Anda di halaman 1dari 14

P – ISSN : 2503 – 3816

E – ISSN : 2686 – 2018

Vol. 7, No. 1, April 2023, hlm. 449-462


DOI : 10.37274/rais.v7i1.685

Wakaf Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

Zaldi*1, Dhiauddin Tanjung2


1Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Indonesia
2Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia
*zaldi@umsu.ac.id

Abstrak
Artikel ini menjelaskan tentang pentingnya wakaf dari sudut pandang hukum Islam yang
merupakan dasar hukum untuk pelaksanaannya. Wakaf merupakan sumber terpenting dalam
kehidupan manusia terutama bagi umat Islam karena wakaf dapat menjadi modal utama dalam
menggerakkan ekonomi masyarakat untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan umat
dengan syarat-syarat apabila aturan hukum yang mengaturnya memihak kepada kepentingan
umat dan Nazir wakaf dapat memobilisasi sumber-sumber wakaf dari umat Islam dan
mendistribusikannya dengan benar serta membangun infrastruktur yang berkesinambungan
sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi seluruh rakyat.
Kata kunci : Hukum Islam; Kesejahteraan Umat; Nazir; Wakaf

Abstract
This article explains the importance of waqf from the point of view of Islamic law which is the legal
basis for its implementation. Waqf is the most important source in human life, especially for Muslims
because waqf can be the main capital in driving the community's economy to achieve prosperity and
welfare of the people with conditions if the legal rules governing it are in favor of the interests of the
people and Nazir waqf can mobilize waqf sources from Muslims and distribute it properly and build
sustainable infrastructure so as to provide long-term benefits for all people.
Keywords: Islamic Law; Nazir; People's Welfare; Waqf

I. PENDAHULUAN
Wakaf dalam Hukum Islam merupakan bagian terpenting dalam muamalah maliyah
(harta benda) untuk menjaga hubungan baik sesama manusia, Allah menciptakan
manusia untuk dapat saling mencintai dan saling memberi untuk mereka yang
membutuhkan sehingga wakaf dapat dijadikan sarana berbagi rezeki yang dilimpahkan
Allah bagi manusia untuk mensejahterakan umat.

Diserahkan: 23-01-2023 Disetujui: 27-02-2023 Dipublikasikan: 28-04-2023

449
Zaldi, Tanjung

Wakaf sangat berkaitan erat dengan hukum Islam dan hukum Nasional di suatu
negara dimana hukum Islam menjadi dasar hukum pelaksanaan wakaf dengan aturan-
aturan tertentu antara lain adanya rukun dan syarat-syarat pelaksanaan untuk sahnya
suatu amalan berupa wakaf, sementara hukum nasional atau hukum positif tentang
wakaf disuatu negara merupakan aturan-aturan yang diterapkan untuk pengelolaan dan
pengembangan wakaf tersebut secara berkesinambungan agar tercapai tujuan untuk
pemberdayaan ekonomi umat sehingga terwujud masyarakat yang sejahtera, adil dan
makmur.
II. PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Wakaf


Penentuan kapan istilah wakaf untuk pertama sekali terdapat perbedaan para
ulama yang disebabkan tidak ditemukan sumbernya dari kitab-kitab fikih yang secara
khusus menyebutkannya. Mereka sepakat bahwa Wakaf belum dikenal dan belum
diketahui sejak zaman sebelum kelahiran Nabi Muhammad walaupun dalam praktek
sehari-hari konsep wakaf sudah dilaksanakan sejak lama seperti pada zaman
pemerintahan Ramses II di Mesir dimana pengelolaan tanah kerajaan dan tanah milik
orang kaya diserahkan khasilnya untuk kepentingan para tokoh agama pada masa
itu(Septyaningdiyah Setyorini, 2022).
Imam Syafii berpendapat bahwa tidak ada petunjuk bahwa pada zaman Jahiliyah
masyarakatnya mereka pernah melakukan hal tersebut dengan alasan tidak ada bukti
mereka pernah menghibahkan rumah atau tanahnya untuk kepentingan masyarakat.
Karena itu beliau berpendapat bahwa wakaf hanya dimiliki oleh umat Islam(Abdul
Halim, 2005).
Pendapat serupa datang dari Imam An-Nawawi yang menyatakan bahwa wakaf
belum diketahui, terutama untuk umat Islam dimana pada masa sebelum datangnya
Islam. Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa istilah wakaf muncul setelah lahir dan
berkembangnya Islam. Kemudian menjadi lebih populer setelah Nabi Muhammad SAW
mempraktekkannya secara langsung. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits
diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab memiliki tanah di kota Khaibar dan kemudian
bertanya kepada Rasulullah, "Apa yang Anda katakan kepada saya wahai Rasulullah,

