Anda di halaman 1dari 7

1

Problematika Tanah Wakaf di Jawa Barat Yang Tidak


Tersertifiaksi

Mata Kuliah: Hukum Islam

Sonya Hermina Kusumaning Maruru

NIM: E21010014
2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perwakafan di Indonesia kini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini

ditandai dengan banyaknya masyarakat Indonesia khususnya bagi yang menganut agama

islam mulai berbondong-bondong untuk mewakafkan sebagian dari harta - harta mereka.

Karena sudah banyak orang-orang muslim yang sudah mulai timbul kesadaran tentang

pentingnya manfaat berwakaf . Tanah wakaf di samping untuk tujuan ibadah keagamaan

seperti untuk Masjid, Perkuburan, atau Pesantren. Tanah wakaf juga dapat difungsikan untuk

berbagai macam kepentingan umum lainnya dalam Hukum Islam, baik Puskesmas maupun

gedung-gedung pemerintahan dll. Dengan arti kata bahwa dalam pemanfaatannya tanah

wakaf dapat dipergunakan sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat demi tercapainya

masyarakat yang adil dan makmur.

Masyarakat belum sepenuhnya memberikan perhatian terhadap peraturan-peraturan

dalam pelaksanaan wakaf terutama bagi mereka yang melakukan atau memberikan wakaf.

Hal ini menyebabkan ketidakjelasan dari status wakaf itu sendiri baik secara yuridis maupun

administratif. Kondisi ini juga bisa menyebabkan terjadinya kesalahan penggunaan wakaf

dari aspek subtansi hukum maupun tujuan dari wakaf itu sendiri.

Sekilas Tentang Wakaf

Wakaf adalah suatu istilah yang terdapat dalam Hukum Islam, oleh karena itu apabila

berbicara mengenai wakaf, tidak mungkin terlepas dari konsepsi wakaf dari Hukum Islam

yang memiliki tujuan mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Sebagai sebuah pranata

yang berasal dari Hukum Islam memegang peranan penting dalam kehidupan keagamaan dan

sosial umat Islam. Wakaf se- bagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian
3
hartanya dari benda miliknya, kemudian melembagakannya untuk selama-lamanya guna

kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama.

Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut sebagian besar ulama adalah:

• Orang yang berwakaf (waqif). Wakif harus mempunyai kecakapan melakukan

tabarru yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil. Cakap bertabarru

didasarkan per- timbangan akal yang sempurna pada orang yang telah

mencapai umur baligh dan rasyid yang mengacu pada kematangan jiwa atau

kematangan akal;

• Harta yang di- wakafkan (mauquf). Mauquf dipandang sah apabila merupakan

harta bernilai, tahan lama dipergunakan dan hak milik wakif. Harta wakaf

dapat berupa benda tetap maupun benda bergerak;

• Tujuan wakaf (mauquf ‘alaih), tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai

ibadah dan harus jelas peruntukannya;

• Akad/pernyataan wakaf (shighat), dapat dikemukakan dengan tuli- san, lisan

atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya hanya bagi orang

yang tidak dapat menggunakan cara tulisan atau lisan. Dalam Pasal 6 Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, unsur wakaf ditambah dua hal

lagi yaitu: pengelola wakaf (nadzir) dan jangka waktu wakaf.

BAB II PEMBAHASAN

B. Permasalahan

Perwakafan di Indonesia sendiri pernah diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun

1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977

Tentang Perwakafan Tanah Milik. Sementara saat ini kita te- lah memiliki Undang-Undang

No 41 tahun 2004 tentang Wakaf, yang mana di da- lamnya juga diatur pelaksanaan wakaf
4
baik berupa benda bergerak seperti uang logam dan lain-lain maupun berupa benda tidak

bergerak seperti tanah. Yang ber- tujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan

fungsinya sekaligus mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk

kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. Dibuatnya peraturan perundang-

undangan wakaf ini diharapkan bisa menghilangkan segala permasalahan pewakafan yang

terjadi di Indonesia.

