Oleh:
Dosen Pembimbing:
3
Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 10, Terjemahan Abdul Hayyie Al kattani, dkk, c. I, Jakarta: Gema
Insani, 2011, hal. 272.
4
Ibid., hal. 271-272
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum
lainnya sesuai dengan ajaran islam.5
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian dari miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadat dan keperluan lainnya sesuai dengan ajaran islam.6
3. UU No 41 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 1 Wakaf adalah perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau
kesejahteraan umum menurut syariat.7
4. PP No 42 Tahun 2006 Wakaf adalah seseorang atau sekelompok orang
(wakif) untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau
kesejahteraan umum menurut syariat.8
C. Regulasi Wakaf
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf
1. Undang-undang No. 41 Tahun 2004 – Tentang Wakaf
2. Penjelasan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 – Tentang Wakaf
5
Peraturan Menteri Agama RI No. 1 Tahun 1978 Tentang Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 pasal 1 ayat 1.
6
Inpres RI No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 215.
7
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004Tentang Wakaf,
Jakarta: Departemen Agama, 2007, hal. 3.
8
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 pasal 1.
4. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
11. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. 800 Tahun
2014 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama No. 73 tahun 2013
Tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda
Bergerak Selain Uang dan Lampirannya
9
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-wakaf pada 1 desember 2021 10.00WIB
4. Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak
bergerak dan/atau benda bergerak.
5. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan
dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya.
6. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri
dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.
Tugas-tugas itu, tentu tak mudah diwujudkan. Jadi, dibutuhkan
profesionalisme, perencanaan yang matang, keseriusan, kerjasama, dan tentu
saja amanah dalam mengemban tanggung jawab. Untuk itu, BWI merancang
visi dan misi, serta strategi implementasi. Visi BWI adalah “Terwujudnya
lembaga independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan
dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan
internasional”. Sedangkan misinya yaitu “Menjadikan Badan Wakaf
Indonesia sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi dan
manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan
pemberdayaanmasyarakat”.
Adapun strategi untuk merealisasikan Visi dan Misi Badan Wakaf
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan wakaf Indonesia, baik
nasional maupun internasional.
2. Membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan.
3. Meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.
4. Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan
dan pengembangan harta wakaf.
5. Mengkoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf.
6. Menertibkan pengadministrasian harta benda wakaf.
7. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
8. Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang
berskala nasional dan internasional.
Untuk merealisasikan visi, misi dan strategi tersebut, BWI mempunyai
5 divisi, yakni Divisi Pembinaan Nazhir, Divisi Pengelolaan dan
Pemberdayaan Wakaf, Divisi Kelembagaan, Divisi Hubungan Masyarakat,
dan Divisi Peneltian dan Pengembangan Wakaf.
H. Manajemen Pengelolaan Wakaf
Pola pelaksanaan wakaf saat ini di Indonesia dari zaman dahulu
sampai sekarang adalah wakaf yang berorientasi pada pemahaman tentang
wakaf yang masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukan dalam
kategori ibadah saja. Disaat wakaf sebenarnya tidak hanya sekedar untuk
sarana ibadah saja namun bisa digunakan dalam tatanan sosial, artinya wakaf
bisa dimanfaatkan untuk menyejahterakan umat dan tidak hanya sekedar
dipahami sebagai sarana individual saja. Kebanyakan benda-benda wakaf
diperuntukan untuk kepentingan pembangunan fisik seperti mesjid, musholla,
pesantren, kuburan, yayasan dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf ini
belum memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena hanya untuk
kepentingan yang bersifat konsumtif.
Pola perwakafan di atas sangatlah tidak memungkinkan untuk
diterapkan lagi, disaat perkembangan zaman yang sudah berubah serta roda
perekonomian yang sudah semakin memprihatinkan ini, padahal wakaf sangat
potensial sebagai salah satu instrumen Islam untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat.
Hasil dari pola perwakafan yang diterapkan di atas, saat ini, banyak
sekali kita temukan harta wakaf tidak berkembang bahkan cenderung menjadi
beban pengelolaan atau malah tidak terurus dan yang paling menyedihkan
harta wakaf hilang diambil alih oleh orang-orang yang memancing di air
keruh,56sehingga pola pengelolaan di atas sangat tidak memungkinkan lagi
untuk diterapkan pada masa sekarang.