450 Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023


Wakaf Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

tentang tanah yang saya miliki ini? " “Kemudian Rasulullah SAW bersabda : Jika kamu
mau, peliharalah bumi (asalnya) dan bersedekahlah dari keuntungannya!”. Maka di
bawah bimbingan Rasulullah, Umar mewakafkan hartanya dengan syarat tidak menjual
tanahnya, tidak memberikan kepada orang lain, dan tidak menjadi warisan. (Hadis
Bukhari Muslim)(Saltanera, 2010). Berdasarkan hadits ini para ulama sepakat bahwa
syariat wakaf dimulai pada saat ini. (Choirun Nissa, 2017)

B. Pengertian Wakaf Menurut Bahasa


Wakaf bentuk dasar atau turunan dari kata kerja waqafa yang terkadang
membutuhkan objek (muta'addi) dan tidak membutuhkan objek (lazim). Sinonim dari
kata waqafa adalah Habs yang berarti berhenti, menahan atau diam. Kedudukan yang
sama juga dalam arti etimologis wakaf: “Wakaf, yang berasal dari istilah bahasa Arab
(jamak awkaf) merujuk pada harta milik yayasan Islam, dan secara lebih luas, juga berarti
harta yang diciptakan dengan cara demikian. dari bahasa arabnya berhenti, yaitu
berhenti diperlakukan sebagai milik bersama dan harta itu dinamai mauquf(Laila Nisfi
Ayuandika, 2022).
Makna penghentian ini, dalam pengertian Ilmu tajwid, adalah tanda berhentinya
bacaan Al-Qur'an namun jika dikaitkan dengan ibadah haji berarti wukuf, artinya
berdiam diri dan tetap berada di padang Arafah pada hari ke-9 Zulhijjah., dalam
kaitannya dengan harta berdasarkan hukum Islam disebut ibadah wakaf. Secara khusus,
istilah Habs atau ahbas sering digunakan oleh umat Islam di Afrika bagian Utara dan
Barat yang mayoritas bermazhab Maliki memaknainya sebagai habis atau tersimpul,
artinya memelihara(Abdul Halim, 2005).
Dalam kitab fikih, wakaf berarti pengalihan kepemilikan jangka panjang kepada
seseorang atau nazir (wali amanat atau kepala wakaf) atau dewan, dengan ketentuan
pendapatan atau hasilnya digunakan sesuai syariat Islam. Sehingga benda yang
diwakafkan bukan milik pewakaf lagi, bukan milik pengelola (nazir), melainkan milik
Allah (hak rakyat).
Pengertian wakaf secara etimologi atau linguistik, yaitu memiliki harta dan
menggunakan hasilnya menurut syariat Allah, sebagaimana tersebut di atas. Tujuannya

Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023 451


Zaldi, Tanjung

adalah menghentikan mencari keuntungan dan menggantinya dengan amal shalih sesuai
tujuan dari wakaf tersebut. Menghentikan semua aktivitas yang semula diperbolehkan
atas harta antara lain menjual, menghibahkan, dan memperdagangkannya maka tidak
diperbolehkan, hanya untuk kepentingan agama, tidak untuk memenuhi kebutuhan
wakif atau orang lain.

C. Pengertian Wakaf menurut istilah


Wakaf mengandung banyak pengertian yang terdapat dalam kitab-kitab fikih
klasik. Sebagai pendekatan untuk memahami, perlu untuk melihat pendapat mereka
masing-masing. Dalam bukunya Fiqh AsSunnah, Sayyid Sabiq mengatakan dengan
bahasa yang sederhana namun padat: “Habasul Ahlul maal wa tasybilusshamarah fi
sabilillah.” yaitu menjaga sumber kekayaan (harta pokok) dan mewakafkan hasilnya
serta menggunakannya di jalan Allah. Sayydi Sabiq menggunakan kata Habs dan tasybiil
dari wakaf yang artinya memiliki harta dan tasbilussamarah atau mewakafkan hasilnya.
Dalam kitab Al-Ahwalus Syakhsiyah, Muhammad Mughnoiyah menyatakan wakaf sebagai
pemberian yang mensyaratkan pelestarian harta asli dan menyumbangkan pendapatan
dengan cara yang bermanfaat.
Muhammad Musthafa Tsalaby pada kitabnya Al Ahkamul Washaya Wal awqaf
menyampaikan pendapat para imam Mazhab. Antara lain menurut Imam Hanafi, wakaf
menampung barang-barang milik pemilik wakaf dan menyumbangkan manfaatnya
(untuk tujuan amal dan manfaat di masa sekarang dan masa depan). Menurut beliau,
harta wakaf tidak dipisahkan dari harta wakif, meskipun ia dapat mengambilnya kembali
dan menjualnya. Karena wakaf itu legal, maka wakaf tidak wajib, begitu pula dengan
peminjaman ('ariyah).
Menurut Imam Malik, wakaf adalah retensi keterikatan (proses peradilan, seperti
penjualannya) terhadap harta yang dimiliki, dan objeknya tetap dalam kepemilikan wakif
dan menghasilkan hasil untuk kepuasan kebutuhan yang baik. , sedangkan Imam Syafii
dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa wakaf adalah penyitaan dan penahanan harta
dan hibah hasil dan pengalihan harta dari orang yang memberikan wakaf kepada orang
yang menerima wakaf dan tidak dapat bertindak mauquf alaih . Terhadap rumusan