Kedua di bentuknya Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga independen

yang bertugas memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional.

Menurut data Kementerian Agama RI Tahun 2010; Jumlah lokasi tanah wakaf di

Indonesia sebanyak 414.848 lokasi dengan luas tanah 2.171.041.349,74 M2. Studi yang

dilakukan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2010) mengungkapkan

bahwa jumlah unit wakaf yang terdata mencapai hampir 363.000 wakaf berupa lahan yang

tersebar di berbagai wilayah yang nilainya mencapai Rp. 590 triliun; hampir 95 % asset

wakaf belum dimanfaatkan secara optimal sehingga peran sosial-ekonomi wakaf belum

maksimal;

Pada kenyataannya dengan dibuatkannya undang-undang tentang wakaf tidak serta –

merta mampu menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Kondisi tersebut menyebabkan

sering terjadinya konflik tanah wakaf, banyak kasus – kasus persengketaan perwakafan yang

terjadi terlebih pada kasus wakaf tanah. Berdasarkan data Kanwil Kementerian Agama Jawa

Barat. Jumlah lokasi tanah wakaf di Jawa Barat tahun 2011 sebanyak 74.156 lokasi dengan

luas tanah 136.828.607,5 M2 yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Pada tahun 2011, dari

74.156 lokasi tanah wakaf di Jawa Barat, 22.587 lokasi (30,54 %) belum bersertifikat, bahkan

5.981 diantaranya belum memiliki dokumen Akta Ikrar Wakaf (AIW). Berdasarkan dari

uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya harta wakaf tanah di Jawa Barat

yang belum disertifikasikan sehingga ditakutkan menimbulkan permasalahan dikemuadian


5
hari. Meskipun pada prinsipnya masalah tanah wakaf semestinya tidak akan ada masalah

karena pada hakekatnya bila berbicara tanah wakaf berhubungan langsung dengan Allah dan

seyogyanya orang merasa takut untuk mengambil bila berhubungan dengan tanah wakaf.

Dalam praktiknya wakaf tanah sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang

diminta kembali oleh ahli waris wakif setelah wakif tersebut meninggal dunia. Kondisi ini

pada dasarnya bukanlah masalah yang serius, karena apabila mengacu pada ketentuan

peraturan perundang- undangan, wakaf dapat dilakukan untuk waktu tertentu, sehingga

apabila waktu yang ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan lagi kepada ahli waris

wakif. Namun khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah

menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang diwakafkan

tersebut tidak dapat diminta kembali. Pelaksanaan wakaf yang terjadi di Indonesia masih

banyak yang dilakukan secara agamis atau mendasarkan pada rasa saling percaya. Kondisi ini

pada akhirnya menjadikan tanah yang diwakafkan tidak memiliki dasar hukum, sehingga

apabila dikemudian hari terjadi permasalahan mengenai kepemilikan tanah wakaf

penyelesaiannya akan menemui kesulitan, khususnya dalam hal pembuktian.

Hal lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia adalah

dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah wakaf dikuasai secara turun

temurun oleh Nadzir yang penggunaannya menyimpang dari akad wakaf, permasalahan

berikut adalah terkait Nazhir yang kurang cakap, yang paling bertanggungjawab terhadap

proses pensertifikatan adalah nadzir (pengelola). Karena dialah yang berkewajiban menjaga

barang yang diwakafkan sebagaimana yang diungkapkan banyak ulama. Di antaranya apa

yang dikemukakan oleh Zakariya al-Anshâri-Zainuddin Abu Yahya As Saniki, dalam kitab

Asnal Mathâlib, juz 2, halaman 471 berikut ini: “Bagi nâdzir wajib memakmurkan harta
6
wakaf (tidak membiarkan begitu saja), menyewakan, mengumpulkan keuntungan dan

menjaganya.

Oleh karena itu semakin terang, bagaimana hukum mensertifikatkan, siapa

penanggung-jawab yang harus bergerak. Nadzir tentunya yang diberi amanah untuk

mengelola dan menjaga tanah wakaf.