Kejadian tersebut adalah akibat dari pengelolaan harta wakaf dengan
pola pengelolaan “seadanya, nyambi” dan berorientasi pada “manajemen
kepercayaan”,“sentralisme kepemimpinan” yang mengesampingkan aspek
pengawasan. Dimensi ekonomi pada wakaf hanya akan dapat diraih dengan
sukses manakala pengelolaan harta wakaf dikelola dengan profesional. Asas
profesionalitas manajemen ini harus dijadikan semangat pengelolaan harta
wakaf dalam rangka mengambil kemanfaatan yang lebih luas dan lebih nyata
untuk kepentingan masyarakat banyak.10
Pola perwakafan yang baik tentunya sangat erat kaitannya dengan
manajemen atau model pengelolaan yang baik dan teratur. Sehingga sistem
manajemen wakaf merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan
wakaf di Indonesia. Kalau dalam paradigma lama wakaf selama ini lebih
menekankan pentingnya kelestarian dan keabadian benda wakaf, maka dalam
paradigma baru wakaf lebih menitikberatkan pada aspek pemanfaatan yang
lebih nyata tanpa menghilangkan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Untuk
meningkatkan dan mengembangkan aspek kemanfaatannya, tentu yang sangat
berperan sentral adalah sistem manajemen pengelolaan yang diterapkan.11
Harus diakui bahwa pola manajemen pengelolaan wakaf yang selama
ini berjalan adalah pola manajemen pengelolaan yang terhitung masih
tradisional-konsumtif. Hal tersebut bisa diketahui melalui beberapa aspek:
1. Kepemimpinan. Corak kepemimpinan dalam lembaga kenadziran masih
sentralistik-otoriter (paternalistik) dan tidak ada sistem kontrol yang
memadai. Kontrol yang memadai sangat penting untuk dilakukan untuk
memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan,
diorganisasikan dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target
yang diharapkan.
2. Rekruitmen SDM kenadziran. Banyak nadzir wakaf yang hanya
didasarkan pada ketokohan seperti ulama, kyai, tokoh masyarakat, ustadz
dan lain-lain, bukan pada aspek profesionalisme atau kemampuan
mengelola. Sehingga banyak benda-benda wakaf yang tidak terurus atau
terkelola secara baik.
3. Operasionalisasi pemberdayaan. Pola yang digunakan lebih kepada sistem
yang tidak jelas (tidak memiliki standar operasional) karena lemahnya
SDM, visi dan misi pemberdayaan, dukungan political will pemerintah
yang belum maksimal.
10
Farid Wadjdy dan Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam Yang Hampir Terlupakan), c.
I,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal. 174.
11
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Paradigma Baru, hal. 105
4. Pola pemanfaatan hasil. Dalam menjalankan upaya pemanfaatan hasil
wakaf masih banyak yang besifat konsumtif-statis sehingga kurang
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak.
5. Sistem kontrol dan pertanggung jawaban. Sebagai resiko dari pola
kepemimpinan yang sentralisitik dan lemahnya operasionalisasi
pemberdayaan mengakibatkan pada lemahnya sistem kontrol, baik yang
bersifat kelembagaan, pengembangan usaha maupun keuangan.
Sebagai salah satu elemen penting dalam pengembangan paradigma
baru wakaf, sistem manajemen pengelolaan wakaf harus ditampilkan lebih
profesional dan modern. Disebut profesional dan modern itu bisa di lihat pada
aspek-aspek pengelolaan:
1. Kelembagaan Pembentukan suatu lembaga khusus sangat diperlukan
untuk mengelola benda-benda wakaf. apalagi untuk mengarah ke arah
produktif, maka pertama tama yang harus dilakukan adalah dengan
membentuk suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola wakaf dan
bersifat nasional yang diberi nama Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI
diberi tugas untuk mengembangkan wakaf secara produktif, sehingga
wakaf dapat memberikan kemanfaatan dan dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Tugas utama badan ini adalah memberdayakan wakaf,
baik wakaf benda bergerak maupun tidak bergerak yang ada di Indonesia
sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat.
Tugas BWI adalah membina nadzir yang ada di seluruh Indonesia. BWI
bersama Kemenag mengawasi pengelolaan wakaf dengan membuat
kebijakankebijakan yang mengarah pada peningkatan kemampuan nadzir
sehingga mereka dapat mengelola wakaf yang menjadi tanggung jawabnya
secara produktif.
