7. Dalam kondisi sulit berwudlu, maka ia bertayamum kemudian


melaksanakan shalat.
8. Dalam kondisi hadats dan tidak mungkin bersuci (wudlu atau
tayamum) maka ia tetap melaksanakan shalat dengan kondisi
yang ada (faqid al-thahurain) dan tidak wajib mengulangi
shalatnya (i’adatu al-shalah).

9. Dalam kondisi APD yang dipakai terkena najis, dan tidak


memungkinkan untuk dilepas atau disucikan maka ia melaksanakan
shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan wajib mengulangi
shalat (i’adatu al-shalah) usai bertugas.
1- Workshop Fikih Kebencanaan 3- FATWA
Yogyakarta, 25 Juni 2014 MAJELIS ULAMA INDONESIA
Dr. Muhammad Khaeruddin Hamsin, MA Nomor: 17 Tahun 2020
Majilis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Tentang
2- BAYAN DEWAN SYARIAT PUSAT PEDOMAN KAIFIAT SHALAT BAGI
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TENAGA KESEHATAN YANG MEMAKAI
NOMOR : 73/B/K/DSP-PKS/1441H ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SAAT
MERAWAT DAN MENANGANI
TENTANG FIKIH IBADAH DI SAAT DARURAT
(MUNCULNYA WABAH CORONA
PASIEN COVID-19
4- Fiqih Islam wa Adillatuhu Dr. Wahbah
Zuhaili

Anda mungkin juga menyukai