452 Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023


Wakaf Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

wakaf ini wakaf adalah ibadah yang diwajibkan. Wakaf sah jika orang yang memegang
wakaf (wakif) menyatakan pernyataannya. “Saya akan memberikannya meski tanpa
keputusan hakim. Begitu harta itu menjadi harta wakaf, pemilik wakaf tidak berhak
atasnya, sekalipun harta itu tidak berada di tangannya (mungkin dia juga bertindak
sebagai nazirr wakaf).
Selain pengertian fikih dari ijtihad para Imam Mazhab diatas, khususnya di
Indonesia, bentuk wakaf tertuang pada Peraturan Pemerintah/ PP nomor 28/1977
menjelaskan bahwa Wakaf diartikan sebagai perbuatan hukum pribadi atau badan
hukum untuk mengalokasikan sebagian harta benda berupa tanah dan
memanfaatkannya untuk kepentingan ibadah yang langgeng atau kepentingan umum
lainnya menurut ajaran Islam.
Selain PP diatas, Wakaf juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana
pengertian wakaf tidak hanya berlaku untuk tanah pribadi seperti dalam PP di atas.
Dalam KHI tersebut disebutkan bahwa Wakaf merupakan perbuatan hukum oleh seorang
atau lebih atau badan hukum yang menyisihkan sebagian hartanya dan menetapkannya
untuk selamanya untuk tujuan ibadah dan kemanfaatan umum menurut syariat
Islam(M.Wahib Aziz, 2017).
Pada PP diatas dan KHI terdapat dua perbedaan yaitu pada PP dijelaskan bahwa
Wakaf dikhususkan untuk tanah pribadi, sedangkan KHI pada umumnya tidak
mengkhususkan pada objek-objek tertentu, asalkan bersifat tetap, langgeng dan
melembagakannya untuk selama-lamanya. Keduanya hanyalah perbedaan redaksi.
Adapun pada Undang-Undang Wakaf menyatakan wakaf dimaknai perbuatan seorang
pewakaf menyisihkan sebagian hartanya untuk digunakan selamanya atau waktu
terbatas tergantung keperluannya dengan tujuan ibadah dan/atau kesejahteraan
masyarakat berdasarkan Syariah.

D. Hukum Islam tentang Wakaf


AlQuran dan Hadits. Al-Qur'an hanya menyebutkannya secara umum tentang wakaf
, tidak secara spesifik. Para ulama menafsirkan ayat-ayat umum ini sebagai dasar dari
hukum wakaf. Diantaranya ayat mengenai sedekah, infak dan nafkah. Mereka

Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023 453


Zaldi, Tanjung

menafsirkan wakaf termasuk dalam cakupan ayat-ayat sebagai berikut(Abdul Halim,


2005) : Tentang menafkahkan harta dan memberikan harta yang baik-baik saja kepada
orang lain disebutkan dalam QS Al Baqarah ayat 267 serta pada ayat 261 berupa
perumpamaan mereka yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah akan mendapatkan
balasan berlipat ganda demikian juga pengertian wakaf dapat juga dimaknai sebagai Al-
Birrun yaitu suatu kebajikan dalam surat Ali-Imran ayat 92.
Adapun Hadits yang menjadi dasar hukum wakaf antara lain berdasarkan Hadits
Al-Bukhari Nomor 2565 mengenai tanah Umar bin Khattab di Khaibar sebagaimana
keterangan diatas”(Saltanera, 2010).