2. Pengelolaan operasional Standar operasional pengelolaan wakaf adalah
batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf agar menghasilkan
sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak.
Dalam istilah manajemen dikatakan bahwa yang disebut dengan
pengelolaan operasional adalah prosesproses pengambilan keputusan yang
berkenaan dengan fungsi operasi. Pengelolaan operasional ini terasa sangat
penting dan menentukan berhasil atau tidaknya manajemen pengelolaan
secara umum. Adapun standar operasional itu meliputi seluruh rangkaian
program kerja (action plan).
Standar keputusan operasional merupakan tema pokok dalam operasi
kelembagaan nadzir yang ingin mengelola secara produktif. Keputusan
yang dimaksud di sini berkenaan dengan lima fungsi utama manajemen
operasional yaitu proses, kapasitas, sediaan (inventory), tenaga kerja dan
mutu.
3. Kehumasan Peran kehumasan (pemasaran) dianggap menempati posisi
penting dalam mengelola harta benda wakaf. fungsi dari kehumasan
dimaksudkan untuk:
a. Memperkuat image bahwa benda-benda wakaf yang dikelola oleh
nadzir betul-betul dapat dikembangkan dan hasilnya untuk
kesejahteraan masyarakat banyak.
b. Meyakinkan kepada calon wakif yang masih ragu-ragu apakah benda-
benda yang ingin diwakafkan dapat dikelola secara baik atau tidak.
Peran kehumasan juga dapat meyakinkan bagi orang yang tadinya tidak
tertarik menunaikan ibadah wakaf menjadi menjadi tertarik.
c. Memperkenalkan aspek wakaf yang tidak hanya berorientasi pada
pahala oriented, tapi juga memberikan bukti bahwa ajaran islam sangat
menonjolkan aspek kesejahteraan bagi umat manusia lain, khususnya
bagi kalangan umat yang kurang mampu.
d. Sistem keuangan Penerapan sistem keuangan yang baik dalam sebuah
proses pengelolaan manajemen pengelolaan sangat terkait dengan
akuntansi dan auditing.
Akuntansi, pada awalnya lebih diwarnai dan relatif terbatas pada aspek
pertanggung jawaban. Namun dalam perkembangannya, mengalami
transformasi sebagai salah satu sumber informasi dalam pengambilan
keputusan bisnis. Misal pada bentuk dan kandungan laporannya, bila
dalam tahapan awal ada penekanan yang berlebih pada aspek neraca,
misalnya, kemudian beralih pada aspek laba-rugi. Auditing, adalah pihak
pelaksana melaporkan secara terbuka tugas atau amanah yang diberikan
kepadanya, dan pihak yang memberikan amanah mendengarkan. 12Ajaran
islam mengajarkan bahwa segala sesuatu harus dilakukan secara rapi,
teratur dan tertib, prosesnya harus diikuti dengan baik, tidak boleh
dilakukan dengan sembarangan dan ini merupakan prinsip utama dalam
ajaran islam. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut ada beberapa tahapan
yang dapat dilakukan, yaitu:
4. Perencanaan atau planning Perencanaan atau planning adalah proses yang
menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan
di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat
untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. Perencanaan termasuk di
dalamnya perencanaan pengembangan benda wakaf, karenanya berguna
sebagai pengarah, meminimalisasi pemborosan sumber daya, dan sebagai
penetapan standar dalam pengawasan kualitas.66 Banyak cara dalam
merencanakan sebuah perencanaan, salah satunya dengan menggunakan
pendekatan 5 w 1 h : what, when, who, where, why dan how. Pendekatan
ini menjelaskan “apa yang hendak dilakukan, kapan dilaksanakan, siapa
pelakunya, di mana pelaksanaannya dan mengapa itu dijalankan” dan
menggambarkan “bagaimana cara melakukannya”.
5. Pengorganisasian atau organizing Pengorganisasian atau organizing adalah
suatu kerangka tingkah laku untuk analisis proses pengambilan keputusan
organisasi. Proses ini diharapkan dapat merumuskan kebijakan strategi dan
taktik sehingga struktur organisasi menjadi tangguh dan yang lebih
penting lagi adalah bagaimana semua pihak yang terlibat dalam organisasi
bisa bekerja secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi.