Ada pula tanah wakaf yang didaftarkan sebagai tanah milik negara, karena dalam

praktiknya apabila terdapat lahan/ tanah kosong yang lama terbengkalai, dan tidak memiliki

sertifikat, atau hak milik sudah barang tentu akan menjadi tanak milik negara. Konflik

pengelolaan tanah wakaf antara masyarakat dan nazhir pun sering kali terjadi,

• 1. Pemikiran mengenai pengelolaan tanah wakaf yang masih tradisional. Selama ini tanah wakaf sangat identik
untuk dimanfaatkan sebagai masjid, musholla, sekolahan, pesantren, dan pemakaman. Pemanfaatan seperti itu
dianggap statis dan kaku, tidak dapat bergerak dan berkembang untuk mewujudkan kesejahteraan umat secara
maksimal.

• 2. Kurangnya sosialisasi mengenai wakaf produktif Pada umumnya, masyarakat hanya sebagian kecil saja yang
memahami mengenai wakaf serta wakaf produktif dengan baik dan benar. Pemahaman masyarakat pun juga
masih terbatas pada wakaf tradisional.

Konflik berikutnya terkait tanah wakaf adalah Tanah Wakaf Dikuasai Pihak Ketiga, Dan

ada pula masalah terkait perubahan status atau alih fungsi lahan aset wakaf untuk

keperluan pembangunan sarana-prasarana umum, seperti untuk keperluan pelebaran jalan

atau pembangunan jalan tol.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat ditarik
beberapa kesimpulan berikut:
• 1. Pendaftaran tanah wakaf wajib dilakukan agar mendapatkan perlindungan dan

kepastian hukum untuk mencegah terjadinya permasalahan dikemudian hari. Untuk

prosedur pendaftaran tanah wakaf sebagai berikut:

o Wakif harus mengumpulkan dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan


pendaftaran tanah wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA). Dokumen tersebut
seperti Sertifikat Hak Milik atas tanah yang akan diwakafkan, surat pernyataan
7
bahwa tanah yang akan diwakafkan tidak dalam sengketa, surat keterangan
pendaftaran tanah, serta surat ijin dari bupati atau walikota.
o Apabila dokumen persyaratan lengkap maka dapat dilakukan Ikrar Wakaf
dihadapan PPAIW dengan dihadiri wakif, nadzir serta saksi-saksi. Ikrar Wakaf
harus diucapkan dengan tegas dan jelas.
o Ikrar Wakaf sah dilakukan maka akan mendapat Akta Ikrar Wakaf yang dapat
digunakan untuk mendaftarkan tanah wakaf di Kantor Pertanahan agar mendapatkan
sertifikat tanah wakaf.

• 2. Masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap wakaf produktif. Sebgaian

besar pengelolaan wakaf tanah di Kota Malang masih konsumtif tradisional seperti

digunakan untuk masjid, musholla, sekolah, pesantren dan pemakaman.

Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan permasalahan-permasalahan dalam adalah
sebagai berikut:

• 1. Perlunya memberikan pemahaman kepada masyarakat pentingnya mendaftarkan

tanah wakaf ke KUA dan Kantor pertanahan agar tanah wakaf memiliki kepastian

hukum yang kuat. Tanah yang memiliki kepastian hukum akan terhindar dari

sengketa yang dilakukan oleh ahli waris atau pihak lain.

• 2. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai wakaf produktif sangat perlu dilakukan.

Karena dengan adanya sosialisasi dan pengenalan mengenai wakaf produktif maka

masyarakat akan mewakafkan harta bendanya untuk dijadikan produktif. Untuk

kendala pendanaan, seharusnya pemerintah ikut terjun langsung untuk memberikan

sedikit bantuan untuk keberlangsungan perwakafan produktif. Karena apabila wakaf

produktif ini berjalan dengan baik maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

pula.

Anda mungkin juga menyukai