E. Peraturan Wakaf di Indonesia


Peraturan perwakafan di Indonesia yang sah setelah kemerdekaan tertuang dalam
Pasal 49 Undang-Undang No. 5 tahun1960 (UU PokokAgraria) yang mengatur ketentuan
sebagai berikut. 1) Tanah negara dengan hak pakai dan penghasilannya dapat diberikan
untuk kepentingan ibadah dan lainnya yang ditentukan pada Pasal 14. 2) Tanah wakaf
yang dilindungi dan diatur dengan PP. Dalam UU ini belum dijelaskan secara rinci tentang
wakaf karena dibutuh Peraturan Pemerintah lainnya untuk menjelaskannya. PP yang
diharapkan baru terbit 17 tahun sesudahnya setelah PP No. 28 tahun 1977 berlaku pada
17 Mei 1977. Dalam kurun waktu tersebut tentunya digunakan peraturan-peraturan
yang dahulu berlaku, antara lain Bijblad-bijblad No. 6196 tahun1905, No. 12573
tahun1931, No. 13390 tahun1934 dan No. 13480 tahun1935 berikut ketentuan-
ketentuan pelaksanaannya(Siska Lis Sulistiani, 2017).
PP No. 28 tahun1977 memuat pengertian wakaf adalah lembaga keagamaan yang
dapat disebut sebagai sarana untuk mengembangkan kehidupan beragama, khususnya
kaum muslimin untuk kesejahteraan lahir dan batin mewujudkan masyarakat adil,
makmur dan sejahtera. Peraturan yang ada sebelum lahirnya PP ini tidak menjawab
kebutuhan metode wakaf yang tepat dan membuka jalan bagi berbagai permasalahan
wakaf. Oleh karena itu, berlakunya PP ini mengasumsikan tidak berlakunya ketentuan-
ketentuan sebelumnya, terutama yang tidak sejalan dengan PP tersebut. Hal-hal yang
tidak diatur dalam PP ini diatur dalam peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam

454 Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023


Wakaf Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

Negeri sesuai dengan tugasnya. PP ini memberikan dukungan hukum formal dan rinci
kepada umat Islam untuk wakaf. Hal ini tentunya berlaku untuk PP secara lebih luas,
bukan hanya Jawa dan Madura saja, tetapi seluruh Indonesia(Siska Lis Sulistiani, 2017).
PP terdiri dari 7 bab dan 18 pasal. Bab I adalah peraturan umum. Bab ini berisi satu
pasal yang menjelaskan tentang kata wakaf,wakif, ikrar dan nazir. Pasal 1(1)
menerangkan istilah wakaf sebagai perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
menyisihkan sebagian hartanya dalam bentuk hak milik dan menginvestasikannya secara
permanen untuk kepentingan keagamaan atau kepentingan umum lainnya menurut
Islam. Hal ini menekankan bahwa kegiatan wakaf dapat dilakukan oleh perorangan atau
badan hukum yang menghibahkan tanahnya untuk tujuan keagamaan. Adapun tanah
wakaf yang telah diberikan sebelumnya tidak dapat dicabut karena keputusan ini
menegaskan bahwa wakaf itu abadi (Moh. Mujibur Rohman, 2022).
Selain itu, ketentuan wakaf diatur dalam KHI dalam Pasal 215(1) KHI, wakaf
didefinisikan sebagai perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan
hukum yang menyisihkan sebagian hartanya dan melembagakannya untuk keperluan
ibadah yang tetap atau keperluan umum lainnya menurut ajaran Islam. Pengertian wakaf
dalam KHI tidak berbeda jauh dengan pengertian wakaf dalam PP 28 tahun 1977. Namun,
ada perbedaan definisi redaksional wakaf antara keduanya. Perbedaannya adalah pada
klausa tambahan “atau sekelompok orang”, frasa “bagian dari hartanya” diganti dengan
kata “harta miliknya berupa tanah perseorangan” dan frasa “untuk kepentingan ibadah”
diganti dengan frasa "untuk kepentingan ibadah". Pada dasarnya kedua definisi tersebut
memiliki arti yang sama. Hanya penambahan “atau sekelompok orang” yang dapat
memberikan arti bahwa KHI memperbolehkan beberapa orang dalam kelompok yang
sama untuk berdonasi(Ahmad Mujahidin, 2021).
Peraturan hukum terpenting tentang wakaf adalah lahirnya UU No. 41 Tahun 2004
yang menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum dimana seorang wakif
mengalokasikan dan/atau mengalokasikan sebagian dari hartanya untuk digunakan
secara tetap atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan hartanya. dukungan untuk
ibadah dan/atau kesejahteraan umum di bawah hukum Syariah(Dewi Sri Indriati, 2017).

Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023 455


Zaldi, Tanjung

Pengertian undang-undang ini mengandung ungkapan yang belum pernah ada


sebelumnya, yaitu “pada waktu tertentu”. Kalimat ini menunjukkan perubahan penting
fiqh wakaf di Indonesia. Sebelumnya wakaf selalu diartikan dengan transfer dana
selamanya, namun dalam hukum Indonesia terbaru bisa saja seseorang memberikan
hartanya kepada pengelola wakaf untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu,
misalnya satu tahun. Setelah satu tahun, harta itu kembali kepada wakif(Laila Nisfi
Ayuandika, 2022).
Perubahan perspektif di atas tidak lepas dari dinamika fikih wakaf . Dalam mazhab
Syafi'i, wakaf berarti mendedikasikan harta kepada Tuhan sehingga hak milik orang
beralih ke milik Tuhan. Karena bukan lagi milik rakyat, tidak ada alasan untuk
mengembalikan kekayaan kepada rakyat. Penyerahan harta kepada Allah dilakukan satu
kali dan tidak dapat ditarik kembali. Sebaliknya, fikih Maliki menekankan bahwa harta
wakaf tidak menghilangkan hak milik manusia atau wakif. Wâkif tidak boleh
menggunakan harta wakaf (tasharruf) selama periode wakaf. Namun, ketika waktunya
berakhir, wakif berhak menggunakan harta tersebut seperti semula. Senada dengan
Maliki, Hanafi menekankan bahwa wakaf itu seperti pinjaman. Setelah masa pinjam
habis, harta wakaf dikembalikan kepada wakif(M.Wahib Aziz, 2017).
Pengertian wakaf dalam PP 28/1977 dan KHI difahami sebagai aliran fikih Mazhab
Syafi, sedangkan dalam UU Wakaf bernuansa ijtihad dari Mazhab Maliki dan Hanafi.
Hukum wakaf di Indonesia mengikuti perubahan dan tuntutan zaman serta
menunjukkan kearifan masyarakat Indonesia mayoritas muslim dalam menyikapi
perubahan zaman. Begitu pula keluarnya Peraturan Pemerintah No. 42/2006 pada pasal
1 (1) bahwa pengertian wakaf sama sebagaimana pengertian wakaf dalam UU
41/2004(M.Wahib Aziz, 2017)

F. Konsep Nazir (Pengelola Zakat) berdasarkan Hukum Positif


Konsep Nazir pada UU 5/1960 tidak ada penjelasan tentang nazir dalam undang-
undang ini. Definisi Nazir tercantum dalam PP 28 tahun 1977, dalam Pasal 1 (4) sebagai
berikut. Nazir adalah sekelompok pribadi atau badan hukum yang bertugas memelihara
dan mengelola wakaf yang selanjutnya bertambah lagi dengan nazir organisasi (Ahmad

456 Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023


Wakaf Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

Mujahidin, 2021). Tugas utama nazir adalah memelihara dan mengelola benda wakaf
dengan syarat-syarat nazir diatur dalam pasal 6 menjelaskan jika nazir adalah
sekelompok orang, syaratnya adalah sebagai berikut: a) WNI; b) Islam; c) dewasa; d)
sehat jasmani dan rohani; e) mandiri; f) berdomisili didaerah tanah yang dihibahkan. Jika
nazir berbentuk badan hukum, syaratnya: a) berbadan hukum dan berkedudukan di
Indonesia; b) memiliki perwakilan di kabupaten tempat tanah wakaf berada(Ahmad
Mujahidin, 2021).
Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa syarat nazir golongan orang lebih
dominan dari pada badan hukum, disebabkan nazir perseorangan unsur kepribadian
menjadi sangat penting untuk mengelola wakaf tersebut. Sementara nazir badan hukum,
kepribadian seseorang tidak terlalu penting karena merupakan usaha dari sekelompok
orang yang berserikat untuk mengelola wakaf tersebut sehingga benda wakaf relatif lebih
mudah dan aman dalam melindungi benda wakaf disebabkan keterlibatan individu
sangat minim. Selain itu, Pasal 7 dan 8 menjelaskan tugas dan hak nazir sebagai berikut.
Pasal 7 menyatakan: (1) Nazir wajib mengurus dan menguasai harta benda wakaf beserta
penghasilannya menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Agama, (2) Nazir harus
melaporkan secara rutin segala hal yang berkaitan dengan harta benda wakaf sesuai
dengan ayat (1); Menurut ayat 3, tata cara penyusunan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 ditetapkan oleh Menteri Agama. Pasal 8 menyatakan bahwa Nazir berhak atas
penghasilan dan hibah yang besar dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri Agama. Kedua
pasal di atas menyatakan hak dan kewajiban seorang nazir dengan tugas utamanya
adalah memantau dan mengelola benda wakaf, kemudian melaporkan secara rutin.
Setelah dilaporkan maka nazir berhak atas haknya(Ahmad Mujahidin, 2021).
KHI memuat persyaratan nazir kelompok dan badan hukum serta tugas dan
tanggung jawabnya. Topik yang sedikit berbeda adalah masalah hukum dimana nazir
berhak mendapat hasil dan jasa yang besarnya berdasarkan usulan dari Majelis Ulama
Daerah dan Kantor Urusan Agama setempat. Di PP 28, hak nazir menunggu perintah
Menteri Agama, sedangkan di KHI, hak nazirr berdasarkan usul majelis ulama kecamatan
dan KUA. Dengan demikian, negosiasi antara nazir, Majelis Ulama dan KUA menentukan
jumlah hak nazir yang sesuai(Laila Nisfi Ayuandika, 2022).

Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023 457


Zaldi, Tanjung

UU No. 41 tahun 2004 dibahas secara rinci mulai pasal 9 sampai 12. Dalam Pasal 9,
jenis nazir dibagi menjadi tiga yaitu perorangan, organisasi, dan badan hukum. Pasal 10
dijelaskan syarat-syarat nazir orang perseorangan dengan syarat-syarat : a) WNI; (b)
Islam; c) dewasa; (d) dipercaya; e) sehat fisik dan mental; dan f) tidak dicegah untuk
melakukan tindakan hukum. Sesuai dengan tugas yang dijelaskan dalam Pasal 11, Nazir
harus memiliki tugas sebagai berikut: a) mengelola dana wakaf; b) mengembangkan
harta benda wakaf sesuai dengan tujuannya; c) mengontrol dan melindungi harta benda
wakaf; d) laporan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI). Setelah
memenuhi kewajibannya, ia berhak atas hak sebesar 10%. Hal ini diatur dalam Pasal 12
di bawah ini. Pasal 12 berbunyi : Dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Nazir dapat menerima imbalan dari hasil bersih pengelolaan harta
wakaf, tidak lebih dari 10% (sepuluh persen)(Ahmad Mujahidin, 2021).
Dalam Pasal 12 ini, ditegaskan bahwa nazir berhak atas 10% setelah pemanfaatan
harta benda wakaf produktif. Jika nazir tidak dapat menguasai harta wakaf, dia tidak
akan mendapat bagian karena dia tidak dapat mengambil harta wakaf untuk dirinya
sendiri. 10% sebagai hak nazir dari hasil bersih usaha dari benda wakaf tersebut..
Misalnya, aset wakaf yang berjumlah 1 miliar yang produktif di sektor keuangan maupun
riil saat itu dan menghasilkan 100 juta. Maka nazir dapat menerima sampai 10% dari
haknya atau dalam hal ini sampai dengan 100 juta. Aturan hak nazir akan menciptakan
nazir profesional untuk mengelola wakaf. Saat ini profesi nazir cukup memberikan
harapan bagi setiap orang yang ingin berprofesi sebagai nazir dan tidak kalah dengan
profesi populer lainnya(Ahmad Mujahidin, 2021).
PP 42/2006 menjelaskan nazir sebagai pembahasan utama. Ada 13 pasal secara
berurutan menjelaskan tentang jenis, tugas dan kewajiban, serta masa bakti nazir. Pasal
2 menjelaskan jenis nazir yang terdiri dari nazir perseorangan, organisasi, dan badan
hukum. Pasal 4 menjelaskan tentang jumlah nazir perseorangan yang terdiri paling
kurang 3 orang dan diantara mereka harus bertempat tinggal di kecamatan tempat
pengelolaan wakaf. Selain itu, Pasal 5 menjelaskan berakhirnya status nazir karena: a)
wafat; b) cacat permanen; c) mengundurkan diri; atau (d) masa BWI telah berakhir.
Mengenai nazir organisasi, hal ini dijelaskan dalam Pasal 7. Pasal ini menegaskan bahwa