6. Pengimplementasian atau directing Pengimplementasian atau directing
adalah proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh
pihak (para nadzir) dalam organisasi serta proses memotivasi agar
12
Ibid., hal. 106-113
semuanya dapat menjalankan tanggungjawab dengan penuh kesadaran dan
produktivitas yang tinggi.
7. Pengawasan atau controlling Proses yang dilakukan untuk memastikan
seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, dan
diimplementasikan bisa berjalan sesuai dengan target yang diharapakan
sekalipun berbagai perubahan terjadi.
Dalam fungsi atau tahapan pengawasan (controlling), yang harus
dilakukan adalah mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan
target kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan, mengambil
langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin
ditemukan, dan melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah
yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target kegiatan.13
I. Peran Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Peran wakaf dalam pengembangan ekonomi umat sangat sangat
ditentukan oleh sistem manajemen dan pengelolaan yang akuntabel dimana
dengan penerapan sistem pasar islam yang bercirikan falaa yuntaqoshonna
wa laa yudrabanna (jangan dipersempit dan jangan dibebabni) dan diawasai
oleh pengawas pasar sehingga menjadi lokomotif kemakmuran.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara
produktif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kategori produktif yang
dapat dilakukan antara lain cara pengumpulan, investasi, penanaman modal,
produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,
pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun,
pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan,
usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Menurut Huda, solusi perwakafan mencakup aspek regulasi, aspek
nadzir dan aspek wakif, dimana belum optimalnya wakaf dalam mendorong
perekonomian di Indonesia karena adanya kendala dalam empowerment
ketiga aspek diatas. Dimana ketiga aspek tersebut akan mengarah pada
akuntabilitas dari pengelolaan wakaf tersebut, sehingga pengelolaan wakaf
13
Farid Wadjdy dan Mursyid,op.cit.hal.176-178
menjadi professional. Profesionalitas dari pengeloaan wakaf mengandung
tiga filosofi yakni pola manajemen harus dalam proyek yang terintegrasi,
kedua mengedepankan kesejahteraan para nadzir yang seimbang antara hak
dan kewajibannya, serta ketiga aspek akuntabilitas dan
transparansi.Disamping ketiga aspek diatas perlu adanya strategi
pencapaiannya yakni melalui sinergitas antara instasi terkait, optimalisasi
komunikasi antara para pihak terkait dan optimalisasi database wakaf serta
inovasi dan ekspansi pengelolaan wakaf, sehingga wakaf tersebut menjadi
alternative bagi kemakmuran sebuah negeri bisa dicapai.
Perlu diketahui bahwa berdasarkan statistik masih banyaknya nazir
yang belum melaporkan kinerja keuangannya secara rutin menghambat aspek
akuntabilitas dan transparansinya sehingga menurunkan kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga perwakafan disamping itug belum ada standar
pelaporan khusus wakaf pun menjadi kendala tersendiriselama ini pelaporan
akuntansi wakaf masih menggunakan PSAK syariah 109 untuk infak, zakat
dan shodaqah-jadi belum ada PSAK Syariah yang khusus mengatur pelaporan
akuntansi keuangan wakaf .
Pengembangan ekonomi perlu ditopang dengan adanya sumber
pendanaan untuk mengerakan pilar pilar ekonomi tersebut ada tiga sumber
pendanaan yakni sosial yakni Ziswaf, Accidental seperti menghadapi musibah
bencana alam, kegagalan usaha - karena umat ini punya konsep aaqilah,
Ta’awun dlsb - dan comersial sepeti dalam bentuk syirkah, mudharabah,
qirad dan berbagai bentuk akad-akad syirkah lainnya.. Bila sumber-sumber
pendanaan berbagai keperluan umat tersebut dihidupkan dengan institusi-
institusi yang sesuai, maka niscaya umat ini tidak akan kekurangan sumber
pendanaan untuk memajukan perekonomiannya.
Disamping penguasaan pasar dan sumber pendanaan dari Ziswaf dan
syirkah juga perlu adanya dukungan pemerintah dalam hal ini kemudahan
dalam penerbitan sertifikat wakaf dan bantuan pendanaan dalam
penerbitannya-karena sekarang dapat dilihat bahwa masih banyak tanah
wakaf yang berlum bersertifikat, berdasarkan data dari kementrian agama
bidang pemberdayaan wakaf, tanggal 18 Maret 2016, potensi tanah wakaf di
Indonesia sebesar 3,7 miliar m2 dengan potensi ekonomi sebesar Rp370
triliun. Selain itu, berdasarkan identifikasi Bank Indonesia tahun 2016, luas
tanah wakaf di Indonesia adalah 4.359.443.170 m2 terdiri dari 435.768 lokasi
dengan rincian 287.160 lokasi bersertifikat dan 148.608 lokasi belum
bersertifikat– serta perlu sokongan BWI agar dapat menjadi lembaga yang
independen dan profesional guna menjalankan amanah sebagai regulator dan
operator (nazir). dan pembinaan para nadzir dalam mengelola asset wakaf
produktif. disamping itu peran KUA sebagai Pejabat dalam menerbitkan Akte
Ikrar Wakaf turut membantu dalam penerbitannya serta tidak terlalu
membebani nadzir dari segi biaya pengurusan ikrar wakaf.
Wakaf adalah salah satu instrumen dalam Islam yang sangat potensial
untuk dijadikan strategi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan nasional.
Jika wakaf dikelola dengan baik, maka wakaf akan berperan besar dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial sebuah Negara.
Wakaf berperan dalam pembangunan ekonomi secara langsung. Wakaf telah
menjadi salah satu alternatif pendistribusian kekayaan guna mencapai
pembangunan ekonomi. Hal tersebut karena wakaf memainkan peran penting
untuk menyediakan sarana pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, serta
fasilitas umum lainnya. Masih banyak masalah-masalah yang dihadapi dalam
pengelolaan tanahtanah wakaf secara produktif.
Akuntabilitas merupakan proses dimana suatu lembaga menganggap
dirinya bertanggung-jawab secara terbuka mengenai apa yang dilakukan dan
tidak dilakukannya Secara operasional akuntabilitas diwujudkan dalam
bentuk pelaporan (reporting), pelibatan (involving), dan cepat tanggap
(responding). Akuntabilitas dapat menumbuhkan kepercayaan (trust)
masyarakat kepada lembaga. Karena itu akuntabilitas menjadi sesuatu yang
penting karena akan mempengaruhi legitimasi terhadap lembaga pengelola
wakaf. Dengan demikian, akuntabilitas bukan semata-mata berhubungan
dengan pelaporan keuangan dan program yang dibuat, melainkan berkaitan
pula dengan persoalan legitimasi publik.14
Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA guru besar Hukum Islam Fakultas
Syariah IAIN Walisongo menyatakan bahwa pedoman standar akuntabilitas
wakaf belum ada. Pernyataan tersebut bertolak dari kenyataan bahwa
pengaturan persoalan wakaf merupakan hasil kreasi kaum Muslimin.
Berkaitan dengan masalah ini, menurut Musthafa Ahmad Zarqa’, keseluruhan
pengaturan yang berkaitan dengan persoalan wakaf merupakan persoalan
ijtihādiyyah, sehingga dalam pelaksanannya memungkinkan dilakukan
inovasi-inovasi baik dalam konsepsinya maupun praktek pengelolaannya.