458 Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023


Wakaf Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

nazir organisasi harus didaftarkan pada menteri dan BWI melalui KUA setempat. Adapun
yang dimaksud dengan organisasi adalah organisasi di bidang sosial yang berhubungan
dengan kepentingan masyarakat antara lain ; pendidikan dengan persyaratan: a)
pengurus memenuhi syarat perseorangan; b) diantara pengurus bertempat tinggal di
kabupaten/kota tempat objek wakaf; c) organisasi memiliki: akta pendirian dan AD dan
ART , daftar anggota tim manajemen, program kerja pengembangan wakaf, daftar harta
kekayaan yang yang dipisahkan dari harta benda wakaf atau milik organisasi dan laporan
yang akan diaudit. Dalam Pasal 14 dijelaskan periode Nazir 5 (lima) tahun dan dapat
dipilih lagi jika selama melaksanakan tugas sebelumnya memiliki kinerja yang baik
sesuai aturan hukum yang berlaku dan pengangkatannya oleh BWI (Ahmad Mujahidin,
2021).
Seorang nazir profesional diwajibkan untuk mengelola semua jenis wakaf, karena
bertanggungjawab dan berkewajiban memelihara, mengembangkan wakaf dan
mengarahkan hasil atau manfaat wakaf kepada tujuan wakaf berada pada natir.
Menurut UU Nazir bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan harta wakaf
sesuai dengan tujuannya serta mengontrol dan menjaga harta wakaf dengan membuat
laporan pemenuhan kewajiban kepada Badan Wakaf Indonesia.
Hasil penelitian dari Pusat Kajian Agama dan Budaya Jakarta , menyatakan hanya
16% nazir bekerja penuh waktu, sementara mayoritas Nazir, yaitu 86%, mengakui
bahwa menjadi seorang Nazir adalah pekerjaan sampingan. Sebagian besar 33% Nazir
adalah pegawai negeri, 26% petani/nelayan, 16% guru/dosen, 10% pengusaha, 6%
pengelola masjid, 6% pekerja BUMN dan politisi, Polri/TNI dan pekerja swasta 1% Hal
ini tentu saja sangat mempengaruhi pengelolaan wakaf yang tidak memiliki kontribusi
nyata bagi masyarakat. Dana wakaf dapat membantu bermacam-macam kegiatan
masyarakat baik umum maupun pribadi. Oleh karena itu, penggunaan dana yang timbul
dari pengelolaan wakaf dapat menjadi peluang ekonomi yang menarik sebagai sumber
permodalan finansial pada masyarakat (Ahmad Mujahidin, 2021).

Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023 459


Zaldi, Tanjung

G. Peranan Wakaf untuk Kesejahteraan


Wakaf bagian terpenting dari sistem ekonomi Islam. Wakaf adalah sarana utama
tersebarnya harta-kekayaan kaum muslimin yang kaya untuk masyarakat yang
membutuhkannya. Melalui wakaf kekayaan tidak terkonsentrasi untuk segelintir orang
saja tetapi memungkinkan untuk dibagikan kepada mereka yang benar-benar
memerlukannya. Dalam Islam, wakaf adalah ibadah, sedangkan dalam ekonomi, wakaf
merupakan sarana penting untuk mencapai kesejahteraan sehingga kehidupan
ekonomi dalam Islam merupakan rangkaian terpenting hubungan manusia kepada
Allah begitu pula hubungan baiknya kepada sesama manusia (Ahmad Mujahidin, 2021).
Wakaf hanya dimiliki oleh umat Islam yang membedakan hukum Islam dari
hukum lain sejak masa kenabian Muhammad. Dengan wakaf tercipta lembaga ekonomi
dengan kandungan nilai yang tinggi yang berkesinambungan serta penerapan hukum
yang tidak ada persaingan dengan bangsa lain. Di balik kenyataan ini adalah kehadiran
beberapa orang kaya yang menyumbangkan kekayaannya untuk jalan kebaikan,
berguna untuk melindungi kekayaan dari kemungkinan penyalahgunaan oleh penguasa
selanjutnya (M.Wahib Aziz, 2017).
Ada beberapa data dari penggunaan wakaf dalam bentuk uang untuk
meningkatkan kesejahteraan umat. Pertama, dengan wakaf uang, harta benda wakaf
dapat diperlakukan sebagai tanah bebas yang dapat diatur untuk kepentingan produktif
melalui berbagai kegiatan ekonomi. Kedua, wakaf tunai menjadi alternatif pembiayaan
lembaga pendidikan seperti madrasah, pesantren dan lain-lain sehingga bisa lebih
mandiri dengan sumber keuangan ini (Dewi Sri Indriati, 2017)
Wakaf memberikan jalan keluar untuk mengembangkan harta menjadi lebih
produktif bagi masyarakat dan mengurangi keserakahan orang kaya. Secara khusus,
wakaf menjadikan masyarakat peduli terhadap orang lain dan generasi umat manusia
dimasa depan. Kegiatan ini merupakan rekomendasi hukum Islam sebagai kebutuhan
semua manusia tidak hanya bagi umat Islam. Praktik wakaf sosial, peran dan penerapan
wakaf dalam mewujudkan kesejahteraan manusia akan berkesinambungan dan terus
mengalami kemajuan yang pesat sehingga menumbuhkan percepatan ekonomi bagi
negara-negara yang melaksanakannya (Dewi Sri Indriati, 2017).

460 Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023


Wakaf Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

Wakaf juga digunakan untuk membangun kawasan strategis dan pusat komersial
di kota-kota besar di negara-negara Islam. Sedangkan untuk di luar kota, pendapatan
dari lahan pertanian melimpah, terutama lahan pertanian di dekat kota dan
pemukiman penduduk. Di Mesir pada awal abad ke-19, lahan pertanian merupakan
sepertiga dari total lahan pertanian. Begitu pula wakaf gedung dan pusat perbelanjaan
di perkotaan sangat besar, antara lain pembangunan masjid, panti asuhan, sarana
pendidikan dan kesehatan, dan lainnya. Sebagai contoh dalam hal ini adalah fenomena
wakaf di Mesir sangat produktif juga terjadi di beberapa wilayah lain. negara -negara
muslim Misalnya, di Turki, bagian tanah pertanian dalam jumlah total tanah pertanian
juga sepertiga ketika Turki menjadi republik hanya pada kuartal pertama abad ke-
20. Tanah wakaf yang begitu besar juga bertanggung jawab atas kekayaan rakyat
Suriah, Palestina, Irak, Aljazair, Maroko, dan Arab Saudi(Ahmad Mujahidin, 2021).
Paradigma pengelolaan wakaf yang mandiri, produktif dan efisien merupakan
dambaan untuk menjadikan masyarakat madani yang sejahtera sudah dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW pada empat belas yang silam dimana beliau meminta Umar
bin Khattab untuk menghibahkan tanah miliknya di Khaibar. Perintah Nabi sangat
singkat, yaitu: “lestarikan (wakaf) yang pertama (tanah) dan berikan hasil dalam amal”.
Berdasarkan hadits tersebut, dana wakaf diharapkan memberikan kontribusi yang
langgeng kepada masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan
kesejahteraan manusia(Moh. Mujibur Rohman, 2022).

III. KESIMPULAN
Wakaf merupakan ibadah maliyah yang dapat dilakukan setiap muslim, aturan
hukumya sudah dimuat dalam AlQuran dan Hadits serta hukum dan peraturan di
Indonesia. Apabila wakaf dapat dikelola secara baik akan memberikan harapan untuk
kemajuan suatu bangsa dan negara dengan tingkat kesejahteraan yang meningkat bagi
seluruh lapisan masyarakat.

Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023 461


Zaldi, Tanjung

IV. DAFTAR PUSTAKA


Abdul Halim. (2005). Hukum Perwakafan di Indonesia (Mhd.Rasidin (ed.); Cetakan I).
Ciputat Press.
Ahmad Mujahidin. (2021). Hukum Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan
Sengketanya (Edisi Pert). Penerbit Kencana.
Choirun Nissa. (2017). Sejarah, Dasar Hukum dan Macam-macam Wakaf. Tazkiya Jurnal
Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol.18(No.2), 205–219.
Dewi Sri Indriati. (2017). Urgensi Wakaf Produktif dalam Pembangunan Ekonomi
Masyarakat. Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, Vol.15(No.2), 94–114.
Laila Nisfi Ayuandika, dkk. (2022). Urgensi Pencatatan Wakaf menurut Hukum Positif.
Tahkim; Jurnal Peradaban Dan Hukum Islam, Vol.5(No.1), 59–77.
M.Wahib Aziz. (2017). Wakaf Tunai dalam Perspektif Hukum Islam. Internqational
Journal Ihya’’Ulum Al-Din, Vol.19(No.1), 1–24.
Moh. Mujibur Rohman. (2022). Fiqh Wakaf Progresif: Wakaf Tunai (Cash Waqf) di
Indonesia dalam Memberdayakan Ekonomi Umat Berbasis Maqashid Ibn ’Asyur.
Al-Muamalat: Jurnal Ilmu Hukum & Ekonomi Syariah, Vol,VII(No.1), 31–53.
Saltanera. (2010). Ensiklopedi Hadits-Kitab 9 Imam.
Septyaningdiyah Setyorini, R. R. K. (2022). Sejarah Wakaf dalam Islam dan
Perkembangannya. Jurnal Al-Ibar : Artikel Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Volume 1(Nomro 1), 1–12.
Siska Lis Sulistiani. (2017). Pembaruan Hukum Wakaf di Indonesia (Nurul Falah Atif
(ed.); Cetakanj K). PT Refika Aditama.

462 Rayah Al-Islam, Vol. 7, No. 1, April, 2023

Anda mungkin juga menyukai