Kebolehan ijtihad dalam perwakafan dikarenakan dalam sumber utama ajaran
Islam sendiri sangat terbatas. Al-Qur’an tidak mengatur secara eksplisit,
sedangkan alHadits, meskipun terdapat beberapa riwayat mengenai wakaf
para sahabat, tapi di dalamnya tidak diatur teknis pengelolaan. Maka, teknis
pengelolaan wakaf sepenuhnya menjadi kewenangan manusia untuk
memformulasikannya dengan mempedomani prinsip ajaran Islam.15
Terkait tata kelola yang baik, yang harus dilakukan pertama adalah
manajemen dan profesionalitas nadzir, baik mengenai (a) kredibilitas terkait
dengan kejujuran, (b) profesionalitas terkait dengan kapabilitas, maupun (c)
kompensasi terkait dengan upah. Pendayagunan sebagai implikasi
profesionalitasnya, yang kedua adalah peruntukan aset wakaf. Kemungkinan
alih fungsi (rubah peruntukan) dan relokasi menjadi suatu keharusan yang
harus dilakukan untuk pengembangan aset wakaf yang boleh jadi juga
terpengaruh oleh mekanisme pasar yang mempengaruhi kebutuhan
peruntukan aset wakaf agar lebih produktif.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara
produktif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kategori produktif yang
dapat dilakukan antara lain cara pengumpulan, investasi, penanaman modal,
produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,
14
Huala Adolf dkk, Seminar Nasional Ilmu Hukum, (Tanggerang : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah
Tanggerang, 2018) ctk 1. Hal. 52-55
15
Budiman, Achmad Arief Akuntabilitas Lembaga Pengelola Wakaf , Walisongo, Volume 19, Nomor 1, Mei 2011 hal
88
pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun,
pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan,
usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Solusi perwakafan mencakup aspek regulasi, aspek nadzir dan aspek
wakif, dimana belum optimalnya wakaf dalam mendorong perekonomian di
Indonesia karena adanya kendala dalam empowerment ketiga aspek diatas.
Dimana ketiga aspek tersebut akan mengarah pada akuntabilitas dari
pengelolaan wakaf tersebut, sehingga pengelolaan wakaf menjadi
professional. Profesionalitas dari pengeloaan wakaf mengandung tiga filosofi
yakni pola manajemen harus dalam proyek yang terintegrasi, kedua
mengedepankan kesejahteraan para nadzir yang seimbang antara hak dan
kewajibannya, serta ketiga aspek akuntabilitas dan transparansi.Disamping
ketiga aspek diatas perlu adanya strategi pencapaiannya yakni melalui
sinergitas antara instasi terkait, optimalisasi komunikasi antara para pihak
terkait dan optimalisasi database wakaf serta inovasi dan ekspansi
pengelolaan wakaf, sehingga wakaf tersebut menjadi alternative bagi
kemakmuran sebuah negeri bisa dicapai.16
Perlu diketahui bahwa berdasarkan statistik masih banyaknya nazir
yang belum melaporkan kinerja keuangannya secara rutin menghambat aspek
akuntabilitas dan transparansinya sehingga menurunkan kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga perwakafan disamping itug belum ada standar
pelaporan khusus wakaf pun menjadi kendala tersendiriselama ini pelaporan
akuntansi wakaf masih menggunakan PSAK syariah 109 untuk infak, zakat
dan shodaqah-jadi belum ada PSAK Syariah yang khusus mengatur pelaporan
akuntansi keuangan wakaf .
J. Penutup
Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa yang berarti habasa
(menahan). Dan al-man’u (menghalangi).17 Sedangkan secara istilah menurut
Abu Hanifah Wakaf adalah menahan benda yang menurut hukum, tetap milik
16
Huala Adolf dkk, op.cit Hal 56
17
Rozalinda, Op.Cit., hal.223
wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Kelahiran
Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang
digariskan dalam UU Wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana dijelaskan dalam
pasal 47, adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan di
Indonesia.
Peran wakaf dalam pengembangan ekonomi umat sangat sangat
ditentukan oleh sistem manajemen dan pengelolaan yang akuntabel dimana
dengan penerapan sistem pasar islam yang bercirikan falaa yuntaqoshonna
wa laa yudrabanna (jangan dipersempit dan jangan dibebabni) dan diawasai
oleh pengawas pasar sehingga menjadi lokomotif kemakmuran. Pengelolaan
dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Kategori produktif yang dapat dilakukan
antara lain cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi,
kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,
pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun,
pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan,
usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Daftar Pustaka
Budiman, Achmad Arief Akuntabilitas Lembaga Pengelola Wakaf , Walisongo,
Volume 19, Nomor 1, Mei 2011
Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007, Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Filantropi
Islam Yang Hampir Terlupakan), c. I,Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Huala Adolf dkk, 2018, Seminar Nasional Ilmu Hukum, Tanggerang : Fakultas
Hukum, Universitas Muhammadiyah Tanggerang
Ibnu Qudamah, 2010, Al Mughni Jilid 7, Terjemahan Muhyidin Mas Rida dkk, c.
I, Jakarta: Pustaka Azzam
Inpres RI No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 215.
Rozalinda, 2015, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi Pada Aktivitas Ekonomi,
Jakarta :PT.RajaGrafindo Persada